• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - SRI HARTATI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - SRI HARTATI BAB II"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian teori 1. Model Synectics

a. Definisi Model Synectics

Synectics adalah pendekatan baru yang menarik untuk perkembangan

kreativitas yang dipelopori oleh Willian J.J Gordon. Awalnya Gordon menggunakan prosedur-prosedur synectics untuk mengembangkan (kelompok-kelompok kreativitas) dalam organisasi industri. Gordon mengembangkannya untuk keperluan aktivitas individu dalam kelompok agar mereka mampu memecahkan masalah (problem solver), atau untuk mengembangkan produksi (product development). Model Synectics yang telah berkembang di dunia industri, yang kemudian dikembangkan oleh Gordon untuk digunakan di sekolah, tujuannya yaitu untuk menumbuhkan kreativitas sehingga diharapkan siswa mampu menghadapi permasalahannya. Beberapa tahun belakangan ini Gordon mengadaptasi synectics untuk digunakan pada anak-anak sekolah dan material-material yang banyak memuat aktivitas-aktivitas synectics yang sekarang dipublikasikan (Imani, 2008 : 32).

(2)

dapat diungkapkan dan dikembangkan melalui pengajaran berbagai bidang ilmu pengetahuan, misalnya science dan ilmu sastra (Sunarti dan Subana, 2011 : 122). Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi, efektif, dan komponen-komponen irasional kreativitas pada permulaannya lebih penting daripada pikiran-pikiran rasional. Hal ini dapat dilaksanakan karena “metafora” dapat melepaskan ikatan struktur mental yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga menunjang timbulnya ide-ide kreatif.

Menurut Joyce dan Weil (1980 : 13) ada sebanyak 25 buah model mengajar yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun besar, yaitu: information procesing models model pemrosesan informasi), personal models (model-model pribadi), dan behavioral (model-models ((model-model-(model-model prilaku). Masing-masing rumpun model memiliki karakteristik tersendiri. Model Synectics adalah salah satu model yang termasuk pada rumpun pribadi, model lain yang termasuk model pribadi adalah model pengajaran non direktif, latihan kesadaran, konseptual sistem dan pertemuan kelas. Model pribadi merupakan model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri individu, model ini menitikberatkan kepada psikologis individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi diri, kesehatan mental, dan pengembangan kreativitas.

(3)

pengajaran yang dapat dijadikan pedoman guru dalam proses belajar mengajar melalui proses metaforik.

Gordon (1980 : 166) berpendapat bahwa dasar synectics dibentuk melalui empat pandangan yang sekaligus menentang pandangan konvensional. Pandangan Gordon tersebut adalah sebagai berikut :

1) Kreativitas adalah aktivitas sehari-hari

Pada umumnya orang beranggapan bahwa kreativitas berhubungan dengan proses kreatif dalam perkembangan karya-karya besar seperti seni atau musik atau suatu karya-karya yang gemilang. Gordon (1980 : 166) menekankan kreativitas sebagai suatu bagian dari kehidupan sehari-hari dan berlangsung seumur hidup. Modelnya dirancang untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, ekspresi kreatif, empathy dan kesadaran hubungan sosial.

(4)

3) Kreativitas tercipta di segala bidang, baik seni, sains, dan teknologi

Gagasan ini bertentangan dengan keyakinan pada umumnya, di mana orang membatasi kreativitas hanya dalam bidang seni saja.

4) Proses penemuan individual akan ditunjang oleh penemuan kelompok.

Individu dan kelompok menyimpulkan gagasan dan hasil yang sama dalam beberapa hal, hal tersebut sangat berbeda dengan pandangan bahwa kreativitas adalah pengalaman personal.

Proses spesifik dari synectics dikembangkan dari sekumpulan asumsi psikologi kreativitas, yaitu :

1) Memunculkan proses kreatif menuju kesadaran serta mengembangkannya secara nyata turut membantu kreativitas.

(5)

3) Untuk meningkatkan keberhasilan pemecahan masalah, elemen-elemen irasional dan emosional harus dimengerti lebih dahulu.

Dengan kata lain analisis proses emosional dan irasional dapat membantu individu dan kelompok dalam meningkatkan kreativitasnya dengan menggunakan kontruksi irasionalitas. Aspek-aspek irasional dapat dimengerti dan secara sadar dapat dikontrol. Kecakapan mengontrol kesadaran ini melibatkan metafora dan analogi. Aktivitas Metaforik, melalui aktivitas metaforik kreativitas menjadi proses yang disadari, metafora-metafora membangun persamaan dan perbandingan dari objek atau ide yang satu dengan objek atau ide yang lain melalui objek pengganti. Metafora memperkenalkan konsep jarak antara siswa dan objek atau bidang pengajaran yang menunjang inovasi dan imajinasi atau pemecahan masalah. Menurut Suryaman (1990 : 8) dalam kegiatan belajarnya guru dapat menggugah siswanya melalui pertanyaan-pertanyaan evokatif, yakni sejenis pertanyaan terbuka yang memungkinkan peserta didik terlibat secara kreatif sepanjang kegiatan diskusi. Tujuannya untuk membantu siswa dengan cara menghubungkan sesuatu yang dikenalnya dengan sesuatu yang asing. Joyce (1980 : 168) mengemukakan bahwa aktivitas metaforik tergantung pada pengetahuan siswa. Strategi synectics dengan menggunakan aktivitas metaforik dirancang untuk menyediakan struktur melalui pengembangan imajinasi mereka sendiri secara bebas ke dalam aktivitas sehari-hari.

