• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1.1.

Latar Belakang

Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan dimaksud, meliputi perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya dan perubahan-perubahan bidang kehidupan masyarakat lainnya. Siagian (1989) mengemukakan bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modemitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Provinsi Riau berdasarkan pada Visi Pembangunan Provinsi, berkeinginan untuk terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara tahun 2020. Hal ini mengingat dukungan sumber daya alam dan letak geografisnya yang sangat strategis. Untuk mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapi, pemerintah Provinsi Riau menetapkan "Lima Pilar Pembangunan" yang diharapkan mampu menjadi pemicu berkembangnya Provinsi Riau menjadi tujuan investasi, diantaranya membangkitkan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan ditujukan bagi usaha kecil dan menengah (UKM),

Peternakan merupakan subsektor pertanian yang pengembangannya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perkembangan tersebut diperlukan mengingat ternak dianggap sebagsi salah satu sarana untuk meningkatkan pendapatan peternak kecil dan meningkatkan atau membuka lapangan kerja.

(2)

Menurut Saragih (2001), masalah mencukupi kebutuhan protein hewani dalam menu makanan rakyat masih perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena sebagian besar masyarakat, terutama penduduk pedesaan masih menderita kekurangan gizi. Untuk itu perlu langkah-Iangkah dari pemerintah, yaitu untuk mengembangkan peternakan khususnya unggas, pad a tingkat masyarakat.

Berdasarkan data Dinas Peternakan tahun 2003, dapat diketahui bahwa 35% dari total hasil daging yang diproduksi oleh Provinsi Riau pad a tahun 1998 berasal dari ayam ras pedaging dan menunjukkan peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1999 dan 2000 hasil daging dari ayam ras pedaging selalu menempati proporsi terbesar dari produksi daging Provinsi Riau secara keseluruhan (46% dan 38%). Dengan demikian ternak ayam ras pedaging merupakan sumber yang paling besar memberikan kontribusi terhadap penyediaan daging di Provinsi Riau dan dapat diartikan pula bahwa temak ayam ras pedaging mempunyai kedudukan sangat pentin'g dalam pengembangan peternakan di Provinsi Riau. Untuk Kota Pekanbaru, menurut data Dinas Peternakan Kota Pekanbaru, pad a tahun 2003 produksi ayam ras pedaging mencapai 70,84% sedangkan produksi sapi potong hanya 11,76% dari total produksi daging berbagai hewan ternak. Sebagai gambaran pada tahun 2001 jumlah produksi daging di Kota Pekanbaru be~umlah 9.662.246 kg, pada tahun 2002 berjumlah 9.927.468 kg dan tahun 2003 berjumlah 10.379.900 Kg. Dari data ini menunjukan bahwa produksi daging mengalami peningkatan sebesar 2,74% dari tahun 2001 ke tahun 2002 dan sebesar 4,56% dari tahun 2002 ke tahun 2003. Jumlah produksi daging tersebut terdiri dari: sapi potong 1.235.112 kg, keibau 394.685 kg, kambing 63.467 kg, babi 172.245 kg, ayam ras petelur 151.000 kg, ayam ras pedaging 7.288.141 kg, ayam buras 765.250 kg, itik

(3)

310.000 kg. Sedangkan populasi temak di Kota Pekanbaru tahun 2002 adalah 9.677.955 ekor, yang terdiri dari sapi 2.349 ekor, kambing 3.132 ekor, kerbau 1.614 ekor, babi 8.121 ekor, ayam ras petelur 129.000 ekor, ayam ras pedaging 9.000.800 ekor, ayam buras 497.675 ekor dan itik 35.264 ekor (Dinas Petemakan Kota Pekanbaru, 2003).

Berdasarkan data tersebut, maka Provinsi Riau pada umumnya dan Kota Pekanbaru pada khususnya, sangat berpeluang untuk mengembangkan komoditas petemakan, terutama sapi potong dan ayam ras pedaging. Apabila melihat kontribusi terhadap penyediaan daging, maka sudah selayaknya komoditas temak unggas menjadi komoditas andalan dalam pengembangan usaha petemakan di masa mendatang.

Budidaya ayam ras pedaging merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, baik sebagai petemak maupun pedagang yang merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian. Hal ini karena budidaya ayam ras pedaging dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yang cendrung mengalami peningkatan dari tahun ketahun.

Data Dinas Petemakan Provinsi Riau Tahun 200d menyatakan Provinsi Riau memllUtuhkan daging untuk protein hewani sebanyak 42.634 ton per tahun dengan asumsi tingkat kebutuhan daging sebesar 1

b,

1

kg/kapita/th. Hal ini didasarkan pada jumlah penduduk Provinsi Riau pad a tahun 1999 sebanyak 4.221.078 jiwa, rata-rata kepadatan penduduk 49,29 jiwa setiap km2 dan laju

pertumbuhan 1,77% per tahun. Dari total kebutuhan tersebut produksi Provinsi Riau baru mampu mencukupi sekitar 30%, sedangkan sisanya 70% didatangkan dari luar Provinsi Riau (Mulva, 2001).

(4)

Perkembangan jumlah produksi daging ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan selama kurun waktu 1998-2003. Menurut data Dinas Peterna!<an Provinsi Riau (2004), pada tahun 1998 produksi daging ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru sebesar 4.878.347 ekor dan meningkat menjadi 7.439.141 ekor pada tahun 2004 atau mengalami peningkatan sebesar 52,49%. Kenaikan produksi tersebut menunjukkan tingginya permintaan konsumen akan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru.

Dengan meningkatnya permintaan konsumen akan ayam ras pedaging berarti masih terbuka kesempatan bagi peternak untuk berusaha kembali di bidang peternakan ayam ras pedaging yang sempat lesu mengingat sejak pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter, yang mengakibatkan banyak peternak gulung tikar. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa peternak mencoba membuat pakan sendiri dari bahan-bahan yang dapat ditemui secara lokal, namun hal ini tidak banyak membantu.

Rakorbang Provinsi Riau Bidang Peternakan pad a tahun 2000 menyimpulkan bahwa kecilnya produksi hasil peternakan ini disebabkan oleh beberapa hal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka rakorbang memutuskan beberapa strategi pemecahan masalah dalam "6 Pilihan Strategi Pembangunan Petemakan Provinsi Riau". Dari 6 pilihan strategi pembangunan petemakan Provinsi Riau yang ditawarkan terse but, salah satunya yang telah dilaksanakan adalah pengembangan kemitraan yang luas dan saling menguntungkan.

Model kemitraan ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah untuk pel1gembangan semua subsektor pertanian. Secara umum ada tiga hal penting yang terkandung dalam konsep model kemitraan, yaitu; (i) prinsip bahwa yang kuat (perusahaan inti) membantu pihak yang !enlah (petani plasma) dalam

(5)

meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumberdaya, modal dan tenagalkeahlian dalam menerapkan teknologi budidaya dan manajemen secara optimal; (ii) merupakan unit ekonomi yang utuh dan berkesinambungan, baik inti maupun plasma harus merupakan satu kesatuan usaha yang tidak dapat dipisahkan; dan (iii) inti dan plasma saling membutuhkan dan menguntungkan (Manu rung dan Dja'far, 1988).

