• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA-TEMAN SEBAYA TERHADAP ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING PADA REMAJA AKHIR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA-TEMAN SEBAYA TERHADAP ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING PADA REMAJA AKHIR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA-TEMAN SEBAYA TERHADAP ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING

PADA REMAJA AKHIR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Valeria Satwika Anindita

109114034

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

PERAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA-TEMAN SEBAYA TERHADAP ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING

PADA REMAJA AKHIR

Disusun oleh: Valeria Satwika Anindita

NIM : 109114034

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(3)

iii SKRIPSI

PERAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA-TEMAN SEBAYA TERHADAP ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING

PADA REMAJA AKHIR

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Valeria Satwika Anindita

NIM : 109114034

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal Agustus 2014

dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I : Victorius Didik Suryo Hartoko, M.Si ... Penguji II : ... Penguji III : ...

Yogyakarta, ... Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan,

(4)

iv

There are two ways to get enough

One is to continue to accumulate more and more

The other is to desire less.

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Agustus 2014 Penulis,

(6)

vi

PERAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA-TEMAN SEBAYA TERHADAP ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING

PADA REMAJA AKHIR

Valeria Satwika Anindita

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman sebaya terhadap engagement-disengagement coping pada remaja akhir. Hipotesis yang diajukan adalah dukungan sosial orang tua-teman sebaya dapat meningkatkan engagement coping dan menurunkan disengagement coping. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling. Subjek penelitian ini adalah 120 remaja berusia 19-21 yang berkuliah di Yogyakarta. Subjek menyatakan bahwa sumber tekanan yang paling besar berasal dari masalah akademis. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek dukungan sosial menurut Sarafino (2008) dan skala coping yang disusun berdasarkan aspek engagement-disengagement coping menurut Compas (2001). Validitas skala dilakukan dengan pengujian validitas isi. Koefisien reliabilitas skala dukungan sosial orang tua dan skala dukungan sosial teman sebesar 0,95, sedangkan pada skala engagement coping sebesar 0,77 dan skala disengagement coping sebesar 0,86. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dukungan sosial orang tua dapat meningkatkan engagement coping, sementara dukungan sosial teman sebaya dapat menurunkan disengagement coping. Selain itu, ditemukan juga bahwa remaja perempuan lebih cenderung menggunakan engagement coping daripada remaja laki-laki. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masing-masing dukungan sosial memiliki peran yang berbeda terhadap engagement coping dan disengagement coping pada remaja akhir.

(7)

vii

THE ROLE OF PARENT-PEER SOCIAL SUPPORT TOWARDS ENGAGEMENT-DISENGAGEMENT COPING

ON LATE ADOLESCENT

Valeria Satwika Anindita ABSTRACT

The aim of this study is to investigate the effect of social support towards engagement-disengagement coping on adolescent. The hypothesis of this study is both parent-peer support increased engagement coping and decreased disengagement coping. The samples were determined by applying purposive random sampling technique. The numbers of the subjects under study are 120 people, between 19-21 years old, who sre college student, based in Yogyakarta. The instrument used to collect data were Social Support Scale which was designed based on the aspects of social support by Sarafino (2008) and Coping Scale which was designed based on aspect of engagement-disengagement coping by Compass (2000). The validity of the scale was analyzed by testing the content validity. The reliability test on parents’ social support scale and friends’ social support scale shows 0,95. The reliability test on engagement coping scale shows 0,77 and disengagement coping scale shows 0,86. The data was analyzed using multiple regression analysis. The results showed that parent social support increased engagement coping, while peer social support decreased disengagement coping. It can be concluded that each social support has different effect to engagement coping and disengagement coping.

Keywords : parent social support, peer social support, engagement coping,

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Valeria Satwika Anindita

Nomor Mahasiswa : 109114034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“Peran Dukungan Sosial Orang Tua-Teman Sebaya Terhadap Engagement-Disengagement Coping Pada Remaja Akhir”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan Demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 27 Agustus 2014 Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Setelah melalui banyak pengalaman senang dan sedih, baik dan buruk, penulis percaya bahwa kasih-Nya senantiasa menerangi setiap langkah sehingga atas kehendak-Nya juga skripsi

dengan judul “Peran Dukungan Sosial Orang Tua-Teman Sebaya Terhadap Engagement-Disengagement Coping Pada Remaja Akhir” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingannya kepada yang terhormat :

1. Bapak Tarsisius Priyo Widiyanto, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji skripsi.

3. Bapak Victorius Didik Suryo Hartoko, selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memotivasi dan menginspirasi.

4. Bapak Carolus Wijoyo Adinugroho, selaku dosen penguji skripsi dan Kepala P2TKP Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada yang terkasih :

1. Bapak dan Ibu, untuk doa dan dukungannya yang tidak pernah berhenti, serta adik yang selalu mengingatkan agar skripsi ini segera terselesaikan.

2. Andreas Benny Rahadi, yang selalu ada di saat suka dan duka selama proses pengerjaan skripsi. Terima kasih atas waktu, tenaga dan segala usaha yang diberikan sehingga membuahkan hasil bahagia.

(10)

x

4. Zelda dan Agnes Monica inspiratornya, untuk kesediaannya membantu dan menghibur di masa sulit dalam pengerjaan skripsi. Semoga kamu selalu jadi perpanjangan tangan Tuhan.

5. Sandi, Laura dan teman-teman bimbingan skripsi Pak Didik, untuk semangat yang terus bernyala-nyala.

6. Seluruh anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tahun 2012-2013. Terima kasih untuk segala proses dan dinamika selama belajar organisasi.

7. Keluarga P2TKP Universitas Sanata Dharma. Terima kasih untuk pengalaman dan pembelajaran paling berharga satu tahun terakhir ini.

Kalian Luar Biasa!

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis membuka diri terhadap saran dan kritik yang membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Akhir kata, penulis memohon maaf atas segala keterbatasan yang dimiliki dan penulis berharap agar karya ini dapat menjadi masukan yang baik bagi pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 27 Agustus 2014

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... .vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 9

C. TUJUAN PENELITIAN ... 9

D. MANFAAT PENELITIAN ... 10

1. Teoritis ... 10

(12)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. STRES PADA REMAJA AKHIR ... 11

B. COPING PADA REMAJA ... 14

1. Definisi ... 14

2. Dimensi Coping ... 15

3. Faktor Yang Mempengaruhi Coping ... 19

C. DUKUNGAN SOSIAL ... 20

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 20

2. Sumber Dukungan Sosial ... 24

D. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL PADA COPING REMAJA AKHIR ... 27