(6)

1) Personal Analogy

Dalam memperkenalkan analogi personal perlu penekanan ide atau objek yang akan dibandingkan, siswa harus merasa bahwa dirinya telah menjadi bagian dari permasalahan. Penekanan dalam analogi personal adalah pada keterlibatan empatik (merasakan langsung).

Dengan kata lain dalam personal analogi memerlukan pelepasan diri sebagai satu cara menghayati obyek yang lainnya. Semakin ada jarak yang besar antara pelepasan diri maka semakin memiliki kreativitas. Gordon dalam Joyce (1980 : 168) mengemukakan empat tahap keterlibatan individu, yaitu; 1) Orang pertama mendeskripsikan dengan fakta-fakta, 2) Orang pertama mengidentifikasikan dengan perasaan, 3) Identifikasi empatik dengan benda hidup, dan 4) Identifikasi dengan benda mati. Tujuan dari tahapan di atas adalah untuk melihat seberapa besar jarak konseptual dalam menetapkan konsep-konsep yang baik. Gordon dalam Joyce (1980 : 169) merasa yakin bahwa manfaat analogy dapat menciptakan jarak. Semakin besar jarak semakin memungkinkan siswa memperoleh ide-ide yang baru.

b) Analogi langsung

(7)

sederhana. Kemudian diperkenalkan pula kepada gagasan-gagasan yang lebih kompleks dan siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikannya.

c) Compressed Conflict (konflik kempaan)

Konflik kempaan merupakan suatu proses kegiatan mempertentangkan dua sudut pandang yang berbeda, pertentangan-pertentangan tersebut menurut Gordon memberikan pemahaman yang luas terhadap suatu objek yang baru. Untuk strategi synectics, Gordon dalam Joyce (1980 : 1970) mengemukakan mengenai dua strategi prosedur synectics, yaitu :

1. Menciptakan sesuatu yang baru dengan metafora.

2. Mengakrabkan sesuatu yang asing melalui analogi-analogi yang sudah dikenal dengan baik.

Kedua strategi tersebut di atas dapat penulis digambarkan pada bagan sebagai berikut :

Bagan 1

Tahap-Tahap Untuk Menciptakan Sesuatu Yang Baru Tahap Pertama : Mendeskripsikan Kondisi Saat Ini

Guru meminta siswa untuk mendeskripsikan situasi suatu topik

yang mereka lihat saat itu. Tahap Kedua : Analogi Langsung

Siswa mengemukakan analogi langsung, salah satu diseleksinya dan selanjutnya dikembangkan.

Tahap Ketiga : Analogi Personal

(8)

fase kedua. Tahap Keempat : Konflik Kempaan

Berdasarkan fase kedua dan kedua dan ketiga, para siswa

mengemukakan beberapa konflik dan dipilih salah satunya. Tahap Kelima : Analogi Langsung

Para siswa mengembangkan dan menyeleksi analogi langsung lainnya berdasarkan konflik tadi.

Tahap Keenam : Meninjau Tugas Yang Sebenarnya

Guru meminta para siswa meninjau kembali tugas atau masalah yang sebenarnya menggunakan analogi yang terakhir dan atau masuk pada pengalaman Synectics.

(Sumber : Gordon dalam Joyce,1980 : 158) Bagan 2

Tahap-Tahap Untuk Memperkenalkan Keanehan Tahap Pertama : Input Pada Keadaan Yang Sebenarnya

Guru menyajikan informasi dengan topik baru. Tahap Kedua : Analogi Langsung

Guru mengusulkan analogi langsung, dan siswa diminta menjabarkannya.

Tahap Ketiga : Analogi Personal

Guru meminta siswa untuk membuat analogi personal. Tahap Keempat : Membandingkan

(9)

antara materi yang baru dengan analogi langsung. Tahap Kelima : Menjelaskan Perbedaan

Para siswa menjelaskan analogi yang tidak tepat. Tahap Keenam : Penjelajahan

Para siswa menjelajahi kembali kebenaran suatu topik dengan batasan-batasan mereka.

Tahap Ketujuh : Memunculkan Analogi

Para siswa memberikan analogi sendiri secara langsung Dan menjelajahi persamaan dan perbedaan.

(Sumber : Gordon dalam Joyce,1980 : 165)

b. Proses penerapan menulis teks anekdot dengan model Synectics

Model Synectics merupakan model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri individu, model ini menitikberatkan kepada psikologis individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi diri, kesehatan mental, dan pengembangan kreativitas. Dengan demikian model Synectics dapat didefinisikan sebagai pola atau rencana pengajaran yang dapat dijadikan pedoman guru dalam proses belajar mengajar melalui proses metaforik.

Proses spesifik dari Synectics dikembangkan dari sekumpulan asumsi psikologi kreativitas, yaitu :

1) Memunculkan proses kreatif menuju kesadaran serta mengembangkannya secara nyata turut membantu kreativitas.

(10)

Kreativitas adalah perkembangan pola-pola mental baru, hal-hal yang tidak rasional memungkinkan dapat membuka fikiran yang dapat memungkinkan munculnya ide-ide baru, bagaimanapun dasar keputusan selalu bersifat rasional tetapi keadaan irasional merupakan lingkungan mental yang paling baik dalam menjelajahi dan meluluskan gagasan.

3) Untuk meningkatkan keberhasilan pemecahan masalah, elemen–elemen irasional dan emosional harus dimengerti lebih dahulu.

Analisis proses emosional dan irasional dapat membantu individu dan kelompok dalam meningkatkan kreativitasnya dengan menggunakan konstruksi irasionalitas. Aspek-aspek irasional dapat dimengerti dan secara sadar dapat dikontrol. Kecakapan mengontrol kesadaran ini melibatkan metafora dan analogi. Aktivitas metaforik : melalui aktivitas metaforik kreativitas menjadi proses yang disadari, metafora-metafora membangun persamaan dan perbandingn dari objek pengganti.

(11)

Proses penerapan kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics (Model Gordon Plus) dilakukan melalui tiga aspek yaitu, aspek mengidentifikasi struktur teks anekdot berdasarkan media bantu komik strip, aspek menyusun analogi struktur teks anekdot berdasarkan struktur teks berbantu media komik strip, dan menulis karangan /teks anekdot berdasarkan media bantu komik strip.

Kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics pada aspek mengidentifikasi struktur teks anekdot terdapat beberapa kegiatan, yaitu 1) guru membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik, 2) guru menyampaikan tujuan dan manfaat serta materi pembelajaran, 3) guru mengarahkan perhatian siswa pada materi yang relevan, 4) guru mengajak siswa untuk sejenak mengamati gambar komik strip, 5) guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang muncul pada tokoh dalam komik strip, 6) siswa diminta untuk menciptakan kejadian dengan imajinasi dan logika, 7) Siswa diminta menuliskan hasil pengamatan setelah melihat komik strip (analogi langsung), dan 8) siswa diminta untuk mengkreasikan cerita ke dalam garis besar cerita.

Guru membangkitkan motivasi dan perhatian siswa. Melalui kegiatan tersebut, siswa mampu menulis teks anekdot dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan. Terciptanya suasana belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa tersebut akan menumbuhkan minat siswa terhadap kegiatan menulis teks anekdot.

(12)

yang bermakna. Pernyataan tersebut juga diperjelas oleh Ausubel (dalam Wilis,1989 : 112) yang menegaskan bahwa proses pengaitan informasi baru pada konsep konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang dapat menciptakan suasana belajar bermakna.

Guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang terdapat dalam komik strip. Guru mengajak siswa untuk menciptakan kejadian yang logis setelah mengamati komik strip dengan mendeskripsikan perilaku yang dijadikan sebagai ide awal menulis teks anekdot. Proses peningkatan kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics pada aspek menyusun analogi struktur teks anekdot berdasarkan struktur teks anekdot dalam komik strip meliputi kegiatan siswa mengembangkan ide awal menjadi garis besar cerita dengan mengembangkan ide-ide, gagasan, dan imajinasi yang kreatif berdasarkan sudut pandang siswa. Kegiatan menulis garis besar cerita dilakukan secara individu agar dapat mengetahui kemampuan masing-masing siswa. Pada aspek menulis ini diharapkan siswa mampu mengoptimalkan seluruh ide, gagasan, dan imajinasi yang kreatif untuk mengembangkan cerita berdasarkan sudut pandang siswa.

(13)

analogi dapat dikembangkan dengan adanya penambahan tokoh dan perkembangan karakter sesuai dengan ide cerita, mulai adanya pengembangan absraksi sampai reorientasi. Siswa telah mampu mengembangkan alur secara sederhana. Alur yang dikembangkan siswa secara garis besar terbagi menjadi lima bagian, events, crisis, reaction, dan koda.

2. Model Problem Based Learning

Model pembelajaran Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menekankan pada interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua buah arah belajar dan lingkungan.

a. Definisi Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning atau Pembelajaran berbasis masalah merupakan

sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar (Kemendikbud, 2013 : 198).

Lebih lanjut Supriyono mengatakan bahwa pembelajaran model Problem Based Learning melibatkan presentasi situasi-situasi autentik dan bermakna yang

(14)

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL), siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada siswa, sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berrpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rational dan outentik.

Secara garis besar Problem Based Learning (PBL) menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pncarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik (Riyanto, 2009 : 288).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran model Problem Based

Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses

(15)

Peran guru dalam model Problem Based Learning adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfalisitasi penyelidikan, dialog, dan mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar Problem Based Learning menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

b. Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)

Model Problem Based Learning (PBL) merupakan sebuah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir kritis karena model Problem Based Learning (PBL) menyajikan masalah otentik dan bermakna yang terjadi di

sekitar siswa yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

Beberapa kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu :

1) Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) yaitu :

(16)

b) Dalam situasi Model Problem Based Learning (PBL), peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

c) Model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Kemendikbud, 2013 : 225).

Keunggulan model Problem Based Learning yang lain diungkapkan oleh Sanjaya (2010:220), yaitu :

a) mengembangkan pemikiran kritis.

b) meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. c) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

d) membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru. e) dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara

mandiri.

f) mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan.

g) akan terjadi pembelajaran bermakna.

h) siswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

(17)

Selain memiliki kelebihan, model Problem Based Learning (PBL) juga memiliki kekurangan, yaitu:

1) kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini.

Siswa dan guru masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.

2) kurangnya waktu pembelajaran.

Proses Problem Based Learning (PBL) terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu waktu pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

3) siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

4) seorang guru mengadopsi pendekatan Problem Based Learning (PBL) mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional.

