• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PERANG DUNIA II SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEADAAN SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK DI INDONESIA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED

HEADS TOGETHER (NHT) DI KELAS IX A SMPN 1 BANUA LAWAS

Ahmad Baikoni

Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Banua Lawas Tabalong Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Siswa sering mengalami kesulitan dalam materi alat indera manusia. Permasalahan tersebut disebabkan guru kurang dapat merencanakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan kurang mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Akibatnya dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian yang diperoleh hanya mencapai 64,00 pada tahun ajaran 2016/2017. Nilai rata-rata ini masih belum mencapai standar ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah, yakni sebesar ≥64 Oleh karena itu, sangat perlu untuk mencari solusi memecahkan masalah di atas. Salah satunya adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Karena dengan menggunakan model NHT siswa dapat lebih aktif belajar, sebab mereka belajar tidak secara individual, tetapi berkelompok. Tujuannya untuk mengetahui aktivitas guru, aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK terdiri dari 2 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Penelitian ini dilakukan di Kelas IX A SMPN 1 Banua Lawas tahun ajaran 2016/2017, dengan jumlah siswa 20 orang, 8 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi menggunakan lembar observasi aktivitas guru dan siswa serta teknik tes menggunakan lembar evaluasi untuk hasil belajar siswa. Tek analisis data menggunakan distribusi, frekuensi, persentasi, dan interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas IX A SMPN 1 Banua Lawas. Aktivitas guru meningkat, yakni rata-rata siklus I 67,18% (baik) meningkat menjadi 84,37% (sangat baik) pada siklus II. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 68,75% (baik)meningkat menjadi menjadi 86,11% (sangat baik) pada siklus II. Ketuntasan individual dan klasikal pada akhir siklus I mencapai 45,00% meningkat menjadi 95% pada siklus II. Berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwamelalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Disarankan untuk dapat menjadikan model NHT sebagai alternatif pembelajaran, khususnya pembelajaran IPS.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Alat Indera Manusia, Pembelajaran Kooperatif, NHT

PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha dasar yang dilakukan seseorang terhadap orang lain agar orang lain memiliki pengetahuan dan keterampilan. Indonesia menempatkan pendidikan sebagai suatu yang penting dan utama. Hal ini tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia IX yang menegaskan bahwa salah satu tujuan

nasional Indonesia adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa.

Undang-Undang RI tentang Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 juga menyebutkan “Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Menurut Wahyudin, Dinn (2008:1.1.)

pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya

membantu manusia agar mampu mewujudkan diri

sesuai dengan martabat kemanusiaannya.

Pendidikan disini adalah merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Perubahan ini mengalami peningkatan dari yang satu ke tingkat perubahan yang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Bloom (Sardiman, 2001:23) bahwa terdapat tiga kemampuan atau ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(2)

10

Menurut Sardiman (2001:1), belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Agar dapat memenuhi kebutuhan untuk belajar dalam suasana yang menyenangkan,

maka guru harus memahami tentang

perkembangan anak dalam belajar, memahami teori pembelajaran, memahami materi maupun trik-trik yang menjadikan siswa senang dan tidak bosan dalam belajar.

Berdasarkan pengalaman di lapangan di SMPN 1 Banua Lawas Kecamatan Banua Lawas terdapat permasalahan dalam pembelajaran IPS di kelas, yaitu siswa Kelas IX A mengalami kesulitan pada materi perang dunia II serta pengaruhnya terhadap keadaan sosial, ekonomi dan politik di indonesia. Akibatnya hasil belajar siswa menurun. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian yang diperoleh hanya mencapai 60,00 pada materi sebelumya. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan standar ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah, yakni sebesar 64,00 dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada di bawah standar ketuntasan yang diharapkan.

Permasalahan ini tentu perlu ditanggulangi dengan segera. Apabila masalah ini dibiarkan saja tanpa adanya upaya pencegahan. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru, yang akan mempengaruhi hasil belajar belajarnya. Oleh karena itu dikhawatirkan mutu dari pendidikan di sekolah akan menurun. Dari masalah yang ada diharapkan

ada model atau metode yang mampu

meningkatkan hasil belajar siswa dengan lebih bisa mendayagunakan siswa untuk aktif dan semangat dalam mengikuti pelajaran, jadi siswa dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas, makadiperlukan sebuah strategi baru yang dapat memotivasi para

siswa dalam belajar IPS, serta dapat

memberdayakan para siswa sehingga proses

belajarnya lebih bermakna dan dapat

meningkatkan hasil belajarnya guna mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Dalam hal ini peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Number Heads Together (NHT).

Menurut Slavin Robert (2008:14)

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain”. Salah satu pembelajaran kooperatif adalah NHT. Number Heads Together (NHT) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang

sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, NHT juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif.

Melalui model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) yang

dikembangkan oleh Spencer Kagan (Isjoni, 2010:78) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling memberi ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu, mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka.

Rumusan, Tujuan, dan Manfaat Penelitian Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimana aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran tentang Perang Dunia II Serta Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi dan Politik di Indonesia melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas?; (2) Bagaimana aktivitas belajar siswa tentang Perang Dunia IISerta Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi dan Politik di Indonesia melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas?; (3) Apakah hasil

belajar siswa tentangPerang Dunia IISerta

Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi dan Politik di Indonesiadapat ditingkatkan melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas?

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk

(1) Mengetahui aktivitas guru dalam

melaksanakan pembelajaran tentang Perang Dunia II Serta Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi dan Politik di Indonesia melaluiModel Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas; (2) Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran tentang Perang Dunia IISerta Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi

dan Politik di Indonesia melaluiModel

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX A SMPN 1 Banua Lawas; (3) Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa tentang Perang Dunia II Serta Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi dan Politik di Indonesia melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas.

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah (1) Bagi Siswa. Dapat menumbuhkan semangat kerja sama antarsiswa dan motivasi belajar siswa serta memberikan suasana baru dalam proses pembelajaran yang

(3)

menyenangkan, mengasyikkan, meningkatkan pemahaman dan partisipasi serta hasil belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran IPS; (2) Bagi Guru. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi guru tentangmodel pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Selain itu, dengan penelitian ini guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendekatan pembelajaran di kelas, sehingga pembelajaran IPS yang

diajarkan guru dapat dikuasai siswadan

tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal; (3)

Bagi Sekolah. Hasil penelitian ini akan

memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran, terutama mutu pembelajaran IPS yang selama ini masih rendah.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian aktivitas belajar

Dijelaskan terlebih dahulu tentang aktivitas dan Belajar menurut Anton M. Mulyono

(2001:26). Aktivitas artinya kegiatan atau

keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan terjadi baik fisik maupun non fisik, merupakan

suatu aktivitas. Sedangkan belajar menurut

Hamalik (2001:28) adalah suatu proses perubahan tingkah laku adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, sikap. Jadi jika seseorang telah belajar akan terlihat perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku. Jadi peneliti berkesimpulan aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Dengan demikian aktivitas yang dimaksudkan penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.

Hakikat Belajar

Belajar diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri peserta didik. Perubahan tersebut bersifat positif artinya berorientasi kearah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan perubahan aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oeh Bell-Gredler (Winataputra, dkk, 2007:1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk

mendapatkan aneka ragam kemampuan,

keterampilan, dan sikap. Pengertian belajar dari Cronbach (Djamarah, 2008:13) mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result of experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Howard L. Kingskey (Soemanto, 2006:104) mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practise or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

Sementara menurut Wittig (Sardiman,

2007:20) belajar sebagai any relatively permanen change in an organism behavioral repertoire that accurs as a result of experience (belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman). Sedangkan Skinner (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:5), mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung

secara progresif. Hilgard dan Bower

mengemukakan bahwa belajar berhubungan

dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap

situasi tertentu yang disebabkan oleh

pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar adalah serangkaian kegiatan kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar lebih ditekankan pada proses kegiatannya dan proses belajar lebih ditekankan pada hasil belajar yang dicapai oleh subjek belajar, dalam hal ini termasuk siswa.