E. HIPOTESIS ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. JENIS PENELITIAN ... 31

B. VARIABEL PENELITIAN ... 31

C. DEFINISI OPERASIONAL ... 31

1. Coping ... 31

2. Dukungan Sosial ... 32

D. SUBJEK PENELITIAN ... 34

E. METODE PENGUMPULAN DATA ... 34

F. ALAT PENGUMPULAN DATA ... 35

1. Skala Coping ... 35

(13)

xiii

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 39

1. Validitas Skala ... 39

2. Seleksi Item ... 39

3. Reliabilitas Skala ... 42

H. METODE ANALISIS DATA ... 43

1. Uji Asumsi ... 43

2. Uji Hipotesis ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 46

B. DESKRIPSI PENELITIAN ... 46

1. Deskripsi Subjek ... 46

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 48

C. HASIL PENELITIAN ... 50

1. Peran Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Jenis Kelamin Terhadap Engagement Coping ... 51

2. Peran Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Jenis Kelamin Pada Disengagement Coping ... 53

D. PEMBAHASAN ... 55

1. Peran Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Jenis Kelamin Terhadap Engagement Coping ... 56

(14)

xiv

A. KESIMPULAN ... 61

B. KELEMAHAN PENELITIAN ... 62

C. SARAN ... 62

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 62

2. Bagi Remaja ... 63

3. Bagi Orang Tua ... 63

4. Bagi Institusi Pendidikan atau Guru ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Item Skala Coping ... 36

Tabel 3.2 Blueprint Skala Coping Sebelum Seleksi Item ... 36

Tabel 3.3 Skor Item Favorabel dan Item Unfavorabel Skala Dukungan Sosial ... 38

Tabel 3.4 Blueprint Skala Dukungan Sosial Sebelum Seleksi Item ... 38

Tabel 3.5 Blueprint Skala Coping Setelah Seleksi Item ... 40

Tabel 3.6 Blueprint Skala Dukungan Sosial Setelah Seleksi Item ... 42

Tabel 4.1 Tabel Jenis Kelamin dan Usia Subjek Penelitian ... 47

Tabel 4.2. Tabel Deskripsi Tempat Tinggal Subjek ... 47

Tabel 4.3 Tabel Deskripsi Sumber Tekanan Paling Tinggi ... 47

Tabel 4.4 Tabel Deskripsi Hasil Penelitian ... 48

Tabel 4.5 Tabel Korelasi Antar Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 49

Tabel 4.6 Tabel One Sample Kolmogro-Smirnov Test Data Engagement coping ... 114

Tabel 4.7 Koefisien Uji Multikolonieritas Engagement coping SebagaiVariabel Terikat ... 114

Tabel 4.8 Tabel Anova Engagement coping ... 51

Tabel 4.9 Tabel Koefisien Uji Regresi Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan SosialTeman dan Jenis Kelamin Terhadap Engagement coping .. 52

(16)

xvi

Tabel 4.11 Koefisien Uji Multikolonieritas Disengagement coping Sebagai Variabel Terikat ... 116 Tabel 4.12 Tabel Anova Disengagement coping ... 54 Tabel 4.13 Tabel Koefisien Uji Regresi Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan

(17)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik Normal P-P Plots Of Regression Standardized Residual Data Dukungan Sosial Orangtua dan Dukungan Sosial Teman Terhadap Engagement coping ... 113 Grafik 4.2 Grafik Uji Outlier Sebaran Data Engagement coping ... 113 Grafik 4.3 Scatterplot Uji Heteroskedasitas Engagement coping Dengan

Dukungan Sosial Orangtua dan Dukungan Sosial Teman ... 114 Grafik 4.4 Grafik Normal P-P Plots Of Regression Standardized Residual

Data Dukungan Sosial Orangtua dan Dukungan Sosial Teman Terhadap Disengagement coping ... 115 Grafik 4.5 Grafik Uji Outlier Sebaran Data Disengagement coping ... 115 Grafik 4.6 Scatterplot Uji Heteroskedasitas Disengagement coping

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: SKALA TRY OUT ... 70

LAMPIRAN B: UJI RELIABILITAS ... 91

LAMPIRAN C: SKALA PENELITIAN ... 98

LAMPIRAN D: HASIL UJI ASUMSI ... 113

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan tahap peralihan dari fase kanak-kanak menuju fase dewasa, yang sering disebut fase ‘badai dan stres’. Pada masa remaja, individu mengalami banyak perubahan yang berpotensi mengancam atau menantang pengalaman sosialnya. Kondisi tersebut terus berlangsung dan meningkat hingga usia remaja akhir (Zimmer-Gembeck & Skinner, 2008). Berbagai perubahan kondisi pada masa remaja membuat remaja merasa tertekan, sehingga mengalami stres (Geldard, 2010).

Stres merupakan kondisi dimana terdapat tuntutan dari luar maupun dalam diri yang membebani dan melebihi kemampuan atau sumber daya yang dimiliki individu (Lazarus & Folkman, 1984). Remaja mengalami peningkatan stres pada masa remaja akhir, namun tidak diimbangi dengan kemampuan untuk menanganinya. Ketika menghadapi perubahan kondisi, remaja akhir cenderung ragu terhadap kemampuan dirinya. Oleh karena itu, remaja akhir cenderung menghindar dari sumber stres (Soesilowindradini, 1996).

(20)

Li dan Boey (dalam Gilson, et al, 2009) menemukan bahwa penyebab stres pada remaja antara lain terkait pengalaman hidup yang buruk, masalah pribadi dan terutama berasal dari masalah akademis. Seorang mahasiswa jurusan Ilmu Komputer meninggalkan rumah orang tuanya karena merasa malu telah gagal dalam ujian, setelah meninggalkan pesan bagi kedua orang tuanya pemuda tersebut tidak pernah kembali ke rumah. Menurut sang ibu, kegagalan dalam ujian membuatnya sangat tertekan hingga merasa malu dan pergi dari rumah (Okezone.com, Agustus 2014).

Hal-hal yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa peningkatan tuntutan akademis menimbulkan tingginya harapan untuk berprestasi, sehingga meningkatkan stres. Semakin berat serta rumitnya tugas-tugas kuliah dibandingkan ketika SMA menimbulkan tekanan bagi remaja akhir. Dengan demikian, diketahui bahwa remaja akhir cenderung menghindar dari stres, khususnya akibat tuntutan akademis.

(21)

menurun serta perilaku beresiko seperti penyalahgunaan obat dan alkohol. Dampak buruk tersebut dapat diminalisir dengan upaya penanganan stres yang tepat. Terkait dengan hal itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang coping stres pada remaja karena penggunaan coping yang tepat dapat mengurangi resiko dari distress (Zimmer-Gembeck & Skinner, 2008).

Berbagai permasalahan sebagai sumber stres negatif (distress) pada remaja memunculkan respon bervariasi, yang bersifat negatif maupun positif. Respon yang ditunjukkan oleh remaja dipengaruhi oleh penilaian subjektifnya, sebagai evaluasi dari dampak potensial atau ancaman terhadap dirinya (Lazarus, dalam Gembeck & Skinner, 2008). Zimmer-Gembeck dan Skinner (2008) menyatakan bahwa jika remaja memandang masalah secara negatif, maka respon perilakunya akan bersifat negatif dan berpengaruh buruk pada kesehatan mental. Sebaliknya, jika remaja dapat memahami dan menerima suatu masalah dengan pandangan positif, maka remaja akan menunjukkan respon perilaku adaptif dalam bentuk pengaturan diri dan cara mengatasi masalah yang tepat.

(22)

Compas, B. E., Wadsworth, M. E., Thomsen, A. H., dan Saltzman, H., 2000). Compas, dkk. (2001) mengembangkan sebuah pembedaan coping yang lebih luas dan dengan batasan spesifik pada masing-masing aspeknya. Pembedaan ini meliputi dua dimensi coping, yaitu engagement coping dan disengagement coping. Engagement coping diartikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan untuk menghadapi stres, sedangkan disengagement coping diartikan sebagai upaya menghindari stres.

