• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah

Analisis ini menggunakan pendekatan model IPAT untuk melihat faktor-faktor yang memberikan dampak terhadap volume sampah yang ditimbun di TPA. Model ini memasukan variabel jumlah penduduk (P), pendapatan (A), dan teknologi pengolahan sampah (T) yang akan mempengaruhi volume sampah yang ditimbun (I) di TPA Pasir Sembung.

Jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur meningkat setiap tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1 946 905 jiwa. Tahun 2010 dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1.09 % meningkat menjadi 2 240 085 jiwa yang terdiri dari 569 996 kepala keluarga. Pertumbuhan jumlah penduduk akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah konsumsi akan semakin meningkat. Konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan per kapita. Kabupaten Cianjur memiliki laju pertumbuhan pendapatan daerah sebesar 9.66 %. Peningkatan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) ini dikarenakan terjadi peningkatan pada pendapatan per kapita masyarakat. Pendapatan perkapita masyarakat mencapai Rp 11 079 195 pada tahun 2010.

Selain kedua variabel di atas, dalam model IPAT ini juga menggunakan variabel teknologi. Volume timbunan sampah di TPA dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam pengolahan sampah. Teknologi yang dipakai di TPA Pasir Sembung yaitu kolam leachete untuk pengolahan limbah cair dan pengomposan untuk sampah organik. Pengaruh teknologi dalam analisis ini dilihat dari biaya

43 yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan sampah dan juga pemeliharaan alat-alat yang digunakan. Biaya yang digunakan untuk pengolahan sampah cenderung tetap setiap tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur, volume sampah di TPA Pasir Sembung meningkat setiap tahun. Adapun tren peningkatan volume sampah yang ditimbun di TPA dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Sumber: DKP 2011

Gambar 7. Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun 2000-2010

Dapat ditunjukkan bahwa volume timbunan sampah di TPA semakin meningkat dari tahun 2000-2009, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan volume sampah. Hal ini dikarenakan sudah dilakukannya pengolahan sampah organik menjadi kompos. Pengolahan sampah tersebut dapat mengurangi volume timbunan sampah di TPA. Terlihat pada tahun 2010 volume sampah menurun kurang lebih 30 % dari 232 628 m3 (tahun 2009) menjadi 162 840 m3 (tahun 2010). Analisis menggunakan pendekatan model IPAT ini kemudian diuji dengan menggunakan analisis regresi linier berganda untuk melihat hubungan masing-masing variabel terhadap volume timbunan sampah di TPA.

0 500 1000 1500 2000 2500 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 V o lu m e S am p ah (m 3) Ho u n d re d s Volume Sampah

44 6.1.1 Fungsi Regresi Berganda

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah dapat dijelaskan ke dalam suatu model atau fungsi produksi. Berdasarkan pendekatan yang dilakukan yaitu menggunakan model IPAT, maka variabel yang dimasukan ke dalam model yaitu jumlah penduduk (P), pendapatan per kapita (A), dan teknologi pengolahan sampah (T). Semua variabel tersebut merupakan peubah bebas yang akan menduga volume sampah (I) yang ditimbun di TPA Pasir Sembung.

Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Model regresi ini menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan program Minitab 14.0 for Windows, maka persamaan volume sampah di TPA Pasir Sembung adalah sebagai berikut:

I = - 723521 + 1.86 P - 0.0156 A - 0.000017 T ... (6.1) Persamaan regresi di atas memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 79.89 % dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adjusted) sebesar 71.27 %. Nilai R2adjusted tersebut menunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas yaitu jumlah penduduk, pendapatan per kapita masyarakat, dan teknologi pengolahan sampah dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebas yaitu volume sampah (I) sebesar 71.27 % sedangkan sisanya sebesar 28.73 % dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Tabel 4). Taraf nyata (alpha) yang digunakan model ini adalah 5%.

Jumlah penduduk dan pendapatan per kapita memiliki nilai P-value < 0.05 (taraf nyata) yaitu 0.005 dan 0.002. Hal ini menunjukan bahwa kedua variabel

45 tersebut berpengaruh nyata terhadap volume timbunan sampah di TPA. Variabel teknologi yang digunakan untuk pengolahan sampah memiliki nilai P-value > 0.05 yaitu sebesar 0.398 yang artinya variabel tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap volume sampah pada taraf nyata 5 %. Hal ini diduga karena satuan yang dimasukan ke dalam perhitungan persamaan regresi dari variabel teknologi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan teknologi tersebut. Biaya yang dikeluarkan cenderung tetap setiap tahun dan hanya dilihat dalam kurun waktu sepuluh tahun, sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat kecil terhadap volume timbunan sampah.