Hasil belajar

Proses belajar mengajar yang dilaksanakan di kelas merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Belajar mengajar sebagai suatu proses harus memuat 4 komponen belajar utama yaitu tujuan, bahan/materi pelajaran, metode dan alat yang digunakan dalam proses pengajaran dan penilaian dalam proses pengajaran. Keempat komponen tersebut harus dipenuhi dalam proses belajar mengajar yang saling berkaitan dan saling pengaruh mempengaruhi. Tujuan dalam proses

belajar mengajar merupakan indikator

keberhasilan pengajaran. Isi tujuan pengajaran adalah hasil belajar yang diharapkan. Materi

(4)

12

disampaikan kepada siswa yang dapat mendukung tercapainya tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa. Metode dan alat pembelajaran berfungsi sebagai media pengalihan pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai. Penilaian berfungsi sebagai ukuran tercapai tidaknya tujuan.

Asikin dkk (2009:8) berpendapat guru kiranya bisa memanfaatkan baik teori Piaget maupun teori Vygotsky dalam upaya untuk melakukan proses pembelajaran yang efektif. Disatu pihak, guru perlu mengupayakan supaya setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing secara maksimal, yaitu mengembangkan kemampuan berfikir dan bekerja secara independen (sesuai tori Piaget). Dilain pihak, guru perlu mengupayakan supaya tiap-tiap siswa juga aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di lingkungan masing-masing (sesuai teori Vygotsky)

Menurut Suryabrata (1987:146) yang dikutip oleh Tim pengembangan MKDK IKIP Semarang

(1989:148–155), faktor-faktor yang

mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah:

1. Faktor dari dalam yaitu faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dari dalam meliputi:

a. Kondisi fisiologis meliputi kesegaran

jasmani siswa keadaan gizi anak, mudah mengantuk dan kondisi panca indera seperti penglihatan, pendengaran, keutuhan anggota badan

b. Kondisi psikologis meliputi kecerdasan,

bakat, minat, motivasi, emosi, kemampuan kognitif.

2. Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengauhi proses dan hasil belajar yang meliputi:

a. Faktor lingkungan baik lingkungan alami

maupun lingkungan sosial

b. Faktor instrumental yaitu faktor yang

adanya dan penggunaanya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan yang meliputi kurikulum, program, sarana dan fasilitas, guru/ tenaga pengajar.

Dari semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar salah satu faktor yang ada adalah guru. Kualitas guru, kemampuan, kedisplinan dan cara guru mengajar yang baik akan memungkinkan para siswa dapat belajar dan memperoleh nilai yang baik. Dalam proses belajar mengajar guru

merupakan komponen penting terhadap

keberhasilan belajar siswa. Tugas guru adalah menyediakan, mengatur lingkungan belajar siswa dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa agar siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar.

Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (Cooperative

Learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan

rasa senasib(Suyatno, 2009:51). Sedangkan

Johnson (Rusman, 2010:204), pembelajaran

kooperatif adalah teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.

Jadi, pembelajaran kooperatif adalah

pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil untuk bekerjasama

saling membantu merekonstruksi konsep,

menyelesaikan persoalan atau inkuiri. ada kontrol dan fasilitasi dari guru, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Roger dan Johnson (Rusman, 2010:212) adalah sebagai berikut.

1) Prinsip ketergantungan positif. Keberhasilan

dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Oleh karena itu, semua anggota dalam

kelompok akan merasakan saling

ketergantungan.

2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu

keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggungjawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3) Interaksi tatap muka. Interaksi ini sangat

penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya

4) Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa

untuk daapt berpartisipasi aktif dan

berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5) Evaluasi proses kelompok.

Adapun langkah-langkah pembelajaran

kooperatif (Suyanto 2009:52) sebagai berikut.

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

2) Menyajikan informasi

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok-kelompok

4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja

5) Evaluasi

6) Memberikan penghargaan

(5)

Peran guru dalam pembelajaran kooperatif (Isjoni, 2010:62) adalah sebagai fasilitator,

mediator, director-motivator, dan evaluator.

Dalam pelaksanaan model pembelajaran

kooperatif dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru daalm mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan model ini guru bukannya bertambah pasif, tapi harus menjadi lebih aktif terutama saat menyusun rencana pembelajaran yang matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Model pembelajaran kooperatif tipe

NHT(Arends, 2008:16) dikembangkan oleh

Spencer Kagan. Model tipe NHT ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan

akademik.Struktur Kagan (Iqbal, online)

menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara

kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan

sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti.

Tipe NHT (Trianto, 2010:82) ini juga melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran itu.

Ibrahim (Herdian, 2010) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu

a. Hasil belajar akademik stuktural. Bertujuan

untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

b. Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar

siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

c. Pengembangan keterampilan social. Bertujuan

untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) menurut Kagan (Kunandar, 2008:369) sebagai berikut.

a. Penomoran (Numbering). Yaitu siswa dibagi

dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan mereka diberi nomor.

b. Pengajuan Pertanyaan (Questioning). Yaitu

guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa dalam bentuk LKK. Guru juga membagikan alat peraga MEQIP kepada setiap kelompok.

c. Berpikir Bersama (Head Together). Yaitu para

siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

d. Pemberian Jawaban (Answering). Yaitu guru

menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap

kelompok dengan nomor yang sama

mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren antara lain:

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

b. Memperbaiki kehadiran

c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih

besar

d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

e. Konflik antara pribadi berkurang

f. Pemahaman yang lebih mendalam

g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan

toleransi

h. Hasil belajar lebih tinggi Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses dan hasil belajar pada umumnya berlangsung sebagai hasil proses belajar mengajar dengan menggunakan model dan pendekatan-pendekatan yang dilaksanakan di kelas. Di dalam pembelajaran IPS, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menciptakan suasana atau iklim belajar mengajar yang menantang dan merangsang daya pikir anak sehingga anak merasa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang menekankan

berpikir dan latihan bertindak demokratis,

pembelajaran aktif, perilaku kooperatif, dan

menghormati perbedaan dalam masyarakat

multibudaya. Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari peran terpusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga dengan demikian peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti

yang terdahulu yang menggunakan model

(6)

14

model pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan prestasi. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipeNumbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS di Kelas IX A. Penggunaan model ini diharapkan dapat mengakomodasi keberagaman latar belakang siswa baik kemampuan masing-masing siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sosial, ekonomi, agama, suku, sehingga kegiatan kelas dapat berlangsung lancar, kondusif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.

METODOLOGI

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas tahun pelajaran 2016/2017 dengan subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas yang berjumlah 20 orang, terdiri dari 8 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Secara umum kondisi kelas sudah cukup baik dan keadaan di kelas tidak sesak karena jumlah siswanya tidak terlalu banyak. Adapun faktor yang diteliti adalah factor aktivitas siswa dan guru dan factor hasil belajar siswa.

Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari 2 siklus. Siklus pertama terdiri dari 2 kali pertemuan dan siklus kedua terdiri dari 2 kali pertemuan. Sumber data dari penelitian ini adalah siswa kelas Kelas IX ASMPN 1 Banua Lawas. Data ini diperoleh dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan pada siswa Kelas IX A yang berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Guru

Mengenai kondisi awal pembelajaran IPS di Kelas IX A SMPN 1 Banua Lawas, guru mengajarkan materi Perang Dunia II hanya dengan meminta anak memperhatikan buku paket IPS, kemudian guru menjelaskan dengan metode ceramah, sedangkan siswa hanya memperhatikan serta mendengarkan penjelasan dari guru. Hal tersebut membuat siswa kurang aktif dan siswa bosan terhadap pelajaran IPS sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah.

Hasil pengamatan pada pertemuan pertama di siklus I menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan masih belum efektif. Hal ini

dikarenakan adanya tahapan yang belum

terlaksana yaitu membuat kesimpulan bersama siswa. Ini bermula dari kurangnya pengelolaan waktu yang efisien.

Pada pertemuan kedua di siklus I seluruh kegiatan yang direncanakan oleh guru sudah seluruhnya dilaksanakan sehingga pembelajaran dapat berjalan secara maksimal dan siswa pun banyak mengalami peningkatan dalam aktivitas siswa.

Selanjutnya pada pertemuan pertama dan kedua di siklus II hampir tidak ada masalah lagi pada kegiatan pembelajaran khususnya pada observasi guru. Sebab semua aspek hanya diperbaiki saja pada pertemuan pertama dan kedua di siklus II ini. Guru sudah secara efisien dan maksimal untuk melaksanakan seluruh kegiatan yang memang sudah direncanakan sebelumnya oleh guru atau penelitian. Berikut perbandingan rata-rata aktivitas guru pada siklus I dan siklus II.

Tabel 1. Aktivitas Guru Siklus I dan II

Siklus Pertemuan % Rata-rata (%)

I 1 67,19 70,32

2 73,44

II 1 84,38 89,07

2 93,75

Aktivitas Siswa

Siswa merasa termotivasi untuk belajar IPSmelalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)mampu menggugah sikap pasif siswa menjadi lebih aktif, kreatif, kritis, dan

inovatif. Selain itu, mampu menciptakan

persamaan pengalaman dan persepsi siswa yang heterogen sehingga terhindar dari miskonsepsi dan ketercapaian kompetensi dengan baik.

Pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pun menjadi sangat penting dalam pembelajaran IPS. Karena materi ini merupakan materi yang cukup luas, bersifat hapalan dan membuat siswa bosan.

Misalnya, dalam hal pembelajaran IPS, bukan hanya sekedar menekankan pada pengertian konsep-konsep sejarah belaka, tetapi bagaimana

melaksanakan proses pembelajarannya, dan

meningkatkan kualitas proses pembelajaran

tersebut menajdi benar-benar bermakna. Dengan

cooperative learning tentu materi IPS yang dipelajarinya tidak hanya sekedar menjadi sesuatu yang dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktekkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan masalah. Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan bimbingan langsung dari guru, bak lisan maupun dengan contoh tindakan. Sedangkan

(7)

siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri

Oleh karena itu, pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) menjadi sebuah motivasi bagi para siswa untuk belajar dengan senang dan riang

gembira.Penggunaan LKK membutuhkan

pemikiran dan bantuan dari setiap anggota

kelompok untuk mengerjakan tugas yang

diberikan tersebut. Sehingga para siswa menjadi bergairah untuk belajar demi sebuah kemenangan dalam kelompok dan juga demi sebuah hadiah yang mereka nantikan. Hal inilah yang membuat siswa untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik sehingga membuat mereka menjadi akrab dengan teman sejawatnya. Selain itu, pemberian nomor di kepala juga membuat semua siswa siap apabila dipanggil untuk pemberian jawaban. Sehingga semua siswa terlihat aktif.

Berikut perbandingan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I dan Siklus II.

Tabel 2. Aktivitas Siswa Siklus I dan II

Siklus Pertemuan % Rata-rata (%)

I 1 68,75 69,38

2 70,00

II 1 86,25 91,25

2 96,25

Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes setelah proses

pembelajaran sebanyak 5 soal essaysetiap akhir pertemuan dan 5 soal essay untuk mengukur kemampuan siswa menguasai materi pelajaran pada akhir di tiap siklus. Penulis menyebut tes tiap siklus ini dengan evaluasi siklus yang terbagi dua yaitu evaluasi siklus I dan evaluasi siklus II.

Hasil belajar siswa yang mulai dari pertemuan pertama di siklus I sampai dengan pertemuan kedua di siklus II mengalami

peningkatan. Pembelajaran melalui model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) memang sangat berperan dalam peningkatan hasil belajar siswa seperti disebutkan pada kemajuan aktivitas anak.

Awal kegiatan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) memang siswa masih merasa asing dengan model yang diberikan guru, yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa dengan apa yang dimaksud guru dengan Numbered Heads Together (NHT). Tetapi setelah mereka mengetahui bahwa itu merupakan sebuah model pembelajaran berkelompok yang setiap murid memakai nomor dikepala dan mengasikkan maka motivasi siswa pun meningkat dan dengan meningkatnya motivasi maka berpengaruh terhadap hasil belajar, sehingga

pembelajaran pun menjadi baik dan siswa semakin aktif

Karena itulah peneliti melakukan banyak perbaikan pada siklus II ini sehingga memperoleh nilai yang sangat memuaskan. Guru lebih menekankan tentang materi pelajaranmelalui model NHTdan memberikan bimbingan kepada siswa yang masih belum memahami materi serta membelajarkan mereka untuk bertanya dengan

siswa lain. Sehingga hasil belajar siswa

meningkat. Ini menandakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dan dapat melebihi dari indikator

keberhasilan individual ≥64 dan klasikal 80%

siswa mencapai nilai ≥70. Hal ini dapat dilihat melalui perbandingan tabel berikut ini:

Tabel 3. Persentase ketuntasan individual siswa

Nilai Akhir Siklus I Akhir Siklus II Keterangan

F % F %

≥ 64 9 45% 20 95% Tuntas < 64 11 55% 0 5% Tidak tuntas

Hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal juga terlihat meningkat pada Akhir siklus II dibandingkan akhir siklus I melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Hal ini dapat dilihat melalui perbandingan tabel berikut.

Tabel 4.Persentase Ketuntasan Klasikal

Nilai Evaluasi Akhir Siklus I Siklus Akhir Siklus II Keterangan F % F % ≥ 70 11 55,00% 19 95% Tuntas < 70 9 45,00% 1 5% Tidak tuntas

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada siklus I ketuntasan klasikal hanya 45% dan belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu ketuntasan belajar secara klasikal minimal 80%

mendapat nilai ≥70. Sedangkan pada siklus 2

mengalami peningkatan menjadi 95% dan

mencapai indikator keberhasilan yaitu ketuntasan belajar secara klasikal minimal 80% mendapat nilai ≥70.

Adanya peningkatan- peningkatan

pembelajaran guru, aktivitas siswa, hasil belajar siswa dan juga ketuntasan belajar yang mencapai indikator ketuntasan belajar secara klasikal jika

dilihat berdasarkan data-data yang telah

dilampirkan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)dapat meningkatkan hasil belajar siswa IX SMPN 1 Banua Lawas.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT)dapat

meningkatkan hasil belajar siswa IX SMPN 1 Banua Lawas.Sehingga hipotesis pada bab II yang

(8)

16

berbunyi “Hasil Belajar Siswa TentangPerang Dunia II Serta Pengaruhnya Terhadap Keadaan Sosial, Ekonomi Dan Politik Di Indonesia diKelas IX A SMPN 1 Banua Lawas akan Meningkat melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Numbered Heads Together (NHT)” dapat

diterima.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perang Dunia II Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di Kelas IX A SMPN 1 Banua Lawas

diperoleh peningkatan-peningkatan yang

signifikan. Peningakatan-peningkatan tersebut

dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:

1. Aktivitas guru melalui model pembelajaran

kooperatif tipe NHT pada siklus I pertemuan pertama berada pada kualifikasi baik dengan persentase 67,19% dan pada pertemuan kedua dengan kualifikasi baik dengan persentasi 73,44 %. Kemudian pada siklus II pertemuan pertama berada pada kualifikasi sangat baikdengan persentase 84,38 % dan pada pertemuan kedua berada pada kualifikasi sangat memuaskan dengan perssentase 93,75%.

2. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan

pertama berada pada kualifikasi baik dengan persentase 68,75%dan pertemuan kedua berada pada kualifikasi baik dengan persentase 70,00%. Kemudian pada siklus II pertemuan pertama berada pada kualifikasi sangat baik dengan persentase 86,25% dan pada pertemuan kedua berada pada kualifikasi sangat baik dengan persentase 96,25%.

3. Hasil belajar siswa melalui model

pembelajaran kooperatif tipe NHT, yakni ketuntasan individual pada akhir siklus I hanya mencapai 45,00% (9 orang yang mencapai nilai

≥ 64) kemudian meningkat pada siklus II

menjadi 95% (19 orang mencapai nilai ≥ 64). Ketuntasan klasikal pada akhir siklus I hanya mencapai 45,00% (9 orang yang mencapai nilai

≥ 70) meningkat menjadi 95% (19orang

mencapai nilai ≥ 70) pada siklus II.

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka tindak lanjut yang disarankan untuk refleksi berikutnya adalah:

1. Kepada siswa disarankan untuk melatih

kemampuan dalam memahami materi Perang dunia II melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) secara rutin di sekolah.

2. Kepada guru Kelas IX Akhususnya dalam

pelajaran IPS agar dapat kiranya melakukan

pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pada pembelajaran materi Perang Dunia II.

3. Kepada kepala sekolah disarankan untuk selalu

berupaya untuk meningkatkan metode dan model-model pembelajaran khususnya untuk pembelajaran IPS agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.

4. Kepada peneliti hendaknya dapat memperbaiki

dan meningkatkan lagi kemampuan

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

DAFTAR RUJUKAN

Arends, R. (2008). Learning to Teach Belajar

untuk Mengajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Arikunto, S dkk. (2010). Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Basuki, W. (2004). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Djamrah, S. B. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta:

Rineka Cipta.

Fathurrohman, P., & Sutikno, S. (2007). Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.

Herdian. (2010). Model Pembelajaran NHT

(Numbered Head Together. (Online),

http://herdy07.wordpress.com.

Isjoni. (2010). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung : Alfabeta.

Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian

Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran

Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sardiman, A. M. (2001). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Slameto. (2010). Belajar & Faktor-Fakttor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, R. E. (2008). Kooperatif Learning Teori,

Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Soemanto, W. (2006). Psikologi Pendidikan

Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suriansyah, A. dkk. (2009). Strategi

Pembelajaran. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.

Suyanto. (2009). Menjelajah Pembelajaran

(9)

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wahyudin, D. (2008). Pengantar Pendidikan.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Wardhani., & Wihardit, K. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Winataputra, U. S. (2007). Teori Belajar dan

(10)

Gambar

Tabel 1. Aktivitas Guru Siklus I dan II  Siklus  Pertemuan  %  Rata-rata (%)
Tabel 3. Persentase ketuntasan individual siswa  Nilai  Akhir Siklus I  Akhir Siklus II  Keterangan

Referensi

Dokumen terkait

Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah “Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Lanyanan, dan Suasana Toko terhadap Kepuasan Pelanggan Kafe Excelso Mall Bintaro

Dalam kutipan tersebut, kusir bendi seolah bersepakat dengan harga penawaran yang diberikan oleh Ajo. Akan tetapi, sebetulnya kesepakatan yang dibuat bersifat

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Berdasarkan perumusan masalah, agar penelitian lebih terarah dan terfokus dari permasalahan yang essensial dalam tujuan penelitian, maka pada penelitian ini penulis hanya

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nama-nama panggilan unik remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas sebanyak 50 data, dengan perincian: Jenis penamaan

Berdasarkan hasil penelitian promosi jabatan yang ada di Giant Ekstra nangka Pekanbaru tergolong dalam kategori baik, namun begitu kesempatan promosi jabatan yang

DINAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO PER 31 DESEMBER 2015. LINTANG BUJUR

Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji hubungan-hubungan fakta yang terdapat dalam karangan sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan