• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Identifikasi fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) - USD Repository"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

Diajuka Mempe

UN

SKRIPSI

jukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat mperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Wilfrida Maria Du’a NIM : 088114071

FAKULTAS FARMASI

NIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

IDENTIFIKASI SE BINA

Dia Me

U

i

I SENYAWA FRAKSI I EKSTRAK n-HEKS AHONG (Anredera cordifolia(Ten.) Steenis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Wilfrida Maria Du’a NIM : 088114071

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2012

(3)
(4)
(5)

iv

Berpikirlah bahwa kita tidak ingin menjadi seperti ini agar kelak kita tidak

akan melakukan kesalahan yang sama

tetap lakukan apa yg bisa kita lakukan sekarang seperti yang kita mau

aku ada, aku berdiri, aku bisa terus berjuang dengan semangat dan tidak menyerah pada

keadaan karena ada banyak kasih yang senantiasa memelukku dan aku tahu di belakangku

selalu ada doa dari orang-orang yang menyayangiku

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Segala pujian dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan karena hanya

dengan anugerah, berkat, cinta, kasih, dan pertolongan-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Identifikasi Senyawa Fraksi I Ekstrak n-Heksana Daun Binahong (Anredera cordifolia

(Ten.) Steenis)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).

Terselesaikannya penulisan laporan akhir ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan petunjuk, saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam

proses penyusunan skripsi ini

2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. dan Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt.

selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan

demi kesempurnaan skripsi ini

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan dan segenap staf serta

karyawan Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

4. Ma’Epa, teman seperjuangkanku yang telah dengan sabar menghadapi semua

kemalasanku, mendukung dan menyemangati aku selama masa-masa galau

bersama di lab.

(9)

viii

6. Kawan-kawan seperjuangan di lab: Paul, Hepy, Adi, Pandu, Aldosa, Valent,

Novie, Ike, Usi, Satya, Sasa, Vica, Dimbek, Seco, Yuni, Elisa, dan Brian atas

kerja sama, kebersamaan dan keceriaan di lab selama proses penelitian ini

7. Seluruh teman-teman farmasi, khususnya kelas B angkatan 2008 dan FST A

2008 yang telah banyak berbagi keceriaan dan kesedihan

8. Nenek, Tante, Ma Heny, Tanta Ratna, Om Bruno, Kugu, Steve, Ceci, Ka Ibet,

Enenk, Metonk, Indah, Boge, Ma’u, Yelly, Putri , dan semua keluarga yang

selalu jadi saya punya semangat dan jadi obat waktu saya rindu rumah

9. “Cika-cika muah”: Rodhu, Giting dan Lombok yang selalu dukung beta

dengan besong pung cara masing-masing. Sayang besong buanyak2 :-*

10. Papao, yang setelah marah-marah karena beta ngawur tulis skripsweet tapi

terus rasa bersalah dan minta maaf

11. Huluk, Ivon, Nitha, Itin, Cumy, Liany, Stefi, Lina, Kaco-kaco, Tikus Klapa,

Anak Pelangi, Komunitas Sant’Egidio

12. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan kelemahan karena keterbatasan pikiran, tenaga, dan waktu penulis. Untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir

kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua.

Yogyakarta, 6 Juni 2012

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

INTISARI... xx

ABSTRACT... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian... 5

(11)

x

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II PENELAHAAN PUSTAKA... 7

A. Tanaman Binahong ... 7

B. Ekstraksi... 9

1. Ekstraksi dengan alat sokhlet ... 9

2. Ekstraksi secara perkolasi ... 9

3. Ekstraksi secara maserasi ... 10

4. Ekstraksi secara refluks ... 10

5. Ekstraksi secara penyulingan ... 11

C. Skrining Fitokimia ... 11

1. Alkaloid ... 11

2. Flavonoid... 12

3. Tanin... 13

4. Saponin... 14

5. Terpenoid ... 14

6. Steroid ... 15

D. Isolasi ... 15

1. Kromatografi ... 15

E. Elusidasi Struktur... 18

1. Spektroskopi ... 17

F. Landasan Teori... 23

(12)

xi

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel dan Defenisi Operasional ... 25

1. Variabel penelitian ... 25

2. Defenisi operasional ... 25

C. Bahan Penelitian ... 26

D. Alat Penelitian... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 27

1. Determinasi tanaman binahong ... 27

2. Preparasi sampel... 27

3. Uji pandahuluan ... 28

4. Optimasi fase gerak 1 ... 33

5. Kromatografi kolom 1 ... 33

6. Kromatografi lapis tipis 1... 34

7. Kromatografi kolom 2 ... 34

8. Kromatografi lapis tipis 2... 35

9. Optimasi fase gerak 2 ... 35

10. Kromatografi lapis tipis preparatif ... 36

11. Kromatografi lapis tipis 3... 37

12. Spektroskopi UV/Vis ... 37

13. GC-MS ... 37

(13)

xii

H. Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Determinasi Tanaman Binahong... 39

B. Preparasi Sampel... 39

C. Ekstraksi Sampel... 41

D. Uji Pendahuluan... 42

1. Alkaloid... 43

2. Flavonoid ... 46

3. Tanin ... 48

4. Saponin ... 50

5. Triterpenoid dan steroid ... 51

E. Optimasi Fase Gerak 1... 53

F. Kromatografi Kolom 1... 55

G. Kromatografi Lapis Tipis 1... 55

H. Kromatografi Kolom 2... 57

I. Kromatografi Lapis Tipis 2... 57

J. Optimasi Fase Gerak 2... 58

K. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 61

L. Kromatografi Lapis Tipis 3... 62

M. Spektroskopi UV/Vis ... 63

N. GC-MS ... 65

O. Spektroskopi Inframerah... 78

(14)

xiii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 84

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil uji pendahuluan ekstrak n-heksana daun binahong . 43

Tabel II. Hasil KLT senyawa alkaloid dalam (a) ekstrak n-heksana

daun binahong dan (b) fraksi I kromatografi kolom 2

ekstrak n-heksana daun binahong ... 45

Tabel III. Hasil KLT senyawa flavonoid dalam (a) ekstrak

n-heksana daun binahong dan (b)fraksi I kromatografi

kolom 2 ekstrak n-heksana daun binahong... 47

Tabel IV. Hasil KLT senyawa triterpenoid dan steroid dalam (a)

ekstrak n-heksana daun binahong dan (b) fraksi I

kromatografi kolom 2 ekstrak n-heksana daun binahong . 52

Tabel V. Hasil KLT ekstrak n-heksana daun binahong dengan

fase diam silika gel dan fase gerak asetonitril;

n-heksana; kloroform; kloroform : metanol (1:1); dan

metanol... 54

Tabel VI. Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 1 dengan fase

diam silika gel dan fase gerak a. kloroform; b.

kloroform : metanol (1:1); c. metanol... 56

Tabel VII. Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 2 ekstrak

n-heksana daun binahong dengan fase diam silika gel dan

fase gerak a. kloroform; b. kloroform : metanol (1:1); c.

(16)

xv

Tabel VIII. Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 2 ekstrak

n-heksana daun binahong dengan fase diam silika gel dan

fase gerak a. kloroform; b. kloroform : metanol (1:1); c.

metanol... 60

Tabel IX. Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 2 ekstrak

n-heksana daun binahong dengan fase diam silika gel dan

fase gerak a. kloroform; b. kloroform : metanol (1:1); c.

metanol... 62

Tabel X. Hasil spektrum MS senyawa yang diisolasi dari

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kromatografi kolom ... 16

Gambar 2. Reaksi antara alkaloid dan reagen Mayer ... 43

Gambar 3. Hasil KLT ekstrak n-heksana ekstrak daun binahong dan

fraksi 1 kromatografi kolom 2 ekstrak n-heksana daun

binahong dengan a. pereaksi Dragendorff; b. asam sulfat 45

Gambar 4. Reaksi pembentukan warna antara flavonoid

dengan logam magnesium (Mg) ... 46

Gambar 5. Hasil KLT ekstrak n-heksana ekstrak daun binahong dan

fraksi 1 kromatografi kolom 2 ekstrak n-heksana daun

binahong dengan pereaksi amonia ... 47

Gambar 6. Reaksi pembentukan warna antara tanin dengan

besi (III) klorida (FeCl3) ... 49

Gambar 7. Reaksi pengendapan antara tanin dengan gelatin ... 50

Gambar 8. Hasil KLT ekstrak n-heksana ekstrak daun binahong dan

fraksi 1 kromatografi kolom 2 ekstrak n-heksana daun

binahong dengan pereaksi Lieberman-Buncard... 53

Gambar 9. Hasil KLT ekstrak n-heksana daun binahong dengan fase

gerak a. asetonitril; b. n-heksana; c. kloroform; d.

kloroform : metanol (1:1); e. metanol... 54

Gambar 10. Kromatografi kolom ekstrak n-heksana daun binahong

(18)

xvii

Gambar 11. Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 1 ekstrak

n-heksana daun binahong dengan fase diam silika gel dan

fase gerak a. kloroform; b. kloroform : metanol (1:1); c.

metanol... 56

Gambar 12. Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 2 ekstrak

n-heksana daun binahong dengan fase diam silika gel dan

fase gerak a. kloroform; b. kloroform : metanol (1:1); c.

metanol... 58

Gambar 13. Hasil KLT fraksi I hasil kromatografi kolom 2 ekstrak

n-heksana daun binahong dengan fase diam silika gel dan

fase gerak kloroform : metanol; a. 15:1, b. 13:1, c. 11:1,

d. 9:1, e. 7:1, f. 5:1, g. 2:1, h. kloroform, i. 1:1, j.

metanol, k. 1:2, l. 1:3, m. 1:5, n. 1:9, dan o. 1:19 ... 61

Gambar 14. Hasil KLT preparatif dengan fase gerak

kloroform : metanol 1:19 ... 61

Gambar 15. Hasil KLT dengan fase gerak a. kloroform;

b. kloroform : metanol (1:1); c. metanol... 62

Gambar 16. Spektrum UV/Vis fraksi I ekstrak n-heksana ... 63

Gambar 17. Senyawa

1,2,8a-trimethyl-1,2,3,4,8,8a-hexahydronaphthalene... 64 Gambar 18. Spektrum MS peak 1 pada GC dengan Retention time

18,721menit ... 65

(19)

xviii

Gambar 20. (a) keton; (b) potongan gugus metil; (c) metil

karboksilat; (d) metil etil ester ... 66

Gambar 21. Fragmen hasil pemutusan (-OCH3)... 66

Gambar 22. Spektrum MS peak 2 pada GC dengan Retention time

20,496menit ... 67

Gambar 23. Spektrum MS peak 3 pada GC dengan Retention time

20,728menit ... 68

Gambar 24. Spektrum MS peak 4 pada GC dengan Retention time

23,192menit ... 69

Gambar 25. (a) ion 1-oktanol; (b) ion hasil pemutusan ion

1-oktanol dari dioktil adipat... 69

Gambar 26. Fragmen hasil pemutusan (-OC8H17)... 69

Gambar 27. Spektrum MS peak 5 pada GC dengan Retention time

24,509menit ... 70

Gambar 28.isobenzofuran-1,3-dione... 71 Gambar 29. Fragmen hasil pemutusan (-OC8H17dan–C8H17)... 71

Gambar 30. Spektrum MS peak 6 pada GC dengan Retention time

25,505menit ... 72

Gambar 31. Spektrum MS peak 7 pada GC dengan Retention time

26,961menit ... 72

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Determinasi Binahong

(Anredera cordifolia(Ten.) Steenis) ... 85

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Nilai Rf KLT ... 86

Lampiran 3. Spektrum UV/Vis ... 86

Lampiran 4. Kromatogram GC dan Spektrum MS ... 88

(21)

xx

INTISARI

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) telah diketahui secara turun-temurun sebagai tanaman obat di Indonesia dan berpotensi untuk dijadikan bahan fitofarmaka. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa yang terdapat dalam fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong khususnya senyawa terpenoid, steroid dan asam lemak.

Metode penelitian dilakukan secara deskriptif eksperimental. Penelitian ini diawali dengan melakukan maserasi pada daun binahong menggunakan pelarut n-heksana, skrining fitokimia, fraksinasi menggunakan kromatografi kolom dan fraksi I hasil kromatografi kolom diisolasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) preparatif. Hasil isolasi dinyatakan murni setelah hasil KLT yang diperoleh menghasilkan satu bercak dengan harga Rf yang berbeda pada tiga fase gerak dengan kepolaran yang berbeda. Fase gerak yang dipilih adalah kloroform (IP=4,1), kloroform:metanol (1:1) (IP=4,6) dan metanol (IP=5,1). Senyawa yang terbukti murni secara KLT lalu dielusidasi strukturnya dengan menggunakan UV/Vis, GC-MS, dan IR. Dari hasil skrining fitokimia dan elusidasi struktur maka dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terdapat pada ekstrak n-heksana daun binahong adalah senyawa golongan steroid, asam lemak (metil heksadekanoat, asam oleat, metil 16-metilheptadekanoat, dioktil adipat, dioktil ptalat) dan alkana (metil oktakosana dan tetratetrakontana).

(22)

xxi

ABSTRACT

Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) has been known for generations as medicinal plants in Indonesia and potential to make an phytopharmaca. The study was conducted to identify the compounds contained in 1st fraction on n-hexane extracts from binahong leaves especially terpenoid, steroids and fatty acids compounds.

The method of research conducted by experiment description. The first phase of the study was carried out by maceration of binahong leaves using the n-hexane solvent, further identification of the compound, fractionation by column chromatography and isolated by preparative Thin Layer Chromatography (TLC). The results revealed the pure isolation if the isolate obtained a single spot on TLC with different Rf on the three mobile phases with different polarity. The selected mobile phase was chloroform (IP = 4.1), chloroform: methanol (1:1) (IP = 4.6) and methanol (IP = 5.1). Compound which proved to be pure by TLC and its structure was identification using UV/Vis, GC-MS, and IR. From the results of phytochemical screening and identification of the structure it can be concluded that the compounds contained in extracts of n-hexane from binahong leaves are steroids, fatty acids (methyl hexadecanoate, oleic acid, methyl 16-methylheptadecanoate, dioctyl adipate, dioctyl phthalate) and alcane (octacosane dan tetratetracontane).

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejak dahulu manusia telah menggunakan tanaman sebagai bahan obat

secara tradisional yang berfungsi untuk menjaga kesegaran tubuh, mencegah

penyakit, mengurangi rasa sakit, menyembuhkan penyakit, bahkan untuk

mempercantik diri. Salah satu tanaman yang biasa dijadikan sebagai bahan obat

ialah tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Tanaman ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan bahan fitofarmaka mengingat

manfaatnya yang banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit.

