• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Kartika (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Kartika (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

Kartika (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Bank Indonesia Medan” Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap efektifitas kerja karyawan.

2.2. Teori tentang Kinerja 2.2.1. Pengertian Kinerja

Menurut Stolovich dalam Rivai (2005), kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Menurut Donelly, Gibson dan Ivanceivch dalam Rivai (2005) kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkam. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.

Selanjutnya Rivai (2006) menyatakan bahwa “Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan

(2)

moral atau etika”.

Menurut Mulyadi (2001), kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode.

Menurut Rivai (2005) kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Pada sebuah perusahaan, terdapat hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders), antara lain investor, pemerintah, manajemen, pelanggan, karyawan dan pemasok. Saat ini dan masa depan, cara terbaik bagi perusahaan untuk dapat bertahan dan berhasil dalam jangka panjang adalah dengan mengetahui dan memenuhi keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) dari setiap

stakeholder. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini:

(3)

Sumber : Wibisono (2006)

Gambar 2.1. Hubungan Stakeholder Perusahaan

Berdasarkan pengertian pada Gambar 2.1. dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan saat mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut. Pengukuran kinerja mempunyai tujuan pokok yaitu untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

(4)

2.2.2. Syarat-syarat Berkualitasnya Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005) syarat-syarat berkualitasnya suatu kinerja adalah sebagai berikut:

a. Input (Potensi)

Agar penilaian kinerja tidak bias dan dapat mencapai sasaran sesuai yang dikehendaki oleh perusahaan, maka perlu ditetapkan, disepakati, dan diketahui faktor-faktor yang dinilai sebelumnya sehingga setiap karyawan yang ada di dalam perusahan telah mengetahui dengan pasti faktor-faktor apa yang dinilai. Dengan demikian, akan terciptanya ketenangan kerja.

b. Proses (Pelaksanaan)

Dalam fase pelaksanaan, proses konsultasi dengan sebanyak mungkin individu dan kelompok harus dilakukan, untuk menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja dapat dihubungkan secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik sehingga dapat berjalan dengan baik.

c. Output (Hasil)

Perlu ada kejelasan hasil penelitian, seperti manfaat, dampak, resiko, serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Selain itu perlu diketahui apakah hasil penilaian ini berhasil meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan merefleksi pada peningkatan kinerja perusahaan.

(5)

2.2.3. Sistem Manajemen Kinerja yang Efektif

Sistem manajemen kinerja yang akan dipilih untuk digunakan harus tergantung pada kebutuhan dan tujuan dari masing-masing perusahaan. Walaupun demikian Cascio (1992) menyarankan agar sebuah sistem manajemen kinerja bisa efektif maka hendaknya syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:

a) Relevan (Relevance)

Hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah yang relevan (terkait) dengan pekerjaanya, apakah itu hasilnya ataupun prosesnya.

b) Kepekaan (Sensitivity)

Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara karyawan yang “berprestasi” dan “tidak berprestasi”.

c) Keandalan (Reliability)

Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya, bahwa menggunakan tolak ukur, sahih, akurat, konsisten, dan stabil.

d) Dapat diterima (Acceptability)

Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh karyawan yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan menfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif diantara keduanya.

e) Praktis (Praticality)

Semua instrumen, misalnya formulir yang dipergunakan harus mudah digunakan oleh kedua belah pihak, tidak rumit dan tidak berbelit-belit.

(6)

Menurut Boyatzis dalam Palan (2008) kinerja efektif suatu pekerjaan sebagai pencapaian hasil tertentu (spesifik) yang diisyaratkan suatu pekerjaan melalui tindakan tertentu (spesifik) yang sejalan dengan kebijakan, prosedur, dan kondisi lingkungan organisasi. Keberadaan suatu kompetensi tidak dengan sendirinya menghasilkan kinerja, tetapi ketika kompetensi tersebut ditunjukkan atau ditampilkan dalam tindakan barulah menghasilkan kinerja. Boyatzis juga memasukkan penting sebuah lingkungan organisasi yang kondusif. Boyatzis mensyaratkan 3 (tiga) elemen yang mendukung kinerja yang efektif :

1. Kompetensi individu.

2. Fungsi dan tuntutan pekerjaan tersebut.

3. Lingkungan organisasi dimana pekerjaan tersebut berada.

Agar kinerja efektif, ketiga elemen tersebut harus menyesuaikan diri satu sama lain.

Sumber: Palan (2008)

Gambar 2.2. Model Boyatzis Kinerja Efektif Kompetensi individu Tuntutan Pekerjaan Lingkungan Organisasi Tindakan atau perilaku spesifik yang efektif

(7)

2.2.4. Klasifikasi Individual Berdasarkan Kinerja dan Kompetensi

Menurut Odiome (1984) klasifikasi individual berdasarkan kinerja dan kompetensi adalah sebagai berikut:

Low High Work Horse

Kinerja yang baik dan mampu menunjukkan hasil-hasil yang baik, tetapi tidak mempunyai potensi untuk pengembangan lebih lanjut.

Stars

Kinerja tinggi, secara konsisten mencapai target, menunjukkan leadership yang kuat dan sikap yang terbuka.

Deadwood

Tidak menunjukkan hasil kerja yang baik, juga tidak mempunyai potensi untuk peningkatan

Question Mark

Punya sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, tetapi tidak dapat mencapai hasil yang konsisten.

Sumber: Odiome (1984)

Gambar 2.3. Klasifikasi Individual

Star adalah sumber daya manusia yang memiliki kinerja tinggi dan kompetensi yang tinggi. SDM yang bertipe star yang disukai oleh perusahaan karena dapat meningkatkan kinerja. Question mark adalah SDM yang memiliki kompetensi tinggi tetapi memiliki kinerja yang baik. Workhorse adalah tipe SDM yang memiliki kinerja baik tetapi kompetensi rendah. Deadwood adalah SDM yang memiliki kinerja dan kompetensi rendah.

Competencies P erf or m an ce Low High

(8)

2.2.5. Pengukuran Kinerja

Untuk mengetahui tinggi-rendahnya kinerja seseorang, perlu dilakukan penilaian kinerja. Handoko (2000) menyatakan bahwa: “Penilaian kinerja (Performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.”

Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa: “Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3) jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.

Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari kinerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerja sama.

(9)

2.3. Teori tentang Kompetensi

Menurut Wibowo (2011) Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut. Kompetensi menurut Spencer (Hasibuan, 2003) merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama.

2.3.1. Pengertian Kompetensi

Model-model kompetensi menjelaskan perilaku-perilaku yang terpenting yang diperlukan untuk kinerja unggul dalam posisi, peran atau fungsi yang spesifik, yang bisa terdiri dari beberapa atau berbagai kompetensi. Model kompetensi dibedakan menurut kepentingannya, menjadi model kompetensi untuk

2.3.2. Model Kompetensi

leadership, coordinator, experts dan support. Model kompetensi untuk kepemimpinan dan coordinator pada dasarnya sama dan meliputi: komitmen pada pembelajaran berkelanjutan, orientasi pada pelayanan masyarakat, berpikir konseptual, pengambilan keputusan, mengembangkan orang lain, standar profesionalisme tinggi, dampak dan pengaruh, inovasi, kepemimpinan, kepedulian organisasi, orientasi pada kinerja, orientasi pada pelayanan, strategi bisnis, kerja sama tim, dan keberagaman.

(10)

Model kompetensi untuk experts dan support

Zwell (Hasibuan; 2003) membedakan kompetensi menurut posisi dan menurut tingkat dan fungsi kerja sedangkan tingkat dan fungsi kerja dibedakan lagi antara superior serta antara mitra dan superior. Keputusan Direksi PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) nomor KP. 41/9/9/PI-10 tanggal 18 September 2010 tentang Model Kompetensi PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) model kompetensi, kompetensi adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan kepada pegawai mengenai jenis-jenis kompetensi yang diisyaratkan untuk menjadi pegawai yang berkinerja tinggi di dalam suatu perusahan.

pada dasarnya juga sama dan meliputi: komitmen atas pembelajaran berkelanjutan, orientasi pada pelayanan masyarakat, peduli atas ketepatan dan hal-hal detail, berfikir kreatif dan inovatif, fleksibilitas, standar profesionalisme tinggi, perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi, pemecahan masalah, orientasi pada kinerja, orientasi pada pelayanan, kerja sama tim dan keberagaman.