Engagement coping terbagi menjadi dua, yaitu primary control (usaha mengubah situasi atau sebuah emosi) dan secondary control (usaha adaptasi terhadap situasi). Individu yang menggunakan engagement coping diprediksi memiliki penyesuaian yang lebih baik dalam menghadapi stres. Dalam kondisi stres, remaja yang dapat memahami masalah, mengatur emosi, memiliki pikiran positif atau melakukan upaya pemecahan seperti mencari dukungan sosial, menunjukkan gejala engagement coping. Sedangkan remaja yang sering menunda atau tidak berupaya menyelesaikan masalahnya menunjukkan gejala disengagement coping, sehingga cenderung memiliki distress yang tinggi.

(23)

yang dilakukan oleh Siswanto (2013) menunjukkan bahwa pengaruh kepribadian pada engagement-disengagement coping cenderung kecil.

Faktor sosial turut mempengaruhi penggunaan coping pada remaja. Sebab masa remaja merupakan periode transisi dari ketergantungan terhadap orang tua menuju kemandirian serta periode untuk mengembangkan relasi sosial (Spear dalam Zimmer-Gembeck & Skinner 2008). Pada periode transisi menuju kemandirian, remaja cenderung meragukan kemampuannya untuk menghadapi stres seorang diri. Hal tersebut membuat remaja lebih berorientasi pada teman atau kelompok bermainnya, dengan tujuan untuk memperkuat relasi dan memperoleh dukungan sosial dalam menghadapi permasalahan sehari-hari. Dukungan sosial diartikan sebagai bentuk kenyamanan, kepedulian, penghargaan dan bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau kelompok (Sarafino, 2008).

(24)

bisa terjadi ketika individu berada dalam interaksi sosial yang negatif. DeLongis dan Holtzman (2005) menyatakan bahwa penerimaan respon negatif dari anggota jaringan sosial memiliki dampak pada pengurangan keinginan untuk melakukan coping, pengurangan usaha untuk melakukan coping dan pengurangan efektivitas strategi coping.

Sarafino (2008) menyatakan bahwa individu cenderung menerima dukungan sosial yang lebih ketika menghadapi tekanan. Penerimaan dukungan sosial tersebut ditentukan oleh kemampuan individu untuk mengembangkan relasi dengan orang-orang di sekitarnya. Studi literatur yang dilakukan oleh Thoits (1995) mengenai stres, coping dan dukungan sosial, mendukung hal tersebut dengan menjelaskan bahwa struktur dukungan sosial terkait dengan relasi atau peran sosial individu yang menggambarkan hubungan individu dengan individu lain.

(25)

orang tua cenderung mengarahkan pada penyelesaian masalah, sedangkan dukungan sosial dari teman sebaya cenderung memberikan rasa aman dan nyaman di luar keluarga.

Penelitian mengenai peran dukungan sosial pada remaja di Indonesia menemukan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan sebesar 46,2% terhadap motivasi berprestasi bagi siswa SMA (Sepfitri, 2011). Secara lebih khusus, penelitian Anggoro (2011) menunjukkan bahwa siswa SMA kelas akselerasi yang memperoleh dukungan sosial dari orang tua cenderung memiliki stres akademis yang rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa remaja yang memiliki dukungan sosial dari orang tua tinggi, cenderung mampu menghadapi stres akademis.

(26)

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa ketersediaan dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman sebaya, memberikan dorongan pada penyelesaian masalah serta rasa aman ketika menghadapi stres, sehingga mengarahkan remaja pada engagement coping. Sementara itu, diketahui juga bahwa dukungan sosial yang tidak memuaskan, baik yang berasal dari orang tua maupun teman sebaya, dapat mengarahkan remaja pada perilaku maladaptif seperti disengagement coping (DeLongis & Holtzman, 2005). Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk mengembangkan dukungan sosial baik dari orang tua maupun teman sebaya, agar dapat meningkatkan engagement coping dan menurunkan disengagement coping.

(27)

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dukungan sosial, yang dibagi menjadi dukungan sosial orang tua dan teman sebaya. Masing-masing dukungan sosial terdiri dari dimensi yang sama, yaitu dukungan informasi, emosional, instrumental, dan penghargaan (Sarafino, 2008). Sedangkan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah coping yang terbagi dalam dua dimensi, yaitu engagement coping dan disengagement coping yang dirumuskan oleh Compass (2001). Peneliti menilai bahwa kedua dimensi coping tersebut telah mampu mengkategorikan variasi respon terhadap stres berdasarkan batasan yang dimiliki pada masing-masing aspek secara jelas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara dimensi satu dengan yang lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana peran dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman sebaya terhadap penggunaan engagement -disengagement coping pada remaja akhir.

C. TUJUAN PENELITIAN

(28)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini mengeksplorasi penelitian sebelumnya mengenai dukungan sosial sehingga dapat memperjelas peran dari dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman sebaya terhadap coping remaja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman tentang peran dukungan sosial sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan coping remaja. Dari penelitian ini, remaja dapat menyadari dukungan sosial yang tepat untuk mengembangkan coping adaptif (engagement coping) dan mengurangi coping maladaptif (disengagement coping).

(29)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRES PADA REMAJA AKHIR

Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang sering disebut fase ‘badai dan stres’. Stres pada remaja didefinisikan sebagai respon terhadap kejadian yang memicu stres, yang mengancam dan menuntut kemampuan individu untuk menanganinya. Pada masa remaja, individu berpeluang mengalami stres lebih besar dibandingkan masa perkembangan manusia lainnya, karena terjadi banyak perubahan dari segi fisik, emosi, kognitif maupun sosial yang berlangsung sejak awal hingga akhir masa remaja (Santrock, 2003).

(30)

Peningkatan kondisi stres pada remaja akhir diikuti dengan kestabilan dalam menentukan apa yang baik untuk dirinya, kematangan dalam menghadapi suatu permasalahan, ketenangan emosi serta cenderung lebih realistis. Akan tetapi remaja akhir juga memiliki karakteristik cemas karena ragu-ragu akan kemampuan dirinya (Soesilowindradini, dalam Marettha, 2013). Oleh karena itu, ketika mengalami stres, remaja akhir cenderung menghindar dari sumber stres karena tidak ingin menunjukkan ketidakmampuannya dalam menangani stres.

Ketika remaja tidak memiliki kemampuan yang adekuat untuk mengatasi dan mengendalikan stres, hal itu berakumulasi sehingga terjadi distress. Distress pada remaja dapat berakibat negatif, seperti kesulitan konsentrasi, gangguan kecemasan, daya tahan tubuh yang menurun serta perilaku beresiko seperti penyalahgunaan obat dan alkohol (Heiman dan Kariv, dalam Safaria, 2006). Dengan demikian, ketidakmampuan remaja untuk menangani stres berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis.

(31)

Hasil penelitian Crystal, dkk. (dalam Hashim, 2007) turut menjelaskan bahwa stres remaja berasal dari faktor eksternal dan internal. Terkait faktor eksternal, ditemukan bahwa orang tua dari pelajar di Asia memiliki harapan yang tinggi terhadap prestasi akademik remaja. Akan tetapi, orang tua dari pelajar di Asia cenderung memiliki kepuasan yang rendah terhadap prestasi akademik remaja. Sementara pada faktor internal, ditemukan bahwa remaja memiliki kesulitan untuk memahami pelajaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa stres remaja dipengaruhi oleh tekanan dari orang tua dan kemampuan kognitif, terkait masalah akademik.