Penggunaan tanaman binahong biasanya dengan langsung mengunyah daun

binahong, merebusnya, mencampurkan daun binahong dengan makanan lain

seperti ketika membuat mie serta dengan dibuat dalam bentuk jus. Secara

tradisional tanaman binahong telah digunakan untuk menyembuhkan sakit batuk,

muntah darah, penyakit paru-paru, diabetes melitus, radang ginjal, ambeien,

disentri, gusi berdarah, luka paska operasi dan melahirkan, jerawat, luka akibat

kecelakaan, luka bakar, meningkatkan vitalitas pria, menjaga stamina, serta

menurunkan kolesterol (Manoi, 2009). Namun belum dilakukan uji praklinis dan

klinis untuk membuktikan khasiat tanaman binahong tersebut.

Melihat begitu banyak khasiat binahong sebagai tanaman obat maka

banyak dilakukan penelitian terhadap senyawa metabolit sekunder yang terdapat

dalam tanaman binahong dengan skrining fitokimia untuk mengetahui golongan

(24)

binahong sebagai bahan obat. Golongan senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada tanaman binahong antara lain steroid (Barboza, Cantero, Nunez,

Pacciaroni, and Espinar, 2009). Dalam jurnal ini dikatakan bahwa tanaman

binahong memiliki aktivitas biologi sebagai antibakteri dengan menggunakan

daun yang telah dikeringkan dan secara tradisional, daun kering tanaman

binahong digunakan sebagai antineuralgik, eye washes, neonatal dan paediatries care, serta untuk perawatan kulit (jamur, kutil, gigitan serangga, gatal-gatal dan iritasi). Dalam jurnal lain (Fai and Tao, 2009) dikemukakan bahwa tanaman

binahong mengandung asam oleanolat dan saponin, serta asam ursolat (Wibisono,

2010) yang telah ditetapkan kadarnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

fase terbalik. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan Universitas Gadjah Mada,

dinyatakan bahwa pada kultur in vitro daun binahong terkandung senyawa aktif

flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Manoi, 2009). Hasil uji pendahuluan

yang dilakukan oleh Khunaifi (2010) pada ekstrak etil asetat daun binahong

menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, dan polifenol, sedangkan menurut

Arisandi dan Andriani (2006) dikatakan bahwa daun tanaman binahong memiliki

kandungan kimia berupa γ-glucan, karoten, asam organik, mukopolisakarida dan

asam aldonat, juga mengandung saponin, vitamin A, B, dan C.

Selain kandungan metabolit sekunder, telah dilakukan juga uji efek

farmakologi yang dilakukan antara lain uji aktivitas antibakteri ekstrak daun

binahong terhadap bakteri staphylococcus aureus dan pseudomonas aerugino (Khunaifi, 2010), uji aktivitas antimikroba ekstrak n-heksana dan fraksi terpenoid

(25)

Eschericia coli danCandida albicans (Arisadsita, 2010), uji efek tonikum infusa daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada mencit putih (Mus musculus) jantan galurSwiss Webster (Asriani, 2011), uji efektivitas ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) sebagai antibakteri Salmonella typhi penyebab tifus (Kurniati, 2011), dan uji aktivitas penangkap radikal ekstrak petroleum eter, etil asetat dan etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stenis) dengan metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrihidrazil) (Handayani, 2009).

Dilihat dari penggunaanya secara tradisional, senyawa metabolit

sekunder dan uji efek farmakologi maka tanaman binahong berpotensi sangat

besar untuk dijadikan bahan fitofarmaka. Potensi ini khususnya terkait dengan

kegunaannya secara tradisional untuk meningkatkan stamina dan vitalitas pria

yang berhubungan dengan kandungan metabolit sekunder berupa senyawa

golongan sterid yang belum banyak ditemukan pada tanaman lain serta uji

farmakologi berupa efek tonikum. Karena itu, pada penelitian ini akan digunakan

pelarut yang bersifat nonpolar untuk proses ekstraksi agar senyawa streroid yang

bersifat nonpolar akan ikut terekstrak. Namun, karena terdapat banyak senyawa

lain yang terkandung dalam tanaman binahong maka yang terdapat dalam ekstrak

bukan hanya senyawa metabolit sekunder golongan steroid tetapi terdapat juga

golongan terpenoid dan asam lemak yang bersifat nonpolar.

Seluruh bagian dari tanaman binahong ini dapat digunakan sebagai bahan

obat, namun bahan yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah bagian

daun tanaman karena mudah diperoleh dan dibersihkan serta memiliki

(26)

Pada penelitian ini, daun tanaman binahong yang telah dikeringkan akan

dimaserasi dengan menggunakan n-heksana, kemudian akan dilakukan fraksinasi

dengan sistem kromatografi kolom serta KLT preparatif dan struktur dari senyawa

tersebut akan diketahui dengan spektrometri UV/Vis, GC-MS dan IR.

1. Permasalahan

a. Berdasarkan skrining fitokimia, senyawa golongan apakah yang

terkandung dalam fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong?

b. Berdasarkan analisis spektroskopi, senyawa apakah yang terkandung

dalam fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terhadap tanaman binahong telah banyak dilakukan, namun

penelitian ini hanya berkisar pada skrining fitokimia untuk mengetahui golongan

senyawa metabolit sekunder dan uji efek farmakologi dari tanaman binahong

tetapi belum diketahui secara spesifik senyawa kimia apa dari golongan metabolit

sekunder yang telah terbukti ada pada tanaman binahong ini.

Golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman

binahong antara lain steroid (Barboza, Cantero, Nunez, Pacciaroni, and Espinar,

2009). Dalam jurnal ini dikatakan bahwa tanaman binahong memiliki aktivitas

biologi sebagai antibakteri dengan menggunakan daun yang telah dikeringkan dan

secara tradisional, daun kering tanaman binahong digunakan sebagai

antineuralgik, eye washes, neonatal dan paediatries care, serta untuk perawatan kulit (jamur, kutil, gigitan serangga, gatal-gatal dan iritasi). Dalam jurnal lain (Fai

(27)

oleanolat dan saponin, serta asam ursolat (Wibisono, 2010) yang telah ditetapkan

kadarnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik. Berdasarkan

hasil penelitian pendahuluan Universitas Gadjah Mada, dinyatakan bahwa pada

kultur in vitro daun binahong terkandung senyawa aktif flavonoid, alkaloid,

terpenoid, dan saponin (Manoi, 2009). Hasil uji pendahuluan yang dilakukan oleh

Khunaifi (2010) pada ekstrak etil asetat daun binahong menunjukkan adanya

alkaloid, flavonoid, dan polifenol, sedangkan dari menurut Arisandi dan Andriani

(2006) dikatakan bahwa daun tanaman binahong memiliki kandungan kimia

berupa γ-glucan, karoten, asam organik, mukopolisakarida, asam aldonat, juga

mengandung saponin, vitamin A, B, dan C.

Uji efek farmakologi yang dilakukan antara lain uji aktivitas antibakteri

ekstrak daun binahong terhadap bakteri staphylococcus aureus danpseudomonas aerugino (Khunaifi, 2010), uji aktivitas antimikroba ekstrak n-heksana dan fraksi terpenoid tanaman binahong terhadap Staphylococcus aureus, Eschericia colidan Candida albicans (Arisadsita, 2010), uji efek tonikum infusa daun binahong pada mencit putih (Mus musculus) jantan galur Swiss Webster (Asriani, 2011), uji efektivitas ekstrak daun binahong sebagai antibakteri Salmonella typhi penyebab tifus (Kurniati, 2011), dan uji aktivitas penangkap radikal ekstrak petroleum eter,

etil asetat dan etanol daun binahong dengan metode DPPH

(2,2-difenil-1-pikrihidrazil) (Handayani, 2009).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti

ingin mengisolasi senyawa steroid yang dapat berfungsi untuk meningkatkan

(28)

jawab terhadap efek farmakologis sebagai efek tonikum. Karena itu perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skrining fitokimia untuk mencari

kandungan senyawa hasil isolasi dan identifikasi dengan metode spektroskopi

untuk mengetahui struktur senyawa kimia dalam tanaman binahong.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Mendapatkan informasi sebagai data kimia, metabolit

sekunder yang terkandung dalam daun tanaman binahong.

b. Manfaat metodologis. Mendapatkan informasi mengenai metode yang

digunakan untuk melakukan fraksinasi dan identifikasi senyawa kimia

dalam fraksi I ekstrak n-heksana daun binahong.

c. Manfaat praktis. Mengetahui kandungan senyawa kimia dalam fraksi I

ekstrak n-heksana daun binahong sehingga tanaman binahong dapat

dikembangkan menjadi suatu fitofarmaka.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mendukung memberikan informasi tentang aktifitas tanaman binahong

berdasarkan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya.

2. Tujuan khusus

Mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung

dalam ekstrak fraksi I n-heksana daun binahong dengan skrining fitokimia dan

(29)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Binahong

Binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang ± 5m. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak,

silindris, saling membelit, berwarna hijau, bagian dalam solid, permukaan halus,

kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk

tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek

(subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5-10cm, lebar 3-7cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk

(emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna

krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai

mahkota 0,5-1cm, berbau harum. Perbanyakan generatif (biji), namun lebih sering

berkembang atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya

(Manoi, 2009).

Klasifikasi tanaman binahong

Kingdom :Plantae(tumbuhan)

(30)

Ordo :Caryophyllales Famili :Basellaceae Genus :Anredera

Spesies :Anredera cordifolia(Ten.) Steenis

(Manoi, 2009).

Secara tradisional tanaman binahong telah digunakan untuk

menyembuhkan sakit batuk, muntah darah, penyakit paru-paru, diabetes melitus,

radang ginjal, ambeien, disentri, gusi berdarah, luka paska operasi dan

melahirkan, jerawat, luka akibat kecelakaan, luka bakar, meningkatkan vitalitas

pria, menjaga stamina, serta menurunkan kolesterol. Cara penggunaan tanaman

binahong sebagai bahan obat biasanya dilakukan dengan langsung mengunyah

daun binahong, merebusnya, mencampurkan daun binahong dengan makanan lain

seperti ketika membuat mie serta dengan dibuat dalam bentuk jus (Manoi, 2009).

Golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman

binahong berdasarkan penelitian yang telah dilakukan antara lain: steroid

(Barboza, dkk., 2009), asam oleanolat, saponin, dan asam ursolat (Wibisono,

2010), flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin (Anonim, 2009), alkaloid,

flavonoid dan polifenol pada ekstrak etil asetat daun binahong (Khunaifi, 2010),

serta γ-glukan, karoten, asam organik, dan mukopolisakarida seperti L-arabinosa,

D-galaktosa, L-ramnosa, dan asam aldonat, juga saponin, vitamin A, B, dan C

(31)

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari

bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Tujuan

ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada

bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen

zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Umi, 2011).

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara

panas dengan cara refluks, penyulingan uap air dan dengan alat sokhlet, serta

ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi dan perkolasi (Umi, 2011).

1. Ekstraksi dengan alat sokhlet

Ekstraksi ini merupakan ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan

penyari dipanaskan sampai mendidih, uap penyari akan naik melalui pipa

samping, kemudian diembunkan oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk

menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon,

maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi.

Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari

seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Umi,

2011).

2. Ekstraksi secara perkolasi

Perkolasi dilakukan dengan cara membasahkan 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan

(32)

dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dan ditambahkan cairan

penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka

dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat

dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat

terlindung dari cahaya (Umi, 2011).

3. Ekstraksi secara maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan

penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya

sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi

kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna

lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak

bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan (Umi, 2011).

4. Ekstraksi secara refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari

dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu

dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan

diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam

simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali

(33)

5. Ekstraksi secara penyulingan

Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang

mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi pada

tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat

aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari dilakukan dengan

penyulingan (Umi, 2011).

C. Skrining Fitokimia

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah

penampisan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan

untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai

informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas

biologi dari suatu tanaman (Umi, 2011).

1. Alkaloid

Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui, merupakan zat tumbuhan

sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa

yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,

sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan

banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol; jadi digunakan secara

luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, sering kali

bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa

cairan pada suhu kamar. Uji sederhana, tetapi sama sekali tidak sempurna, untuk

alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah (Harborne,

(34)

Secara umum, golongan senyawa alkaloid mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut:

I. Biasanya berupa kristal tak berwarna, tidak mudah menguap, tidak larut

dalam air, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti etanol, eter dan

kloroform. Beberapa alkaloid (seperti koniina dan nikotina) berwujud cair

dan larut dalam air. Ada juga alkaloid yang berwarna, misalnya berberina

(kuning).

II. Bersifat basa; pada umumnya berasa pahit, bersifat racun, mempunyai efek

fisiologis serta optik aktif.

III. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam fosfolframat, asam

fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida, dan lain sebagainya. Dari

endapan-endapan ini, banyak juga yang memiliki bentuk kristal yang khusus

sehingga sangat bermanfaat dalam identifikasinya (Tobing, 1989).

2. Flavonoid

Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa

induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula, dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Flavonoid terutama berupa

senyawa yang larut dalam air. Dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada

dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid

berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau

amonia; jadi, mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan

(35)

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu

menunjukan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak.

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida

dan aglikon flavonoid yang manapun mungkin terdapat dalam satu tumbuhan

dalam beberapa bentuk kombinsi glikosida. Flavonoid terdapat pada semua

tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar dari pada yang

lainnya (Harborne, 1987).

3. Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae

terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya, tanin dapat bereaksi

dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam

industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu

mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena

kemampuanya menyambung silang protein (Harbrorne, 1987).

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim

sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya, maka

reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar

dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar

tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena

rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam

tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Harbrorne, 1987).

Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata

(36)

paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae,

terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan

penyebaranya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborrne, 1987).

4. Saponin

Komponensurface-activeini terdistribusi secara luas pada tumbuhan dan terdapat pada daun yang digunakan secara tradisional sebagai sabun. Saponin

tersusun dari residu gula yang memiliki gugus β-OH pada C3 dari C27-aglikon

yang berhubungan langsung dengan sapogenin (Mann, Davidson, Hobbs,

Banthorpe, and Harbone, 1994).

5. Terpenoid

Terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan dan istilah ini

digunakan untuk menunjukan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan

itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi semua terpenoid berasal dari molekul

isoprena CH2═C(CH3)─CH═CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh

penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah

menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam

senyawa tersebut: dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan

(C40) satuan. Terpenoid terdiri dari beberapa senyawa, mulai dari komponen

minyak atsiri, yaitu monoterpena dan siskuiterpena yang mudah menguap (C10

dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang

tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30). Masing-masing golongan

terpenoid itu penting, baik bagi pertumbuhan dan metabolisme maupun pada

(37)

6. Steroid

Senyawa sederhana steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa

organik bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan

(siklopentanofenantren). Androstan adalah suatu sistem cincin tetrasiklik;

keempat cincinnya berturut-turut ditandai dengan A, B, C, dan D dan semua atom

C yang terdapat dalam struktur diberi nomor mulai dari 1 sampai dengan 19.

Sebagian besar dari steroid mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

I. mengandung gugus fungsi oksigen (sebagai = O atau–OH) pada C3

II. mengandung gugus sampai pada C17

III. banyak yang mengandung ikatan rangkap di antara C4-C5atau C5-C6

(Tobing, 1989).

D. Isolasi 1. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik di mana

komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fase, salah satu fase

tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya

sebagai fluida yang mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner (Day and

Underwood, 2002).

a. Kromatografi kolom

Kromatografi cair yang dilakukan di dalam kolom besar

merupakan metode kromatografi terbaik untuk memisahkan campuran

dalam jumlah besar (lebih dari 1g). Fase diam dalam banyak kasus

(38)

yang mengisi ruang antar partikel yang teradsorbsi. Kolomnya (tabung

gela) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau pati yang

dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan ke dalam kolom.

Gambar 1. Kromatografi kolom (Gritter, Bobbitt, and Schwarting, 1991)

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan

diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada di

dalam tabung kaca, tabung logam, atau bahkan tabung plastik. Larutan

sampel kemudian diisikan ke dalam kolom dari atas sehingga sampel

diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut (fasa gerak; pembawa)

ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut

berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa gerak) dan pelarut yang

teradsorbsi oleh adsorben (fasa diam). Selama perjalanan turun, zat

terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju

penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung

pada koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut

akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan dan masing-masing

lapisan dapat dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan

(39)

karena senyawa yang akan dipisahkan, dielusi dari kolom (Gritter et al., 1991).

b. Kromatografi lapis tipis

Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya akan berupa lapisan

tipis (tebal 0,1-2mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan

kepada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca

tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam dan fase geraknya

mengalir karena kerja kapiler. Lapisan fase diam akan melekat pada

permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau

amilum (pati) (Gritteret al., 1991).

Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem KLT dinyatakan

dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang

ditempuh oleh bercak eluen dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan

pelarut. Keduanya diukur dari titik awal, dan harga Rf beragam mulai

dari 0 sampai 1 (Gritteret al., 1991).

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan

paling murah dan memakai peralatan paling dasar ialah Kromatografi

Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Penjerap yang paling umum ialah silika

gel untuk campuran senyaa lipofil maupun hidrofil, dengan ketebalan

yang sering digunakan 0,5-2mm dan ukuran plat 20x20cm atau 20x40cm.

Pembatasan ketebalan dan ukuran pelat dapat mengurangi jumlah bahan

yang dapat dipisahkan dengan KLT (Hostettmann, Hostettmann, and

(40)

Cuplikan yang ditotolkan harus berupa pita yang harus sesempit

mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Konsentrasi

cuplikan harus sekitar 5-10%. Cuplikan 10-100mg dapat dipisahkan pada

lapisan silika gel atau aluminium oksida 20x20cm yang tebalnya 1mm.

Pilihan pelarut dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan

dengan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penjerap kira-kira

sama, pelarut yan dipakai pada KLT analitik dapat langsung dipakai pada

KLTP. Fase gerak biner (dalam berbagai perbandingan) yang sering

digunakan pada pemisahan secara KLTP adalah heksana-etil asetat,

n-heksana-aseton, kloroform-metanol (Hostettmannet al., 1986).

Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat

dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke

pengumpul vakum. Senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan

pelarut yang paling kurang polar (sekitar 5mL pelarut untuk 1g penjerap)

karena makin polar pelarut pengekstraksi, makin banyak bahan yang

tidak diinginkan terekstraksi. Harus diperhatikan bahwa makin lama

senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan

terjadinya penguraian (Hostettmannet al., 1986).

E. Elusidasi Struktur 1. Spektroskopi

Spektroskopi serap merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnit dan molekul atau atom dari suatu zat kimia (Departemen Kesehatan

(41)

elektromagnitik digunakan untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah

interaksinya dengan radiasi elektromagnitik. Suatu foton memiliki energi tertentu

dan dapat menyebabkan transisi tingkat energi suatu atom atau molekul. Karena

tiap spesies kimia memiliki tingkat energi yang berbeda, maka transisi perubahan

energinya juga berbeda. Berarti suatu spektrum yang diperoleh dengan memplot

beberapa fungsi frekwensi terhadap frekwensi radiasi elektromagnitik adalah khas

untuk spesies kimia tertentu dan berguna untuk identifikasi (Khopkar, 1990).

a. Spektroskopi UV/Vis

Spektroskopi ini didasarkan pada serapan sinar UV tampak yang

menyebabkan terjadinya transisi di antara tingkat energi elektronik

molekul. Transisi ini dapat terjadi antar orbital ikatan (bonding) atau

orbital anti ikatan (antibonding). Panjang gelombang sinar yang diserap

sebanding dengan perbedaan tingkat energi orbital. Kegunaan utama

Spektroskopi UV adalah untuk identifikasi jumlah ikatan

rangkap/konjugasi aromatik. Spektrum UV biasanya diukur dalam

larutan sangat encer, dengan syarat pelarut harus tidak menyerap pada

panjang gelombang di mana dilakukan pengukuran, agar tidak ada

serapan (back ground) (Panji, 2012).

b. Kromatografi gas dan spektroskopi massa

Kromatografi gas adalah suatu proses dimana suatu campuran

dipisah menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak

melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang diam. Suatu kromatografi

(42)

tabung bertekanan tinggi (seperti helium, nitrogen, hidrogen, atau argon,

tergantung pada faktor ketersediaan, kemurnian yang dituntut, konsumsi

dan tipe detektor yang digunakan), tempat penginjeksian, kolom, dan

detektor (berfungsi untuk merasakan dan mengukur kualitas kecil dari

komponen yang telah terpisah yang ada dalam aliran gas pengembang

yang meninggalkan kolom). Pemilihan detektor akan bergantung pada

tingkat konsentrasi yang harus diukur dan sifat dasar

komponen-komponen yang akan dipisahkan (Bassett, Denney, Jeffery, and

Mendham, 1994).

Spektroskopi massa didasarkan pada fragmen molekul yang

dihasilkan pada reaksi fragmentasi (pemecahan molekul). Dengan kata

lain, dari data fragmentasi dapat diidentifikasi struktur senyawa utuhnya.

Perkembangan alat spektrometer yang dilengkapi dengan komputer dapat

membantu membandingkan spektrum yang dihasilkan dengan spektrum

senyawa standar yang disimpan dalam basis data komputer. Salah satu

metode komputer dalam membandingkan spektrum suatu senyawa

dengan spektrum senyawa standar adalah dengan mengelompokan

komponen spektrum ke dalam kategori kesamaan (similarity), kelebihan (excess), dan kehilangan (missing). Komputer akan menghitung probabilitas makin besar atau makin positif bahwa senyawa yang

dianalisis sama dengan standar dalam basis data jika makin banyak

kesamaan. Hasil perbandingan tersebut dinyatakan sebagai probabilitas

(43)

kasus, jika persentase kesamaan mencapai 97% atau lebih, hasilnya

cukup dapat dipercaya bahwa memang benar senyawa yang dianalisis

identik dengan senyawa standar (Panji, 2012).

Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) saat ini menjadi alat yang handal untuk penentuan struktur molekul senyawa

organik, khususnya untuk senyawa organik yang cukup volatil. Bahkan,

beberapa senyawa yang memiliki titik didih cukup tinggi, seperti minyak

dengan asam lemak rantai panjang, masih dapat dianalisis langsung

dengan GC-MS, sedangkan jika dianalisis dengan GC saja (tanpa MS)

harus diesterifikasi terlebih dahulu untuk menurunkan titik didih. Hal ini

disebabkan pada GC-MS, perangkat MS dilengkapi sistem vakum hingga

10-6torr yang sangat membantu dalam proses penguapan cuplikan. GC

dan MS sangat compactible (cocok), karena senyawa yang keluar dari kolom GC berupa gas atau uap, dan yang dibutuhkan oleh MS juga

senyawa dalam fase uap (Panji, 2012).

c. Spektroskopi infra merah

Spektroskopi inframerah pada dasarnya sama dengan

spektroskopi ultraviolet dan cahaya tampak, hanya berbeda pada sumber

energi, bahan optik dan detektor. Spektroskopi inframerah harus sering

dikalibrasi terhadap skala panjang gelombang, misalnya menggunakan

film polistiren (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Di

daerah inframerah dan inframerah dekat diperlukan kadar masing-masing

(44)

memadai; untuk daerah spektrum ini biasanya dipakai sel dengan panjang

0,01mm hingga 3mm. Daerah inframerah spektrum elektromagnit yang

digunakan untuk analisis obat meliputi 4000cm-1 hingga 250cm-1

(2,5µm-40µm). Spektrum serapan inframerah suat zat mempunyai

gambaran yang khas untuk zat yang bersangkutan hingga dapat

digunakan untuk identifikasi. Untuk keperluan identifikasi spektrum zat

yang diuji dapat dibandingkan dengan spektrum zat pembanding yang

ditetapkan dengan cara yang sama, atau dibandingkan dengan spektrum

pembanding (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

Spektroskopi IR biasanya digunakan untuk menentukan struktur,

khususnya senyawa organik (Khopkar, 1990). Daerah inframerah dekat

terutama sesuai untuk penetapan gugus –OH dan–NH, seperti air dalam

alkohol –OH dalam lingkungan amina, alkohol dalam hidrokarbon, dan

amina primer dan sekunder dalam lingkungan amina tersier. Spektrum

inframerah bersifat khas untuk suatu senyawa kimia tertentu, dengan

pengecualian isomer optik yang mempunyai spektum identik. Namun

polimorfisme kadang-kadang dapat menjadi penyebab perbedaan dalam

spektrum inframerah suatu senyawa tertentu dalam keadaan padat.

Seringkali perbedaan kecil dalam struktur menyebabkan perbedaan

segnifikan dalam spektrum. Karena banyaknya maksimum yang terdapat

dalam spektrum serapan inframerah, kadang-kadang dimungkinkan untuk

(45)

campuran yang komposisi kualitatifnya diketahui tanpa pemisahan

terlebih dahulu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

F. Landasan Teori

Dari putaka yang ada, telah diketahui bahwa tanaman binahong memiliki

senyawa aktif golongan steroid, saponin, flavonoid, alkaloid, terpenoid, polifenol,

asam organik, asam oleanolat, asam ursolat, γ-glukan, karoten, mukopolisakarida

(L-arabinosa, D-galaktosa, L-ramnosa), asam aldonat, serta vitamin A, B, dan C.

Serta adanya efek farmakologi sebagai antibakteri, tonikum dan penangkap

radikal. Pustaka-pustaka memberitahukan golongan senyawa yang terdapat pada

tanaman binahong dan uji efek farmakologinya, namun belum diketahui senyawa

aktif spesifik yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologi yang diberikan

oleh tanaman binahong, karena itu pada penelitian ini akan dilakukan isolasi dan

identifikasi struktur dari isolat yang diperoleh dari fraksi I ekstrak n-heksana daun

binahong.

Dalam identifikasi, langkah awal yang dilakukan adalah mengekstraksi

simplisia daun tanaman binahong dengan metode maserasi menggunakan pelarut

n-heksana. n-Heksana merupakan pelarut yang bersifat nonpolar maka senyawa

yang akan ikut tersari ke dalam n-heksana adalah senyawa yang bersifat nonpolar.

Metabolit sekunder yang bersifat nonpolar ini antara lain senyawa golongan

terpenoid, steroid dan asam lemak. Metode identifikasi yang sering dilakukan

untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman

adalah dengan uji pendahuluan (skrining fitokimia). Uji pendahuluan ini hanya

(46)

secara spesifik senyawa kimianya penelitian akan dilanjutkan dengan pemisahan

(fraksinasi) ekstrak n-heksana daun binahong dengan menggunakan kromatografi

kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif dan kemudian senyawa yang

terpisah diidentifikasi strukturnya dengan metode spektroskopi (UV/Vis, GC-MS,

dan IR).

G. Hipotesis

Struktur senyawa yang berhasil diidentifikasi dari fraksi I ekstrak

(47)

25

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif eksperimental.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif karena dalam penelitian

hanya mendeskripsikan keadaan pada saat penelitian dan merupakan jenis

penelitian eksperimental karena tidak dilakukan manipulasi terhadap subjek uji.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas : ekstrak n-heksana daun binahong

2) Variabel tergantung : kandungan steroid, terpenoid dan asam

lemak ekstrak n-heksana daun binahong

b. Variabel pengacau

1) Variabel pengacau terkendali:

a) tempat hidup tanaman binahong

b) paparan sinar matahari yang diterima daun tanaman binahong

2) Variabel pengacau tidak terkendali:

a) waktu pemetikan daun binahong

2. Definisi operasional

1) Preparasi sampel merupakan salah satu tahap dalam sampel yang dapat

(48)

menentukan kelayakan dan reproduksibiltas suatu analisis dalam matrik

pengotor.

2) Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.

3) Evaporasi merupakan suatu tahapan yang bertujuan untuk memekatkan

larutan.

4) Spektrum adalah jarak atau rentang frekuensi yang mengandung sinyal.

5) Peak merupakan puncak dari suatu kromatogram atau spektrum.

6) Kromatogram adalah presentasi hasil analisa atau pemisahan komponen

zat dengan teknik kromatografi dengan maksud mengenali masing-masing

zat.

7) Isolasi merupakan proses pemisahan suatu senyawa dari campuran

beberapa senyawa.

8) Detektor adalah alat yang digunakan untuk membaca serapan dari sistem

kromatografi.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman

binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), air mengalir, aquadest, n-heksana, asetonitril, asam siliko wolframat LP, asam fosfomolibdat LP, asam fosfowolframat

LP, Bouchardat LP, Wagner LP, Mayer LP, Dragendorff LP, Marme LP, Hager LP,

amonia pekat P, eter P, kloroform, natrium sulfat anhidrat P, asam asetat anhidrat P,

Molish LP, asam sulfat P, metanol P, Baljet LP, Kadde LP, kalium hidroksida 1N,

(49)

asam sulfat 2N, benzena P, natrium hidroksida 2N, serbuk seng P, asam klorida 2N,

asam klorida pekat P, etanol (95%) P, serbuk magnesium P, serbuk halus asam

borat P, serbuk halus asam oksalat P, eter P, FeCl3 1%, gelatin, silika gel,

kloroform p.a., metanol p.a., KBr, DMSO d6, tetrametilsilan (TMS).

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, blender,

pengayak nomor 40, timbangan analitik, shaker, erlenmeyer, kertas saring, rotary vaccum evaporator, labu alas bulat, labu hisap, sendok, batang pengaduk, beaker glass, gekas ukur, pipet tetes, gelas arloji, corong pisah, corong, penangas air, cawan porselin, bunsen, gelas ukur, tabung reaksi, pipa kapiler, spatula,

spektrofluorometer, alat degassing ultrasonik, Milipore ukuran pori 0,45 μ m, TLC

Plate Coater, chamber, plat KLT, kolom, seperangkat alat UV/Vis, seperangkat alat GC-MS, seperangkat alat spektrometer inframerah.

E. Tatacara Penelitian 1. Determinasi tanaman binahong

Determinasi tanaman binahong dilakukan dengan membandingkan dengan

Flora of Java. Kemudian tanaman binahong dibuat herbariumnya dalam bentuk kering meliputi akar, batang, daun, bunga dan rimpang.

2. Preparasi sampel

a. Pemilihan sampel

Sampel yang dipilih adalah daun tanaman binahong yang segar

dan tidak berpenyakit (tidak dijangkiti oleh infeksi virus, bakteri atau

(50)

terpisah dari pencemar lain seperti tangkai binahong, atau bahan lain selain

daun binahong. Daun tanaman binahong yang diambil berasal dari daerah

Yogyakarta.

Daun dipanen kemudian dicuci dengan air mengalir dan

dipisahkan daun binahong dan pengotor (tangkai, bunga, umbi dan akar).

Tiriskan dan keringanginkan daun agar air sisa pencucian dapat hilang.

Keringkan daun binahong dengan oven pada suhu 40-60ºC. Setelah

dikeringkan, daun diserbuk dengan menggunakan blender dan diayak

dengan menggunakan pengayak nomor 40.

b. Ekstraksi sampel

Maserasi dilakukan dengan perbandingan simplisia kering daun

tanaman binahong : n-heksana (1:10). Ditimbang sebanyak 5g daun

tanaman binahong kering kemudian diekstraksi selama 3jam dengan

pelarut n-heksana sebanyak 50mL, dilakukan sebanyak 3kali. Hasil

maserasi lalu disaring dengan menggunakan kertas saring dan bantuan

vakum. Ekstrak kemudian dikentalkan dengan rotary vaccum evaporator.

3. Uji pendahuluan

a. Alkaloida

Larutan percobaan untuk pengendapan alkaloid dibagi menjadi 4

golongan sebagai berikut.

I. Golongan I : larutan percobaan dengan alkaloida membentuk garam

yang tidak larut: asam siliko wolframat LP, asam fosfomolibdat LP dan

(51)

II. Golongan II : larutan percobaan yang dengan alkaloid membentuk

senyawa kompleks bebas, kemudian membentuk endapan: Bouchardat

LP dan Wagner LP.

III. Golongan III : larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk

senyawa adisi yang tidak larut : Mayer LP, Dragendorff LP dan Marme

LP.

IV. Golongan IV : larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk

ikatan asam organik dengan alkaloid: Hager LP.

Cara percobaan :

Ambil kurang lebih 25mL ekstrak kental daun binahong

ditambahkan 1mL HCl 2N dan 9mL air, dipanaskan di atas penangas air

selama 2menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3tetes filtrat pada kaca

arloji, tambahkan 2tetes Bouchardat LP atau Mayer LP. Jika pada kedua

percobaan tidak terjadi endapan maka serbuk tidak mengandung alkaloida.

Jika dengan Mayer LP terjadi endapan menggumpal berwarna

putih atau kuning yang larut dalam metanol P dan dengan Bouchardat LP

terbentuk endapan berwarna cokelat sampai hitam, maka ada kemungkinan

terdapat alkaloida.

Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3mL

amonia pekat P dan 10mL campuran 3 bagian volume eter P dan 1 bagian

volume kloroform (hati-hati jangan menggojok terlalu kuat, bisa terjadi

emulsi, pakai corong pisah). Ambil fase organik, tambahkan natrium sulfat

(52)

sedikit HCl 2N. Lakukan percobaan dengan keempat golongan larutan

percobaan. Serbuk mengandung alkaloida jika sekurang-kurangnya

terbentuk endapan dengan menggunakan 2 golongan larutan percobaan.

Dengan KLT :

Ekstrak kental n-heksan daun binahong ditotolkan pada plat KLT

yang telah dibuat. Plat kemudian dielusikan dengan menggunakan larutan

pengembang berupa kloroform dan dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan kloroform. Setelah dielusi, plat dikeluarkan dan

dibiarkan kering lalu disemprotkan dengan pereaksi Dragendorff dan asam

sulfat encer.

b. Flavonoid

Cara percobaan

I. Uapkan hingga kering 1mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam

1mL sampai 2mL etanol (95%) P; tambahkan 0,5mg serbuk seng P dan

2mL asam klorida 2N, diamkan selama 1menit. Tambahkan 10tetes

asam klorida pekat P. Jika dalam waktu 2 sampai 5menit terjadi warna

merah intensif, menunjukan adanya flavonoid (glikosida 3-flavonol).

II. Uapkan hingga kering 1mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam

1mL etanol (95%) P, tambahkan 0,1g serbuk magnesium P. Jika terjadi

warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukan adanya flavonaid.

Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukan adanya flavon, kalkon,

(53)

III. Uapkan hingga kering 1mL larutan percobaan, basahkan sisa dengan

aseton P, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus

asam oksalat P, panaskan hati-hati di atas penangas air dan hindari

pemanasan yang berlebihan. Campur sisa yang diperoleh dengan 10mL

eter P. Amati dengan sinar UV 366nm; larutan berfluorosensi kuning

intensif, menunjukan adanya flavonoid.

(MMI)

Dengan KLT :

Ekstrak kental n-heksana daun binahong ditotolkan pada plat

KLT yang telah dibuat. Plat kemudian dielusi dengan menggunakan

larutan pengembang berupa kloroform dan dimasukkan ke dalam chamber

yang telah dijenuhkan dengan kloroform. Setelah dielusi, plat dikeluarkan

dan dibiarkan kering lalu disemprotkan dengan pereaksi amonia.

c. Tanin

i. Uji dengan FeCl3

Ekstrak kental n-heksana daun binahong ditambahkan dengan 2-3tetes

larutan besi (IV) klorida 1%. Jika larutan menghasilkan warna hijau

kehitaman atau biru tinta, maka bahan tersebut mengandung tanin.

ii. Uji dengan larutan gelatin

Ekstrak kental n-heksana daun binahong dimasukkan dalam tabung

reaksi ditambah dengan larutan gelatin. Jika terbentuk endapan putih,

(54)

d. Saponin

Encerkan 1mL ekstrak kental n-heksana daun binahong dengan

10mL air dan kocok kuat-kuat selama 10menit. Terbentuk buih yang

mantap selama tidak kurang dari 10menit setinggi 1-10cm. Pada

penambahan 1 tetes asam klorida 2N, buih tidak hilang.

e. Triterpenoid dan steroid

Ekstrak kental n-heksana daun binahong dimasukkan dalam

tabung reaksi, dilarutkan dalam 0,5mL kloroform lalu dipanaskan dan

didinginkan. Diambil 1mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi lalu

diteteskan pereaksi Lieberman-Burchard. Jika hasil yang diperoleh berupa

cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan

adanya triterpenoid, sedangkan jika terbentuk warna hijau kebiruan

menunjukkan adanya steroid.

(Sriwahyuni, 2010)

Dengan KLT :

Ekstrak kental n-heksana daun binahong ditotolkan pada plat

KLT yang telah dibuat. Plat kemudian dielusi dengan menggunakan

larutan pengembang berupa kloroform dan dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan kloroform. Setelah dielusi, plat dikeluarkan

dan dibiarkan kering lalu disemprotkan dengan pereaksi

(55)

4. Optimasi fase gerak 1

Sebanyak 7g adsorben (silika gel) yang akan digunakan untuk pelapis

dibuat bubur dengan 21mL aquadest. Bubur yang telah ada kemudian diratakan

pada plat kaca dengan ukuran 5x15cm dengan menggunakan alat TLC Plate Coater. Setelah adsorben pada plat kaca rata, plat lapis tipis yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100–120oC selama paling kurang 1jam.

Ekstrak kental n-heksana daun binahong ditotolkan pada plat KLT yang

telah dibuat. Ekstrak kemudian dielusi dengan menggunakan 5 larutan

pengembang, yaitu: asetonitril, n-heksana, kloroform, kloroform:metanol (1:1), dan

metanol.

Dari hasil elusi dilihat fase gerak mana yang menghasilkan pemisahan

terbaik. Fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik kemudian digunakan

sebagai fase gerak pada kromatografi kolom.

5. Kromatografi kolom 1

Campurkan adsorben (silika gel) dengan fase gerak (kloroform) hingga

terbantuk suspensi yang seperti bubur. Suspensi ini kemudian dimasukan ke dalam

kolom hingga pencapai tiga perempat dari tinggi kolom.

Sampel yang berupa ekstrak kental n-heksana daun binahong sebanyak

0,5mL dimasukkan ke dalam kolom, dibiarkan mengendap lalu dialirkan fase gerak

berupa kloroform untuk mengelusi dan eluen ditampung pada flakon tiap 3menit.

6. Kromatografi lapis tipis 1

Sebanyak 7g adsorben (silika gel) yang akan digunakan untuk pelapis

(56)

diratakan pada plat kaca dengan ukuran 5x15cm dengan menggunakan alat TLC Plate Coater. Setelah adsorben pada plat kaca rata, plat lapis tipis yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100–120oC selama paling kurang 1jam.

Eluen hasil isolasi dengan kromatografi kolom dari ekstrak kental

n-heksana daun binahong ditotolkan pada plat KLT yang telah dibuat. Eluen

kemudian dielusi dengan menggunakan 3 larutan pengembang, yaitu: kloroform,

kloroform:metanol (1:1), dan metanol.

Dari hasil elusi dilihat apakah telah diperoleh senyawa yang dikatakan

murni secara KLT.

7. Kromatografi kolom 2

Campurkan adsorben (silika gel) dengan fase gerak (kloroform) hingga

terbantuk suspensi yang seperti bubur. Suspensi ini kemudian dimasukkan ke dalam

kolom hingga pencapai tiga perempat dari tinggi kolom.

Sampel yang berupa fraksi 1 hasil kromatografi kolom 1 dari ekstrak

kental n-heksan daun binahong sebanyak 0,5mL dimasukkan ke dalam kolom. Ke

dalam kolom lalu dialirkan fase gerak berupa metanol dan eluen ditampung pada

flakon tiap 3menit. Kemudian ke dalam kolom dialirkan kloroform dan ditampung

setian 3menit.

Eluen kemudian dikembangkan dengan KLT, dengan menggunakan 3 fase

gerak yaitu kloroform, kloroform:metanol (1:1), dan metaol. Jika dari hasil elusi

(57)

8. Kromatografi lapis tipis 2

Sebanyak 7g adsorben (silika gel) yang akan digunakan untuk pelapis

dibuat bubur dengan 21mL pelarut (aquadest). Bubur yang telah ada kemudian

diratakan pada plat kaca dengan ukuran 5x15cm dengan menggunakan alat TLC Plate Coater. Setelah adsorben pada plat kaca rata, plat lapis tipis yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100–120oC selama paling kurang 1jam.

Eluen hasil isolasi dengan kromatografi kolom 2 kemudian ditotolkan pada

plat KLT yang telah dibuat. Eluen kemudian dielusi dengan menggunakan 3 larutan

pengembang, yaitu: kloroform, kloroform:metanol (1:1), dan metanol.

Dari hasil elusi dilihat apakah telah diperoleh senyawa yang dikatakan

murni secara KLT, jika belum murni maka dapat dilanjutkan dengan isolasi

menggunakan KLTP dengan terlebih dahulu melakukan optimasi fase gerak untuk

mendapatkan pemisahan terbaik.

9. Optimasi fase gerak 2

Sebanyak 7g adsorben (silika gel) yang akan digunakan untuk pelapis

dibuat bubur dengan 21mL aquadest. Bubur yang telah ada kemudian diratakan

pada plat kaca dengan ukuran 5x15cm dengan menggunakan alat TLC Plate Coater. Setelah adsorben pada plat kaca rata, plat lapis tipis yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100–120oC selama paling kurang 1jam.

Eluen hasil isolasi dengan kromatografi kolom eluen hasil kolom2

kemudian ditotolkan pada plat KLT yang telah dibuat. Eluen kemudian dielusi

(58)

perbandingan: 1:1, 1:2, 1:3, 1:5, 1:9, 1:19, 15:1, 13:1, 11:1, 9:1, 7:1, 5:1, 3:1, dan

2:1.

Dari hasil elusi dilihat fase gerak mana yang menghasilkan pemisahan

terbaik. Fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik kemudian digunakan

sebagai fase gerak pada KLTP.

10. Kromatografi lapis tipis preparatif

Sebanyak 7g adsorben (silika gel) yang akan digunakan untuk pelapis

dibuat bubur dengan 21mL pelarut (aquadest). Bubur yang telah ada kemudian

diratakan pada plat kaca dengan ukuran 20x20cm dengan menggunakan alat TLC Plate Coater. Setelah adsorben pada plat kaca rata, plat lapis tipis yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100–120oC selama paling kurang 1jam.

Eluen hasil isolasi dengan kromatografi kolom eluen hasil kolom 2

kemudian ditotolkan berupa pita pada plat KLT yang telah dibuat. Eluen kemudian

dielusi dengan menggunakan larutan pengembang berupa kloroform:metanol (1:19)

hasil optimasi sebelumnya.

Hasil elusi kemudian dikeringkan dan dikerok dengan menggunakan

spatula kemudian ditampung dan diekstraksi dengan menggunakan kloroform.

Hasil ekstraksi lalu dipekatkan dengan menggunakanrotary vaccum evaporator.

11. Kromatografi lapis tipis 3

Sebanyak 7g adsorben (silika gel) yang akan digunakan untuk pelapis

dibuat bubur dengan 21mL pelarut (aquadest). Bubur yang telah ada kemudian

Gambar

Tabel II.Hasil KLT senyawa alkaloid dalam (a) ekstrak n-heksana
Tabel IX.Hasil KLT fraksi I kromatografi kolom 2 ekstrak n-
Gambar 13. Hasil KLT fraksi I hasil kromatografi kolom 2 ekstrak n-
Gambar 1. Kromatografi kolom (Gritter,  Bobbitt, and Schwarting, 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada komunitas indorunners Surabaya para anggota wanitanya memiliki makna kenapa mereka memilih untuk mengikuti kegiatan pada komunitas indorunners, selain

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) data tentang kualitas media pembelajaran yang diperoleh berdasar- kan penilaian mahasiswa Program Stu- di

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran Teams Assisted Individualization (TAI) dengan proyek teka-teki silang (crossword) dapat

As the learning outcomes during being motivated to study in IMI, the author would try to make a statistic in order to measure these results from different point of view of

Dari analisa kritik terhadap pembiayaan defisit APBN Indonesia tahun 2010-2015 masalah utama adalah pembiayaan defisit APBN menggunakan instrumen utang luar negeri

Pemasaran ( marketing ) adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,

Sedangkan competitor based criteria terdiri atas 5 atribut yaitu product quality premium,fast new product development, competitive price, variety design dan fast

pemberian edukasi menu diet diabetes melalui media poster pada pasien. DM di wilayah kerja Puskesmas I