Kompetensi dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Kelompok kompetensi perilaku (behavior competency), yaitu kompetensi yang tidak dapat dilihat secara nyata karena cendrung tersembunyi dalam diri seseorang namun memiliki dampak besar terhadap kesuksesan di masa depan. 2. Kelompok kompetensi teknis (technical competency), yaitu kompetensi yang

relatif lebih mudah ditunjukkan atau terlihat secara nyata yaitu pengetahuan (knowlegde), dan keterampilan (skill).

(11)

Komponen kompetensi pada PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebagai berikut:

1. Kompentensi inti (core competency) adalah kompetensi yang harus dimiliki seluruh pegawai yaitu: orientasi pelayanan pelanggan, dorongan berprestasi, integritas, komitmen organisasi dan inisiatif.

2. Kompetensi Manajerial (managerial competency) adalah kompetensi peran yang wajib dimiliki oleh pegawai yang menduduki jabatan struktural yaitu orientasi strategis, mengembangkan orang lain, kerja sama dan kepemimpinan perubahan. 3. Kompetensi spesifik jabatan/fungsi (job spesification competency) adalah

kompetensi yang diperlukan agar pegawai mampu menjalani tugas sesuai bidang/fungsi tugasnya yaitu pelayanan kapal dan barang, fasilitas dan peralatan, pemasaran, SDM dan lain-lain.

(12)

Sumber :

Gambar 2.4. Diagram Kompetensi (Miller’s Triangle)

Menurut Wibowo (2007:91), tipe kompetensi yang berbeda dikaitkan dengan aspek perilaku manusia dan dengan kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut. Ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 2.3.3. Tipe Kompetensi

1. Planning competency,

2.

dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti menetapkan tujuan, menilai risiko dan mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan.

Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau membuat

KNOWS

(Hanya tahu secara umum) KNOWS HOW (Tahu secara Teknis)

SHOWS HOW (Dapat memperlihatkan bagaimana melaksanakan) DOES (Mampu Melaksanakan)

(13)

keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk berkerja menuju tujuan organisasional.

3. Communication competency,

4.

dalam bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan non verbal.

Interpersonal competency, meliputi empati, membangun consensus,

networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain, dan menjadi

5.

team player. Thinking competency,

6.

berkenaan dengan: berfikir strategis, berfikir analitis, berkomitmen terhadap tindakan, memerlukan kemampuan kognitif, mengidentifikasi mata rantai dan membangkitkan gagasan kreatif.

Organizational competency,

7.

meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengorganisasi sumber daya, mendapatkan pekerjaan dilakukan, mengukur kemajuan dan mengambil resiko yang diperhitungkan.

Human resources management competency, merupakan kemampuan dalam bidang: team building,

8.

mendorong partisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan umpan balik kinerja.

Leadership competency

9.

, merupakan kompetensi meliputi kecakapan memposisikan diri, mengembangkan organisasional, mengelola transisi, orientasi stategis, membangun visi, merencanakan masa depan, menguasai perubahan dan mempelopori kesehatan tempat kerja.

Client service competency, merupakan kompetensi berupa mengidentifikasi dan menganalisis pelanggan, orientasi pelayanan dan pengiriman, bekerja

(14)

dengan pelanggan, tindak lanjut dengan pelanggan, membangun partnership

10.

dan berkomitmen terhadap kualitas.

Business competency

11.

: merupakan kompetensi yang meliputi manajemen financial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam system, menggunakan ketajaman bisnis, membuat keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan.

Self management competency

12.

, kompetensi berkaitan dengan menjadi motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri, mendemonstrasikan fleksibilitas, dan berinisiatif.

Technical/operational competency

Tipe kompetensi dikaitkan dengan kompetensi ini sebagaimana terdapat pada Tabel 2.2. berikut ini:

, kompetensi berkaitan dengan mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi computer, menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian teknis dan professional dan membiasakan bekerja dengan data dan angka.

