• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL - Test Repository"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

iii

EKSISTENSI DAN FUNGSI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

HANIF MASYKUR

NIM: 11412004

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

iv

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298)323706, 323433 Fax.323433 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.id Email: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara :

Nama : Hanif Masykur

NIM : 11412004

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional ( pendekatan Historis

antara tahun 2003 sampai 2014 )”

Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

Salatiga, 13 April 2015

Pembimbing

H. Achmad Maimun, M.Ag

(3)

v SKRIPSI

EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DISUSUN OLEH

HANIF MASYKUR NIM : 11412004

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam , Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 18 April 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Imam Mas Arum, M.Pd __________________ Sekretaris : H. Achmad Maimun, M.Ag __________________ Penguji I : Drs. Abdul Syukur, M.Si __________________ Penguji II : Maslikhah, M.Si __________________

Salatiga, 18 April 2015 Dekan

FTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M.Pd.

(4)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hanif Masykur

NIM : 11412004

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 16 Maret 2015

Yang Menyatakan

Hanif Masykur

(5)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Hadapi hidup ini apa adanya!”( Al-Qarni. 2005: 31 )

“ Berkatalah yang baik atau diam” ( Hadist )

“ Allah menakdirkan orang-orang tertentu untuk memiliki hati yang terang agar dapat memberi pencerahan pada sekelilingnya” ( Hirata. 2010:105 ).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini spesial kupersembahkan untuk Istiku Kuni Masrohati Ulya, Beliaulah istri yang sangat luar biasa begitu kuat dalam menghadapi cobaan dan badai kehidupan, semoga Allah memberikan yang terbaik bagi Beliau dan keluarganya, Amin.

(6)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim allhamdulillahi rabbil ‘alamin, Allahummashalli ‘ala

sayyidina Muhammadin, wa’alaalihi waashahbihi ajma’inwaba’du.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Ilahi rabbi, yang mempunyai sifat rahman dan rahim, maha pengasih lagi maha penyayang atas hidayah, kekuatan dan rahmatNya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai, shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, beserta para shabat dan keluarganya, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya, amin.

Penulisan skripsi yang berjudul “Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Terkandung satu harapan mudah-mudahan skripsi ini merupakan sumbangan karya ilmiah bagi peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Agama Islam.

(7)

ix

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menimba ilmu pada almamater yang beliau pimpin

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang senantiasa kami ikuti apa yang menjadi kebijakannya. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah

dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang senantiasa membimbing kami dalam urusan akademik.

4. Bapak Drs. Joko Sutopo Ketua Program PAI Ekstensi yang pada saat Institut Agama Islam Negeri Salatiga masih bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ). 5. Bapak H. Achmad Maemun, M.Ag selaku Pembimbing penulis, yang

disela-selakesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan demi baiknya sebuah karya ilmiah, semoga Allah selalu memberikan umur yang barokah, dan semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau.

6. Seluruh Pejabat di Institut Agama Islam Negeri Salatiga mulai dari pimpinan, staf administrasi dan semua karyawan, yang senantiasa memfasilitasi penulis dalam belajar.

7. Bapak Serta Emak, orang tua penulis yang senantisa memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga sekolah penulis dapat selesai dengan lancar dan sesuai harapan.

(8)

x

Khalwaa Aqila anakku yang cantik dan hebat, terimakasih atas kerjasamanya tidak berebut komputer dan printer selama proses pembuatan skripsi.

9. Semua Sahabat, saudara mahasiswa PAI Ekstensi 2012, dan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Salatiga pada umunya yang senantiasa memberikan dorongan, masukan dan saran.

Ahirnya, dengan hati yang terbuka kami tunggu saran dan kritik dari pembaca, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga yang menulis dan membaca mendapatkan ridho dan hidayah serta diberi kekuatan oleh Allah untuk selalu beribadah. Amin.

Salatiga, 16 Maret 2015 Penulis

HanifMasykur

(9)

xi ABSTRAK

Masykur, Hanif. 2015. Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional ( Pendekatan Historis Antara Tahun 2003 sampai 2014 ). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan . Jurusan Pendididikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. Achmad Maimun, M.Ag.

Kata Kunci : Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Penelitian ini merupakan kajian Pendidikan Agama Islam dalam sistem Pendidikan Nasional. Pernyataan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimanakah eksistensi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional ?, dan (2) Bagaimanakah Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini berjenis penelitian pustaka atau literatur menggunakan pendekatan historis lebih spesifiknya adalah pendekatan sejarah konstitusional.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam masih sangat diakui keberadaannya, Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia pertama ada di dunia sampai berahirnya kehidupan dimuka bumi ini. Bahkan, jika ditarik mundur lebih jauh, proses pendidikan ini ternyata telah berlangsung sejak Allah swt, baru selesai menciptakan Adam as hingga saat ini.

Pendidikan Agama Islam di sekolah mengalami proses perkembangan yang cukup panjang. Sebagian ahli dalam kajian sejarah pendidikan agama Islam di Indonesia membuat periodisasi perkembangan PAI yaitu masa penjajahan dan periode kemerdekaan. Perkembangan PAI tidak terlepas dari perubahan politik, khususnya berkaitan dengan kenijakan tentang pendidikan agama yang dikeluarkan pemerintah pada zamannya.Kebijakan dalam bidang pendidikan hakekatnya merupakan produk politik dari suatu pemerintahan, sehingga kebijakan –kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan sendirinya sangat tergantung pada kebijakan politik pemerintah pada umumnya.

(10)

xii

(11)

xiii DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Kegunaan Penelitian ... 3

E. Metode Penelitian ... 3

F. Penegasan Istilah ... 5

G. Sistematika Penulisan ... 6

(12)

xiv

B. Pro dan Kontra Terhadap Pendidikan Agama dalam UU No. 20

Tahun 2003 ... 11

BAB III KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Sistem Pendidikan ... 20

B. Komponen Pendidikan ... 25

C. Fungsi Pendidikan ... 33

D. Agama dalam Sistem Pendidikan ... 35

BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL A. Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan nasional ... 39

B. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 70

C. Penutup ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

xv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia masih terus dihadapkan pada krisis multidimensional. Dari hasil berbagai kajian disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal pada krisis akhlak atau moral. Krisis ini, secara langsung atau tidak, berhubungan dengan pendidikan. Kontribusi pendidikan dalam konteks ini adalah pada pembangunan mentalitas manusia yang merupakan produknya, dan sementara pihak menyebutkan bahwa krisis tersebut karena kegagalan pendidikan agama, termasuk didalamnya pendidikan agama Islam. “Untuk mengantisipasi berbagai krisis tersebut, maka pembelajaran agama Islam di sekolah maupun perguruan tinggi harus menunjukkan kontribusinya"( Majid. 2012:10 ).