Tabel 4. Hasil Pendugaan Fungsi dari Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun 2000-2010

Predictor Coeficient SE Coef T P-value VIF

Constant -723521 181136 -3.990 0.005

P 1.8635 0.3773 4.940 0.002 8.2

A -0.015628 0.003888 -4.020 0.005 7.9 T -0.00001688 0.00001876 -0.900 0.398 1.1 R-Sq = 79,89% R-Sq(adj) = 71,27% Taraf nyata (α) = 5%

Keterangan: P= Jumlah Penduduk T= Teknologi Pengolahan Sampah A= Pendapatan per KK

Sumber: Data diolah (2011)

Model hasil persamaan regresi tersebut telah diuji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Pengujian normalitas atau asumsi sisaan menyebar normal dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan grafik residual plots for SRES1 (Lampiran 1) ditunjukan nilai KS sebesar 0.162 lebih besar dari 0.05 yang artinya bahwa model yang digunakan untuk regresi ini telah mengikuti distribusi normal yaitu residual atau eror menyebar normal. Masalah multikolinearitas diuji berdasarkan nilai VIF. Nilai VIF (Tabel 4) untuk ketiga variabel tersebut kurang dari 10, sehingga mengindikasikan tidak adanya multikolinearitas antara peubah bebas (Juanda

46 2009). Pemeriksaan asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai DW pada model tersebut yaitu 2.058 (Lampiran 1) masih berada pada kisaran angka 2 sehingga menunjukan tidak terjadi autokorelasi. Pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Goldfeld-Quant. Nilai p yaitu 0.128 lebih besar dari 0.05 (Lampiran 1) mengindikasikan tidak terdapat heteroskedastisitas pada persamaan regresi linier tersebut. Adapun beberapa variabel yang secara nyata atau tidak nyata berpengaruh terhadap volume sampah adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk

Variabel jumlah penduduk yang digunakan dalam satuan rumah tangga (P) memiliki pengaruh nyata pada taraf nyata 5 % terhadap volume sampah yang dihasilkan. Variabel ini memiliki koefisien positif (+) yang menunjukan bahwa jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan jumlah konsumsi akan semakin tinggi. Konsumsi masyarakat (pangan) akan menghasilkan sisaan atau sampah yang akan dibuang ke lingkungan. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur akan menyebabkan volume timbunan sampah di TPA semakin tinggi. Volume sampah yang semakin tinggi tersebut akan menyebabkan permasalahan sampah akan terus bertambah. Peningkatan populasi merupakan sebuah tantangan bagi kondisi lingkungan di daerah tersebut (Nakicenovic et. al. dalam Bogner 2007). Koefisien jumlah penduduk sebesar 1.8635 memiliki arti bahwa setiap peningkatan jumlah penduduk sebesar 100 jiwa diduga akan meningkatkan volume sampah sebesar 186.35 m3 per tahun cateris paribus.

47 2. Pendapatan masyarakat

Variabel jumlah pendapatan per kapita masyarakat memiliki hubungan yang nyata terhadap volume sampah pada taraf nyata 5 %. Variabel ini memiliki koefisien negatif (-), artinya semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat diduga dapat menurunkan volume timbunan sampah di TPA. Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan asumsi harga pangan yang diterima masyarakat sama, menurut Hukum Engel pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan (Nicholson 1991). Asumsi harga barang tetap, dengan meningkatnya pendapatan masyarakat maka proporsi konsumsi yang semakin meningkat adalah untuk konsumsi barang mewah atau non pangan. Barang-barang non pangan tersebut tidak termasuk jenis sampah yang diangkut ke TPA sehingga semakin tinggi konsumsi masyarakat terhadap barang non pangan tidak akan meningkatkan volume sampah di TPA. Koefisien variabel pendapatan masyarakat sebesar 0.01568, menunjukkan bahwa setiap peningkatan pendapatan per kapita masyarakat sebesar Rp 10 000 diduga akan menurunkan volume sampah yang ditimbun sebesar 156.80 m3 per tahun cateris paribus. Namun, variabel ini tidak diajadikan indikator utama sebagai faktor yang dapat menurunkan volume sampah.

3. Teknologi pengolahan sampah

Variabel teknologi memiliki nilai P-value sebesar 0.398 yang lebih besar dari 0.05, artinya variabel ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan

48 terhadap volume sampah. Variabel ini memiliki hubungan negatif terhadap volume sampah yang ditunjukan dengan koefisien yang negatif (-). Artinya bahwa semakin efisien dan maksimal teknologi yang digunakan dalam pengolahan sampah maka akan menurunkan volume sampah. Sistem pengelolaan sampah terpadu merupakan sistem manajemen pengelolaan sampah yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan berbagai bidang (Damanhuri 2007). Nilai koefisien sebesar 0.0001668 artinya bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk teknologi pengolahan sampah sebesar Rp 1 000 000 maka diduga akan menurunkan volume sampah sebesar 166.80 m3 per tahun cateris paribus. Variabel teknologi ini tidak berpengaruh signifikan diduga karena biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengolahan sampah relatif sama setiap tahun.

Berdasarkan hasil tersebut dapat ditunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah di TPA Pasir Sembung adalah jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Teknologi pengolahan sampah dalam persamaan regresi tersebut merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata atau memberikan pengaruh yang kecil terhadap volume timbunan sampah. Namun, dalam kondisi sebenarnya manajemen pengolahan sampah merupakan suatu sistem yang dibutuhkan dalam penataan suatu lingkungan. Penggunaan teknologi dalam pengolahan sampah dapat menurunkan jumlah volume sampah yang dapat menyelesaikan permasalahan sampah yang tidak akan pernah berhenti.

6.1.2 Pemodelan Pertumbuhan Volume Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

Pemodelan ini dilakukan untuk melakukan peramalan terhadap volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung. Analisis ini dilakukan dengan

49 menggunakan software Vensim 5.6b untuk meramalkan laju volume timbunan sampah dari tahun 2010 sampai 2020. Peramalan ini penting dilakukan agar pihak pengelola dapat memiliki gambaran mengenai volume sampah dan juga mengantisipasi sistem pengelolaan di masa yang akan datang agar pengelolaan sampah TPA Pasir Sembung berjalan efektif.

Model ini menggunakan asumsi bahwa volume sampah yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah penduduk dalam hal ini digunakan satuan rumah tangga, pendapatan per kapita masyarakat yang akan mempengaruhi tingkat konsumsi, dan teknologi pengolahan sampah dengan pengomposan. Terdapat dua buah stok yaitu rumah tangga dan volume sampah (Lampiran 2). Stok awal yaitu rumah tangga sebesar 569 996 jiwa dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dengan laju pertumbuhan sebesar 1.09 % pada tahun 2010.

Pertumbuhan jumlah rumah tangga ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Masyarakat (rumah tangga) menggunakan 41.18 % dari pendapatannya Rp 32 335 717 untuk kebutuhan konsumsi pangan. Jumlah konsumsi masyarakat tersebut mempengaruhi peningkatan volume sampah sebesar 7 % pada tahun 2010. Stok dari volume sampah dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan. Sampah organik sebanyak 40 % yang digunakan dalam proses pengomposan akan mengurangi stok volume sampah, dimana volume sampah awal sebesar 162 840 m3. Konsumsi masyarakat (%) yang dimasukan ke dalam model adalah jumlah konsumsi masyarakat terhadap pangan organik. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perhitungan ganda karena variabel yang mempengaruhi penurunan volume sampah hanya proses pengolahan sampah organik (kompos). Penurunan volume sampah dilihat dari jumlah sampah yang digunakan untuk membuat kompos (%).

50 Berdasarkan hasil pemodelan yang dilakukan (Lampiran 2), volume sampah yang ditimbun di TPA tahun 2010 sampai 2020 mengalami penurunan (Gambar 8). Pengolahan sampah dengan pengomposan yang menggunakan 40 % sampah organik yang ada di TPA dapat menurunkan volume sampah di TPA Pasir Sembung. Peningkatan volume sampah sebesar 7 % yang dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat dapat diatasi dengan digunakannya sampah organik sebagai bahan baku untuk proses pengomposan.

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 8. Hasil Pemodelan Volume Sampah (m3) di TPA Pasir Sembung Tahun 2010-2020

Hasil pemodelan tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi pengelola agar dapat mengelola sampah lebih maksimal sehingga permasalahan sampah dapat terselesaikan. Pengolahan sampah organik yang dilakukan dengan proses pengomposan dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan volume sampah jika pengelolaannya dilakukan secara optimal.

6.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan