• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT)"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR PASIR SEMBUNG

KABUPATEN CIANJUR

(Aplikasi Model

IPAT

)

NASYA FATHIRAS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

i RINGKASAN

NASYA FATHIRAS. Analisis Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT). Dibimbing oleh PINI WIJAYANTI

Peningkatan volume timbunan sampah di Kabupaten Cianjur menyebabkan tempat pembuangan akhir Pasir Sembung merubah metode pengelolaan sampah dari open dumping menjadi metode control landfill. Akan tetapi, anggaran dalam pengelolaan TPA yang terbatas merupakan salah satu kendala bagi pihak pengelola. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur; (2) evaluasi kelayakan finansial pengelolaan TPA Pasir Sembung dengan sistem control landfill; (3) merumuskan kebijakan yang dapat digunakan dalam pengelolaan TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.

Penelitian ini dilakukan di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan metode snowball sampling dalam pengambilan sampel. Data sekunder diperoleh dari DKP, Tata Ruang dan Pemukiman, BPS, Bappeda, KLH Kabupaten Cianjur, jurnal, buku, dan data lainnya. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan model IPAT yang diuji menggunakan analisis regresi linier berganda. Berdasarkan faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan pemodelan volume timbunan sampah di TPA selama sepuluh tahun ke depan. Evaluasi Kelayakan finansial pengelolaan TPA dikaji menggunakan analisis biaya manfaat, sedangkan untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan TPA menggunakan analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan menggunakan Microsoft Exel 2010, Minitab 14.0 for Windows, dan Vensim version 5.6b.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah dilihat berdasarkan pendekatan model IPAT adalah jumlah populasi dan tingkat pendapatan. Faktor-faktor tersebut diuji menggunakan analisis regresi pada taraf nyata 5 %. Teknologi pengolahan sampah diduga tidak berpengaruh signifikan dikarenakan perubahan biaya yang digunakan sebagai satuan dalam analisis regresi memiliki pengaruh yang kecil. Pengelolaan TPA Pasir sembung dilihat berdasarkan kriteria kelayakan yaitu nilai NPV, Net dan Gross B/C, dan IRR layak untuk dijalankan. Pengelolaan TPA ini merupakan proyek pemerintah yang harus dijalankan secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian, kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan TPA adalah penetapan Perda mengenai pengelolaan sampah, penetapan anggaran pemerintah untuk pengelolaan TPA dan juga besaran retribusi yang ditingkatkan, dan dilakukan pengolahan sampah dengan sistem 3R (reduce, reuse, recycle).

(3)

ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR PASIR SEMBUNG

KABUPATEN CIANJUR

(Aplikasi Model

IPAT

)

NASYA FATHIRAS H44070049

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

ii Judul Skripsi : Analisis Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT) Nama : Nasya Fathiras

NIM : H44070049

Disetujui

Pini Wijayanti, SP, M.Si Nuva, SP, M.Sc

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(5)

iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

(6)

iv UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda (Syarif Hamzah), Ibunda (Hana Marliana), Adik-adikku (Risya Maulana W.K dan Salsabila Zahra F) yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup, dukungan, dan doa yang tulus.

2. Pini Wijayanti, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi pertama dan Nuva, SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi kedua yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, semangat, pelajaran, dan pengarahan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Adi Hadianto, SP, M.Si sebagai dosen penguji yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan saran demi penyempurnaan skripsi ini.

4. Eva Anggraeni, S.Pi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam bidang akademik. 5. Pengelola TPA Pasir Sembung dan seluruh keluarga besar Dinas Kebersihan

dan Pertamanan Kabupaten Cianjur.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

(7)

v KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya. Salam dan Salawat penulis kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Pengelolaan Sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten

Cianjur (Aplikasi Model IPAT)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung. Selain itu, menganalisis kelayakan pengelolaan TPA, dan kebijakan yang diterapkan dalam pengelolaan di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

(8)

vi

1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Penelitan ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Sampah ... 9

2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah ... 10

2.3 Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah ... 11

2.4 Upaya Mengatasi Permasalahan Sampah ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Teoritis ... 17

3.1.1 Hubungan Antara Populasi Penduduk dan Lingkungan ... 17

3.1.2 Pemodelan Peningkatan Jumlah Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir ... 18

3.1.3 Kelayakan Finansial Tempat Pembuangan Akhir ... 19

(9)

vii 4.4.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume

Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir ... 27

4.4.1.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 28

4.4.1.2 Pemodelan Volume Timbunan Sampah ... 30

4.4.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir ... 32

4.4.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir ... 33

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 35

5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung ... 35

5.2 Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung ... 37

5.3 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cianjur ... 40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

6.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah ... 42

6.1.1 Fungsi Regresi Berganda ... 44

6.1.2 Pemodelan Pertumbuhan Volume Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung ... 48

6.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung dengan Metode Control Landfill ... 50

6.2.1 Identifikasi Dana Pemasukan ... 53

6.2.2 Identifikasi Pengeluaran ... 55

6.2.3 Kriteria Kelayakan ... 59

(10)

viii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun

2007-2009 ... 2 2 Matriks Metode Analisis Data ... 27 3 PDRB Per Kapita Kabupaten Cianjur Tahun 2005-2010 ... 41 4 Hasil Pendugaan Fungsi dari Volume Timbunan Sampah di TPA

Pasir Sembung Tahun 2000-2010 ... 45 5 Penerimaan Dana APBD untuk Pengelolaan TPA Pasir

Sembung ... 53 6 Hasil Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Sampah di

(11)

ix DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Tahun

1995-2009 ... 5 2 Tahapan Pengelolaan Sampah Sistem Open Dumping ... 12 3 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ... 24 4 Simulasi Studi Pertumbuhan Volume Sampah di TPA Pasir

Sembung ... 32 5 Peta Situasi TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur ... 36 6 Skema Pengolahan dan Pengangkutan Sampah di Kabupaten

Cianjur ... 38 7 Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun

2000-2010 ... 43 8 Hasil Pemodelan Volume Sampah (m3) di TPA Pasir Sembung

(12)

x DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Regresi Model Fungsi Volume Timbunan Sampah ... 72 2 Hasil Pemodelan Volume Timbunan Sampah Tahun

2010-2020 ... 74 3 Tabel Cash flow Evaluasi Kelayakan Finansial

(13)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia menghasilkan tatanan kehidupan sosial yang semakin meningkat. Hasil pembangunan yang semakin meningkat akan makin mendekatkan masyarakat kepada tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun, harus dilihat juga bahwa hasil pembangunan akan menghasilkan dampak atau efek samping terhadap lingkungan sebagai penopang kegiatan pembangunan tersebut.

Dampak lingkungan yang dikhawatirkan adalah menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu dampak lingkungan yang dihasilkan adalah sampah yang merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak lanjutan yang membahayakan. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), volume sampah yang meningkat setiap tahun dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi masyarakat, dan sistem pengelolaan sampah di masing-masing daerah (KNLH 2008).