(15)

Tabel 2.1. Matrik Kopentensi Inti

No Uraian Uraian Kompetensi Inti

1 Planning Competence Menetapkan tujuan

menilai resiko mengembangkan urutan

tindakan untuk mencapai tujuan

Pelayanan Pelanggan

2 Influence Competence Mempengaruhi orang

lain, melakukan tindakan tertentu, memberikan inspirasi untuk bekerja menuju tujuan organisasi

Pelayanan Pelanggan

3 Influence Competence Kemampuan berbicara,

mendengan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal

Pelayanan Pelanggan

4 Internpersonal Competence Empaty, membangun

consensus, networking, persuasi, negoisasi, diplomasi, manajemen konflik, team player

Pelayanan Pelanggan

5 Thinking Competence Berpikir strategis,

analitis, komitmen tindakan, dan membangkitkan gagasan

kreatif

Pelayanan Pelanggan

6 Organizational Competence Kemampuan

merencanakan pekerjaan mengorganisasi SDM, mengukur kemajuan dan mengambil resiko Aspek Inisiatif

7 Human Resource Competence Kemampuan team

building, mendorong partisipipasi,

mengembangkan bakat, mengusakan umpan balik kinerja

Komiten organisasi

8 Leadership Competence Kecakapan

memposisikan diri, orientasi strategis, mengusai perubahan mengembangkan organisasional Integritas

9 Client Service Competence Menganalisis pelanggan,

orientasi pelanggan dan tindaklanjut pelanggan

(16)

10 Business Competence Meliputi manajemen financial ketrampilan pengambilan keputusan dalam bisnis, membuat keputusan bisnis

Intebritas

11 Self Management

Competence

Motivasi diri, bertindak percaya diri, dan berinisiatif Dorongan berprestasi dan Inisiatif 12 Technical/Operasional Competence Mengerjakan tugas dikantor, bekerja dgn teknologi, menggunakan peralatan Dorongan berprestasi dan Inisiatif Sumber: Wibowo (2007)

2.3.4. Kompetensi Inti (Core Competency)

Kompetensi inti pegawai PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) sesuai Keputusan Direksi PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) nomor KP.41/9/9/PI-10 tanggal 18 September 2010 tentang model Kopentensi PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) model Kopentensi adalah :

1. Orientasi pelayanan pelanggan (Customer Service Orientasi) adalah keinginan untuk membantu atau melayani pelanggan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Artinya berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Fokus dari kopentensi ini adalah berusaha memahami kebutuhan orang lain, bukan untuk pemahaman mengenai pikiran/perasaan orang secara umum dan melakukan sesuatu untuk membantu dan memberikan pelayanan para orang tersebut, bukan mempengaruhi mereka untuk mendukung tujuan pribadi.

2. Dorongan berprestasi (Achievement Orientation) adalah sebuah kepedulian untuk bekerja dengan baik atau untuk melebihi dari standar baik. Standar tersebut bisa menjadi kinerja masa lalu seseorang (menuju perbaikan); sebuah

(17)

1.

2.

objektif pengukuran (orientasi hasil); melebihi kinerja orang lain (kompetitif); menantang tujuan seseorang; atau bahkan belum pernah dilakukan oleh seseorang (inovasi).

3.

Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai nilai-nilai yang dianggap penting walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Integritas menunjukkan bahwa tindakan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang dinyakininya. Dengan kata lain, “satu kata dengan perbuatan”. Nilai-nilai ini dapat berupa Nilai-nilai moral, Nilai-nilai masyarakat, Nilai-nilai kode etik profesi atau bisnis. Termasuk didalamnya mengkomunikasikan maksud, ide, dan perasaan secara terbuka dan langsung serta dapat menerima keterbukaan dan kejujuran sekalipun dalam negoisasi yang sulit dengan pihak lain.

4.

Komitmen organisasi (Organizational Commitment) adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan sasaran organisasi. Ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan organisasi atau memenuhi kebutuhan organisasi. Intinya adalah mendahulukan misi organisasi dari kepentingan pribadi.

Inisiatif (Initiative) adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang melebihi tuntutan tugas, melakukan hal-hal yang tidak diminta oleh siapapun, yang dapat meningkatkan hasil kerja dan mencegah terjadinya masalah atau menemukan/menciptakan peluang-peluang baru. Termasuk didalamnya adalah keinginan untuk mengidentifikasi permasalahan dan peluang bisnis dan mengambil keputusan untuk bertindak. Dengan demikian inisiatif dapat dilihat

(18)

dalam konteks bertindak proaktif dan bukan sekedar berpikir tentang suatu tindakan yang harus diambil di masa datang.

Pada penelitian ini peneliti hanya ingin melihat pengaruh kompetensi inti (core competeny) terhadap kinerja operator alat bongkar muat Belawan International Container Terminal.

Menurut penelitian kepuasan pelanggan dapat dianggap sebagai investasi usaha atau bisnis. Pelanggan bagi perusahaan adalah aset, karena itu peningkatan kualitas pelayanan diupayakan terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan / kolega.

2.3.5. Pelayanan Pelanggan

Menurut Davidow “bila suatu produk atau jasa tertentu diciptakan tanpa memperhatikan perencanaan pelayanan bagi pembeli, maka tugas usaha untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut akan sia-sia”. Perencanaan pelayanan yang baik bertujuan memberikan pelayanan kepada pelanggan / kolega sehingga tidak akan terjadi masalah / konflik / komplain. Berdasarkan hal tersebut maka Pengertian Pelayanan prima (Excellent Service) adalah suatu pelayanan terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Artinya pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan / masyarakat. Ada 5 (lima) elemen penting yang harus diperhatikan dalam pelayanan pelanggan:

(19)

a. Realibility

Elemen ini merupakan kemampuan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan apa yang dijanjikan dengan tepat dan akurat. Contohnya adalah slogan atau iklan yang menjanjikan sesuatu kepada konsumen dan itu harus bisa ditepati sesuai dengan apa yang dijanjikan.

b. Assurance

Elemen ini merupakan kemampuan dari perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang dapat menimbulkan kepercayaan dan terjamin keandalannya. Contohnya ketika konsumen mendatangi sebuah rumah sakit, maka yang diharapkan adalah mendapatkan pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakitnya dan ketika hal itu terpenuhi maka timbul kepercayaan di hati konsumen terhadap rumah sakit tersebut.

c. Tangible

Elemen ini merupakan elemen fisik yang dapat dilihat, disentuh atau dirasakan oleh konsumen. Contohnya ketika seorang customer datang ke sebuah bank maka kenyamanan ruangan dan penampilan dari para petugas bank merupakan aspek fisik yang bisa dilihat oleh customer.

d. Empati

Elemen ini merupakan kemampuan dari perusahaan untuk memberikan kepedulian dan perhatian kepada konsumennya. Contohnya sebuah bank menyediakan tempat duduk bila Customer menunggu nomor antrian atau

(20)

giliran bertemu dengan customer service bank, sehingga customer tidak lelah berdiri.

e. Responsive

Elemen ini merupakan kemampuan dari perusahaan untuk memberikan pelayanan yang cepat tanggap kepada konsumen. Contohnya bila konsumen memberikan keluhan atau complain, maka perusahaan dengan cepat menanggapi keluhan tersebut dan memberikan solusi yang tepat dan cepat.

2.3.6. Dorongan Berprestasi

Pada dasarnya teori motivasi mempunyai persamaan arti walaupun mempunyai perbedaan dimensi menurut dimensi-dimensi yang diungkap oleh parat pencetus teori tersebut. Perbedaan dimensi yang diungkap diharapkan dapat memberikan wawasan bagi setiap orang untuk lebih memahami bahwa teori isi dan motivasi lebih sesuai untuk mengembangkan individu dalam industri dan organisasi sebagaimana Tabel 2.3. di bawah ini :

(21)

Tabel 2.2. Perbandingan Empat Teori Isi dan Motivasi

Maslow's Hierarchy Of Needs

Alderfer's Erg Theory

Herzber's Hygiene Mcclelland Need For Achievement

Aktualisasi diri Pertumbuhan Pekerjaan itu sendiri prestasi kemungkinan bertumbuh tanggung jawab

Kebutuhan Berprestasi

Harga diri dan Status Relasi Pencapaian Pengakuan

Status

Kebutuhan Afiliasi Rasa Memiliki

Kebutuhan Sosial Relasi teman

Relasi dengan Supervisor Relasi dengan Bawahan Kualitas Supervisor Kebutuhan akan

keselamatan dan keamanan

Keberadaan Kebijakan Perusahaan dan administrasi

Kebutuhan kekuasaan

Kebutuhan Fisiologi Kondisi kerja, gaji/upah

Sumber : Wijono (2010)

2.3.7. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Robbins didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan kebijakan-kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komitmen yang kuat terhadap sekolah tempat dia bekerja.

(22)

Menurut Newstrom and Davis (2002), komitmen organisasional merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi, 2. Kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, dan

3. Adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi.

2.4. Teori Tentang Outsourcing 2.4.1. Pengertian Outsourcing

Persaingan dalam dunia bisnis antara perusahaan, membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi terhadap kompetensi utama dari perusahaan, akan dihasilkan sejumlah produk dan jasa memiliki kualitas yang memiliki daya saing di pasaran.

Pada iklim perusahaan yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efesiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu solusinya adalah dengan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan bersangkutan. Menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan status pekerjaan dibagi menjadi :

(23)

1. Pegawai Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) 2. Pegawai Kontrak Waktu Tidak Tentu (PKWTT) 3. Kerja Borongan (Outsourcing).

Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak.

Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain di luar perusahaan induk. Perusahaan di luar perusahaan induk biasanya berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan biasa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (noncore business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.

Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Kepmenakertrans No. 220/Men/X/2004 tentang syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain.

(24)

Pada era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing.”

Pengaturan tentang outsourcing (Alih Daya) ini sendiri masih dianggap pemerintah kurang lengkap.

2.4.2. Dasar Hukum Sistem Outsourcing di Indonesia

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan, kepada perusahaan lainnya melalui: a) pemborongan pekerjaan, atau b) perusahaan penyedia jasa pekerjaan (PPJP). Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, kedua bentuk kegiatan dimaksudkan dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat dimaksud antara lain, wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat secara tertulis. Sedangkan perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbadan hukum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.

(25)

Pada khasanah hukum Indonesia, pemborongan pekerjaan dan pemberian jasa, bukan merupakan sesuatu yang baru. KUH Perdata sejak se-abad yang lalu malah lebih arif menyikapi kenyataan ini. KUH Perdata mengakui dan memberi tempat, bahkan melindungi hak perorangan untuk menjadi pemborong pekerjaan. Dalam KUH Perdata, pelaksanaan diatur dan dibedakan lebih lanjut, antara pemborongan pekerjaan yang dilakukan dengan hanya menyediakan jasa tenaga kerja saja atau dengan menyediakan bahannya. Ketentuan seperti ini tidak diatur lagi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan, bahwa Undang-Undang-Undang-Undang Ketenagakerjaan melihat kenyataan sosial yang berkembang di dalam masyarakat, sehingga tidak membuka lagi peluang kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum untuk melakukan kegiatan pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja, yang pada umumnya perusahaan menengah ke bawah, kecuali di tempat ini memang benar-benar tidak ada perusahaan dimaksud yang berbadan hukum.

Perusahaan yang mendapat borongan pekerjaan, dan menyerahkan lagi sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, untuk itu perusahaan pemborongan yang terakhir boleh tidak berbadan hukum. Penyimpangan bahwa perusahaan boleh tidak berbadan hukum, juga dapat dilakukan apabila di suatu daerah tidak terdapat perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum atau yang tidak memenuhi kualifikasi untuk dapat melakukan pekerjaan (Kepmenakertrans No. KEP 220/MEN/X/2004).

(26)

Mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing, maka dibuat Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang hubungan kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan outsourcing. Berikut dijabarkan isi dari undang-undang tersebut:

Pasal 50

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 51

(1). Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.

(2). Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52

(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar berakhirnya hubungan kerja : a. kesepakatan kedua belah pihak;

b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.

(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

(27)

Pasal 53

Segala hal dan atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 54

(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat: a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

(28)

Pasal 55 adalah:

Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Ketentuan Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan dan putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004, menjadi legitimasi tersendiri bagi keberadaan

outsourcing di Indonesia. Artinya, secara legal formal, sistem kerja outsourcing

memiliki dasar hukum yang kuat untuk diterapkan. Keadaan demikian yang membuat pengusaha menerapkan sistem ini.

Ketentuan outsourcing dimuat pada Undang-undang Tenaga Kerja dimaksudkan untuk mengundang para investor agar mau berinvestasi di Indonesia. Penggunaan outsourcing seringkali digunakan sebagai strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan berlipat ganda walaupun seringkali melanggar etika bisnis yaitu bahwa pekerja merupakan stakeholder di perusahaan yang juga memiliki hak untuk memperoleh keuntungan dari hasil kerjanya di perusahaan.

Pada pelaksanaan outsourcing, ketentuan perlindungan dan syarat-syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima kerja, sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(29)

Peraturan perundang-undangan mewajibkan pengusaha untuk membuat alur kegiatan proses produksi pelaksanaan pekerjaan, dan menetapkan pekerjaan yang utama dan penunjang, untuk selanjutnya dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan setempat. Untuk itu perlu disusun suatu daftar pekerjaan yang menjadi pekerjaan utama dan yang bersifat terus-menerus di dalam perusahaan. Memang untuk pertama kali mungkin hal ini tidak mudah dikerjakan, tetapi apabila hal ini dapat diselesaikan dengan baik, kedepan akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga (KEPMENAKERTRANS No. KEP.220/MEN/X/2004).

Daftar pekerjaan dimaksud mendapat legalisasi hukum yang kuat, daftar tersebut dimasukkan ke dalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB). Melalui pengesahan peraturan perusahaan atau pendaftaran perjanjian kerja bersama, maka instansi ketenagakerjaan telah ikut mengetahui, adanya bentuk kegiatan dimaksud di dalam perusahaan. Dengan demikian, dapat menjadi alat bukti yang kuat, apabila kelak terjadi perselisihan.

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan telah memberi contoh tentang kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering), usaha tenaga pengaman (security), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja (transportation). Dengan contoh ini dapat dilakukan inventarisasi yang lebih jauh sesuai dengan sifat keadaan masing-masing perusahaan.

(30)

Perusahaan harus menjaga untuk tidak melakukan perjanjian penyerahan pekerjaan, kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum. Menurut hukum, perseroan terbatas dan koperasi yang merupakan badan hukum di bidang ekonomi. Untuk lebih mengamankan posisi perusahaan, pekerjaan itu dapat diserahkan kepada koperasi pekerja yang telah berbadan hukum. Dengan melakukan langkah ini perusahaan akan mendapat perlindungan ganda dari para pekerja. Pertama, dengan penyerahan sebahagian pekerjaan kepada koperasi pekerja, mereka tentunya mendukung langkah yang dilakukan pengusaha, sehingga perusahaan aman dalam melaksanakannya. Kedua, mereka ikut menikmati kebijakan perusahaan tersebut, dengan memperoleh kesejahteraan melalui koperasi pekerja, sehingga mereka merasa perlu ikut mengamankan kegiatan dimaksud.

Pada penyerahan sebahagian pekerjaan kepada perusahaan lain, dalam pembuatan perjanjian wajib dibuat secara tertulis. Khususnya dalam membuat perjanjian dengan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja, ditentukan sekurang-kurangnya perjanjian memuat:

a) Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari perusahaan penyedia jasa,

b) Penegasan bahwa melakukan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja,

(31)

c) Penegasan bahwa Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja bersedia menerima pekerja dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja. Perjanjian dimaksud, didaftarkan pada instansi ketenagakerjaan di wilayah berlakunya perjanjian dimaksud (Kepmenakertrans Nomor. KEP.101/MEN/VI/2004).

Pada penelitian peneliti hanya meneliti pegawai kontrak tidak tentu (PKWTT) dan outsourcing.

2.5. Kerangka Konseptual

Kompetensi sering digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja karyawan seperti professional, manajerial atau senior manajer. Organisasi akan mempromosikan karyawan yang memenuhi kriteria kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Karena kompetensi merupakan suatu kecakapan dan kemampuan individu dalam mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi dirinya dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan organisasi atau tuntutan dari pekerjaan yang menggambarkan satu kinerja. Kompetensi dapat juga digunakan sebagai kriteria untuk menentukan penempatan kerja karyawan. Karyawan yang ditempatkan pada tugas tertentu akan mengetahui kompetensi apa yang diperlukan, serta jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan tolak ukur penilaian kinerja. Sehingga sistem pengelolaan sumber daya manusia lebih terarah,

(32)

karyawan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian, tingkat kompetensi dan kinerjanya.

Peranan kompetensi dalam meningkatkan kinerja karyawan mempunyai pengaruh yang kuat akan peningkatan kinerja tergantung dengan kompetensi yang dimiliki satu individu. Kompetensi Sumber Daya Manusia seperti pengetahuan dan kemampuan modal utama bagi karyawan untuk mencapai tujuan dan harapan yang dikehendaki tujuan karyawan pada umumnya jenjang karier yang dapat mempengaruhi kompensasi. Organisasi akan dapat membantu merealisasikan tujuan tersebut jika karyawan tersebut memiliki kualitas yang baik. Apabila karyawan penuh dedikasi loyalitas yang tinggi, kreatif dan bertanggung jawab maka akan mendapat perhatian yang lebih pula dari instansi, (Riset PPM Manajemen, 2008).

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen (Agustus 2008)

Gambar 2.5. Tingkat Kepuasan Penggunaan Tenaga Outsourcing n = 44

(33)

Riset PPM Manajemen (2008), dari 73% perusahaan yang menggunakan tenaga outsource, kepuasan perusahaan terhadap tenaga outsource dinilai dari pengertian tenaga outsource terhadap bidang pekerjaan yang dilakukan yaitu sebesar (87%), kinerja tenaga outsource (68%), semangat kerja (66%), disiplin kerja (61%). Sedangkan untuk loyalitas tenaga outsource (55%) diragukan oleh perusahaan, seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti dapat merumuskan kerangka konseptual adalah sebagai berikut:

Kompetensi

Gambar 2.6. Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah “Kompetensi berpengaruh positif dan

Integritas Kinerja operator BICT Orientasi pelayanan pelanggan Dorongan berprestasi Komitmen organisasi Inisiatif

(34)

signifikan terhadap kinerja operator alat bongkar muat Belawan International Container Terminal PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Stakeholder Perusahaan
Gambar 2.2. Model Boyatzis Kinerja Efektif Kompetensi  individu Tuntutan Pekerjaan Lingkungan Organisasi Tindakan  atau  perilaku spesifik  yang efektif
Gambar 2.3. Klasifikasi Individual
Gambar 2.4. Diagram Kompetensi (Miller’s Triangle)
+5

Referensi

Dokumen terkait

3. Komite Internasional dapat mengambil prakarsa kegiatan kemanusiaan yang sesuai dengan perannya sebagai suatu lembaga penengah netral yang khusus dan independen

1. Mening Meningkatkan katkan romo romo'i me 'i melalui ! lalui !e!ari e!aring el ng ela-anan % a-anan %ekam M ekam Medi'. Mendaat in,orma'i dari ata'an 1.

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa saran yang ingin peneliti paparkan, diantaranya yaitu sebagai berikut: (1) Untuk guru yang mengajar

a) Mengeluarkan diagram tongkat (stick diagram) dengan membuat beberapa kombinasi data kecelakaan terutama dengan informasi yang terdapat pada tabulasi silang data kecelakaan.

Penelitian ini mencoba untuk melihat hubungan antara tunjangan resiko terhadap tingkat kepuasan dan motivasi kerja para pegawai di perusahaan Chevron dari sudut

Maksud diselenggarakannya Rakor Tematik ini adalah koordinasi, integrasi dan sinkronisasi serta perumusan prioritas dan sasaran pembangunan tahun 2017 dalam rangka pencapaian Visi

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah SIPKD adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah yang digunakan meningkatkan efektifitas

Ahmad Zaki Mohamad Amin Pedagogi dalam Pendidikan Matematik GS37945 Prof. Azlin Binti