• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia menghasilkan tatanan kehidupan sosial yang semakin meningkat. Hasil pembangunan yang semakin meningkat akan makin mendekatkan masyarakat kepada tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun, harus dilihat juga bahwa hasil pembangunan akan menghasilkan dampak atau efek samping terhadap lingkungan sebagai penopang kegiatan pembangunan tersebut.

Dampak lingkungan yang dikhawatirkan adalah menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu dampak lingkungan yang dihasilkan adalah sampah yang merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak lanjutan yang membahayakan. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), volume sampah yang meningkat setiap tahun dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi masyarakat, dan sistem pengelolaan sampah di masing-masing daerah (KNLH 2008).

Provinsi di Indonesia yang memiliki volume timbunan sampah paling tinggi adalah Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk di provinsi ini meningkat setiap tahun dan lebih tinggi dibandingkan provinsi yang lain. Provinsi Jawa Barat hingga kini merupakan provinsi yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak di Indonesia dengan luas wilayah sebesar 3 647 392 ha.

Jumlah penduduk pada tahun 2009 mencapai 42 693 951 jiwa yang tersebar ke berbagai kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat. Pertumbuhan penduduk Jawa Barat termasuk tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia

2 dengan laju pertumbuhan sebesar 1.89 % pada tahun 2009 (BPS 2010). Dapat dilihat (Tabel 1) bahwa jumlah penduduk berdasarkan kabupaten yang ada di Jawa Barat semakin meningkat dari tahun 2007 sampai 2009. Jika diurutkan, Kabupaten Cianjur menempati urutan ke enam dalam jumlah penduduk terbanyak. Walaupun tidak di urutan pertama namun peningkatan jumlah penduduk di kabupaten ini cukup signifikan. Adapun tren peningkatan jumlah penduduk berdasarkan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun 2007-2009 Kabupaten Jumlah 2007 % 2008 % 2009 % Bogor 4 316 236 2.37 4 402 026 1.99 4 453 927 1.18 Sukabumi 2 258 253 0.77 2 277 020 0.83 2 293 742 0.73 Cianjur 2 149 121 1.13 2 169 984 0.97 2 189 328 0.89 Bandung 3 038 038 3.00 3 116 056 2.57 3 148 951 1.06 Garut 2 429 167 2.25 2 481 471 2.15 2 504 237 0.92 Cirebon 2 162 644 1.31 2 192 492 1.38 2 211 186 0.85 Karawang 2 073 356 2.08 2 112 433 1.88 2 134 389 1.04 Sumber: BPS 2009

Kabupaten Cianjur pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk sebanyak 2 189 328 jiwa dengan laju pertumbuhan 0.89 %. Jumlah penduduk ini meningkat setiap tahun, dimana pada tahun 2007 jumlah peduduk hanya sebanyak 2 149 121 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk yang akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat.

Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat tentu saja akan meningkatkan jumlah konsumsi masyarakat serta segala aktivitasnya yang dikhawatirkan akan melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jika tidak sesuai atau melebihi daya dukung lingkungan maka akan menimbulkan dampak negatif yaitu dapat mencemari lingkungan. Salah satu pencemar lingkungan yang timbul adalah limbah padat atau sering disebut dengan sampah

3

(Solehati 2005). Kelangsungan hidup manusia sangat tergantung kepada lingkungan hidupnya. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Masalah sampah timbul karena adanya peningkatan timbunan sampah sebesar dua sampai empat persen per tahun. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan dukungan sarana dan prasarana penunjang yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut. Selain itu, belum adanya regulasi dalam upaya penanganan dan pengelolaan sampah secara optimal.

Selama ini pengelolaan sampah masih diserahkan kepada pemerintah daerah. Selain itu terbatasnya anggaran pengelolaan sampah yang menjadi suatu permasalahan dasar juga selalu menjadi kendala. Salah satu alasannya karena masih rendahnya investasi swasta dalam pengelolaan sampah. Masalah sampah juga diperparah oleh paradigma bahwa sampah merupakan limbah domestik rumah tangga atau industri yang tidak bermanfaat (KNLH 2008).

Peningkatan populasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cianjur juga mempengaruhi kondisi lingkungan terutama sampah di wilayah ini. Sebanding dengan peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk, sampah di wilayah ini jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kegiatan konsumsi masyarakat memiliki korelasi yang positif terhadap jumlah sampah yang terbagi menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik masih menjadi komponen terbesar yaitu sebesar 65 % diikuti oleh sampah kertas dan plastik (KNLH 2009). Sampah yang dihasilkan hanya dibuang dari sumbernya

4 tanpa diolah. Disisi lain, pengelolaan sampah oleh dinas terkait hanya fokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir Sembung. TPA ini sudah berdiri sejak tahun 1975 di atas tanah seluas enam hektar. Pengelolaan TPA pada tahun 1978 sampai 2006 masih menggunakan sistem open dumping. Adapun sistem pengelolaan sampah adalah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan transfer depo, dan pengangkutan dengan kontainer untuk dibawa ke TPA (KLH 2009)1.

Sistem pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung berubah dari open dumping menjadi control landfill. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Persampahan No. 18 Tahun 2008 bahwa pada tahun 2013 harus menutup pengelolaan TPA dengan sistem open dumping menjadi sistem control landfill. Sistem ini diterapkan di Kabupaten Cianjur sesuai dengan kategori wilayah ini sebagai kota kategori sedang dan juga sebagai prasyarat penilaian untuk Program Adipura.

Sistem open dumping hanya menimbun sampah tanpa dilakukan penutupan dengan tanah, sedangkan sistem control landfill sampah ditimbun oleh tanah (pengurugan) setiap minimal tujuh hari sekali sampai rata dengan permukaan sebelum ditimbun dengan sampah baru. Perbedaan dalam kedua pengelolaan ini selain dari teknis pelaksanaan juga terdapat perbedaan dari segi anggaran. Anggaran dana yang diterima oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan diperoleh dari Pemda setiap setahun sekali. Anggaran pemerintah tersebut terbatas sehingga dana untuk pelaksanaan pengelolaan TPA ini semakin terbatas.

1

Status dan Informasi Lingkungan Kabupaten Cianjur.Dalam https:// lhd.cianjurkab.go.id. diakses tanggal 20 Desember 2010.

5 Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting melihat peningkatan volume timbunan sampah setiap waktu yang tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Permasalahan lintas sektoral dimana lahan TPA Pasir Sembung diperluas yang pada akhirnya memakai lahan milik warga. Selain itu, terjadi perubahan sistem pengelolaan dari open dumping menjadi control landfill. Hingga saat ini penelitian yang terkait dengan TPA hanya membahas mengenai dampak dari keberadaan TPA terhadap masyarakat.