Provinsi di Indonesia yang memiliki volume timbunan sampah paling tinggi adalah Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk di provinsi ini meningkat setiap tahun dan lebih tinggi dibandingkan provinsi yang lain. Provinsi Jawa Barat hingga kini merupakan provinsi yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak di Indonesia dengan luas wilayah sebesar 3 647 392 ha.

(14)

2 dengan laju pertumbuhan sebesar 1.89 % pada tahun 2009 (BPS 2010). Dapat dilihat (Tabel 1) bahwa jumlah penduduk berdasarkan kabupaten yang ada di Jawa Barat semakin meningkat dari tahun 2007 sampai 2009. Jika diurutkan,

Kabupaten Cianjur menempati urutan ke enam dalam jumlah penduduk terbanyak. Walaupun tidak di urutan pertama namun peningkatan jumlah penduduk di kabupaten ini cukup signifikan. Adapun tren peningkatan jumlah penduduk

berdasarkan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun

Kabupaten Cianjur pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk sebanyak 2 189 328 jiwa dengan laju pertumbuhan 0.89 %. Jumlah penduduk ini meningkat setiap tahun, dimana pada tahun 2007 jumlah peduduk hanya sebanyak 2 149 121 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk yang akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat.

Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat tentu saja akan

meningkatkan jumlah konsumsi masyarakat serta segala aktivitasnya yang

dikhawatirkan akan melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jika

tidak sesuai atau melebihi daya dukung lingkungan maka akan menimbulkan

dampak negatif yaitu dapat mencemari lingkungan. Salah satu pencemar

(15)

3

(Solehati 2005). Kelangsungan hidup manusia sangat tergantung kepada

lingkungan hidupnya. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan

hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda dan makhluk hidup,

termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Masalah sampah timbul karena adanya peningkatan timbunan sampah sebesar dua sampai empat persen per tahun. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan dukungan sarana dan prasarana penunjang yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut. Selain itu, belum adanya regulasi dalam upaya penanganan dan pengelolaan sampah secara optimal.

Selama ini pengelolaan sampah masih diserahkan kepada pemerintah daerah. Selain itu terbatasnya anggaran pengelolaan sampah yang menjadi suatu permasalahan dasar juga selalu menjadi kendala. Salah satu alasannya karena masih rendahnya investasi swasta dalam pengelolaan sampah. Masalah sampah juga diperparah oleh paradigma bahwa sampah merupakan limbah domestik rumah tangga atau industri yang tidak bermanfaat (KNLH 2008).

Peningkatan populasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cianjur juga mempengaruhi kondisi lingkungan terutama sampah di wilayah ini.

Sebanding dengan peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk, sampah di wilayah ini jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kegiatan konsumsi masyarakat memiliki korelasi yang positif terhadap jumlah sampah

yang terbagi menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik masih menjadi komponen terbesar yaitu sebesar 65 % diikuti oleh sampah kertas dan

(16)

4 tanpa diolah. Disisi lain, pengelolaan sampah oleh dinas terkait hanya fokus pada

pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir Sembung. TPA ini sudah berdiri sejak tahun 1975 di atas tanah seluas enam hektar. Pengelolaan TPA pada tahun 1978 sampai 2006 masih menggunakan sistem open dumping. Adapun sistem pengelolaan sampah adalah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan transfer depo, dan pengangkutan dengan kontainer untuk dibawa ke TPA (KLH 2009)1.

Sistem pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung berubah dari open dumping menjadi control landfill. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Persampahan No. 18 Tahun 2008 bahwa pada tahun 2013 harus menutup pengelolaan TPA dengan sistem open dumping menjadi sistem control landfill. Sistem ini diterapkan di Kabupaten Cianjur sesuai dengan kategori wilayah ini sebagai kota kategori sedang dan juga sebagai prasyarat penilaian untuk Program Adipura.

Sistem open dumping hanya menimbun sampah tanpa dilakukan penutupan dengan tanah, sedangkan sistem control landfill sampah ditimbun oleh tanah (pengurugan) setiap minimal tujuh hari sekali sampai rata dengan permukaan sebelum ditimbun dengan sampah baru. Perbedaan dalam kedua pengelolaan ini selain dari teknis pelaksanaan juga terdapat perbedaan dari segi anggaran. Anggaran dana yang diterima oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan diperoleh dari Pemda setiap setahun sekali. Anggaran pemerintah tersebut terbatas sehingga dana untuk pelaksanaan pengelolaan TPA ini semakin terbatas.

1

(17)

5 Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting melihat peningkatan volume timbunan sampah setiap waktu yang tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Permasalahan lintas sektoral dimana lahan TPA Pasir Sembung diperluas yang pada akhirnya memakai lahan milik warga. Selain itu, terjadi perubahan sistem pengelolaan dari open dumping menjadi control landfill. Hingga saat ini penelitian yang terkait dengan TPA hanya membahas mengenai dampak dari keberadaan TPA terhadap masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cianjur dari tahun 1995 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan. Pada tahun 1995 sebanyak 1 745 763 jiwa dan pada tahun 2010 sebanyak 2 240 085 jiwa. Selama periode tahun 1995 sampai 2006 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cianjur rata-rata sebesar 1.86 % per tahun. Angka itu masih berada di atas laju pertumbuhan penduduk secara nasional yaitu 1.49 %. Artinya bahwa pertumbuhan penduduk di kabupaten ini cukup tinggi sehingga kabupaten ini dikategorikan sebagai kota kategori sedang. Meningkatnya jumlah penduduk disertai peningkatan daya beli masyarakat menyebabkan gaya hidup masyarakat lebih bersifat konsumtif yang akan menghasilkan lebih banyak sampah. Adapun laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : BPS 2009

(18)

6 Sampah yang terbuang kemudian diangkut dan ditimbun di TPA. Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir Sembung. Pengelolaan sampah di TPA ini pada awalnya menggunakan sistem open dumping yang dilakukan sampai tahun 2006. Sistem ini hanya membuang sampah tanpa adanya pengolahan sampah. Hal ini yang menyebabkan volume timbunan sampah di TPA semakin meningkat. Pemendaman atau penimbunan limbah padat ini tidak hanya memakan lebih banyak lahan, akan tetapi juga menyebabkan udara, air, pencemaran tanah, dan pelepasan metan (CH4) ke atmosfer. Pada akhirnya kondisi

ini akan membahayakan masyarakat sekitar TPA.

Berdasarkan Undang-Undang Persampahan No. 18 Tahun 2008 seluruh TPA harus merubah sistem pengelolaan secara terbuka (open dumping) menjadi sistem yang lebih ramah lingkungan yaitu sistem control landfill. Perubahan sistem ini menurut Pasal 4 dalam UU tersebut bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Pilihan terbaik dalam pengelolaan TPA adalah sistem sanitary landfill, namun jika tidak memungkinkan maka sistem control landfill dapat digunakan sampai sistem sanitary landfill dapat terwujud (TTPS 2010)2.

Pengelolaan sampah dengan sistem control landfill dilakukan untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Sistem ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Pengelolaan dengan sistem ini melakukan perataan dan pemadatan sampah yaitu menimbun sampah dengan tanah setiap tujuh hari sekali.

2

(19)

7 Pemerintah Daerah (Pemda) pun berperan dalam penentuan kebijakan pengelolaan TPA. Kebijakan tersebut didasarkan pada peraturan daerah (Perda) Kabupaten Cianjur No. 4 Tahun 2006 tentang Kajian Lingkungan yang disebutkan pada pasal 1 dan juga Perda No. 10 Tahun 2005 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan. Peraturan daerah tersebut menjelaskan tarif retribusi yang harus dibayarkan dari masing-masing sektor. Namun, tarif retribusi tersebut masih rendah dibandingkan dengan biaya pengelolaan yang sesungguhnya. Kondisi yang seperti ini jika dibiarkan terus menerus tanpa adanya solusi yang berarti akan menyebabkan permasalahan yang semakin meluas di antara pihak yang terkait dan akan mempengaruhi kualitas lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung?

2. Apakah sistem pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung secara control landfill sudah layak secara finansial?

3. Apa upaya pemerintah yang tepat agar permasalahan pengelolaan sampah di Kabupaten Cianjur lebih optimal?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

(20)

8 2. Evaluasi kelayakan finansial pengelolaan TPA Pasir Sembung dengan sistem

control landfill.

3. Merumuskan kebijakan yang dapat digunakan dalam pengelolaan TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti dan akademisi, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

2. Bagi pemerintah, sebagai bahan acuan dalam melakukan analisis pengelolaan dan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sampah di TPA. 3. Sebagai referensi bagi penelitian terkait berikutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TPA Pasir Sembung yang berada di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini hanya difokuskan pada limbah padat yaitu sampah yang ditimbun di TPA. Jumlah sampah di TPA ini meningkat setiap waktu sehingga menjadi permasalahan baik dalam pengelolaannya maupun bagi masyarakat.

(21)

9 II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya tersebut, manusia akan menghasilkan limbah padat atau disebut juga sampah. Sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik ini bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga langsung dibuang ke lingkungan (Nandi 2005).

Menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia berbentuk padat yang karena konsentrasi dan volumenya sehingga membutuhkan pengelolaaan yang khusus. Penguraian sampah sendiri disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas metana (CH4 dan H2S) yang bersifat racun bagi tubuh makhluk hidup. Sampah

yang tidak dapat membusuk adalah sampah yang berbahan dasar plastik, logam, gelas, dan karet.

(22)

10 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah

Sistem pengelolaan sampah terpadu adalah sistem manajemen yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan berbagai bidang. Perencanaan pembangunan perkotaan mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial, institusi, politik, keuangan, dan aspek teknis secara simultan. Selain itu, memberi peluang bagi semua pemegang kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan (Damanhuri 2007).

Jumlah sampah yang meningkat berkaitan dengan perubahan jumlah populasi, tingkat urbanisasi, dan kekayaan (pendapatan per kapita). Seorang arkeolog menyatakan bahwa rata-rata peningkatan jumlah sampah dapat berkorelasi dengan bermacam-macam indikator, yaitu kekayaan termasuk Gross Domestic Product (GDP) per kapita, konsumsi energi, dan konsumsi masing-masing individu per kapita (Bogner dan Matthews dalam Bogner 2007).

Peningkatan populasi, kemakmuran, dan urbanisasi di beberapa negara maju dan berkembang merupakan sebuah tantangan bagi daerah tersebut. Semakin tinggi peningkatan tersebut, maka semakin banyak sampah yang dihasilkan. Sehingga tantangannya adalah dalam proses mengumpulkan, mendaur ulang, dan mengatur kualitas dan kuantitas sampah yang dihasilkan.

(23)

11 keuntungan tambahan. Selain itu, pelaksanaan pengelolaan sampah yang efektif secara bersamaan akan mengurangi emisi dari green house gas (GHG) dan memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan kesehatan, menjaga kualitas lingkungan (air dan tanah), konservasi sumberdaya alam, dan menjaga keberadaan dari sumber energi yang dapat diperbaharui (Bogner 2007).

Ketersediaan dan kualitas data tahunan merupakan masalah utama dalam sektor pengelolaan sampah. Data mengenai sampah baik padat maupun cair cukup tersedia di beberapa negara, kualitas data bervariasi, definisi yang tidak seragam, dan faktor-faktor tahunan lain yang tidak dapat dikuantifikasikan. Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi pertumbuhan jumlah sampah secara global, yaitu: (1) menggunakan data statistik nasional mengenai sampah atau melakukan survey, termasuk metodologi IPCC; (2) mengestimasi berdasarkan jumlah populasi (contoh dengan menggunakan SRES skenario); dan (3) menggunakan alat atau proxy yang menggambarkan hubungan variabel demografi atau ekonomi sebagai indikator yang diperoleh dari kumpulan data tahunan nasional (Bogner dan Matthew 2003).

2.3 Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Menurut UU No. 18 Tahun 2008, tempat pengelolaan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tahapan pemrosesan akhir sampah adalah mengembalikan kembali sampah ke media lingkungan, namun harus aman bagi manusia dan lingkungan.

(24)

12 pengolahan. Tahapan kegiatan tersebut merupakan suatu sistem, sehingga masing-masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem. Tahapan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Nandi 2005) :

Sumber: Nandi 2005

Gambar 2. Tahapan Pengelolaan Sampah Sistem Open Dumping

Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Tahapan ini menggunakan sarana berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara. Pengumpulan (tanpa pemilahan) umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju tempat pembuangan akhir atau pengelolaan. Tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke TPA. Selain itu, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia, maupun biologis sampai seluruh proses selesai. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sampah, yaitu: (1) metode open dumping; (2) metode control landfill; (3) metode sanitary landfill; (4) metode improved sanitary landfill; dan 5) metode semi aerobic landfill.

Sampah

Pengumpulan Pengangkutan Pembuangan atau pengolahan

(25)

13 Sampah yang telah ditimbun di TPA dapat mengalami proses lanjutan. Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah (Nandi 2005):

1. Teknologi pembakaran (Incenerator). Cara ini dapat mengahasilkan produk sampingan berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Keuntungan lainnya dari teknologi ini adalah:

a. Dapat mengurangi volume sampah ± 75 %-80 % dari sumber sampah tanpa proses pemilahan.

b. Abu dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan sehingga dapat langsung dibawa ke tempat penimbunan pada lahan kosong, rawa, atau pun daerah rendah sebagai bahan pengurug.

c. Pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96 000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya dalam proses pengelolaan.

2. Teknologi composting yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur tanah.

3. Teknologi daur ulang yang dapat menghasilkan sampah potensial, seperti kertas, plastik, logam, dan kaca atau gelas.

2.4 Upaya Mengatasi Permasalahan Sampah

(26)

14 sekedar mengangkut dan membuang hingga ke TPA, tetapi harus dipilah dan diolah agar menjadi sesuatu yang bermanfaat sejak dari sumbernya. Sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa prinsip dalam mengelola sampah adalah Reduce, Reuse, dan Recycle yang dikenal sebagai 3R atau mengurangi, menggunakan kembali, dan mengolah. Ada pun upaya untuk mengatasi masalah sampah adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang- Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Penyusunan UU ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang baik dan sehat kepada masyarakat Indonesia sebagaimana terdapat dalam

pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”

(KNLH 2008). 2. Implementasi 3R

(27)

15 Penanganan dan pengolahan sampah dapat dilakukan sejak dari sumbernya melalui pemilahan sampah organik dan nonorganik. Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi sampah organik dan nonorganik. Implementasi program 3R dalam pengelolaan sampah tersebut dapat dilakukan juga oleh pemerintah. Program 3R pemerintah antara lain dalam bentuk penyediaan dana operasional fasilitas pengolahan sampah skala kota, penyediaan lahan sebagai lokasi, kegiatan pemetaan lapangan dan pemberian data dan informasi (KNLH 2008).

3. Penerapan Instrumen Ekonomi

Permasalahan lingkungan, termasuk yang berhubungan dengan solid waste management (SWM), secara tradisional atau turun temurun telah menggunakan perintah dan kontrol peraturan (CAC). Peraturan tersebut langsung dilakukan dengan penentuan kebijakan yang spesifik dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, harus dicapai dengan menerapkan sangsi dan hukuman (Perman et al. dalam Nahman dan Godfrey 2009).

(28)
(29)

17 III.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung. Penelitian ini didasarkan pada beberapa teori yang digunakan sebagai dasar metode yang akan digunakan dalam analisis. Teori yang digunakan adalah untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah dan mengevaluasi pengelolaan TPA Pasir Sembung secara finansial. 3.1.1 Hubungan Antara Populasi Penduduk dan Lingkungan

Model IPAT ini menggambarkan hubungan dampak (I) yang dipengaruhi

oleh jumlah penduduk atau populasi (P), pendapatan atau kekayaan “affluence

(A), dan teknologi (T) (Daily dan Erchlic 1992). Model ini sering digunakan untuk studi mengenai lingkungan. Model ini bukan merupakan persamaan matematika formal tetapi merupakan konsep atau kerangka konseptual. Model IPAT ini merupakan perluasan dari persamaan IPF oleh Erchlic and Holdren pada tahun 1971. Persamaan IPF ini pada awalnya digunakan untuk melihat perubahan per kapita yang dapat menentukan dampak terhadap lingkungan.

(30)

18 bagi masa depan, dampak juga dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan (Schulze 2001).

Model ini juga menolak anggapan bahwa populasi merupakan faktor yang memberikan kontribusi terkecil terhadap perubahan lingkungan. Hubungan antara penduduk, pendapatan, dan teknologi dapat menunjukan interaksi yang sangat kompleks, yang disederhanakan di dalam persamaan (Giambona et al. 2004). 3.1.2 Pemodelan Volume Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan

Akhir Pasir Sembung

Peningkatan jumlah sampah akan terus terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kondisi atau umur teknis TPA untuk dapat menampung sampah yang dihasilkan perlu diperhatikan agar tidak terjadi over capacity atau melebihi daya tampung. Pemodelan dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat pertumbuhan sampah di waktu yang akan datang berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pemodelan adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi konsekuensi (response) dari sistem terhadap tindakan manusia. Jika tindakan manusia ini dilakukan secara langsung terhadap sistem sebenarnya (alam), maka konsekuensinya akan mahal, merusak dan sukar dipelajari (Nababan 2001).

(31)

19 Pemodelan ini akan menggambarkan tingkat pertumbuhan volume sampah sampai sepuluh tahun ke depan. Faktor peningkatan jumlah penduduk, konsumsi, dan pengolahan sampah dapat memberikan pengaruh terhadap volume sampah yang ditimbun di TPA. Peramalan dapat digunakan juga sebagai ukuran dalam pengelolaan TPA.

3.1.3 Kelayakan Finansial Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Evaluasi kelayakan merupakan alat yang komperhensif yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu kebijakan dimana semua manfaat dan biaya dapat dikuantifikasikan dan dinilai secara moneter. Evaluasi ini dilakukan untuk menilai keoptimalan dari pengelolaan TPA sebagai tempat pembuangan akhir karena adanya peningkatan volume sampah. Perhitungan ini digunakan untuk menilai kelayakan pengelolaan TPA dengan sistem control landfill yang sebelumnya diterapkan sistem open dumping. Hasil evaluasi ini juga diberikan bagi pembuat keputusan dengan indikasi yang jelas dari nilai suatu kebijakan yang efisien dan memberikan keuntungan bersih yang besar bagi publik (Woodruff dan Holand 2008). Selain itu dapat menjadi alat valuasi dari program-program masyarakat yang berkaitan dengan manajemen sumberdaya alam, seperti pengendalian banjir, irigasi PLTA praktek pembuangan sampah, dan lainnya. Evaluasi finansial diperoleh dari perhitungan manfaat dan biaya suatu program atau proyek yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan harga pasar untuk menilai keoptimalan proyek tersebut dilihat dari segi anggaran.

3.1.3.1Indikator Kelayakan Finansial

(32)

20 indikator yang mempengaruhi kelayakan suatu program atau usaha. Indikator tersebut adalah (Gitinger dan Willis 1999):

1. Manfaat sekarang neto (Net Present Value)

Manfaat sekarang neto dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Manfaat sekarang neto dihitung dengan mencari selisih antara nilai sekarang dari arus manfaat dikurangi dengan nilai sekarang dari arus biaya.

2. Perbandingan manfaat dan biaya (Benefit-Cost Ratio)

Perbandingan manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Benefit-Cost Ratio merupakan ukuran berdiskonto yang pertama dikenal.

3. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate Return)

IRR adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasional, investasi, dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal. Hal tersebut merupakan tingkat pengembalian atas kapital yang belum selesai tiap periode sementara kapital tersebut masih diinvestasikan pada proyek.

4. Payback Period (PP)

(33)

21 3.2 Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cianjur meningkat setiap waktu dengan laju pertumbuhan penduduk adalah sebesar 1.09 % per tahun. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, kegiatan ekonomi baik kegiatan rumah tangga maupun industri juga semakin meningkat sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing. Kegiatan ekonomi masyarakat tersebut akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, dimana konsumsi tersebut akan menghasilkan residu yang disebut sebagai sampah.

Peningkatan jumlah penduduk akan memberikan dampak terhadap peningkatan volume sampah dan kerusakan lingkungan. Masalah lingkungan pada umumnya timbul karena (Nandi 2005): (1) urbanisasi yang cepat dan penggunaan teknologi yang kurang bijaksana; (2) tingkat konsentrasi sampah yang melebihi daya dukung lingkungan yang disebabkan oleh kemunduran mutu lingkungan hidup untuk kehidupan biologis termasuk manusia; (3) pertambahan jumlah penduduk serta peningkatan jumlah kegiatan pembangunan yang mengakibatkan terjadinya pergeseran pada pola penggunaan lahan; (4) pertumbuhan ekonomi dan industri yang menyebabkan terjadinya kecenderungan perubahan siklus alami lingkungan.

Sampah yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi tersebut diangkut dan dikumpulkan di tempat pembuangan akhir yaitu TPA Pasir Sembung. Volume sampah yang dihasilkan mencapai 450-500 m3 per hari. Penumpukan sampah ini jika tidak diimbangi dengan adanya pengolahan sampah maka semakin lama akan menyebabkan pembusukan sampah. Hal ini akan menghasilkan gas metana (CH4

(34)

22 sebagian lahan milik warga sekitar untuk mengurangi penumpukan sampah. Volume timbunan sampah di TPA meningkat setiap tahun yang dengaruhi oleh beberapa faktor. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume timbunan sampah dilakukan agar dapat mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut dan hubungan antar faktor-faktor tersebut terhadap volume timbunan sampah.

Volume timbunan sampah yang semakin meningkat menyebabkan perlu adanya perbaikan dalam sistem pengelolaan sampah. Pada tahun 2006, sistem pengelolaan TPA dirubah menjadi sistem control landfill. Perubahan ini sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Persampahan. UU ini menyaratkan bahwa pada tahun 2013 semua TPA harus menutup pengelolaan TPA dengan sistem open dumping dan mengganti minimal dengan sistem control landfill. Evaluasi kelayakan finasial terhadap sistem pengelolaan ini dilakukan untuk menilai keoptimalan sistem tersebut. Evaluasi ini dapat melihat apakah penerimaan dari pemerintah (APBD) dan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan TPA ini sudah sebanding. Evaluasi ini penting dilakukan, karena keoptimalan sistem pengelolaan TPA akan mempengaruhi kualitas dari TPA dalam mengelola sampah.

(35)

23 yang mementingkan kepentingan masyarakat dan juga lingkungan. Alur pemikiran operasional ini dapat dilihat pada Gambar 3.

3.3 Hipotesa

(36)

24

Sumber: Penulis, 2011

Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan menyebabkan konsumsi

masyarakat semakin meningkat

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

volume timbunan sampah di TPA

Mengevaluasi kelayakan finansial pengelolaan

TPA dengan sistem control landfill

Merumuskan kebijakan pemerintah daerah dalam

pengelolaan TPA

Rekomendasi bagi pemerintah setempat dalam pengelolaan TPA

Jumlah sampah semakin meningkat sehingga terjadi penumpukan sampah di TPA

Perluasan lahan TPA dan perubahan sistem pengelolaan sampah dari open

(37)

25 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TPA Pasir Sembung yang berada di Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena wilayah ini hanya memiliki satu TPA. Volume sampah yang ditimbun di TPA meningkat setiap waktu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga dibutuhkan lahan TPA yang lebih luas. Hal ini menjadi permasalahan baik bagi masyarakat maupun dinas terkait dalam pengelolaannya karena jumlah sampah yang ditimbun di TPA ini semakin meningkat. Selain itu, adanya perubahan sistem pengelolaan menjadi sistem control landfill dalam pengelolaan sampah di TPA. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

(38)

26 4.3 Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan untuk tujuan ketiga dalam penentuan sampel dilakukan dengan metode snowball sampling. Metode ini merupakan teknik pengambilan sampel yang pada mulanya jumlahnya kecil tetapi semakin lama semakin banyak sampai informasi yang didapatkan dinilai telah cukup. Pengambilan sampel lembaga pertama dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yang selanjutnya mengikuti gerakan atau arah dari sampel pertama sampai di lembaga yang paling akhir (Sugiarto et al. 2001).

4.4 Metode Analisis Data

(39)

27 Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1. Mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung

Kabupaten Cianjur.

Data sekunder IPAT dan analisis pemodelan

Data sekunder Analisis biaya dan manfaat (analisis

4.4.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

Identifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA dilakukan dengan menggunakan pendekatan model yang mengambarkan hubungan antara populasi dengan lingkungan. Model tersebut dikenal dengan model IPAT. Model ini menggambarkan hubungan antara populasi (P), pendapatan per kapita atau kekayaan (A), dan teknologi (T) yang dapat memberikan dampak (I) terhadap lingkungan (Daily dan Erhclic 1992).

(40)

28 jumlah penduduk, pendapatan per kapita masyarakat, dan teknologi yang dilakukan untuk mengolah sampah di TPA. Perhitungan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap volume sampah dapat dilihat sebagai berikut (Schulze 2001): I = P. A. T ... (4.1)

In = Populasi n•( )•

Keterangan: I = Impact/dampak (volume/m3)

P= Population/populasi (jumlah penduduk tahun 2000-2010) A=Affluence/tingkat kemakmuran (pendapatan per kapita

masyarakat tahun 2000-2010 dalam rupiah)

T=Technology/teknologi pengomposan sampah (rupiah) n= Tahun ke 1,2,3...,11

Perhitungan dengan metode ini dilakukan tiap tahun yaitu dari tahun 2000 sampai 2010. Perhitungan dampak (I) yang diperoleh tiap tahun dilakukan untuk membandingkan perubahan dampak pada (I1) tahun 2001 sampai tahun 2010 (I6).

Setelah diketahui Impact yang diperoleh tiap tahunnya, maka dapat diketahui bahwa faktor-faktor atau variabel yang dimasukan mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA. Pendekatan dengan model IPAT ini diuji menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan setiap masing-masing faktor dengan volume sampah. Selain itu, dilakukan juga pemodelan untuk melihat tren volume sampah yang ditimbun di TPA.

4.4.1.1Analisis Regresi Linier Berganda

(41)

29 merupakan peubah acak. Koefisien regresi βo dan β1 adalah parameter yang

menggambarkan karakteristik populasi yang akan diduga (Juanda 2009).

Fungsi regresi yang digunakan dalam penelitian ini hanya diuji dengan menggunakan fungsi regresi linier berganda. Persamaan dalam fungsi regresi ini dibuat berdasarkan pendekatan model IPAT. Fungsi regresi ini menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu jumlah penduduk (P), pendapatan masyarakat (A), dan teknologi pengolahan sampah (T) terhadap variabel tak bebas yaitu volume sampah (I). Analisis regresi ini dilakukan menggunakan program Minitab 14.0 for Windows. Adapun model fungsi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah adalah sebagai berikut:

Ii = βo + β1Pi+ β2Ai+ β3Ti+ ε ... (4.2)

Keterangan:

I = Volume sampah yang ditimbun di TPA tahun ke i (m3) Pi = Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur tahun ke i (jiwa)

Ai = Pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Cianjur tahun ke i

Ti = Teknologi pengolahan sampah di TPA Pasir Sembung tahun ke i

(Rp)

i = tahun ke 1,2,...,11 ( tahun 2000-2011)

β0 = Intersep

β1, β2, dan βo = Koefisien regresi ε = Error term

(42)

30 1. Uji Kenormalan

Pengujian kenormalan ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Nilai KS yang lebih besar dari taraf nyata menunjukan bahwa model yang digunakan untuk regresi ini telah mengikuti distribusi normal yaitu residual atau eror menyebar normal.

2. Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai VIF. Jika nilai VIF ≤ 10 maka diasumsikan pada model tersebut tidak terdapat multikolinearitas.

3. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Jika nilai statistik DW nilainya mendekati 2 maka menunjukan tidak adanya autokorelasi. Jika nilai DW lebih dari 2 maka autokorelasi negatif. 4. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini menggunakan uji Goldfeld-Quant dengan melihat nilai uji-F dan derajat bebas p. Nilai p yang lebih besar dari taraf nyata menunjukan model regresi tersebut tidak menghasilkan ragam sisaan yang heterogen (hetroskedastisitas).

4.4.1.2Pemodelan Volume Timbunan Sampah

(43)

31 TPA sampai dengan sepuluh tahun kedepan dapat dilakukan dengan menggunakan analisis pemodelan menggunakan software Vensim version 5.6b.

Pemodelan ini dapat membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu sistem yang kompleks atau untuk memprediksi konsekuensi dari sistem terhadap tindakan manusia. Model simulasi adalah suatu proses memformulasikan hubungan fungsional antar komponen suatu sistem dalam bentuk persamaan matematis, mengubah nilai konstanta, parameter atau nilai inisial dari variabel (komponen) ekosistem dan mengamati bagaimana konsekuensinya. Model ini juga hanya sedikit menggunakan persamaan matematika, namun lebih insentif dan ekstensif menggunakan komputer (Jeffers dalam Nababan 2001).

Model simulasi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung dilakukan dengan mensimulasikan faktor pertumbuhan penduduk, pendapatan per kapita masyarakat, dan teknologi pengolahan sampah dengan bantuan komputer. Hubungan antar komponen penduduk, pendapatan, dan teknologi menggunakan fungsi matematis dari data yang diperoleh di lapangan. Asumsi yang digunakan dalam simulasi model ini adalah:

1. Volume sampah yang dikaji dalam penelitian ini adalah akibat aktivitas masyarakat sebanding dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat. 2. Tipe model yang digunakan adalah model dinamik dimana variabel yang

didefinisikan sistem merupakan fungsi dari waktu.

3. Pemodelan volume sampah ini terdiri dari tiga variabel yaitu penduduk, konsumsi, dan teknologi menurut data sekunder dan survei.

(44)

32 Adapun model yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan volume sampah di TPA Pasir Sembur dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

Sumber: Hasil Analisis, 2011

Gambar 4. Simulasi Studi Pertumbuhan Volume Sampah di TPA Pasir Sembung

4.4.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir

Evaluasi kelayakan finansial dalam pengelolaan TPA dilihat dari segi biaya dan juga manfaat atau penerimaan. Menurut Gitinger dan Willis (1999), biaya adalah pengeluaran atau pengorbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang digunakan dalam pengelolaan TPA ini terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya lainnya. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal dimulainya proyek dan biasanya memerlukan biaya yang besar, sedangkan biaya operasional adalah biaya rutin yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan. Evaluasi finansial dapat dilakukan dengan mengevaluasi data yang diperoleh kemudian menghitung kriteria kelayakan investasi. Beberapa kriteria kelayakan finansial yang digunakan (Gitinger dan Willis 1999) adalah sebagai berikut:

Rate pertumbuhan

Konsumsi

Sampah Rate peningkatan

Peningkatan Rumah tangga pertumbuhan

rate penurunan dari pengomposan

(45)

33 1. Nilai Sekarang Neto (Net Present Value)

NPV (Rp) =∑

... (4.3)

2. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate Return)

... (4.4)

3. Rasio Manfaat dan Biaya (Benefit Cost Ratio)

B/C (Rp) = ∑

Bt = Manfaat yang diperoleh tiap tahun (tahun 2006-2010 dalam rupiah)

Ct = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun (tahun 2006-2010 dalam rupiah)

I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rp)

Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya t = 1, 2, ... , n

n = Jumlah tahun (2006-2010)

i = Tingkat bunga (diskonto) yang digunakan untuk menghasilkan NPV positif (%)

i’ = Tingkat bunga (diskonto) yang menghasilkan NPV negatif NPV = Net Present Value positif

NPV’ = Net Present Value negatif

4.4.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir

(46)
(47)

35 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung Cianjur merupakan satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur. TPA ini berdiri sejak tahun 1975 dan berlokasi di Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur dengan luas wilayah seluas lima hektar. Jarak TPA dari pusat kota adalah 5 km. Kabupaten ini pada awalnya memiliki dua TPA yaitu TPA Pasir Sembung dan TPA Pasir Bungur yang berada di Kecamatan Cibeber. Namun, TPA Pasir Bungur hanya dapat digunakan selama enam bulan. Masyarakat sekitar tidak menginginkan adanya pembangunan TPA tersebut karena kondisi tanah yang rawan longsor.

(48)
(49)

37 5.2 Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur tahun 2010 volume sampah yang masuk dan ditimbun di TPA Pasir Sembung sebanyak 162 840 m3 dengan rata-rata jumlah sampah yang masuk setiap harinya adalah sebesar 450-500 m3. Jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali dari keseluruhan volume sampah yang masuk adalah sebanyak 8.98 %. Sampah yang masuk ke TPA ini langsung diangkut dari berbagai sumber seperti pasar, rumah tangga, pertokoan, dan perkantoran. Namun, ada juga masyarakat yang mengumpulkan sampah terlebih dahulu di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) kemudian diangkut ke TPA. Sarana yang dimiliki oleh TPA ini dalam menunjang penanganan sampah yaitu dump truck sebanyak 20 unit, arm roll truck 12 unit, container tiga unit, bull dozer dua unit, roda sampah 117 unit, dan memiliki transfer depo. Masing-masing truk dapat mengangkut kurang lebih enam m3 sampah dengan intensitas pengangkutan tiga kali sehari.

(50)

38

Sumber: DKP 2011

Gambar 6. Skema Pengolahan dan Pengangkutan Sampah di Kabupaten Cianjur

Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah karena belum adanya Peraturan Daerah mengenai pengelolaan sampah. Adapun upaya pengelolaan sampah yang dilakukan di TPA Pasir Sembung, yaitu: 1. Pengelolaan sampah di TPA ini menggunakan metode control landfill. Sistem

ini digunakan sejak tahun 2006 sesuai dengan peraturan untuk mengikuti Program Adipura dan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. TPA harus melakukan rehabilitasi pengelolaan sampah dari sistem open dumping menjadi control landfill dalam waktu lima tahun yaitu sampai pada tahun 2013. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang semakin menurun. Metode ini dilakukan dengan menimbun sampah oleh

(51)

39 tanah dengan ketebalan 40 cm setiap satu minggu dua kali. Penimbunan sampah dengan tanah ini dilakukan agar sampah tidak terus menumpuk. 2. Limbah cair yang dihasilkan akibat penimbunan sampah dialirkan

menggunakan pipa-pipa ke dalam kolam penampungan. Kolam ini disebut juga dengan kolam leachete, yaitu tempat untuk menampung air limbah yang ditimbulkan oleh sampah yang sudah dicampur dengan kaporit, tawas, dan kapur. Kolam leachete ini memiliki enam kolam penampungan yang melakukan tahapan pengolahan air yang berbeda-beda, yaitu:

a. Ekualisasi (persamaan konsentrasi) dan proses aerisasi. Terdapat tiga tahap ekualisasi, yaitu penghilangan amoniak, penurunan kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan penurunan kadar Chemical Oxygen Demand (COD).

b. Proses kimia, yaitu netralisasi asam basa, koagulasi, dan flokulasi. c. Chemical clarifier (pemisahan antara cairan dengan lumpur) d. Oksidasi

e. Biological clarifier (sedimentasi) f. Polisingpod dan cleanwater

Setelah proses tersebut, akan dihasilkan air yang sesuai dengan standar layak baku mutu dan dapat dialirkan ke badan air (sungai). Selain kolam leachete, TPA Pasir Sembung juga memiliki sumur pantau dengan kedalaman 40 m, sumur ini telah ada sejak TPA ini berdiri.

(52)

40 dengan menghasilkan kurang lebih dua ton kompos setiap hari. Pembuatan kompos menggunakan mesin ini baru dilakukan sejak tahun 2008 sampai sekarang. Namun, kompos yang dihasilkan ini belum dikomersialisasikan atau dijual ke pasar karena hanya dipakai untuk kepentingan pribadi atau sebagai bahan percontohan.

5.3 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cianjur

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3 501.48 km dan secara administratif pemerintahan terdiri dari 32 kecamatan, 342 desa, dan enam kelurahan. Sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Garut, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Wilayah ini memiliki jumlah penduduk 2 240 085 jiwa yang terdiri dari 569 996 kepala keluarga. Penduduk laki-laki terdiri dari 1 192 121 jiwa dan perempuan sebanyak 1 047 964 jiwa. Penyebaran penduduk Kabupaten Cianjur masih bertumpu di Cianjur wilayah utara yaitu sebesar 60.68 %, sedangkan wilayah tengah dan selatan hanya 39.32 %. Jumlah penduduk di Kabupaten ini meningkat setiap tahun dengan laju pertumbuhan selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 1.09 % (BPS 2011).

(53)

41 adalah Rp 18 431 229 270 000 dengan laju pertumbuhan sebesar 9.66 %. Pendapatan per kapita masyarakat yaitu sebesar Rp 11 079 195 atau jika dilihat per rumah tangga adalah Rp 32 335 717 per KK. Jumlah pendapatan ini pun meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan juga kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat. Adapun peningkatan PDRB Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. PDRB per Kapita Kabupaten Cianjur Tahun 2005-2010

Rincian Tahun

(54)

42 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah

Analisis ini menggunakan pendekatan model IPAT untuk melihat faktor-faktor yang memberikan dampak terhadap volume sampah yang ditimbun di TPA. Model ini memasukan variabel jumlah penduduk (P), pendapatan (A), dan teknologi pengolahan sampah (T) yang akan mempengaruhi volume sampah yang ditimbun (I) di TPA Pasir Sembung.

Jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur meningkat setiap tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1 946 905 jiwa. Tahun 2010 dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1.09 % meningkat menjadi 2 240 085 jiwa yang terdiri dari 569 996 kepala keluarga. Pertumbuhan jumlah penduduk akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah konsumsi akan semakin meningkat. Konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan per kapita. Kabupaten Cianjur memiliki laju pertumbuhan pendapatan daerah sebesar 9.66 %. Peningkatan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) ini dikarenakan terjadi peningkatan pada pendapatan per kapita masyarakat. Pendapatan perkapita masyarakat mencapai Rp 11 079 195 pada tahun 2010.

(55)

43 yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan sampah dan juga pemeliharaan alat-alat yang digunakan. Biaya yang digunakan untuk pengolahan sampah cenderung tetap setiap tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur, volume sampah di TPA Pasir Sembung meningkat setiap tahun. Adapun tren peningkatan volume sampah yang ditimbun di TPA dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Sumber: DKP 2011

Gambar 7. Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun 2000-2010

Dapat ditunjukkan bahwa volume timbunan sampah di TPA semakin meningkat dari tahun 2000-2009, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan volume sampah. Hal ini dikarenakan sudah dilakukannya pengolahan sampah organik menjadi kompos. Pengolahan sampah tersebut dapat mengurangi volume timbunan sampah di TPA. Terlihat pada tahun 2010 volume sampah menurun kurang lebih 30 % dari 232 628 m3 (tahun 2009) menjadi 162 840 m3 (tahun 2010). Analisis menggunakan pendekatan model IPAT ini kemudian diuji dengan menggunakan analisis regresi linier berganda untuk melihat hubungan masing-masing variabel terhadap volume timbunan sampah di TPA.

(56)

44 6.1.1 Fungsi Regresi Berganda

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah dapat dijelaskan ke dalam suatu model atau fungsi produksi. Berdasarkan pendekatan yang dilakukan yaitu menggunakan model IPAT, maka variabel yang dimasukan ke dalam model yaitu jumlah penduduk (P), pendapatan per kapita (A), dan teknologi pengolahan sampah (T). Semua variabel tersebut merupakan peubah bebas yang akan menduga volume sampah (I) yang ditimbun di TPA Pasir Sembung.

Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Model regresi ini menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan program Minitab 14.0 for Windows, maka persamaan volume sampah di TPA Pasir Sembung adalah sebagai berikut:

I = - 723521 + 1.86 P - 0.0156 A - 0.000017 T ... (6.1) Persamaan regresi di atas memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 79.89 % dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adjusted) sebesar 71.27 %. Nilai R2adjusted tersebut menunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas yaitu jumlah penduduk, pendapatan per kapita masyarakat, dan teknologi pengolahan sampah dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebas yaitu volume sampah (I) sebesar 71.27 % sedangkan sisanya sebesar 28.73 % dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Tabel 4). Taraf nyata (alpha) yang digunakan model ini adalah 5%.

(57)

45 tersebut berpengaruh nyata terhadap volume timbunan sampah di TPA. Variabel teknologi yang digunakan untuk pengolahan sampah memiliki nilai P-value > 0.05 yaitu sebesar 0.398 yang artinya variabel tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap volume sampah pada taraf nyata 5 %. Hal ini diduga karena satuan yang dimasukan ke dalam perhitungan persamaan regresi dari variabel teknologi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan teknologi tersebut. Biaya yang dikeluarkan cenderung tetap setiap tahun dan hanya dilihat dalam kurun waktu sepuluh tahun, sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat kecil terhadap volume timbunan sampah.

Tabel 4. Hasil Pendugaan Fungsi dari Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun 2000-2010

Predictor Coeficient SE Coef T P-value VIF

Constant -723521 181136 -3.990 0.005

P 1.8635 0.3773 4.940 0.002 8.2

A -0.015628 0.003888 -4.020 0.005 7.9 T -0.00001688 0.00001876 -0.900 0.398 1.1 R-Sq = 79,89% R-Sq(adj) = 71,27% Taraf nyata (α) = 5%

Keterangan: P= Jumlah Penduduk T= Teknologi Pengolahan Sampah A= Pendapatan per KK

Sumber: Data diolah (2011)

(58)

46 2009). Pemeriksaan asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai DW pada model tersebut yaitu 2.058 (Lampiran 1) masih berada pada kisaran angka 2 sehingga menunjukan tidak terjadi autokorelasi. Pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Goldfeld-Quant. Nilai p yaitu 0.128 lebih besar dari 0.05 (Lampiran 1) mengindikasikan tidak terdapat heteroskedastisitas pada persamaan regresi linier tersebut. Adapun beberapa variabel yang secara nyata atau tidak nyata berpengaruh terhadap volume sampah adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk

(59)

47 2. Pendapatan masyarakat

Variabel jumlah pendapatan per kapita masyarakat memiliki hubungan yang nyata terhadap volume sampah pada taraf nyata 5 %. Variabel ini memiliki koefisien negatif (-), artinya semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat diduga dapat menurunkan volume timbunan sampah di TPA. Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan asumsi harga pangan yang diterima masyarakat sama, menurut Hukum Engel pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan (Nicholson 1991). Asumsi harga barang tetap, dengan meningkatnya pendapatan masyarakat maka proporsi konsumsi yang semakin meningkat adalah untuk konsumsi barang mewah atau non pangan. Barang-barang non pangan tersebut tidak termasuk jenis sampah yang diangkut ke TPA sehingga semakin tinggi konsumsi masyarakat terhadap barang non pangan tidak akan meningkatkan volume sampah di TPA. Koefisien variabel pendapatan masyarakat sebesar 0.01568, menunjukkan bahwa setiap peningkatan pendapatan per kapita masyarakat sebesar Rp 10 000 diduga akan menurunkan volume sampah yang ditimbun sebesar 156.80 m3 per tahun cateris paribus. Namun, variabel ini tidak diajadikan indikator utama sebagai faktor yang dapat menurunkan volume sampah.

3. Teknologi pengolahan sampah

(60)

48 terhadap volume sampah. Variabel ini memiliki hubungan negatif terhadap volume sampah yang ditunjukan dengan koefisien yang negatif (-). Artinya bahwa semakin efisien dan maksimal teknologi yang digunakan dalam pengolahan sampah maka akan menurunkan volume sampah. Sistem pengelolaan sampah terpadu merupakan sistem manajemen pengelolaan sampah yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan berbagai bidang (Damanhuri 2007). Nilai koefisien sebesar 0.0001668 artinya bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk teknologi pengolahan sampah sebesar Rp 1 000 000 maka diduga akan menurunkan volume sampah sebesar 166.80 m3 per tahun cateris paribus. Variabel teknologi ini tidak berpengaruh signifikan diduga karena biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengolahan sampah relatif sama setiap tahun.

Berdasarkan hasil tersebut dapat ditunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah di TPA Pasir Sembung adalah jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Teknologi pengolahan sampah dalam persamaan regresi tersebut merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata atau memberikan pengaruh yang kecil terhadap volume timbunan sampah. Namun, dalam kondisi sebenarnya manajemen pengolahan sampah merupakan suatu sistem yang dibutuhkan dalam penataan suatu lingkungan. Penggunaan teknologi dalam pengolahan sampah dapat menurunkan jumlah volume sampah yang dapat menyelesaikan permasalahan sampah yang tidak akan pernah berhenti.

6.1.2 Pemodelan Pertumbuhan Volume Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

(61)

49 menggunakan software Vensim 5.6b untuk meramalkan laju volume timbunan sampah dari tahun 2010 sampai 2020. Peramalan ini penting dilakukan agar pihak pengelola dapat memiliki gambaran mengenai volume sampah dan juga mengantisipasi sistem pengelolaan di masa yang akan datang agar pengelolaan sampah TPA Pasir Sembung berjalan efektif.

Model ini menggunakan asumsi bahwa volume sampah yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah penduduk dalam hal ini digunakan satuan rumah tangga, pendapatan per kapita masyarakat yang akan mempengaruhi tingkat konsumsi, dan teknologi pengolahan sampah dengan pengomposan. Terdapat dua buah stok yaitu rumah tangga dan volume sampah (Lampiran 2). Stok awal yaitu rumah tangga sebesar 569 996 jiwa dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dengan laju pertumbuhan sebesar 1.09 % pada tahun 2010.

(62)

50 Berdasarkan hasil pemodelan yang dilakukan (Lampiran 2), volume sampah yang ditimbun di TPA tahun 2010 sampai 2020 mengalami penurunan (Gambar 8). Pengolahan sampah dengan pengomposan yang menggunakan 40 % sampah organik yang ada di TPA dapat menurunkan volume sampah di TPA Pasir Sembung. Peningkatan volume sampah sebesar 7 % yang dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat dapat diatasi dengan digunakannya sampah organik sebagai bahan baku untuk proses pengomposan.

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 8. Hasil Pemodelan Volume Sampah (m3) di TPA Pasir Sembung Tahun 2010-2020

Hasil pemodelan tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi pengelola agar dapat mengelola sampah lebih maksimal sehingga permasalahan sampah dapat terselesaikan. Pengolahan sampah organik yang dilakukan dengan proses pengomposan dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan volume sampah jika pengelolaannya dilakukan secara optimal.

6.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung dengan Metode Control Landfill

Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung menggunakan metode control landfill dimulai pada tahun 2006. Hal ini sesuai dengan amanat yang disampaikan

Sampah

200,000

150,000

100,000

50,000

0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Time (Year)

Gambar

Tabel 1.  Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun  2007-2009
Gambar 2.  Tahapan Pengelolaan Sampah Sistem Open Dumping
Gambar 3.  Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2.  Matriks Metode Analisis Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keterbatasan lahan sering dijumpai dalam pembangunan sarana dan prasarana yang mampu mendukung pengelolaan sampah seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kabupaten

Tanggung jawab pengelolaan sampah yang ada di TPA Bantargebang Bekasi secara penuh dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan Provinsi DKI

Proses analisis yang dilakukan untuk menganalisis kelayakan TPA sampah berdasar aspek teknis, lingkungan,.

Metode yang digunakan untuk mengetahui faktor dominan dalam penentuan lokasi TPA sampah di Wilayah Kartamantul yaitu dengan menggunakan pembobotan AHP, sedangkan metode

TPA di kelurahan pojok kota kediri ini sekarang sudah terbentuk menjadi 2 bagian, yaitu TPA 1 dan TPA 2. Lahan yang dipakai sebagai tpa ini berada di kelurahan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat 45 lokasi yang sangat sesuai untuk dijadikan TPA Sampah di wilayah Kabupaten Sumedang, dengan luasan

Tempat Pemrosesan Akhir TPA adalah fasilitas yang berfungsi memproses sampah pada tahap akhir.2 Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mendorong

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa dalam penilaian kekuatan, faktor kekuatan tertinggi adalah pengelolaan sampah di TPA Langling berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Merangin