Problem Based Learning (PBL) bisa sangat menantang untuk melaksanakan,

(18)

c. Penerapan Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) terdiri atas lima fase dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran berdasarkan masalah dapat diwujudkan. Pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1

Proses Pembelajaran Model Problem Based Instruction (PBI)

Fase-fase Prilaku guru Fase 1:

orientasi peserta didik kepada masalah

- Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan.

- Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Fase 2:

mengorganisasikan peserta didik

Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Fase 3 :

membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Mendorong peserta didik untuk mengumpulkn informasi yang sesuai , melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Fase 4:

mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman.

(19)

mengevaluasi proses pemecahan masalah

dipelajari/ meminta kelompok presentasi hasil kerja.

(Sumber : Kemendikbud, 2013 : 202) Pada fase pertama hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tujuan pembelajaran bukanlah untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi untuk menginvestigasi berbagai masalah dengan belajar mandiri. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi bersifat kompleks dan tidak memiliki jawaban yang mutlak.

Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi dalam memecahkan masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu siswa merencanakan tugas investigasi dan pelaporannya.

Pada fase ketiga, guru membantu siswa menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari solusinya.

Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan penyelidikan pembuatan hasil karya. Hasil karya dapat berupa laporan tertulis yang kemudian disajikan.

(20)

3. Kemampuan Menulis

a. Pengertian Kemampuan Menulis

Salah satu keterampilan berbahasa adalah mengarang / menulis. Mengarang (membuat karangan) merupakan pekerjaan menulis berdasarkan imajinasi dengan hasil kerja berupa fiksi (Rahardi, Kompas 2 November 2013).

Menurut Nurjamal (2011 : 69) menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Hasil dari proses kreatif menulis biasa disebut dengan tulisan atau karangan. Sementara Tarigan (2008 : 22) berpendapat menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu.

Menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung antara mereka (Syamsuddin, 2011:1). Hal ini terjadi karena dalam kenyataan hidup bermasyarakat, kontak komunikasi itu tidak selalu dapat dilakukan dengan tatap muka. Dengan perkataan lain, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang tidak sederhana. Pada dasarnya menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.

(21)

yang dimaksud adalah pemakaian semua unsur bahasa, yaitu ejaan, kata, ungkapan, kalimat dan pengembangan paragraf. Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya kemampuan, kemampuan menulis memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Jadi, menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan bahasa. Dengan kata lain menulis merupakan proses kreatif melahirkan pikiran atau perasaan menjadi tulisan dengan menggunakan bahasa yang dipahami, sehingga orang lain dapat memahami maksud tulisan.

b. Tujuan menulis

Kegiatan menulis memiliki beberapa tujuan dan manfaat yang bisa dicapai. Sedangkan tujuan pengajaran menulis menurut Hugo Harting dalam (Tarigan, 2008 : 25) adalah sebagai berikut :

1) Assigment purpose (Tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan tertentu sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang ditugskan membuat laporan atau notulen rapat)

2) Altruistic purpose (Tujuan altrustik)

(22)

maupun tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan.

3) Persuasive purpose (Tujuan Persuasif)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

4) Informational purpose (Tujuan informasional, tujuan penerapan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada pembaca.

5) Self-expressive purpose (Tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca.

6) Creative purpose (Tujuan kreatif)

Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan “kreatif” disini melebihi pernyataan diri, dan melibaatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

7) Problem-solving purpose (Tujuan pemecahan masalah)

(23)

Sedangkan tujuan menulis menurut Sukirno (2013 : 4) yaitu memberikan informasi kepada orang lain atau pembaca, menceritakan sesuatu peristiwa, melaporkan sesuatu, mengisahkan kejadian, melukiskan tindak-tanduk manusia pada sebuah peristiwa yang menimbullkan daya khayal/imajinasi pembacanya, dan menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara tersurat.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tujuan menulis adalah agar (1) siswa dapat berkomunikasi dengan diri sendiri dan atau orang lain, (2) siswa dapat mendokumentasi hal-hal penting atau mengesankan yang diperoleh, (3) siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan (4) menyalurkan bakat minat melalui tulisan .

c. Jenis-jenis Tulisan

Berdasarkan tujuannya, wacana/karangan dibedakan menjadi lima macam, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

1) Deskripsi (Lukisan)

(24)

Yustinah (2008 : 145) mengatakan bahwa deskripsi merupakan bentuk tulisan yang bertujuan untuk melukiskan, memerikan, atau memberi perincian-perincian dari objek yang sedang dibicarakan. Sedangkan Atar Semi berpendapat bahwa deskripsi ialah tulisan yang tujuannya untuk memberikan rincian atau detil tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada emosi dan menciptakan imajinasi pembaca bagikan melihat, mendengar, atau merasakan langsung apa yang disampaikan penulis.

Untuk dapat menciptakan daya khayal pembacanya, penulis karangan deskripsi berusaha melukiskan sesuatu dengan sejelas-jelasnya atau sehidup-hidupnya. Dengan begitu pembaca diharapkan berada/dihadapkan pada objek yang disajikan oleh penulisnya.