Ketika remaja akhir melakukan aktivitas akademiknya dengan intens, berdedikasi dan berkomitmen, seringkali mereka bekerja terlalu banyak dan terlalu lama. Hal ini menimbulkan burn out, dimana individu merasa tidak berdaya dan tidak memiliki harapan karena stres akibat pekerjaan berat. McCarthy, Pretty, and Catano (1990), menjelaskan bahwa burn out mengakibatkan remaja mengalami kejenuhan emosional, kecenderungan berkurangnya keaktifan fisik dan emosional, serta rendahnya rasa keinginan untuk sukses. Hal tersebut kemudian dapat memicu keengganan untuk hadir di kelas, rendahnya motivasi belajar, hingga tingginya angka drop-out.

(32)

bidang akademis. Remaja seringkali mengalami burn out, karena jenuh terhadap intensitas aktivitas akademisnya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan motivasi belajar dan penundaan pelaksanaan tugas-tugas akademik. Oleh karena itu penting bagi remaja untuk meningkatkan kemampuan dalam menangani stres agar terhindar dari dampak negatifnya. Upaya yang dilakukan remaja dalam menangani stres dan meminimalisir dampak negatifnya disebut juga dengan coping.

B. COPING PADA REMAJA 1. Definisi

(33)

2. Dimensi Coping

Compas, dkk. (2001) menyatakan bahwa variasi coping yang dilakukan remaja sangat luas. Coping remaja meliputi upaya pemecahan masalah, pencarian informasi, restrukturisasi kognitif, mencari pemahaman, mengekspresikan emosi, melakukan aktivitas fisik, melakukan penerimaan, distraksi, mengambil jarak dan menjauh dari masalah, mengkritik diri, menyalahkan orang lain, berpikir imajinatif, bercanda, menekan suatu emosi, menarik diri dari lingkungan, menyangkal, mencari dukungan sosial, meningkatkan religiusitas, serta mengkonsumsi alcohol maupun obat-obatan terlarang.

Connor-Smith, dkk. (2000) menyatakan bahwa peneliti coping pada remaja sering kali menggunakan model coping individu dewasa tanpa mempertimbangkan keberagaman respon yang terdapat pada masa remaja, sehingga respon coping sering mengalami tumpang tindih antara dimensi satu dengan dimensi yang lain. Setelah meninjau ulang keragaman respon coping pada remaja, Compas dan rekan-rekannya (2001) menyusun kembali dimensi coping dan respon remaja menjadi model yang koheren, yaitu engagement coping dan disengagement coping.

(34)

pemikirian individu, seperti upaya pemecahan masalah atau mencari dukungan social. Sedangkan disengagement coping mengarah pada respon yang menjauhi stresor maupun emosi atau pemikiran individu, seperti penarikan diri atau penyangkalan terhadap stres.

Berikut penjelasan mengenai kedua bentuk coping tersebut : 1. Engagement coping

Engagement coping adalah coping yang bertujuan untuk menghadapi stres yang bersifat negatif atau distres. Individu yang menggunakan engagement coping diprediksi memiliki penyesuaian diri yang lebih baik dalam menghadapi stres (Connor-Smith dan Compas, 2004). Berdasarkan tujuannya, coping ini terdiri dari dua faktor, yaitu primary controlcoping dan secondary controlcoping.

i. Primary control

Primary control coping merupakan usaha untuk mengubah secara langsung situasi yang menekan atau sumber stres. Primary control coping bertujuan untuk mengubah kondisi objektif dengan mengatur situasi atau respon emosional yang terkait dengan sumber stres.

Kategori-kategori spesifik dalam primary control engagement coping, antara lain :

(35)

pilihan-pilihan evaluasi, penerapan solusi dan pengorganisasian tugas. Individu yang meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya termasuk juga dalam kategori ini.

b. Emotion regulation, yaitu usaha aktif untuk mengurangi emosi negatif dengan melakukan strategi kontrol terhadap diri, seperti relaksasi atau olahraga, dan mengatur ekspresi emosi untuk meyakinkan bahwa perasaan dapat diekspresikan pada waktu yang tepat dalam cara yang konstruktif.

ii. Secondary control

Secondary control engagement coping merupakan usaha untuk menyesuaikan diri pada situasi yang menekan atau kondisi stres. Secondary control engagement coping meliputi strategi-strategi yang menekankan pada adaptasi terhadap stres.

Kategori-kategori spesifik dalam secondary control engagement coping, antara lain:

(36)

aktivitas menyenangkan, seperti melakukan hobi dengan berolahraga, nonton televisi, bertemu dengan teman ataupun membaca

b. Acceptance, yaitu usaha individu untuk mempelajari, memahami atau menerima dan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang berkaitan dengan sumber stres.

c. Cognitive restructuring, dilakukan dengan melihat sisi positif, mengidentifikasi keuntungan dari timbulnya stres dan menemukan sisi lain yang bersifat humorous pada sumber stres. Strategi yang dapat dilakukan antara lain, berfokus pada hal positif, berpikir positif, optimis dan meminimalisir distres atau konsekuensi negatif dari stres.

2. Disengagement coping

Disengagement coping adalah coping yang bertujuan untuk menghindar dari stres yang bersifat negatif atau distres. Disengagement coping seringkali berfokus pada emosi, karena coping tersebut melibatkan upaya untuk menghindar dari perasaan stres. Pada umumnya diketahui bahwa disengagement coping merupakan model coping yang tidak efektif dalam mengurangi tekanan untuk jangka panjang. Model ini dapat meningkatkan gangguan pikiran tentang sumber stres dan meningkatkan suasana hati negatif serta kecemasan.

(37)

a. Avoidance atau penghindaran, yaitu usaha individu untuk menghindar dari masalah, pikiran-pikiran pada masalah tersebut dan emosi yang berkaitan dengan masalah tersebut. Coping ini cenderung menciptakan masalah baru bagi individu.

b. Denial atau penyangkalan, yaitu usaha-usaha aktif untuk menyangkan atau melupakan masalah, meniadakan masalah dan menyembunyikan respon emosional dari diri sendiri atau orang lain. Denial akan menciptakan batas di antara realitas dan pengalaman individu, sehingga menjauhkan individu dari sumber stres.

c. Wishful thinking atau berfantasi adalah keadaan individu ketika berharap dapat diselamatkan secara magic dari situasi atau harapan agar situasi tersebut hilang. Selain itu, individu cenderung berfantasi tentang hasil yang tidak mungkin dan individu berharap situasinya akan berbeda secara radikal.

3. Faktor yang mempengaruhi Coping

(38)

perkembangan paling tinggi, yaitu operasi formal, dimana individu memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan pengalaman serta mempertimbangkan dampak dari suatu respon terhadap stres. Oleh sebab itu, berdasarkan kemampuan kognitif, remaja akhir telah mampu merencanakan perilaku sebagai respon adaptif. Sementara pada faktor kepribadian, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pengaruh kepribadian pada engagement-disengagement coping cenderung kecil (Siswanto, 2013).

Faktor karakteristik situasional atau kondisi sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam penggunaan coping pada remaja. Berdasarkan tahap perkembangan, masa remaja merupakan periode transisi dari ketergantungan terhadap orang tua menuju kemandirian serta periode untuk mengembangkan relasi sosial. Hal tersebut membuat remaja lebih berorientasi pada teman atau kelompok bermainnya, dengan tujuan untuk memperkuat relasi dan memperoleh dukungan sosial dalam menghadapi permasalahan sehari-hari. Dukungan sosial diartikan sebagai bentuk kenyamanan, kepedulian, penghargaan dan bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau kelompok (Sarafino, 2008).

C. DUKUNGAN SOSIAL

1. Pengertian Dukungan Sosial

(39)

seseorang dari orang lain atau kelompok. Sarafino juga menjelaskan bahwa dukungan sosial dapat berupa dukungan emosional, dukungan pernghargaan atau harga diri, dukungan instrumental serta dukungan informasi.

Sarason (dalam Kuntjoro, 2002) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Sarason berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu:

a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, yaitu persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan.

b. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi.

(40)

yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan perilaku sosial yang memberikan kenyamanan, perasaan dihargai dan disayangi oleh orang-orang yang dapat diandalkan. Dukungan sosial juga memiliki hubungan erat dengan ketersediaan dan ketepatan dukungan sosial.

Dukungan sosial dapat meningkatkan kemampuan coping secara efektif dan mengurangi dampak stresor jika bentuk dukungannya sesuai dengan kebutuhan stresor (Lakey dan Cohen, 2000). Menurut Sarafino (2008) dukungan sosial memiliki empat dimensi, yaitu : a. Dukungan emosional

(41)

Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

b. Dukungan penghargaan.

Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain. Dukungan ini diberikan agar individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini ditandai dengan pernyataan terhadap individu bahwa ia dihargai dan diterima apa adanya.

c. Dukungan instrumental.

Dukungan ini melibatkan bantuan langsung dan bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti menyediakan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga, meminjamkan atau mendermakan uang, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda seperti alat-alat kerja dan buku-buku. Dukungan ini sangat diperlukan dalam menghadapi keadaan yang dianggap dapat dikontrol. d. Dukungan informasi.

(42)

langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu dan cara memecahkan persoalan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali masalah yang sedang dihadapi. Dukungan informasi juga dapat dilakukan dengan memberikan solusi terhadap suatu masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik mengenai apa yang telah dilakukan seseorang.

2. Sumber Dukungan Sosial

Sumber dukungan sosial pada remaja dapat dilihat berdasarkan lingkungan di mana remaja tersebut berada. Menurut Santrock (2003), dalam konteks penanganan remaja yang beresiko, dukungan keluarga, teman sebaya dan orang dewasa sangat penting untuk memperbaiki remaja beresiko. Sedangkan dalam konteks akademik, siswa yang berhasil seringkali mendapat dukungan sosial yang berkelanjutan dari orang tua, atau orang dewasa di rumah, dan guru di sekolah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian bahwa siswa SMA kelas akselerasi yang memperoleh dukungan sosial dari orang tua cenderung memiliki stres akademis yang rendah. (Anggoro, 2011).

(43)

pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya (Santrock, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa remaja memerlukan bimbingan dan contoh dari orang tuanya sebagai orang terdekat dalam mengembangkan coping terhadap stres.

(44)

pengaturan ekspresi emosi, pemikiran positif dan optimis, serta usaha aktif dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah.

Pada penelitian yang dilakukan O’Brien (dalam Santrock, 2003),

remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya daripada waktu dengan orang tuanya. Oleh sebab intensitas relasi yang tinggi itu, tidak mengherankan jika pengaruh dari teman sebaya cukup kuat pada diri remaja. Dalam artikel Developing Adolescent (2002), teman sebaya dianggap berperan penting sebagai sumber informasi atau referensi dari dunia di luar keluarga dan diri sendiri.

Dukungan sosial dari teman sebaya yang bersifat tepat sesuai kebutuhan dapat digunakan oleh remaja untuk membantunya dalam menghadapi stres. Hal ini didukung oleh penelitian Cummings (2000), yang menemukan adanya korelasi positif yang signifikan antara emotion-focused coping dan dukungan sosial dari teman sebaya. Emotion-focused coping merupakan coping yang berfokus pada pengelolaan emosi individu dan termasuk dalam enggagement coping. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja yang memperoleh dukungan sosial dari teman sebaya cenderung melakukan pengelolaan emosi yang termasuk dalam enggagement coping.

(45)

juga cenderung terbatas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dukungan sosial yang tidak memuaskan akan mengarahkan pada disengagement coping, maka dukungan dari teman sebaya yang dianggap tidak memuaskan dapat juga mengarahkan remaja pada disengagement coping.

Heller, P (1983) menjelaskan bahwa perbedaan dukungan sosial orangtua dan dukungan sosial teman terdapat pada jangka waktu atau durasi. Dukungan sosial orangtua terus berakumulasi sejak masa kecil hingga remaja atau memiliki jangka waktu yang sangat panjang, sedangkan dukungan sosial teman memiliki jangka waktu atau durasi lebih singkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dukungan sosial teman bersifat lebih temporal sementara dukungan sosial orangtua bersifat lebih menetap atau stabil.

D. PERAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP COPING REMAJA AKHIR Stres adalah kondisi ketika individu mengalami kesulitan dalam menghadapi suatu peristiwa yang membebani. Stres memiliki dampak positif maupun negatif, yang bergantung pada persepsi individu terhadap situasi stres yang dialaminya. Stres yang dihadapi oleh remaja banyak terkait dengan masalah akademis. Stres ini bersumber dari tuntutan tugas, kelelahan serta harapan-harapan untuk berhasil dalam studi.

(46)

kemampuan dirinya. Hal ini mendorong remaja untuk menghindari stres. Meskipun sudah matang secara biologis akan tetapi remaja masih kurang berpengalaman dalam menghadapi perubahan kondisi sosial. Oleh karena itu remaja membutuhkan dukungan sosial untuk mengatasi ketidamampuannya, sehingga remaja tidak lagi merasa ragu dan menghindari stres.

Dukungan sosial diartikan sebagai bentuk kenyamanan, kepedulian, penghargaan dan bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau kelompok (Sarafino, 2008). Dukungan sosial memiliki empat dimensi, yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan penghargaan dan dukungan instrumental. Menurut Lakey dan Cohen (2000), dukungan sosial yang berupa tindakan langsung dan tepat sasaran, dapat meningkatkan kemampuan coping individu ketika menghadapi stres. Sumber dukungan sosial yang paling mudah diperoleh oleh remaja adalah dukungan sosial dari orang tua dan dukungan sosial dari teman sebaya.

(47)

coping. Namun dukungan orangtua yang kurang tepat atau cenderung rendah atau tidak memuaskan dapat mengarahkan remaja pada disengagement coping, seperti penghindaran atau penyangkalan terhadap masalah.

Di sisi lain, penelitian O’Brien (dalam Santrock, 2003), menyatakan bahwa remaja menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya daripada dengan orang tuanya. Hal tersebut memungkinkan remaja memperoleh dukungan sosial dari teman sebaya yang sesuai kebutuhannya, sehingga dapat digunakan oleh remaja untuk membantunya dalam menghadapi stres. Dukungan sosial dari teman sebaya dianggap berperan penting sebagai sumber informasi atau referensi dari dunia di luar keluarga dan diri sendiri (Developing Adolescent, 2002). Penelitian Cummings (2000), memperkuat pernyataan tersebut dengan penemuan bahwa dukungan sosial dari teman sebaya berpengaruh positif terhadap engagement coping.

Perbedaan dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman terletak pada jangka waktu atau durasi. Dukungan sosial orangtua didapat secara berkelanjutan sejak masa kecil hingga remaja atau memiliki jangka waktu yang sangat panjang. Sedangkan dukungan sosial teman memiliki jangka waktu atau durasi lebih singkat, namun lebih intens diperoleh ketika menginjak remaja.