(14)

xvi

memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu al qur‟an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. “Semua aktifitas itu disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa” ( Majid. 2012: 12 ).

Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. “Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup”(Kadir. 2012:59).

Berkaitan dengan hal tersebut, Majid ( 2012:16 ) menyatakan sebagai berikut.

Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

(15)

xvii

mengajarkan pendidikan agama, ini artinya kekurangan dalam pendidikan agama tidak terlepas dari peraturan pemerintah maupun undang-undang . B. Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana Eksistensi Pendidikan Agama Islam? b. Bagaimana Fungsi Pendidikan Agama Islam? C. Tujuan Penelitian

Dari pokok masalah tersebut ada beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu : a. Untuk mengetahui keberadaan Pendidikan Agama Islam dalam sistem

pendidikan Nasional antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2014, b. Untuk mengatahui fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem

pendidikan nasional antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2014. D. Kegunaan Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk penulis maupun orang lain, setelah melakukan penilitian diharapkan dapat :

a. Memberikan sumbangan teoritis dalam wacana sistem pendidikan nasional mulai dari sekarang dan yang akan datang.

b. Memberikan sumbangan praktis kepada segenap guru Pendidikan Agama Islam ( PAI ) agar memahami lebih dalam terutama dibidang eksistensi dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

(16)

xviii

Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi Sekolag Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Salatiga yang diterbitkan pada tahun 2009 ada tiga pendekatan dalam penelitian naskah yaitu (a) Pendekatan Tafsir, (d) analis isi, dan (c) hermeneutika. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

hermeneutika dengan langkah dimulai dengan menggali sumber sejarah yang berhubungan dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Caranya penulis menganalisis isi dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, kebijakan pemerintah yang dalam hal ini berbentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sehingga dapat diketahui eksistensi dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Penulis membagi dua bagian penting yaitu data primer dan data skunder untuk mengetahui eksistensi pendidikan agama Islam dalam perspektif undang-undang, sumbernya berupa bahan-bahan kepustakaan, baik bahan-bahan kepustakaan yang termasuk sumber primer ( undang-undang sistem pendidikan nasional dan peraturan Pemerintah ), sumber-sumber skunder ( karya-karya yang mebahas Pendidikan Agama Islam kaitannya dengan perundang-undangan dan peraturan pemerintah ).

2. Analisis Data

(17)

xix

digunakan untuk mengetahui sejauh mana Pendidikan Agama Islam berfungsi dalam sistem pendidikan Nasional.

F. Penegasan Istilah

1. Eksistensi adalah “keberadaan”(Dahlan. 2003:163). Maksudnya adalah keberadaan pendididikan agama Islam setelah terbit undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

2. Fungsi berasal dari bahasa Inggris Function, menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia artinya adalah kegunaan, “pekerjaan” (Ecchhilis. 2000:260). Sebuah fungsi adalah kumpulan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Sesuatu dikatakan berfungsi bila dapat memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan atau kebutuhan yang diharapkan oleh unsur-unsur yang ada dalam sebuah sistem.

3. Menurut Muhaimin (2012:11),

“pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional‟.

(18)

xx

4. “Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional seperti tertuang dalam undang-undang” ( UU.no23. 2003 ). G. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab pertama yang berisi pendahuluan sebgai gambaran utuh skripsi yang meliputi, latar belakang masalah, dari latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah, Tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika pembahasan.

Bab dua berisi biografi naskah yang berisi sejarah lahirnya undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pro dan kontra terhadap undang-undang-undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 .

Bab tiga tentang pendidikan agama dalam undang-undang sistem pendidikan nasional yang meliputi sistem pendidikan, komponen pendidikan dan fungsi pendidikan.

Bab empat fungsi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan nasional meliputi eksistensi dan fungsi pendidikan agama Islam.

(19)

xxi BAB II

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Kelahiran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

“Undang-undang no. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional telah disahkan DPR RI 11 Juni 2003 dan diundangkan 8 Juli 2003”(Soebahar. 2013:137). Undang-undang tersebut bisa disebut konstitusi yang dimaksud adalah undang-undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 merupakan implementasi dari amanat undang-undang dasar 1945 pada bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 13, pasal tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional. Yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(20)

xxii

pemerintah saat itu dapat disimpulkan sebagai tidak memihak terhadap pendidikan agama.

Berangkat dari kenyataan itu maka, isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan, akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap undang nomor 2 tahun 1989 sebagai undang-undang sistem pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari undang-undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan dibandingkan dengan yang sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan.Lebih dari itu Undang-undang ini menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan Nasional keimanan dan ketakwaan adalah terminologi yang sangat identik dan akrab dengan pendidikan agama dan keagamaan.

(21)

xxiii

amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi pendidikan bergulir, maka pada tanggal 8 juli 2003 diundangkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Pada masa inilah pendidikan agama yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12 point dari undang-undang tersebut, yaitu pada : 1) konsideran “menimbang”, 2) bab I tentang ketentuan umum , 3) pasal 3 tentang fungsi pendidikan Nasional, 4) pasal 12 ayat 1 a tentang hak peserta didik , 5) pasal 17 ayat2 tentang bentuk pendidikan dasar, 6) pasal 18 ayat 3 tentang bentuk pendidikan menengah , 7) pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan pendidikan non formal, pasal 30 tentang pendidikan keagamaan, 9) pasal 36 ayat 3 tentang aspek kurikulum , 10) pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan dasar , 11) pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan 12 ) pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen Agama.

(22)

xxiv

lima agama yang selama ini diakui resmi oleh Negara, visi pendidikan agama yang ditawarkan tidak mendorong semangat pluralism, serta member peluang intervensi berlebihan Negara pada pelaksanaan pendidikan dan menghalangi partisipasi serta otonomi masyarakat, khususnya lembaga – lembaga pendidikan, campur tangan pemerintah terlalu besar pada masalah agama, dan kentalnya nuansa politik yang membidani lahirnya undang-undang tersebut. Demikianlah kritik yang mengemuka dari kelompok yang menolak undang-undang tersebut.