Pada awalnya industri budidaya ayam ras pedaging tumbuh dalam bentuk peternakan dengan skala usaha yang relatif kecil yang dimulai pada dekade 60-an, sedangkan perhatian pemerintah untuk mengembangkannya baru dimulai pada tahun 1971 dengan dicanangkannya pilot proyek bimas rakyat. Pemerintah pada saat itu memberikan kemudahan untuk mengimpor sarana produksi peternakan, obat-obatan, investasi untuk membangun perusahaan pabrik pakan dan farmasi. Menurut Rasyaf (1995), justru kemudahan yang diberikan oleh pemerintah tersebut be raki bat pad a menjamurnya para peternak marginal (berskala kecil). Peternak mandiri berskala kecil memiliki keterbatasan dalam hal pemasaran, tidak memiliki keterampilan, serta permodalan yang terbatas, sehingga peternak tidak memiliki kemampuan bertahan bila terjadi perubahan pasar yang tidak menguntungkan seperti; penurunan harga produksi, kenaikan harga pak~n dan dominasi dari peternak besar. Hal ini juga karena telah dikuasainya usaha peternakan tersebut dari hulu hingga hilir termasuk on farm oleh satu badan usaha yang sama.

Setiap tahun harga pakan ayam ras pedaging mengalami kenaikan rata-rata Rp50 !kg. Meningkatr.ya harga pakan teisebut terutama disebabkan oleh: 1. Bahan baku yang sebagian besar masih impor, karena bahan baku pakan

(6)

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan industri pakan ternak yang tumbuh sebesar 10% - 15% setiap tahunnya.

2. Adanya indikasi bahwa industri pakan ternak oleh industriawan mengarah pada struktur industri dan sistem ekonomi yang oligopolistik.

Para peternak berskala kecil tidak mempunyai kemampuan bersaing dan sangat lemah bila berhadapan dengan para peternak besar yang umumnya mempunyai jaringan kuat, permodalan memadai serta didukung kemampuan teknis dan manajemen yang lebih baik. Dengan demikian banyak peternak berskala kecil ini secara otomatis berusaha meningkatkan produksinya sehingga akan terjadi persaingan harga, akibatnya harga ayam ras pedaging akan mengalami penurunan dan peternak mengalami kerugian.

Untuk memulai suatu usaha peternakan tidak semudah yang dibayangkan. 8anyak aspek yang harus dipertimbangkan yang salah satunya adalah aspek teknis yakni aktivitas yang. mengarahkan agar ayam tetap hidup dan mampu mengeluarkan kemampuan genetisnya. Selain itu aspek modal dan pengadaan sapronak (sarana produksi ternak) juga menjadi kendala bagi peternak kecil (Rasyaf, 1995). Guna mendorong pengembangan usaha peternakan khususnya ayam ras pedaging, pemerintah telah menciptakan beberapa kemudahan melalui pemanfaatan modal/skim kredit yang diantaranya adalah model kemitraan.

Melihat dari hal tersebut, timbul pertanyaan pokok dalam kajian ini, yaitu "Bagaimana strategi pengembangan peternakan ayam ras pedaging sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak melalui model kemitraan di Kota Pekanbaru?:'

(7)

1.2.

Perumusan Masalah

Konsep kemitraan yang umum dikenal adalah pengejawantahan peranan perusahaan peternakan atau pertanian besar sebagai agent of development. Ini berarti perusahaan pertanian atau peternakan besar (negara atau swasta) memiliki kewajiban untuk membangun dan membina petani atau peternak subsistem. Dengan model seperti ini diharapkan akan berlangsung proses pengalihan teknologi, manajemen, modal, pasar dan informasi yang pad a gilirannya usaha yang dimiliki petani peserta kemitraan akan dapat tumbuh menjadi suatu usaha yang tangguh.

Dari observasi awal yang penulis lakukan, ada empat model kemitraan peternakan ayam . ras pedaging di Kota Pekanbaru yaitu model kemitraan Pokphand, model kemitraan Ramah Tamah Indah (RTI), model kemitraan Confeed dan model kemitraan Makmur Jaya. Keempat model kemitraan ini masing-masingnya mempunyai dasar usaha yang berbeda-beda namun sejalan dengan usaha peternakan ayam ras pedaging.

Dari keempat model kemitraan yang ada di Pekanbaru, ada dua perusahaan besar yaitu Charoen Pokphand dan Confeed yang telah memiliki produksi anak ayam atau Day Old Chiken (DOC) sendiri di Provinsi Riau. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi pakan sendiri. Dengan adanya model kemitraan pad a kedua perusahaan ini pemasaran anak ayam dan pakan akan lebih mudah karena dipakai untuk petemak plasma dalam kemitraan, sisanya dijual ke Poultry Shop. Model yang dikembangkan oleh Makmur Jaya dan RTI berbeda dengan pola sebelumnya. Makmur Jaya merupakan perusahflCJn yang

, i

bergerq~ Hibidang Poultry Shop yang memasarkan anak ayam, pakan serta perlengkapa,l peternakan lainnya. Sementara perusahaan RTI garis usahanya

(8)

adalah sebagai pemasaran ayam, berupa pedagang pengecer dipasar dan juga sebagai pemasok ayam hidup pada beberapa pedagang di beberapa pasar yang ada di dalam Kota Pekanbaru maupun antar Provinsi. Oleh sebab itu muncul suatu pertanyaan, bagaimana implementasi dari masing-masing model kemitraan yang telah ada di Kota Pekanbaru?

Untuk mengembangkan usaha petemakan, tingkat penghasilan petemak ikut menentukan. Berdasarkan hasil penef.itian Mulva (2001), pada perusahaan kemitraan, pendapatan bersih petemak bisa mencapai sebesar Rp403 lekorlsiklus. Pad a model kemitraan RTI di Pekanbaru, petemak memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp500/kg/siklus produksi ayam ras pedaging ditambah insentif yang jumlahnya bisa mencapai hingga Rp288/ekorlsiklus. Berdasarkan kondisi ini pertanyaan yang timbul dalam kajian ini, adalah: bagaimana perbedaan pendapatan petani petemak dari berbagai model kemitraan dengan skala usaha yang berbeda?

Dari keempat model kemitraan yang ada di Kota Pekanbaru, masing-masing badan usaha (inti) berkeinginan dapat merekrut peternak (plasma) sebanyak-banyaknya dengan memberikan insentif pendapatan yang tinggi ditambah variasi bonus pemeliharaan dan manajemen. Hal ini bagi petemak akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam menentukan pilihan inti. Muncul pertanyaan tentang faktor-faktor apa yang mendorong peternak dan perusahaan untuk bergabung melaksanakan model kemitraan pada petemakan ayam ras pedaging dan apakah usaha kemitraan ayam r~s pedaging merupakan pilihan yang tepat o!eh peternak?

8antacut dkk (2001) menyatakan bahwa kemitraan dapat dini!ai strategis untuk mengidentifikasi persoalan yang terjadi dar. menyusun suatu bentuk

(9)

kerjasama yang harmonis dan sinergik diantara pelaku pembangunan nasional. Dalam konteks bisnis, pola kemitraan diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas hubungan bisnis yang didukung oleh akses terhadap pasar, modal dan teknologi, serta peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen.

Sutrisno dkk (2001) menyatakan, mengingat model kelembagaan sangat beraneka ragam baik tingkat lokal maupun tingkat nasional, bersifat sosial maupun ekonomi, maka perlu adanya pembatasan-pembatasan. Sehubungan dengan pentingnya pengembangan kelembagaan, sebagian besar investasi yang dilakukan lembaga donor internasional terfokus pada pengembangan kelembagaan tingkat nasional dan sangat sedikit sekali yang memberikan perhatian pada pengembangan kelembagaan lokal, padahal kelembagaan lokal paling dekat dengan masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan kelembagaan itu sendiri. Oleh karenanya, pengembangan kelembagaan lokal

(local institutional development) menjadi sangat relevan dalam upaya

pengembangan ekonomi lokal. Bedasar pada pemyataan-pernyataan tersebut, timbul pertanyaan lain sebagai pertanyaan pokok dalam kajian ini, yaitu: bagaimanakah model kelembagaan kemitraan untuk pengembangan ekonomi lokal, khususnya peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru?

Sen1ua permasalahan tersebut terarah pada kriteria model kemitraan yang bagaimanakah yang sebenarnya dianggap baik oleh peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Model yang dianggap lebih baik oleh peternak tentulah akar. menjadi pilihan peternak dalam berusaha dan memperluas usaha.

Kemampuan untlJK menclJkupi kebutuhan akan. daging di Kota Pekanbarl! yang baru terpenuhi 30% adalah pricritas dari pemerintah dalam pembangunan.

(10)

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian 1.3.1. Tujuan Kajian

Secara umum tujuan dari kajian ini adalah merumuskan kriteria model kemitraan yang tepat dalam strategi pengembangan peternakan dengan melihat tingkat pendapatan peternak dalam model kemitraan peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Diharapkan dengan strategi yang baik akan dapat meningkatkan jumlah peternakan ayam ras pedaging dalam usaha pemerintah mencukupi kekurangan akan protein hewani di Kota Pekanbaru.

Tujuan spesifik kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi pola-pola kemitraan peternakan ayam ras pedaging yang ada di Kota Pekanbaru dan faktor-faktor apa saja yang mendorong peternak dan perusahaan melaksanakan model kemitraan tersebut.

2. Mengetahui perbandingan tingkat pendapatCln petani peternak pada masing-masing model kemitraan dengan skala usaha yang berbeda.

3. Memformulasikan model kemitraan pengembangan peternakan ayam ras pedaging dalam konteks pembangunan ekonomi lokal berbasis peternakan di Kota Pekanbaru.

1.3.2. Manfaat Kajian

Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada pemerintah sebagai pembuat keputusan dan pSi 19ambil kebijaksanaan guna kelanjutan dan pengembangan usaha

(11)

peternakan ayam ras pedaging melalui model kemitraan di masa yang akan datang.

2. Memberikan informasi bagi peserta atau bukan peserta kemitraan tentang pelaksanaan kemitraan peternakan ayam ras pedaging dalam hubungannya dengan pendapatan keluarga.

3. Memberikan informasi kepada para pemilik program kemitraan (swasta sebagai inti) guna memperbaiki kinerjanya dalam meningkatkan kemampuan pengembangan peternakan ayam ras pedaging sebagai usahanya dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelas yang proses pembelajaranya menggunakan metode ceramah plus mendapatkan nilai rata-rata yaitu sebesar 23,23 skor dari jumlah soal sebanyak 30 soal, dari

1) Nilai dari Porositas tertinggi terdapat pada spesimen kaleng dengan densitas 2,58 gr/cm3 yaitu sebesar 11,94%, kemudian disusul Limbah velg dengan densitas 2,61 yang

Pada Lembar Pengesahan ini berisi Judul Penelitian, nama mahasiswa beserta NPM, tanggal sidang dan tanggal lulus sidang. Pada Bagian bawah juga disertai tanda

Sahabat bertanya: &#34;ahai #abi Allah$ aakah haji mabrur itu% Rasulullah S.a.w menjawab: memberi makan &amp;rang dan menebar

dari aspek inilah dibentuklah CSI, seperti yang sudah dijelaskan di atas, agar dapat mengkordinir para anggota yang tersebar di berbagai daerah. Setelah melalui

Tahap selanjutnya, sebanyak 20 ml media agar Muller Hinton dalam keadaan cair ditambahkan 20 μl bakteri uji yang telah diukur optical density (OD) dengan menggunakan

1) Pengumpulan data keadaan awal, dalam rangka penjajakan untuk pemberdayaan kelompok tani dan appraisal kelayakan (teknologi, ekonomi, dan sosial budaya),

Настава и учење Етос Подршка ученицима Школски и годишњи програм 18 време реализације Задаци Активност носиоци и одговорна особа начин