Deskripsi dibedakan menjadi atas deskripsi imajinatif/fiktif dan deskripsi faktual/ekspositoris

a) Deskripsi imajinatif/fiktif

Deskripsi imajinatif ialah deskripsi khayal sebgaimana yang sering kita jumpai pada cerpen, novel atau roman.

b) Deskripsi faktual/ekspositoris

(25)

2) Narasi ( Penceritaan atau Pengisahan)

Narasi (dari bahasa Latin: narrare: menceritakan; bercerita tentang; narratio:cerita; penceritaan) adalah jenis karangan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Karena proses kejadian itu berkaitan dengan tindakan atau perbuatan manusia, maka dalam narasi selalu ada tokoh dan perbuatannya yang berlangsung secara kronologis dalam satu kesatuan waktu

Menurut Atar (2007 : 53) narasi adalah tulisan yang tujuannya menceritakan kronologis peristiwa kehidupan manusia. Berdasarkan jenisnya narasi dapat berupa : a) Peristiwa fiktif (khayalan) atau nonilmiah, seperti cerpen, novel, dongeng, dan lain-lain. b) Peristiwa nonfiksi (bukan khayalan) atau sebenarnya, seperti pengalaman pribadi/orang lain, peristiwa lokal, regional, nasional dan internasional. Dalam mengungkapkan pengalaman perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain : (1) format tulisan harus sistematis, (2) bahasa yang digunakan efektif, dan (3) logika tulisan harus wajar dan masuk akal (Yustinah, 2008 : 144).

Sedangkan berdasarkan sifatnya karangan narasi dibedakan atas karangan ekspositoris/narasi faktual dan narasi sugestif/narasi imajinatif.

a) Narasi faktual/ narasi ekspositoris. Narasi faktual ialah narasi yang berupa penceritaan kisah tokoh yang nyata-nyata ada untuk memberikan informasi kepada pembacanya. Contohnya kisah perjalanan, biografi, cerita tentang perampokan atau pembunuhan, dan lain-lain.

(26)

ada plot/alur cerita. Plot/alur cerita ini adalah kesatuan antara tokoh, peristiwa, dan konflik (Maskurun, 2008 : 16).

Dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa kehidupan manusia yang berkaitan dengan tindakan atau perbuatan manusia, berlangsung secara kronologis dalam satu kesatuan waktu.

3) Eksposisi (Pemaparan)

Eksposisi (dari bahasa Latin: exponere: memamerkan, menjelaskan, menguraikan; expositio: pameran, penguraian) adalah karangan yang menguraikan atau memaparkan sesuatu dengan tujuan memperluas pandangan dan pengetahuan pembacanya (Maskurun, 2008 : 16).

Yustinah berpendapat bahwa eksposisi atau pemaparan merupakan bentuk tulisan untuk menerangkan /menguraikan satu pokok pikiran yang dapat memperluas pandangan ataau pengetahuan pembaca (2008 : 146). Tujuan utama eksposisi adalah memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca. Pendapat lain dari Atar (2007 : 61) bahwa eksposisi ialah tulisan yang bertujuan memberikan informasi, menjelaskan apa, mengapa, kapan, dan bagaimana.

(27)

Karangan eksposisi menggunakan gaya informatif. Karangan eksposisi mempunyai ciri-ciri :

a) Tulisan itu bertujuan memberikan informasi, pengertian, dan pengetahuan. b) Tujuan itu bersifat menjawab pertanyaan apa, mengapa, kapan, dan

bagaimana.

c) Disampaikan dengan gaya yang lugas dan menggunakan bahasa baku. d) Umumnya disajikan dengan menggunakan susunan logis.

e) Disajikan dengan nada netral tidak memancing emosi , tidak memihak dan memaksakan sikap penulis kepada pembaca (Atar, 2007 : 62).

Dapat disimpulkan bahwa dalam karangan eksposisi, penulis memaparkan atau menguraikan pokok persoalannya secara objektif, bersifat informatif, dan tidak ada upaya untuk mempengaruhi sikap atau pendapat pembaca. Apakah pembacanya nanti terpengaruh atau tidak, mempercayai kebenarannya atau tidak, hal itu tidak menjadi masalah. Yang penting penulis sudah memaparkan pengetahuan atau pengalamannya secara tertulis yang pada akhirnya pengetahuan atau pengalaman itu diketahui oleh pembacanya.

4) Argumentasi

(28)

pendapatnya, maka penulis hrus menyajikan karangannya secara logis, kritis, dan sistematis. Bukti-bukti yang dikemukakan harus dapat memperkuat dan tulisan sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembacanya.

Dalam karangan argumentasi bertujuan mempengaruhi atau mengubah pandangan pembacanya sehingga karangan argumentasi biasanya dikemukakan data, fakta, angka-angka, gambar, grafik, peta, dan sebagainya untuk mendukung/membuktikan kebenaran pernyataannya. Ciri-ciri karangan argumentasi, yaitu :

a) Adanya pendapat yang disampaikan secara meyakinkan

b) Adanya alasan yang kuat untuk mendukung atau membuktikan kebenaran pendapatnya dengan bukti-bukti yang konkret.

c) Adanya simpulan atau ringkasan isi.

Dapat disimpulkan bahwa argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan pembaca serta berusaha membuktikan kebenaran suatu pendapat dengan cara mengubah pendapat atau pandangan pembaca dengan menampilkan fakta sebagai bukti pendapatnya.

5) Persuasi

Persuasi (dari bahasa Latin: persuadere: meyakinkan, membujuk untuk berbuat sesuatu; persuasio: tindakan untuk meyakinkan atau membujuk) adalah karangan yang mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca (Maskurun, 2008 : 16).

(29)

karangan persuasi usaha penulis lebih jauh lagi. Penulis tidak hanya meyakinkan, tetapi sudah membujuk, mengarahkan, menyarankan, atau mendorong pembacanya untuk berbuat sesuatu. Ciri-ciri karangan persuasi yaitu :

a) Adanya gaya propaganda dalam penyampaiannya

b) Adanya pemilihan kata-kata atau kalimat yang bersifat sugestif .

Sehingga dapat disimpulkan bahwa persuasi adalah jenis karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi emosi pembaca untuk berbuat sesuatu.

4. Teks Anekdot

a. Pengertian Teks Anekdot

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari penggunaan teks yang berupa lisan maupun tulisan. Anekdot adalah sebuah cerita singkat dan lucu atau menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya. Anekdot bisa saja sesingkat pengaturan dan provokasi dari sebuah kelakar. Anekdot selalu disajikan berdasarkan pada kejadian nyata melibatkan orang-orang yang sebenarnya, apakah terkenal atau tidak, biasanya di suatu tempat yang dapat diidentifikasi ( Kosasih, 2013 : 7).

(30)

Anekdot terkadang bersifat sindiran alami. Teks Anekdot juga dapat berisi peristiwa-peristiwa yang membuat jengkel atau konyol bagi partisipan yang mengalaminya. Perasaan jengkel dan konyol seperti itu merupakan krisis yang ditanggapi dengan reaksi dari pertentangan antara nyaman dan tidak nyaman, puas dan frustasi, serta tercapai dan gagal. Teks anekdot adalah teks yang berisi sebuah cerita lucu atu menggelitik yang bertujuan memberikan suatu pelajaran tertentu. Kisah dalam anekdot biasanya melibatkan tokoh tertentu yang bersifat faktual ataupun terkenal (Kosasih, 2013 : 7). Anekdot adalah sebuah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan biasanya mengenai orang penting atau terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya (KBBI, 2008 : 63). Anekdot ( Ing anecdote : cerita pendek yang lucu) adalah karangan berjenis narasi yang relatif pendek yang mengandung kelucuan. Kelucuan itu bisa dibentuk dengan mengemukakan ketololan, kesalahpahaman, kesalahdengaran, ketidaktahuan, kesombongan, atau kecelakaan akibat ulah sendiri dengan tujuan menghibur atau menyindir. Anekdot sering muncul sebagai refleksi terhadap kegelisahan masyarakat atau peristiwa /fenomena sosial, ekonomi, hukum, maupun politik yang membelit pikiran yang membuat imajinasi berkembang menjadi cerita unik.

(31)

b. Struktur Isi dan Ciri Teks Anekdot

Anekdot kadang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca atau menyindir sekaligus menghibur. Maskurun (2013 : 2) membagi struktur anekdot secara lengkap terdiri dari 7 bagian, yaitu : 1) abstract, 2) orientation, 3) events, 4) crisis, 5) reaction, 6) coda, 7) reorientation.

1) Abstract (abstrak) adalah bagian awal yang berfungsi memberi gambaran

tentang isi teks dan berisi isyarat tentang apa yang akan diceritakan, berupa kejadian yang tidak lumrah, tidak biasa atau aneh. Bagian ini bersifat opsional. Biasanya bagian ini menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks.

2) Orientation (orientasi) adalah bagian yang berisi pendahuluan/pembuka yang berupa pengenalan tokoh, waktu, dan tempat. Bagian ini menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa terjadi. Biasanya penulis bercerita dengan detil di bagian ini.

3) Events (even) adalah rangkaian kejadian atau peristiwa, bisa juga rangkaian dialog/percakapan.

4) Crisis (krisis) adalah bagian yang berisi pemunculan masalah,dimana terjadi hal atau masalah yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada si penulis atau orang yang akan diceritakan..

5) Reaction (reaksi) adalah bagian bagaimana cara penulis atau orang yang

(32)

6) Coda (koda) adalah bagian yang berisi perubahan yang terjadi pada tokoh, dan pelajaran yang dapat dipetik dari cerita. Bagian ini bersifat opsional.

7) Reorientation (reorientasi) adalah bagian penutup, berupa ungkapan-ungkapan yang menunjukkan cerita berakhir (Kemendikbud, 2013 : 308).

Anekdot biasanya berbentuk kisah yang sangat pendek, jauh lebih pendek daripada cerpen. Sebagai bentuk pengisahan, anekdot memiliki banyak persamaan dengan cerpen. Sebagai bentuk pengisahan anekdot mempunyai banyak persamaan dengan cerita, bisa disampaikan secara monolog, bisa juga disampaikan secara dialog atau campuran keduanya. Penyajiannya bisa menggunakan cara penyajian cerpen, dapat juga menggunakan cara penyajian drama.

Unsur-unsur pembentuk anekdot meliputi tema, tokoh, alur cerita, gaya penceritaan, pengenalan, pendakian, konflik, dan penyelesaian cerita. Karena bentuknya yang relatif pendek, setelah mengawali ceritanya dengan pengenalan tokoh cerita, penulis anekdot segera memasuki permasalahan. Penceritaannya menggunakan alur rapat, sehingga tidak menggunakan banyak selingan atau ilustrasi. Setelah sampai pada klimaks situasinya, cerita segera disudahi dengan cara yang drastis atau tanpa penyelesaian.

Anekdot sebagai salah satu bentuk cerita, secara umum terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 1) latar, 2) tokoh/pelaku/partisipan, 3) alur, 4) sudut pandang, 5) tema/topik, dan 6) amanat.

(33)

2) Tokoh/pelaku/partisipan : orang-orang yang terlibat dalam kisah.

3) Alur : rangkaian kejadian/peristiwa yang membentuk kisah, mulai dari (1) abstract, (2) orientation, (3) events, (4) crisis, (5) reaction, (6) coda, (7) reorientation. Dari sudut pandang anekdot sebagai cerita beralur padat, alur anekdot terdiri atas pengenalan-pendakian-konflik-penyelesaian cerita.

4) Sudut pandang pengarang : cara penulis menempatkan diri dalam kisah, apakah sebagai pelaku utama, pelaku sampingan atau orang di luar cerita. a) Jika penulis menceritakan dirinya sendiri sebagai pusat pengisahan, berarti

ia mengunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama.

b) Jika penulis menceritakan temannya, gurunya, saaudaranya, tetangganya, atau orang-orang yang berelasi dengannya sebagai pusat penceritaan berarti ia menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan. c) Jika penulis menceritakan orang lain yang tidak ada hubungan dengan

dirinya sebagai pusat pengisahan, berarti ia menggunakan sudut pandang orang ketiga diluar cerita.

5) Tema/topik : tentang apa anekdot itu bercerita atau apa inti ceritanya.

(34)

dialog atau peristiwnya, 4) dikonversi dari monolog ke dialog atau sebaliknya, bisa juga dari bentuk prosa ke drama atau sebaliknya.

c. Ciri Bahasa Teks Anekdot

Bahasa yang dipergunakan di dalam anekdot harus membuat pembaca tertawa geli atau setidaknya tersenyum, bahkan anekdot bisa membuat jengkel atau konyol. Di dalam anekdot sering dipergunakan bentuk pertanyaan retorik, yaitu pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena jawabannya akan dijelaskan dalam isi anekdot. Kosa kata yang digunakan sering diwarnai kata-kata gaul, yaitu kata-kata yang digunakan dalam situasi akrab/pergaulan. Kadangkala juga menggunakan majas metafora dan personifikasi.

5. Media Pembelajaran Komik Strip a. Definisi Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin yang adalah bentuk jamak dari medium yang artinya perantara atau pengantar. Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan, salah satunya adalah pesan pembelajaran. Sedangkan pembelajaran merupakan proses komunikasi antara siswa, guru, dan bahan ajar (Sanaky, 2013 : 3).

(35)

Media pembelajaran meliputi segala sesuatu yang dapat membantu pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi, daya pikir, dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas atau mempertahankan perhatian peserta terhadap materi yang sedang dibahas (Munir, 2008 : 138).

Ruth Laufer (1979) mengingatkan bahwa keterserapan informasi yang terjadi dalam proses interaksi pembelajaran adalah :

- 20 % kita mendengar saja

- 50% dari hal kita mendengar dan melihat

- 70 % dari hal kita melihat, mendengar, dan mendiskusikan

- 90 % jikalau mendengar, melihat, mendiskusikan dan melakukan (Endang dan Made, 2010 : 61).

b. Manfaat Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran tidak mutlak harus diadakan oleh guru, yang utama dalam pembelajaran adalah siswa dapat belajar dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Endang dan Made (2010 : 65) menyebutkan ada beberapa kelebihan media pembelajaran yang dapat memberikan dukungan terhadap keberhasilan pembelajaran, yaitu :

(36)

2) Dapat menjelaskan materi pembelajaran atau obyek yang abstrak (tidak nyata, tidak dapat dilihat langsung) menjadi konkret (nyata dapat dilihat, dirasakan atau diraba), seperti menjelaskan peredaran darah dan organ-organ tubuh manusia pada mata pelajaran sains.

3) Media tersebut dapat membantu peserta didik memahami, mudah mengingat dan mengungkapkan kembali, karena media yang dipergunakan dapat membantu guru dalam menyajikan informasi secara lebih mudah dan cepat serta jelas.

4) Menarik dan membangkitkan perhatian, minat, motivasi, aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik, serta dapat menghibur peserta didik.

5) Memancing partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan memberikan kesan yang mendalam dalam pikiran peserta didik.

6) Materi pembelajaran yang sudah dipelajari dapat diulang kembali (playback). Misalnya menggunakan rekaman video, compact disc, tape recorder atau televisi.

7) Dapat membentuk persamaan pendapat dan persepsi yang benar terhadap uatu objek, karena disampaikan tidak hanya secara verbal, namun dalam bentuk nyata menggunakan media pembelajaran.

(37)

9) Peserta didik belajar sesuai dengan karakteristiknya, kebutuhan, minat, dan bakatnya, baik belajar secara individual, kelompok, atau klasikal.

10)Menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

11)Membentuk sikap peserta didik (aspek afektif), meningkatkan keterampilan (aspek psikomotorik).

c. Fungsi Media

Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran akan mendukung keberhasilan pembelajaran, karena media yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Fungsi media menurut Endang dan Made (2010 : 65) adalah :

1) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang yang efektif.

2) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan semata-mata alat hiburan, yang digunakan untuk sekadar melengkapi proses belajar agar lebih menarik perhatian peserta didik.

3) Penggunaan media dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses pembelajaran dan membantu peserta didik menangkap pengertian. 4) Media, dalam penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pembelajaran.

(38)

5) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan semata-mata alat hiburan, yang digunakan untuk sekedar melengkapi proses belajar agar lebih menarik perhatian peserta didik.

6) Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah sumber belajar, sehingga secara luas media pembelajaran dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan serta keterampilan. Media merupakan alat bantu yang dapat berupa apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. d. Komik strip

Komik adalah sebuah media menyampaikan cerita dengan gambar ilustrasi gambar (Subana dan Sunarti, 2011 : 322). Komik adalah cerita bergambar dimana gambar berfungsi untuk mendeskripsikan cerita agar si pembaca mudah memahami cerita yang disampaikan oleh pengarang.

(39)

Komik strip ( strip comics ) adalah sebuah gambar atau rangkaian cerita yang berisi cerita. Komik strips ditulis dan digambar oleh seseorang kartunis dan diterbitkan secara teratur ( biasanya harian atau mingguan ) di surat kabar dan di internet. Biasanya terdiri dari 3-6 panel. Penyajian isi cerita juga dapat berupa humor atau banyolan atau cerita yang serius dan menarik untuk disimak periodenya hingga tamat.

Komik dapat dipakai sebagai media pembelajaran, namun komik mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan komik sebagai media pembelajaran yaitu : 1) menarik semangat siswa untuk belajar, 2) mengajarkan siswa untuk menerjemahkan cerita ke dalam gambar. Disamping kelebihan ada juga kelemahannya yaitu: 1) tidak semua orang bisa belajar efektif dengan gaya visual, 2) membuat orang malas membaca sehingga daya serap siswa terhadap materi rendah.

B. PENELITIAN RELEVAN

(40)

pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan, 4) ada perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan dan yang tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan, 5) ada perbedaan peningkatan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan yang tidak menggunakan media pembelajaran film animasi, 6) kendala yang ditemui terkait dengan pemanfaatan media pembelajaran film animasi dalam proes pembelajaran yakni : a) kurangnya kompetensi guru dalam merancang dan mengelola penggunaan media dalam pembelajaran dan b) keterbatasan muatan materi film animasi yng tidak sepenuhnya mampu mengakomodir kebutuhan pembelajaran.

Penelitian lain oleh Sudiana (2012) tentang pengaruh model pembelajaran bermain peran dan bakat verbal terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas XI SMA Negeri 2 Bangli. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran bermain peran berpengaruh terhadap kemampuan berbicara bahasa inggris ditinjau dari bakat verbal siswa. Dengan demikian dapat disarankan kepada para guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran bermain peran dengan mempertimbangkan bakat verbal siswa.

(41)

siswa dalam menulis teks eksposisi. Urutan-urutan gambar tersebut membantu siswa dalam tahapan menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan lebih baik.. Dengan demikian dapat disarankan kepada para guru untuk dapat menerapkan model gambar dan gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa.

Berdasarkan contoh tersebut di atas, hasil penelitian menggunakan variasi model pembelajaran terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai materi pembelajaran bahasa. Namun disisi lain, peneliti belum menemukan hasil penelitian yang menerapkan model sinektik berbantu media komik strip terhadap kemampuan menulis teks anekdot. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan untuk menindaklanjuti dan melengkapi beberapa penelitian yang sudah ada yaitu meneliti pengaruh model Synectics dan model Problem Based Learning berbantu media komik strip terhadap kemampuan menulis teks anekdot.

C. Kerangka Pikir

(42)

tersebut menjadi semakin kompleks manakala pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan keterampilan menulis kurang tepat, kurang inovatif, dan tidak kreatif.

Model Synectics dan model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang diduga dapat menarik perhatian siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis teks anekdot.

Kerangka pikir ini dituangkan dalam gambar berikut :

Gambar 1 Skema kerangka Pikir

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan data teoretis dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini adalah penggunaan model Synectics dan model Problem based learning (PBL) berbantu media komik strip berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas X SMK Negeri I Tonjong Kabupaten Brebes. Berpijak pada

kemampuan menulis teks

anekdot

kelas kontrol

model Problem Based Learning berbantu media komik strip

kemampuan menulis teks anekdot baik

kelas eksperimen

model sinektik berbantu media komik strip

(43)

permasalahan yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Ho : Model Problem Based Learning berbantu media komik strip tidak berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.

Ha : Model Problem Based Learning berbantu media komik strip

berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.

Ho : Model Synectics berbantu media komik strip tidak berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.

Ha : Model Synectics berbantu media komik strip berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.

Ho : Tidak ada pengaruh pembelajaran model sinektik dan model Problem Based Learning terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.

Ha : Ada pengaruh pembelajaran model sinektik dan model Problem Based Learning terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK

(44)

Gambar

gambar komik strip, 5) guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang
Proses Pembelajaran Model Tabel 1 Problem Based Instruction (PBI)
gambar (Subana dan Sunarti, 2011 : 322). Komik adalah cerita bergambar dimana
gambar terhadap kemampuan menulis teks anekdot oleh siswa kelas X SMA N 1
+2

Referensi

Dokumen terkait

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI PENDUKUNG AKREDITASI. SDN JATIBENING

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa persentase paling tinggi pada jumlah kelenjar ambing tikus kontrol seimbang untuk skor 1 (sedikit) dan 4 (banyak) dengan nilai

[r]

[r]

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL. GURU DAN

Dimyati Khudzaifah, Metode Penelitian Hukum.. Data primer adalah data utama yang diperoleh melalui data-data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak

[r]

Reiteration is the most appearing function in this TV program because the speaker uses code switching when he wants to emphasize the idea of his utterances so the audience