(48)

peningkatan engagement coping. Selain itu, dukungan sosial dari orang tua dan teman sebaya berperan juga dalam menurunkan disengagement coping. Dukungan orang tua menyediakan bantuan materi serta mengarahkan remaja pada usaha aktif dalam penyelesaian masalah, sementara itu dukungan sosial dari teman sebaya mampu memberikan rasa aman bagi remaja yang membentuk optimisme dan sikap positif dalam memandang suatu masalah atau sumber stres.

E. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan hipotesis bahwa:

1. Dukungan sosial dari orangtua dan teman sebaya berperan untuk meningkatkan engagement coping.

(49)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang menghubungkan antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman terhadap coping (engagement coping dan disengagement coping).

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas : - Dukungan sosial dari orang tua

- Dukungan sosial dari teman sebaya

2. Variabel tergantung : - Engagement coping

- Disengagement coping

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Coping

(50)

yang menyebabkan stres. Definisi operasional dari coping mengacu pada teori coping menurut Compas (2001), yang diukur melalui skala coping. Skala coping ini mengukur dua dimensi coping, yaitu engagement coping dan disengagement coping.

a. Engagement coping

Engagement coping adalah coping yang bertujuan untuk menghadapi stres atau kondisi yang memberi tekanan besar. Engagement coping dapat meliputi usaha penyelesaian masalah, melakukan strategi kontrol atau regulasi diri, mengambil waktu untuk beristirahat dari situasi yang menekan, menerima dan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang berkaitan dengan sumber stres serta berpikir positif untuk meminimalisir resiko dari stres yang bersifat negatif.

b. Disengagement coping

Disengagement coping adalah coping yang bertujuan untuk menghindari stres atau kondisi yang memberi tekanan besar. Disengagement coping dapat meliputi usaha penghindaran, penyangkalan dan pemikiran imajinatif atau berfantasi.

2. Dukungan sosial

(51)

sosial orangtua dan dukungan sosial teman sebaya. Dukungan sosial orangtua adalah bentuk kenyamanan, kepedulian, penghargaan dan bantuan yang diterima individu dari orangtua. Sementara dukungan sosial teman sebaya merupakan bentuk kenyamanan, kepedulian, penghargaan dan bantuan yang diterima individu dari teman sebaya. Definisi operasional dari dukungan sosial orangtua dan teman sebaya diukur melalui skala dukungan sosial yang mengacu pada dimensi dukungan sosial menurut Sarafino (2008). Dimensi-dimensi dukungan sosial yang diteliti terdiri dari:

a. Dukungan emosional

Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian pada individu, kepedulian, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. Dukungan ini meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain.

b. Dukungan instrumental

(52)

c. Dukungan informasi

Dukungan ini dapat dilakukan dengan memberikan solusi terhadap suatu masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik mengenai apa yang telah dilakukan seseorang.

Dalam penelitian ini, dimensi dukungan penghargaan menurut Sarafino (2008) tidak dilibatkan karena dianggap memiliki makna yang serupa dan terangkum dalam definisi operasional dari dukungan emosional.

D. SUBJEK PENELITIAN

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki atau perempuan. Berdasarkan pembagian masa remaja menurut Santrock (2007) subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun. Selain itu subjek digolongkan berdasarkan tempat tinggal yaitu kost atau rumah/bersama kerabat.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

(53)

subjek. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala coping dan skala dukungan sosial. Selain itu subjek juga diminta untuk mengidentifikasi sumber stres, dengan cara mengurutkan hal yang memberi tekanan dari yang paling besar hingga yang paling kecil.

F. ALAT PENGUMPULAN DATA 1. Skala Coping

Peneliti menggunakan skala coping yang disusun berdasarkan aspek-aspek pada teori coping menurut Compas (2001). Item-item pada skala dibuat dengan referensi dari item-item Responses Stress Questionaire (RSQ) oleh Compas (2001) serta terjemahan RSQ dalam bahasa Indonesia yang dibuat oleh Siswanto (2013). Jenis-jenis kategori spesifik dalam teori coping (Compas, 2001) meliputi:

a. Problem solving atau pemecahan masalah b. Emotion regulation atau pengaturan emosi c. Distraction atau selingan yang menyenangkan d. Acceptance atau penerimaan

e. Cognitive restructuring atau merestruksi kognitif f. Avoidance atau penghindaran

(54)

Skala ini memiliki tujuan untuk melihat kecenderungan individu dalam menggunakan strategi-strategi ketika menghadapi stres, apakah cenderung mengarah pada engagement coping atau disengagement coping.

Pemberian skor pada skala coping didasarkan pada item-item positif. Skala ini hanya memakai item-item positif karena disesuaikan dengan alat ukur RSQ yang tidak memakai item negatif. Pemberian skor skala coping adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Skor Item Skala Coping

Respon Skor

Sangat Sering 5

Sering 4

Kadang-kadang 3

Jarang 2

Sangat Jarang 1

Tabel 3.2 Blueprint Skala Coping Sebelum Seleksi Item

No Jenis Coping Spesifik Item Jumlah item

1 Problem solving 4, 13, 20, 24 4

2 Emotion regulation 1, 14, 17 3

3 Distraction 9, 23, 32 3

4 Acceptance 8, 27, 30 3

(55)

6 Avoidance 6, 11, 15, 18, 21, 22, 29, 36

8

7 Denial 5, 7, 19, 28, 4

8 Wishful thinking 2, 10, 16, 26, 31, 33

6

Jumlah 36

2. Skala Dukungan Sosial

Peneliti menggunakan skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan teori dukungan sosial menurut Sarafino (2008). Dimensi dukungan sosial dalam skala ini adalah dukungan sosial orangtua dan dukungan sosial teman sebaya. Aspek-aspek yang digunakan dalam skala ini, yaitu :

a. Emotional Support atau dukungan emosional b. Instrumental Support atau dukungan instrumental c. Informational Support atau dukungan informasi

(56)

Tabel 3.3 Skor Item Favorabel dan Item Anfavorabel Skala Dukungan

Tabel 3.4 Blueprint Skala Dukungan Sosial Sebelum Seleksi Item

(57)

Dukungan

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Validitas Skala

Validitas menunjukkan kemampuan suatu alat ukur dalam mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Alat ukur dikatakan memiliki validitas tinggi jika alat ukur tersebut memberi hasil yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2014). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas tampang dan validitas isi. Validitas tampang dilihat dari tampilan luar alat ukur, apakah alat ukur tersebut meyakinkan dan terkesan mampu mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan validitas isi dilakukan dengan pengujian alat ukur oleh professional judgement atau orang yang lebih ahli dalam bidang tersebut. Uji validitas isi dilakukan oleh professional judgement yaitu dosen pembimbing skripsi.

2. Seleksi Item

(58)

Seleksi item dilakukan untuk memperoleh item-item yang valid. Seleksi item didasarkan pada daya diskriminasi item. Penghitungan daya diskriminasi item dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor item total sehingga mendapat koefisien korelasi item total (rix) yang disebut indeks daya beda item. Item dengan koefisien korelasi item total minimal 0,30 memiliki daya diskriminasi baik (Azwar, 2014).