(23)

xxv

Terdapat banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu, sedikitnya isu-isu sentral reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal, yaitu :

1. Pendidikan agama sebagai basis pendidikan Nasional 2. Pemerataan kesempatan pendidikan

3. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan 4. Efisiensi manajemen pendidikan

Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional. Namun menjelang disahkannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU sebelumnya seperti ramai diberitakan oleh media massa. Seluruh persoalan pendidikan yang rumit didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama kurang lebih dua tahun itu, semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal yang berpihak terhadap pendidikan agama. “Bahkan polemik ini sudah jauh melampaui diskusi-diskusi kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam ranah politik dan sentimen agama” ( Fathoni. 2005:2 ).

(24)

xxvi

pengsahannya. Pada suatu saat kedua kelompok yang berbeda pendapat ini bertemu di seputar jalan Malioboro. Dua pihak ini terpancing oleh pasal-pasal yang berbicara tentang pendidikan agama di sekolah umum. “ Hanya ada sedikit kelompok yang menolak rancangan undang-undang sistem pendidikan Nasional karena menangkap kesan bahwa Negara akan mengurangi tanggung jawab di bidang pendidikan” ( Arham. 2007:123 ).

Di hampir seantero kota Yogyakarta berkibar spanduk-spanduk berisi himbauan kalangan muslim tertentu yang menyerukan para orang tua untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka disekolah-sekolah Kristen dan Katolik. Seruan ini praktis mengejutkan publik yang meiliki kepekaan atas isu-isu agama, yang pada saat itu hampir bersamaan dengan tampilnya dua kelompok gerakan Islam politis: Laskar Jihad Ahlusunnah Waljamaah dan Gerakan Pemuda Ka‟bah ( GPK ). Kedua organisasi ini memang tidak mengambil isu pendidikan agama di Yogyakarta. Namun, sepak terjang mereka telah memberi ilham bagi pergerakan lain yang mengatasnamakan gerakan amar ma‟ruf nahi mungkar, gerakan anti komunis dan berikutnya

gerakan yang mereka sebut sebagai kampanye penyelamatan aqidah. “Berikutnya Majelis Ulama Indonesia DIY mengadakan sidang yang menyerukan fatwa supaya para orang tua muslim tidak menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah Kristen protestan dan katolik” (Arham. 2007:124).

(25)

xxvii

remaja muslim yang mempunyai organisasi bernama Forum Remaja Masjid Yogyakarta, yang berpusat di masjid Jogokaryan Yogyakarta. Tidak cukup hanya dengan spanduk, tapi dalam khutbah jum‟at para khatiib selalu menyampaikan pesan keagamaan yang langsung terkait dengan aqidah dan pendidikan, tanggaung jawab orang tua untuk membentengi dari ancaman aqidah Kristen Protestan dan katolik.

(26)

xxviii

kapitalisasi pendidikan yang terfasilitasi dalam undang-undang ini, tetapi ide penolakan mereka ini tidak mendapat perhatian dari kelompok yang lebih mempermasalahkan pasal-pasal pendidikan agama.

Sebagai perbandingan di beberapa daerah, dimana kelompok agama tertentu merasa banyak generasi mudanya sekolah di lembaga-lembaga pendidikan milik kelompok minoritas mereka merasa perlu dengan UU tersebut, di Bali, dimana kalangan Hindu banyak bersekolah di sekolah-sekolah Kristen maupun Katolik, ikut mendukung pasal-pasal UU sistem pendidikan Nasional ini. Sebenarnya bagi umat Hindu pada umumnya di Bali, tidak ada urusan dan kepentingan politik yang menonjol dalam bidang pendidikan. “Pada sekolah formal, tidak dipandang sebagai sumber pendidikan agama yang penting, karena ada dukungan kultural yang besar untuk mengajarkan agama dalam tradisi mereka “( Arham. 2007:124 ).1 Ini sangat berbeda dengan sebagian umat Islam dan Kristen-Katolik yang bersitegang selama berbulan-bulan, memperebutkan “ makna politik “ dari pendidikan keagamaan ini.

Bila dilihat kembali persoalan-persoalan yang diperdebatkan, penolakan pihak yayasan Kisten atau katolik atas pasal-pasal ini ada pada kesiapan dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan guru-guru agama yang sesuai dengan visi pendidikan para pengelola di lembaga-lembaga pendidikan tersebut. Selain itu ada perbedaan yang bersifat “ontologism” diantara para pendukung maupun penolak pasal 13 itu dalam

1

(27)

xxix

memandang konsep publik dan privat dalam Negara Indonesia.Dalam sebuah diskusi yang dihadiri oleh para tokoh –tokoh Islam, Katolik dan Kristen di Yogyakarta, mereka memperdebatkan persoalan privat dan publik ini.Hal ini mengajak mereka untuk mendebatkan peran Negara, hubungan agama dan Negara, dimana masing-masing pihak, tidak menemukan titik temu.

Tahun 2003, parlemen akhirnya menetapkan lahirnya undang-undang sistem pendidikan Nasional yang baru, yang disebut undang-undang sistem pedidikan Nasional nomor 20 tahun 2003.Dalam undang-undang ini pasal yang diperdebatkan dengan tegang adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. “ Setiap peserta didik pada

setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama, Pasal 12 Ayat a )”.Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik

atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.

Dari beberapa hal antara pro dan kontra Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dapat dibagi dua kelompok antara yang menerima dan yang menolak.

1. Kalangan yang Menerima

(28)

xxx

melakukan aksi mendukung RUU dalam Tablig Akbar mendukung RUU Sisdiknas yang menurut rencana akan disahkannya pada 10 Juni mendatang. Di wilayah Jawa Timur, mendukung RUU Sisdiknas digelar hampir bersamaan di dua wilayah berbeda, Sabtu (7/6). Di Sidoarjo, aksi mendukung RUU Sisdiknas diiikuti puluhan ribu pelajar dan anggota organisasi massa Islam se-Jatim di Stadion Delta Sidoarjo. Sejumlah ormas Islam yang mengikuti apel akbar tersebut di antaranya Muhammadiyah, Pondok pesantren Gontor, Pengurus Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Basra), Hidayatullah, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim), Al Isyad, dan ormas-ormas serupa lainnya.

(29)

xxxi

Muhammadiyah Jatim Prof. Dr. H. Fasichul Lisan, pengasuh Ponpes Gontor KH. Zarkasi Nur, dan pengasuh Ponpes Al Amien, Prenduan, Sumenep, KH. Tijani Juhari. Dalam kesempatan orasinya di hadapan ribuan massa tersebut, Dien Syamsudin menegaskan bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya diundangkannya RUU Sisdiknas. “Karena itu, teman-teman di Jakarta berencana menggelar aksi sejuta umat. Kami akan mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU Sisdiknas menjadi undang-undang. Dan, kami tidak akan meninggalkan gedung DPR sebelum hal itu terlaksana,” jelasnya disambut tepuk tangan dan aplaus para peserta tablig. Sebelum berorasi, Dien menjelaskan, pihaknya menengarai ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menghalang-halangi diundangkannya RUU Sisdiknas. Padahal, kata dia, RUU Sisdiknas itu sudah sangat sesuai dengan moral bangsa Indonesia, Pancasila, dan hak asasi manusia (HAM) yang sering digembar-gemborkan seluruh bangsa akhir-akhir ini. “Sehingga, siapa pun yang menghambat diundang-undangkannya RUU Sisdiknas berarti bertentangan dengan keyakinan tersebut,” tegasnya. Jawa Timur Selain di Sidoarjo, aksi serupa terjadi di beberapa kota di Jawa Timur.

(30)

xxxii

Dalam aksinya, mereka membentangkan kain putih sepanjang 10 meter. Di atas kain itulah ribuan massa membubuhkan tanda tangan sebagai tanda mendukung RUU Sisdiknas. “Aksi tanda tangan ini tidak lain

sebagai rasa kepedulian warga muslim untuk mendukung RUU Sisdiknas” (Arham. 2007:127).

2. Kalangan yang menolak

(31)

xxxiii

Kita sebagai umat dan bangsa beragama merasa prihatin dan

nelangsa melihat kondisi seperti itu.Negara Indonesia adalah negara agamis “katanya”, tetapi ketika permasalahan agama (termasuk

(32)

xxxiv BAB III

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Sistem Pendidikan 1. Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kegiatan yang telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang. Dalam konteks sistem pengendalian manajemen, maka sistem adalah sekelompok komponen yang masing-masing saling menunjang-saling berhubungan maupun tidak, yang keseluruhannya merupakan sebuah kesatuan ( Suadi. 1995:3 ). “Dapat dikatakan bahwa sistem berupa hal yang ritmis, berulangkali terjadi atau langkah-langkah terkoordinasi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu” ( Halim. 2000:3 ). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa sistem berarti perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur dari Pandangan, teori, asas dan sebagainya. “Sistem juga diartikan dengan metode” ( Khoriyah. 2012:14 ).

“Sistem berasal dari bahasa Yunani, System yang berarti hubungan fungsional yang teratur antar unit-unit atau komponen-komponen” ( Mustamar. 2000:38 ).

(33)

xxxv

Pada umumnya ciri-ciri suatu sistem adalah bertujuan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari subsistem ada saling keterkaitan atau saling ketergantungan, merupakan satu kebulatan yang utuh, melakukan kegiatan transformasi, “ ada mekanisme kontrol ada kemampuan untuk mengatur dan menyesuaikan dirinya sendiri “ ( Nasir. 2005:28 ).

Sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan lingkungannya. Komponen-komponen sistem dibiarkan mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Komponen-komponennya dibiarkan mengadakan hubungan keluar dari batas sistem, sedangkan sistem tertutup adalah sistem yang terisolasikan dari segala pengaruh diluar sistem itu sendiri, dari pengaruh sistem yang lebih besar atau lebih luas atau dari lingkungannya. Baik sistem terbuka maupun sistem tertutup dimungkinkan mempunyai komponen statis dan komponen dinamis. Pada kenyataannya tidak ada sistem yang benar-benar tertutup, mengingat komponen-komponennya selalu dipengaruhi berbagai kekuatan yang berada dilingkungannya, karena itulah maka sistem pada dasarnya bersifat terbuka maka keterbukaan merupakan ciri khas sistem.

(34)

xxxvi

dikonsepsikan ulang dan diinterpretasikan kembali pada setiap periode historis ruhaniah dan pada setiap orde politik tertentu “ ( Nasir. 2005:41. 2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dari segi bahasa dapat diartikan sebagai perbuatan mendidik; berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan badan, batin, dan sebagainya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, secara bahasa pendidikan berasal dari kata dasar didik yang diberi awalan me- menjadi mendidik ( kata kerja ) yang artinya memelihara dan memberi latihan. „Pendidikan sebagai kata benda berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan” ( Al -Fandi. 2011:96 ). Menurut Fatah ( 2012:39 ), dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan “Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tetap ( permanen ) didalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya, dan sikapnya”.

(35)

xxxvii

“Pendidikan adalah hasil peradaban suatu bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa” ( Muchsin. 2009:1 ).

Dalam sebuah sistem dibutuhkan unsur-unsur dalam persepsi dan pemahaman untuk menuju sebuah kesatuan komitmen sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka koordinasi dan pengorganisasian menjadi penting perannya dalam sistem mekanik yang telah terstuktur dan melembaga. menurut Mastuhu kata kunci untuk menggambarkan sistem pendidikan Nasional yangdiperlukan dalam abad abad mendatang ialah pendidikan yang bermutu, mutu merupakan suatu istilah yang dinamis yang terus bergerak; jika bergerak maju dikatakan mutunya bertambah baik, “sebaliknya jika bergerak mundur dikatakan mutunya merosot” (Yamin. 2012:110).

Dalam kebijakan tentang pendidikan terdapat hirarki sebagai berikut : 1. Undang-undang Dasar 1945

(36)

xxxviii

persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional (UUD:1945). Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (UUD:1945).

2. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan undang-undang. Didalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada undang-undang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. 3. Peraturan Menteri

Sebagai salah satu instrumen hukum, keberadaan peraturan

menteri masih sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan

perundangundangan di atasnya yang secara jelas mendelegasikan.

Bagaimana jika pendelegasian tersebut tidak jelas atau sama sekali tidak

ada delegasian dari peraturan di atasnya, tetapi menteri memerlukan

pengaturan. Kemandirian menteri untuk mengeluarkan suatu peraturan

(37)

xxxix

mengatur (delegasi) dari peraturan di atasnya. Tindakan menteri untuk

mengeluarkan peraturan tersebut didasarkan pada tertib penyelenggaraan

pemerintahan yang diinginkan dalam rangka mempermudah pelaksanaan

administrasi atau kepentingan prosedural lainnya, dan Peraturan Menteri

dapat dijadikan dasar penyelenggaraan pendidikan yang resmi.