Uji seleksi item menggunakan korelasi item total melalui SPSS for Windows versi 20.00. Seleksi item pada skala coping menghasilkan 32 item sahih dari 36 item. Item-item yang sahih meliputi 4 item untuk jenis problem solving, 2 item untuk jenis emotion regulation, 2 item untuk jenis distraction, 3 item untuk jenis acceptance, 5 item untuk jenis cognitive restructuring, 8 item untuk jenis avoidance, 2 item untuk jenis denial, dan 6 item untuk jenis wishful thinking. Berikut ini dapat dilihat tabel blueprint skala coping setelah dilakukan seleksi item.

Tabel 3.5 Blueprint Skala Coping Setelah Seleksi Item

(59)
(60)

Tabel 3.6 Blueprint Skala Dukungan Sosial Setelah Seleksi Item

3. Reliabilitas Skala

Menurut Azwar (2014), gagasan pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya. Peneliti menggunakan koefisien Alpha dari Cronbach. Suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila

(61)

mempunyai koefisien Alpha minimal 0,600. Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan program SPSS for windows versi 20.00, reliabilitas kedua skala adalah sebagai berikut:

a) Skala Coping

1. Engagement coping memiliki koefisien alpha 0,76 2. Disengagement coping memiliki koefisien alpha 0,86

Dengan demikian, koefisien masing-masing dimensi di atas menunjukkan bahwa reliabilitas masing-masing dimensi skala coping tergolong cukup tinggi.

b) Skala Dukungan Sosial

3. Dukungan Sosial dari orang tua memiliki koefieisen alpha 0,94

4. Dukungan Sosial dari teman memiliki koefisien alpha 0,94 Dengan demikian, koefisien masing-masing dimensi di atas menunjukkan bahwa reliabilitas masing-masing dimensi skala dukungan sosial tergolong tinggi.

H. METODE ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas Residu

(62)

dikarenakan ada data yang bersifat outlier Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi, variabel residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Kaidah untuk uji normalitas residual adalah jika p > 0,1 maka sebaran normal, sedangkan jika p < 0,1 maka sebaran tidak terdistribusi normal (Santoso, 2010). Uji normalitas residual dilakukan dengan melihat outlier, grafik normal p-p plots of regression standardized residual dan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pengamatan pertama ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah yang memiliki homoskedastisitas (Ghozali, 2009).

c. Uji Multikolonieritas

(63)

menunjukkan adanya multikolonieritas adalah tolerance 0,10 atau VIF ≥ 10 (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik

seharusnya tidak memiliki multikolonieritas atau tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas (Ghozali, 2009).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi. Berdasarkan analisis regresi, hasil penelitian dapat dilihat dari nilai uji signifikansi t dan nilai standarized coefficients (β). Uji signifikansi t dapat menunjukkan sejauh mana nilai korelasi signifikan atau penelitian ini dapat dipercaya, taraf signifikansi yang digunakan adalah ρ < 0,05 (Ghozali, 2009). Nilai standarized coefficients (β)

(64)

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2014 hingga 6 Juni 2014. Pengumpulan data menggunakan dua sub-skala yaitu Skala A (Skala Coping) dan Skala B (Skala Dukungan Sosial). Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti dibantu oleh beberapa rekan untuk menyebar skala kepada mahasiswa-mahasiswi Universitas swasta di Yogyakarta, dengan rentang usia 19-21 tahun. Jumlah skala yang disebar dan diterima kembali ada 130 buah, akan tetapi 10 skala dianggap gugur karena tidak memberikan jawaban secara penuh pada skala penelitian.

B. DESKRIPSI PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek

(65)

Jenis Kelamin Usia (Tahun) Prosentase Tabel 4.1 Tabel Jenis Kelamin dan Usia Subjek Penelitian

Tempat

Tabel 4.2 Tabel Deskripsi Tempat Tinggal Subjek

Jenis Kelamin

Sumber Tekanan / Stres Masalah Tabel 4.3 Tabel Deskripsi Sumber Tekanan Paling Tinggi

(66)

56% tinggal di kos. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran subjek berdasarkan tempat tinggalnya relatif seimbang. Selanjutnya pada tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek memilih masalah akademis (68%) sebagai sumber tekanan atau stres yang paling tinggi.

2. Deskripsi Hasil Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan sosial orangtua dan dukungan sosial teman, sedangkan variabel tergantung yang diteliti adalah engagement coping dan disengagement coping.

Tabel 4.4 Tabel Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa subjek memiliki nilai mean pada engagement coping (59,22) yang lebih tinggi daripada disengagement coping (49,31). Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki kecenderungan engagement coping lebih tinggi dibandingkan disengagement coping. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa nilai mean pada dukungan sosial orangtua (119,5) lebih tinggi daripada dukungan sosial teman (117). Hal ini menunjukkan bahwa N Range Min. Maks. Mean Standar

(67)

subjek cenderung memperoleh dukungan sosial orangtua lebih tinggi dibandingkan dukungan sosial teman.

DSOrtu DSTeman Engagement Disengagement

DSOrtu

Pearson

Correlation 1 .688 **

Tabel 4.5 Tabel Korelasi Antar Variabel Bebas dan Variabel Terikat

(68)

maupun dukungan sosial teman yang tinggi cenderung memiliki engagement coping yang tinggi. Sementara itu, variabel dukungan sosial orangtua 0,259, p= 0,004) dan dukungan sosial teman (r=-0,351, p= 0,00) memiliki hubungan negatif yang signifikan terhadap variabel disenagagement coping. Hal ini berarti subjek yang memiliki dukungan sosial orangtua maupun dukungan sosial teman yang tinggi cenderung memiliki disengagement yang rendah.

C. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan variabel dukungan sosial orang tua dan variabel dukungan sosial teman sebagai variabel bebas, serta variabel engagement coping dan variabel disengagement coping sebagai variabel terikat. Selain itu, peneliti juga menambahkan satu variabel bebas yaitu jenis kelamin pada uji hipotesis, untuk melihat perbedaan pengaruh pada masing-masing jenis kelamin.

(69)

Model 1 : Peran Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman dan Jenis Kelamin Terhadap Engagement coping.

a. Uji Asumsi Model 1

Berdasarkan hasil uji normalitas residu, terdapat 2 data yang residualnya menjadi outlier halaman, sehingga peneliti menghapus 2 data tersebut agar data terdistribusi normal. Selanjutnya nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,641 dengan nilai signifikansi lebih dari 0,1 (p=0,806), menunjukkan bahwa residual telah terdistribusi dengan normal.

Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa data variabel engagement coping memiliki variasi yang sama untuk tiap nilai dari variabel dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Demikian juga pada hasil uji multikolonieritas, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolonieritas pada variabel jenis kelamin, dukungan sosial orang tua maupun dukungan sosial teman terhadap variabel engagement coping.

b. Uji Hipotesis Model 1

ANOVA Model R2 df Mean

(70)

Koefisien Model Koefisien Tidak

Terstandar Dukungan Sosial Teman dan Jenis Kelamin Terhadap Engagement coping

Berdasarkan tabel 4.8, nilai F hitung (F=11,857) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel dukungan sosial orang tua, dukungan sosial teman dan jenis kelamin terhadap engagement coping remaja. Selanjutnya pada tabel koefisien 4.9, dapat dilihat bahwa variabel jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) dengan nilai koefisien beta 0,243 (p=0,008) dan dukungan sosial orang tua dengan nilai koefisien beta 0,380 (p=0,001) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap engagement coping remaja.

(71)

Model 1 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai variabel dukungan sosial orang tua, maka semakin tinggi juga nilai engagement coping remaja. Hal ini berarti remaja yang memiliki dukungan sosial orang tua tinggi cenderung memiliki engagement coping tinggi. Sementara itu, variabel dukungan sosial teman memiliki nilai signifikansi di atas 0,05 (p = 0,86), sehingga dianggap tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap engagement coping remaja.

Model 2 : Peran Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman dan Jenis Kelamin Terhadap Disengagement coping.

a. Uji Asumsi Model 2

Berdasarkan hasil uji normalitas residu, tidak terdapat data yang residualnya menjadi outlier, sehingga data disengagement coping telah terdistribusi normal. Sedangkan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,520 dengan nilai signifikansi lebih dari 0,1 (p=0,95), menunjukkan bahwa residual telah terdistribusi dengan normal.

(72)

variabel jenis kelamin, dukungan sosial orang tua maupun dukungan sosial teman terhadap variabel disengagement coping.

b. Uji Hipotesis Model 2

Analisis regresi disengagement coping melalui perhitungan anova (tabel 4.12) menunjukkan bahwa nilai F hitung (F=6,641) memiliki signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel dukungan sosial orang tua, dukungan sosial teman dan jenis kelamin terhadap disengagement coping remaja. Selanjutnya pada tabel koefisien 4.13, dapat dilihat bahwa variabel dukungan sosial teman (β=-0,297, p=0,014) memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap disengagement coping remaja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial teman maka semakin rendah disengagement coping pada remaja, dan sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa remaja yang memiliki dukungan sosial teman tinggi cenderung memiliki disengagement coping rendah. Sementara itu, variabel dukungan sosial orang tua (p=0,95) dan jenis kelamin (p=0,82) memiliki nilai signifikansi di atas 0,05, sehingga dianggap tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap disengagement coping remaja.

ANOVA Model R2 df Mean

(73)

Koefisien Model Koefisien Tidak

Terstandar

Tabel 4.13 Tabel Koefisien Uji Regresi Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman dan Jenis Kelamin Terhadap Disengagement coping

Berdasarkan hasil uji hipotesis Model 1 dan Model 2, ditemukan bahwa remaja perempuan cenderung memiliki engagement coping yang lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan sosial orang tua berperan untuk meningkatkan kecenderungan engagement coping remaja, sementara dukungan sosial teman berperan untuk menurunkan kecenderungan disengagement coping remaja.

D. PEMBAHASAN

(74)

untuk menyelesaikan masalah (engagement coping), sementara dukungan sosial teman dapat menurunkan kecenderungan remaja untuk menghindar dari penyelesaian masalah (disengagement coping). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dukungan sosial orang tua dan dukungan sosial teman memiliki peran yang berbeda terhadap coping remaja.

Model 1 : Peran Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan Sosial Teman dan Jenis Kelamin Terhadap Engagement Coping Remaja Akhir

Remaja akhir memiliki kecemasan akan ketidakmampuan dalam menghadapi suatu permasalahan, sehingga cenderung menghindar dari masalah yang dihadapi. Oleh sebab itu, ketika mendapati masalah akademis, mereka membutuhkan dukungan agar dapat membantunya menyelesaikan masalah. Pada penelitian ini ditemukan bahwa dukungan sosial orang tua dapat meningkatkan kecenderungan engagement coping atau upaya penyelesaian masalah akademis pada remaja akhir. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hashim (2007) mengenai stres, coping dan dukungan sosial pada masa remaja menemukan bahwa dukungan sosial orang tua lebih dapat membantu remaja dalam penyelesaian masalah akademis, daripada dukungan sosial teman.

(75)

menyediakan dukungan sosial yang optimal, meliputi dukungan emosional, instrumental dan informasi. Ketersediaan dan kesesuaian dukungan yang diberikan orang tua, dapat membantu serta meningkatkan engagement coping atau upaya penyelesaian masalah remaja, seperti memahami dan menyesuaikan diri terhadap masalah, mengatur atau mengelola emosi, berpikir positif dan optimis, serta berusaha aktif dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketersediaan dan kesesuaian dukungan sosial orang tua, berperan untuk meningkatkan penggunaan engagement coping dalam menghadapi masalah akademis remaja akhir.

(76)

dari teman sebaya yang cenderung terbatas, tidak berperan signifikan untuk meningkatkan penggunaan engagement coping dalam menghadapi masalah akademis remaja akhir.

(77)

Model 2 : Peran Dukungan Sosial Orang Tua dan Dukungan Sosial Teman Terhadap Disengagement Coping Remaja Akhir

Remaja akhir memiliki kecenderungan untuk menghindar dari masalah yang dihadapi, karena merasa cemas akan kemampuan dirinya. Oleh sebab itu, ketika mendapati masalah akademis, mereka membutuhkan dukungan agar dapat mengurangi upaya menghindar dari penyelesaian masalah. Pada penelitian ini ditemukan bahwa dukungan sosial orang tua tidak berpengaruh signifikan terhadap disengagement coping atau upaya menghindar dari penyelesaian masalah akademis remaja. Hal tersebut dapat dikarenakan pada masa remaja, individu mengalami penurunan intensitas relasi dengan orang tua, sehingga rasa aman dan nyaman yang diperoleh cenderung berkurang (Santrock, 2003). Oleh sebab itu, dukungan orang tua tidak mampu menyediakan rasa aman dan nyaman yang dibutuhkan untuk mengurangi upaya menghindar dari penyelesaian masalah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dukungan sosial dari orang tua yang mengalami penurunan intensitas, tidak berperan signifikan untuk menurunkan penggunaan disengagement coping dalam menghadapi masalah akademis remaja akhir.

(78)

bahwa ketika remaja menghadapi masalah akademis, dukungan sosial dari teman yang berupa penghiburan dan semangat akan memberikan kenyamanan, sehingga remaja cenderung tidak melakukan upaya disengagement coping seperti berkhayal, menghindar atau menyangkal masalah yang sedang dihadapi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dukungan sosial dari teman yang menunjang rasa aman dan nyaman, berperan untuk menurunkan penggunaan disengagement coping dalam menghadapi masalah akademis remaja akhir.

Gambar

Tabel 4.13 Tabel Koefisien Uji Regresi Dukungan Sosial Orang Tua, Dukungan
Tabel 3.1 Skor Item Skala Coping
Tabel 3.4  Blueprint Skala Dukungan Sosial Sebelum Seleksi Item
Tabel 3.5 Blueprint Skala Coping Setelah Seleksi Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seorang remaja harus mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik terutama dengan teman sebaya di sekolah, karena remaja memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berelasi dengan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggapan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma terhadap penggunaan referensi berbahasa Inggris

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil rumusan sebagai berikut : apakah risiko, kualitas manajemen, ukuran perusahaan

DAFTAR TABEL ... LATAR BELAKANG ... IDENTIFIKASI MASALAH ... BATASAN MASALAH ... RUMUSAN MASALAH ... TUJUAN PENELITIAN ... MANFAAT PENELITIAN ... METODE PENELITIAN ...

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan dukungan orang tua, teman sebaya dan iklan rokok dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki MTsN

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran pembelajaran peta konsep

Berdasar latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara dukungan sosial teman sebaya

1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, dapat dikaji permasalahan yaitu: 1 Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran experential learning terhadap