Sistem pendidikan mengandung proses pendidikan khususnya di sekolah yang bekerja untuk langsung atau tidak langsung mencapai tujuan pendidikan. Proses ini merupakan interaksi fungsional antara omponen-komponen pengambil kebijakan pendidikan pada pemerintah di pusat, pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten atau kota, serta penyelenggaraan Nasional. Semua masukan pendidikan disusun menurut pola tertentu menjadi bagian-bagian baik dalam bentuk jenjang maupun jenis pendidikan yang mempunyai hubungan fungsional mencapai suatu tujuan. Penyusunan tersebut menghasilkan suatu sistem yang mempunyai fungsi- fungsi tertentu yaitu komponen-komponen sistem dalam pendidikan.

(38)

xl

pendidik dan pendidikan, Standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan , Standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

B. Komponen Pendidikan

Dari delapan standar pendidikan yang diterakpkan BSNP ada beberapa hal yang melekat pada standar pendidikan :

1. Dasar dan Tujuan pendidikan

Pendidikan yang berjalan di Indonesia di atur dalam Undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang sitem pendidikan Nasional, dan sebagai dasar pendidikan Nasional adalah pancasila dan undang-undang dasar 1945. Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(39)

xli

bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar yang membentuk watak dan perilaku secara sistematis, terenca dan terarah. Sedangkan Noeng Muhadjir mensyaratkan bahwa aktifitas pendidikan adalah aktifitas interaktif anatar pendidik dan subyek didik untuk mencapai tujuan yang baik dengan cara yang baik dan dalam konteks positif.

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan , menurut jenisnya terbagi dalam beberapa jenis, yaitu tujuan Nasional, institusional, kurikuler dan intruksional. Tujuan Nasional adalah tujuan pendidikanyang ingin dicapai oleh suatu bangsa; tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai suatu suatu mata pelajaran tertentu ; dan “ tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub pokok bahasan tertentu” ( Suwarno. 2014: 34 ). 2. Kurikulum Pendidikan

(40)

xlii

penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya. “Dengan demikian secara terminolgi istilah kurikulum dalam pendidikan adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik disekolah untuk memperoleh ijazah” (Arifin. 2012:2).

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 tentang sistem pendidikan Nasional pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Pengertian kurikulum dapat disimpulkan dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru. Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.

Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai berikut :

a. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, mata pelajaran sendiri pada hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang dimasa lampau. b. Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga

penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir

(41)

xliii

d. Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar

e. Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.

f. “Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan . akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka” ( Hamalik. 2011:1).

Seiring berkembangnya dunia pendidikan, pengertian kurikulumpun berkembang. Ronald C. Doll mengatakan bahwa pengertian kurikulum secara umum diterima, yakni sebagai isi pelajaran atau kumpulan mata pelajaran, telah berubah menjadi pengalaman yang ditawarkan siswa dibawah bimbingan arahan sekolah. Kurikulum terdiri dari struktur dan fungsi.” Struktur kurikulum merupakan rencana yang tertulis, sedangkan fungsi kurikulum merupakan pelaksanaan, evaluasi, dan pengembangan kurikulum” (Aziz. 2010:63).

(42)

xliv

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Pendidikan di Indonesia telah diatur daam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam penjelasan atas undang- undang nomr 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dikemukakan bahwa pendidikan Nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

(43)

xlv

Kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar-mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan ( Mujib. 2006:122).

Dalam proses belajar mengajar kedudukan kurikulum sangat penting, yakni kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yakni tujuan terahir yang dicapai: tujuan pendidikan Nasional, sampai pada tujuan pendidikan terendah yakni tujuan yang akan dicapai setelah selesai kegiatan belajar mengajar. “Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolahan dan sistem masyarakat‟ ( Ismawati. 2012: 9).

3. Peserta Didik

(44)

xlvi

a. Anak didik bukan miniatur orang dewasa. Ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar yang digunakan untuk anak tidak sama dengan orang dewasa.

b. Perkembangan anak didik mengikuti periode dan tahap perkembangan tertentu

c. Anak didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin.

d. Anak didik memiliki perbedaan anatar individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari endogen ( fitrah ) maupun eksogen.

e. Anak didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia.

Dengan berpijak pada paradigma “ belajar sepanjang masa” maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta ddik dan bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. “Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan di masyarakat, seperti majelis taklim, paguyuban, dan sebagainya” ( Mujib.2012:103).

(45)

xlvii

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa.

4. Lingkungan Pendidikan

“ Lingkungan Pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat” ( Suwarno. 2014:39 ). Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia baik berupa benda mati ataupun hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat terhada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini kemudia secara khusus disebut lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggung jawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut ( Kadir. 2014:157).

Menurut Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan

mengatakan bahwa lingkungan pendidikan yang lebih luas adalah masyarakat global, masyarakat selalu membangun kekuatan untuk berubah dan berkembang, yang dalam banyak hal belum ada pada tradisi-tradisi yang dipertahankan.

C. Fungsi Pendidikan

(46)

xlviii

sebagai interaksi belajar mengajar di Sekolah. Karena itu, pendidikan di sekolah disebut disebut pendidikan formal, sementara pendidikan di luar sekolah disebut pendidikan non formal. Sistem persekolahan terdiri atas empat subsistem, yakni mengajar,belajar, pembelajaran, dan kurikulum sebagai subsitem pendidikan. Setiap praktik pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan tujuan tertentu. Tujuan-tujuan beserta materi yang hendak dicapai dalam pendidikan disusun dalam kurikulum.

Prof. Dr. Hasan Langgulung berpendapat bahwa secara garis besar fungsi pendidikan itu ada 3. Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memiliki kemampuan agar bisa memegang peranan-peranan pada masa yang akan datang di tengah kehidupan bermasyarakat. Kedua, memindahkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peranan-peranan di atas dari generasi tua ke ke genarasi muda. Ketiga, Memindahkan nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda dengan tujuan agar keutuhan dan kesatuan masyarakat terpelihara, sebagai syarat utama berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat

dan juga peradaban.

(47)

xlix

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian dan fungsi pendidikan dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan itu merupakan suatu proses yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Pendidikan ini harus terus berjalan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia, karena tanpa pendidikan tidak akan ada perpindahan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai dan norma sosial dari generasi tua ke generasi muda.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengembangkan kemampuan berorientasi pada individu adalah usaha mengembangkan semua potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam rangka mempersiapkan hidupnya sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa mempunyai kepribadian yang terpuji dan dapat berinteraksi dengan masyarakat lain. Kata Nurcholis Majid

Tidak ada bangsa yang mencapai kebesaran jika tidak bangsa itu percaya kepada sesuatu, dan tidak sesuatu yang dipercayai itu mempunyai dimensi moral guna menopang peradaban yang besar . dan kepercayaan kepada sesuatu itu agama.

Mencerdasakan kehidupan bangsa sebagai sasaran pendidikan Nasional pada hakekatnya adalah transformasi budaya, yaitu suatu proses transformasi dari masyarakat tradisional feodalistik menuju masyarakat yang maju dan demokratis serta berkeadilan sosial.

(48)

l

Undang-undang sistem pendidikan Nasional no.20 tahun 2003 bab I tentang ketentuan umum menyebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Sedangkan pendidikan Nasional dalam undang-undang tersebut diartikan sebagai pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sementara sistem pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional. Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan Nasional dalam sisdiknas adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

(49)

li

kemajemukan bangsa. Begitupula dalam bab IX tentang kurikulum, bahwa dalam penyusunannya diantaranya harus memperhatikan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan ahlak mulia.

Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan Nasional berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan oleh manusia Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka manusia Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan Nasional yang berkenaan dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.

(50)

lii

yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa ( Nata. 2011:291).

Tidak jauh beda dengan pendapat Mastuhu, guru besar Ilmu Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Ahmadi

yang dikutip oleh Endin Surya Solehudin, menyebutkan bahwa implikasi dari pemaknaan Pendidikan Agama Islam adalah reposisi pendidikan dalam sistem pendidikan Nasional. Mengenai reposisi Pendidikan Agama Islam dalam pendidikan Nasional, Ahmadi mengemukakan tiga alasan, pertama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar pendidikan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam (Tauhid); kedua, pandangan terhadap manusia sebagai makhluk jasmani-rohani yang berpotensi untuk menjadi manusia bermartabat (makhluk paling mulia); ketiga, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi (fitrah dan sumber daya manusia) menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur (akhlak mulia), dan memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab sebagai individu dan anggota masyarakat.

(51)

liii

dan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan Nasional, bahkan secara sosiologis pendidikan Islam merupakan aset Nasional, maka posisi pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan Nasional bukan sekadar berfungsi sebagai suplemen, tetapi sebagai komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam merupakan komponen yang sangat menentukan perjalanan pendidikan Nasional.

(52)

liv BAB IV

EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

C. Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Dalam lintasan sejarah umat manusia, hamper tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa dating dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia pertama ada di dunia sampai berahirnya kehidupan dimuka bumi ini. “Bahkan, jika ditarik mundur lebih jauh, proses pendidikan ini ternyata telah berlangsung sejak Allah swt, baru selesai menciptakan Adam , as “( Al-Fandi. 2011:106 ).

Ketika Allah mengajarkan Adam tentang nama-nama benda,2 tujuannya bukan hanya agar Adam as tahu dan sadar akan sifat-sifat Allah dan hubungan anatar Allah dengan ciptaanNya. Integrasi kesadaran intelektual dengan kesadaran spiritual inilah yang menjadi dasar konsepsi pendidikan Islam sejak awal. Konsepsi pendidikan Agama Islam yang dibangun atas dasar metafisika, dimana hubungan antara Tuhan sebagai pencipta dan manusia sebagai subject di muka bumi berada dalam suatu

2

QS al Baqarah (2): 31, yang artinya dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama ( benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu

berfirman, “ Sebutkanlah kepda-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang

(53)

lv

rangkaian orientasi religious dan kerangka etis inilah yang menurut al ghazali menjadi cirikhas konsep pendidikan agama Islam.

Usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang-undang sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang sisdiknas nomor 2003 yang terdiri dari 22 bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.

(54)

lvi

perkembangan PAI yaitu masa penjajahan dan periode kemerdekaan” (Zuhairi. 2000:146 ). Perkembangan PAI tidak terlepas dari perubahan politik, khususnya berkaitan dengan kenijakan tentang pendidikan agama yang dikeluarkan pemerintah pada zamannya.Kebijakan dalam bidang pendidikan hakekatnya merupakan produk politik dari suatu pemerintahan, sehingga kebijakan –kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan sendirinya sangat tergantung pada kebijakan politik pemerintah pada umumnya.

(55)

lvii

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 keberadaan pendidikan Agama Islam sesungguhnya telah dapat dilacak jejaknya dari UUD 1945 itu sendiri sebagai induk Undang-undang system pendidikan Nasional sebagai berikut:

1. Memposisikan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia sebagai tujuan pendidikan nasional.

2. Menempatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak sebagai dasar-dasar kecerdasan yang merupakan visi pendidikan nasional. Hal ini menunjukkan konsepsi kecerdasan yang dimanfaatkan adalah kecerdasan yang merambah pada wilayah spiritualitas dan karakter.

3. Tiga terminologi kunci tersebut sangat identik dengan domain agama, sehingga secara tidak langsung UUD 1945 ini mengamanatkan pentingnya pendidikan agama sebagai basis dan fondasi pendidikan nasional. Dengan sangat kontras hal ini berbeda dari UUD 1945 sebelum diamandemen yang hanya berhenti pada penyelenggaraan system pendidikan nasional tanpa penyebutan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulai sebagai tujuan dan visi pendidikan nasional.

(56)

lviii

kepada tuhan yang maha esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pada Bab I tentang Ketentuan Umum yang memaparkan penjelasan konsep sebagai gambaran paradigm yang dianut Undang-Undang system pendidikan Nasional ini kita bisa menemukan kembali jejak religiusitas tersebut. Item pertama dari ketentuan itu menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Spiritual keagamaan dan akhlak mulia sebagai komptensi yang harus dimiliki peserta didik merujuk kepada pendidikan agama. Pendidikan agamalah jalan paling memungkinkan untuk tidak menyebut satunya mengantarkan peserta didik memiliki spiritualitas keagamaam dan karakter positif yang terbingkai dalam rumusan akhlak mulia.

(57)

lix

Muhammad Athiyal al Abrasyi dan Mohammad al Toumy al Saibany tentang tujuan umum yang fundamental bagi pendidikan agama Islam, dapat disimpulkan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan nasional ini selaras dengan tujuan pendidikan agama Islam. Dengan demikian maka pasal 3 ini pun memberikan angin segar bagi pendidikan agama dan keagamaan. Dalam bab X pasal 36 dan 37 disebutkan bahwa penyususnan kurikulum pada semua jalur dan jenjang pendidikan pertama adalah mempertimbangkan penigkatan iman dan taqwa yang secara spesifik hanya dapat dilakukan oleh pendidikan agama. Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa serta berakhlak mulia.

(58)

lx

analisis ini dapat dikritisi bahwa maksud pendidikan agama sebagai muatan wajib kurikulum adalah mata pelajaran agama atau pengajaran agama. Karena pendidikan agama dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin dipkulkan tanggung jawabnya penuh pada sekolah.

Eksistensi pendidikan Agama Islam dalam system pendidikan Nasional semakin terlihat dengan beberapa hal seperti beberapa peraturan yang diterbitkan :

1. Peraturan pemerintah no 55 tahun 2007

Peraturan Pemerintah atau sering disingkat PP ini membahas tentang pendidikan agama dan keagamaan, pendidikan agama didefinisikan sebagai pendidikan sebagai pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Kelebihan rumusan ini terletak pada jangkauan pendidikan agama terhadap ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang justru selama ini terabaikan dari pendidikan agama. Pengabaian ini pula yang melahirkan kritik terhadap pendidikan agama yang hanya mengajarkan pengetahuan agama bukan cara beragama.

(59)

lxi

untuk pelaksanaanya berorientasi pada mata pelajaran atau mata kuliah bukan pada kultur keagamaan.

Peraturan pemerintah ini selanjutnya mengatur tentang fungsi pendidikan agama, tujuan pendidikan agama, pengelolaan pendidikan agama, hak peserta didik pendidikan agama, kurikulum pendidikan agama, dan sanksi bagi satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang pendidikan agama ini.

Keberpihakan yang besar terhadap pendidikan agama ternyata kurang didukung dengan konsep yang kuat tentang komponen-komponen pendidikan agama yang diaturnya. Dari sudut pandang ini terungkap beberapa point yang patut dikritisi dari Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 ini. Dalam hal pendidik tidak disebutkan secara jelas kualifikasi yang harus dimiliki. Peraturan Pemerintah ini tidak jauh berbeda dari undang-undangnya yang hanya menyebut pendidik tersebut harus seagama dengan peserta didik. Pengaturan pendidik yang diangkat dalam Peraturan Pemerintah ini hanya sekitar pengadaaan tenaga pendidik. Dengan hanya merujuk PP ini, siapa pun boleh mengajarkan agama selama ia seagama dengan peserta didik yang diajarinya.

(60)

lxii

diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab. Ayat ini menyebutkan sepuluh karakter unggulan yang di Negara-negara lain ramai dikejar melalui pendidikan karakter. Tetapi sayangnya, di sini pulalah letak kelemahan pendidikan agama di Indonesia selama ini.Bahkan setelah UU sisdiknas ini disahkan dan PP yang mengatur pendidikan agama lahir, pendidikan agama di sekolah-sekolah masih belum meiliki korelasi dengan pembentukan karakter seperti yang diamanatkan PP ini. Pendidikan agama masih berkutat sebagai pengajaran pengetahuan agama yang mengeram dalam ranah kognitif.

Pendekatan dan strategi pembelajaran juga dirumuskan secara ideal, ayat 7 dari pasal 5 menjelaskan, pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang mendorong kreatifitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses, jauh panggang dari api, demikian barang kali ilustrasi tentang implementasi pendidikan agama yang sangat jauh dari strategi ideal yang diamanatkan.

(61)

lxiii

untuk melindungi keyakinan warganya dari upaya-uaya mempropagandakan agama kepada orang yang telah beragama.

Hingga saat ini bangsa Indonesia masih mengalami suasana keprihatinan yang bertubi-tubi.Hasli survey menunjukkan bahwa kita masih bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di dunia. Dari lingkungan pejabat tinggi hingga yang paling rendah, disiplin makin longgar, tingkat penindasan yang kuat terhadap yang lemah sebagaimana tampak dalam tingkah laku semerawut dan saling menindas para pelakulalu lintas yang tidak kunjung berkurang; semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, penyalahgunaan narkoba, korupsi kolusi dan nepotisme. Sedangkan nilai-nali masyarakat paguyuban ( gemainschraft) ditinggalkan sehingga yang tanpak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu kelompok, agama, etnis politik maupun kepentingan lainnya. Menurut Abdul halim Soebahar dalam bukunya “Kebijakan Pendidikan Islam dari Ordonasi guru sampai uu sisdiknas” mengatakan terbitnya peraturan

Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan Agama dan pendidikan keagamaan sangat menggembirakan karena semakin memperkuat legalitas pendidikan agama islam dalam prespektif system pendidikan Nasional, baik secara kurikuler maupun institusi.

(62)

lxiv

a. Substansi pendidikan agama Islam yang tercermin pada substansi istilah pendidikan agama, dalam bentuk materi kurikulum Pendidikan Agama Islam ( PAI ) yang diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan baik sekolah umum ( SD, SMP, SMA ), di sekolah berciri khas Islam ( MI, MTs, MA, MAK), maupun dilembaga pendidikan keagamaan ( madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, Ma‟had Aly, Majelis Taklim, dan sebagainya ). “Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003, eksistensi pendidikan Agama adalah sebagai materi wajib yang berada di grade pertama ”(Soebahar. 2013:140).

b. Substansi pendidikan agama Islam yang tercermin dalam istilah pendidikan beciri khas Islam. Penddikan jenis ini kita kenal dengan nama madrasah.Substansi pendidikan agam islam yang tercermin dalam istilah pendidikan keagamaan ( PK ) menunjukkan perkembangan lebih signifikan.

c. Substansi pendidikan agama Islam yang tercermin pada substansi rumusan tujuan pendidikan Nasional , yaitu “ manusia yang beriman

dan bertaqwa terhadap Tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur/ berakhlak mulia.

(63)

lxv

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. 3. Peraturan Menteri Agama nomor 13 Tahun 2012

Ke depan eksistensi Pendidikan Agama Islam ( PAI ) pada sekolah semoga semakin menggembirakan setelah pada tanggal 24 Agustus 2012 diundangkan Peraturan Menteri Agama ( PMA ) Republik Indonesia tentang organisasi dan tata kerja organisasi vertikel kementerian agama. Kenapa, karena melalui PMA ini, selain memperjelas instansi vertical di jajarn kementerian agama, sekaligus juga memperkuat posisi pendidikan agama Islam, karena baru kali ini pendidikan agama Islam dikoordinasi dibawah kasi khusus yang namanya kasi pendidikan agama Islam. Selama ini yang mengkoordinasi Pendidikan Agama Islam ( PAI ) adalah kasi Mapenda . kasi penma, kerjanya kurang focus, karenamengkoordinasi madrasah dan pendidikan agama sekaligus dengan potensi ketenagaan yang sangat terbatas, baik kuantitas maupun kualitas.

4. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005

(64)

lxvi

kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD / MI / SDLB / Paket A, SMP / MTs / SMPLB / Paket B, SMA / MA / SMALB /Paket C, SMK / MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. 5. Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah yang telah diterbitkan sebelumnya yaitu PP nomor 19 Tahun 2005, salah satu hal yang berbeda dari PP No. 32 Tahun 2013 adalah mengatur tentang Pendidikan Agama Islam di sekolah setelah berlakunya kurikulum 2013, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang tadinya 3 jam mata pelajaran dalam seminggu menjadi 4 jam untuk jenjang Sekolah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA dari 2 jam mata pelajaran menjadi 3 jam mata pelajaran dalam seminggu.

D. Fungsi Pendidikan Agama Islam 1. Pendidikan Keimanan

(65)

lxvii

bumi ( Hafidz. 2009:70 ). Pendidikan Agama Islam untuk sekolah berfungsi sebagai Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt, yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. “Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya” ( Majid. 2012:15 ) .

“Beriman kepada Allah ialah membenarkansecara pasti tentang keberadaan ( wujud ) Allah, semua kesempurnaan dan keagungan yang dimilikiNya, hanya Dialah yang berhak untuk diibadahi, hati diiringi dengan kemantapan akan hal itu yang tercermin dari perilakunya, konsekuen dengan perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya” (Atsari. 2000:15).

Sahl bin Abdullah at Tustari ketika ditanya tentang apakah sebenarnya iman itu beliau menjawab “ Ucapan yang disertai dengan

perbuatan diiringi dengan ketulusan niat dilandasi dengan sunnah, Sebab

iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah kufur

apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah

nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa

(66)

lxviii

suatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan” ( Tim Dosen. 2010:102 ).

“Pengertian Iman secara bahasa adalah percaya.Dalam kitab al Munjid disebutkan bahwa iman itu artinya adalah membernarkan secara mutlak.Pengertian iman secara terminologi adalah mempercayai dan meyakini sesuatu di dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan merealisasikan dalam perbuatan” ( Aziz. 2010:102 ).

Pendidikan keimanan sudah barang tentu menyangkut pennguatan aqidah, pendidikan aqidah terdiri dari pengesaan Allah, tidak mensyarikatkan-Nya, dan mensyukuri segala nikmat-Nya, larangan mensyarikatkan Alah swt tertuang dalam surat luqman ayat 13. “Sudah jelas bahwa ayat ini mendidik manusia bahwa keyakinan pertama dan utama yang perlu ditanamkan dan diresapkan kepada anak didik adalah tauhid “ ( Arief. 2007:186 ). Bila seseorang ragu akan kagungan Allah, namun lebih yakin pada kemampuan dirinya dengan pertolongan makhluk, maka jangan salahkan siapapun kalau dalam hidupnya ia akan menemukan banyak kekecewaan.

“Barang siapa ingin hidupnya selalu dilindungi, dibela, dimudahkan urusannya oleh Allah, dikabulkan doa doanya, tetapi tidak pernah bersungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu akidah ( keyakinannya ) kepada Allah, maka keyakinannya hanya akan menjadi sebuah angan-angan” ( Alim. 2003:132 ).

(67)

lxix

berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan dinilai sebagai alamiah seorang muslim, apabila tidak, maka segala amalnya tidak akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim” (Wiyani. 2013:75). “Menurut bahasa aqidah berasal dari kata „aqada yang artinya ikatan terhadap sesuatu.Akidah adalah sesuatu yang dapat diyakini oleh seseorang” ( Ubaidah. 2008: 9 ).

Jika kita lihat pengertian pendidikan agama Islam maka sudah jelas fungsi pendidikan agama Islam adalah Memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam. Untuk memperjelas fungsi pendidikan agama islam dapat ditinjau dari fenomena yang muncul dalam perkembangan peradaban manusia, dengan asumsi bahwa peradaban manusia senantiasa tumbuh danberkembang melalui pendidikan. Fenomena tersebut dapat ditelusuri melalui kajian antropologi budaya dan sosiologi yang menunjukkan bahwa peradaban masyarakat manusia dari masa ke masa semakin berkembang maju, kemajuan itu diperoleh melalui interaksi komunikasi sosialnya, semakin intens interaksi sosialnya semakin cepat pula perkembangannya.

Dengan kajian antropologi dan sosiologi dalam perspektif al qur‟an dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan agama Islam adalah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dimaksudkan untuk menemukan, memahami, menjelaskan serta memperoleh gambaran tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian

tersebut menggambarkan harga atau nilai ekonomi lahan yang didapat sebagai hasil dari investasi, dimana lahan adalah faktor produksi dalam kegiatan usahatani padi sawah

Nyata, bahwa para penyelundup itu harus tunduk pada peraturan yang ketat, karena setiap orang berusaha untuk berjalan di atas tapak-tapak kaki yang sudah dibuat

Kejadian chikungunya di wilayah Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen di Kelurahan Panjer dan Desa Karangsari merujuk pada kriteria KLB secara epidemiologi dapat

Program JKBM adalah sebuah kebijakan yang ditujukan untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dengan menyediakan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya disubsidi

Keseluruhan indikator dituangkan dalam 28 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan lima poin skala likert untuk mengukur tingkat profesionalisme akuntan publik,

Sesuai dengan tujuan penelitian yang berjudul “Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Homeroom Untuk Meningkatkan Sikap Anti Seks Bebas Pada Siswa Kelas XI TAV 2 SMK Negeri 2 Kudus”

Manusia selalu terdorong untuk berhubungan satu dengan yang lain demi kelangsungan hidupnya (Jualiardi, 2014, hal.77). Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial.