• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung dengan Metode Control Landfill

Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung menggunakan metode control landfill dimulai pada tahun 2006. Hal ini sesuai dengan amanat yang disampaikan

Sampah 200,000 150,000 100,000 50,000 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Time (Year) Sampah : Current

51 pada UU No. 18 Tahun 2008 bahwa pengelolaaan TPA dengan metode open dumping diubah menjadi metode control landfill. Penggunaan metode control landfill ini mengharuskan dilakukannya pemeliharaan tanah secara rutin dan juga pengolahan sampah baik organik maupun anorganik. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi volume sampah, sehingga permasalahan sampah akan semakin berkurang. TPA Pasir Sembung sudah melakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos. Pengolahan kompos ini mampu menghasilkan pupuk kompos sebanyak dua ton per hari dan hasil produksi kompos tersebut belum dijual ke pasar melainkan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi. Hal ini dapat memberikan pengaruh bagi TPA dari segi biaya produksi. Anggaran atau biaya pengelolaan TPA akan semakin meningkat dengan adanya pengolahan sampah, namun penerimaan yang diterima cenderung tetap.

Pengelolaan dengan metode ini sudah berjalan kurang lebih lima tahun sampai sekarang. Guna mengetahui kelayakan pengelolaan TPA dengan penerapan metode control landfill sampai dengan tahun 2010, maka dilakukan evaluasi kelayakan finansial. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah investasi pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan TPA dengan metode control landfill ini berhasil atau tidak. Pelayanan publik ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi pemerintah, pengelola, dan masyarakat.

Evaluasi kelayakan finansial dilakukan dengan memperhitungkan besarnya penerimaan yang diperoleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk pengelolaan TPA yang berasal dari dana anggaran pengeluaran dan belanja pemerintah (APBD). Selain itu, analisis ini juga memperhitungkan besarnya pengeluaran yang digunakan untuk biaya investasi, pemeliharaan, upah tenaga

52 kerja, dan biaya variabel lain. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran merupakan keuntungan atau kerugian yang diterima oleh dinas terkait. Kriteria kelayakan dalam penelitian ini digunakan untuk melihat kelayakan dari investasi pemerintah dalam pengelolaan sampah. Kriteria tersebut adalah Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang, Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian, dan Net Benefit/Cost (Net B/C).

Penelitian ini akan melakukan evaluasi kelayakan finansial dalam pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur selama lima tahun yaitu dari tahun 2006 sampai 2010. Perhitungan dengan menggunakan Cashflow ini bertujuan untuk melihat kelayakan pengelolaan TPA dengan metode control landfill secara finansial yang akan digunakan untuk mengantisipasi dana di masa yang akan datang yang seharusnya diberikan bagi pengelolaan TPA.

Evaluasi kelayakan finansial pengelolaan sampah di TPA Pasir sembung menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung menggunakan dana kas pemerintah Kabupaten Cianjur yang disalurkan melalui Bank Jabar Banten. Suku bunga yang digunakan adalah 14 % (compounding factor) yang diperoleh dari suku bunga kredit Bank Jabar Banten untuk proyek pemerintah atau publik per tanggal 31 Maret 2011.

2. Umur proyek yang ditentukan untuk melakukan analisis kelayakan ini adalah lima tahun yaitu dari tahun 2006 sampai 2010 sejak TPA ini menggunakan metode control landfill dalam pengelolaan TPA.

3. Harga yang digunakan untuk input pembelian adalah harga yang berlaku pada tahun pembelian. Biaya pada arus pengeluaran terdiri dari biaya investasi,

53 pemeliharaan alat, pengadaan sarana dan prasarana, tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Sedangkan penerimaan diperoleh dari dana pemerintah daerah atau APBD yang didalamnya sudah termasuk dana retribusi kebersihan.

6.2.1 Identifikasi Dana Pemasukan

Penerimaan yang diperoleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur dalam pengelolaan TPA Pasir Sembung adalah dari dana APBD pemerintah daerah dan bantuan provinsi. Dana APBD yang diberikan telah termasuk dana retribusi kebersihan karena dana retribusi tersebut langsung dikelola oleh Pemda setempat (Lampiran 3). Berikut ini adalah alur pemasukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam mengelola TPA Pasir Sembung:

1. Dana Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah (APBD)

Pemerintah daerah memberikan dana kepada setiap dinas dalam pengelolaan masing-masing bidang yang dikelola. Dinas Kebersihan dan Pertamanan menerima dana APBD setiap tahun yang sudah termasuk alokasi dana dari retribusi kebersihan. Persentasi pembagian dana pemerintah dan retribusi kebersihan tidak dapat dipublikasikan karena pengelolaan dana tersebut langsung dikelola oleh Pemda. Adapun dana APBD yang diterima untuk pengelolaan TPA dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penerimaan Dana APBD untuk Pengelolaan TPA Pasir Sembung

Tahun Jumlah Dana (Rp)

2006 254 500 000 2007 2 980 500 000 2008 953 500 000 2009 549 700 000 2010 584 580 000 Sumber: DKP 2011

Dana yang diterima oleh pengelola berbeda setiap tahun karena dana tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dalam pengelolaan sesuai proposal

54 yang diajukan sebelumnya oleh dinas tersebut. Namun, dana yang diterima tidak sepenuhnya sama dengan dana yang diajukan sebelumnya. Penerimaan pada tahun 2007 lebih besar dibandingkan dengan dana penerimaan tahun lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terdapat pengadaan mesin pengomposan di TPA Pasir Sembung sehingga membutuhkan dana yang lebih besar. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola TPA, dana tersebut sebenarnya masih kurang dari yang seharusnya, sehingga pengelolaan TPA pun belum berjalan dengan efektif. Selain itu, karena tidak adanya sumber lain untuk penerimaan sehingga cenderung mengandalkan dana APBD.

2. Bantuan Provinsi

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur menerima dana bantuan dari pemerintah Provinsi Jawa Barat (Lampiran 3). Bantuan ini diperoleh karena pada tahun 2004 DKP mengajukan proposal mengenai permintaan bantuan kepada pemerintah provinsi Jawa Barat. Proposal tersebut disetujui dengan ketentuan bahwa dana yang diajukan tidak boleh lebih dari Rp 100 000 000 karena jika lebih harus melalui pihak ketiga atau swasta. Mulai tahun 2005 dana yang diperoleh oleh pihak pengelola tetap yaitu sebesar Rp 100 000 000 setiap tahun.

Penerimaan untuk pengelolaan TPA hanya diterima dari dua sumber tersebut. Namun, sebenarnya terdapat sumber penerimaan lain yang seharusnya dapat digunakan untuk pembiayaan pengelolaan TPA yang tidak dimasukan ke dalam sumber penerimaan. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat proses komersialisasi terhadap sumber tersebut atau disebut sebagai manfaat sosial.

55 Manfaat sosial yang pertama adalah dengan adanya proses pengolahan sampah dengan pengomposan maka sampah yang ditimbun di TPA dapat berkurang. Penurunan volume timbunan sampah tentu saja akan memberikan manfaat baik bagi pihak pengelola maupun masyarakat. Pencemaran yang diakibatkan timbunan sampah tersebut lama kelamaan akan menurun sehingga kondisi lingkungan akan lebih baik. Hasil produksi kompos dari proses pengolahan tersebut seharusnya bisa menjadi peneriman yang cukup besar karena kompos yang dihasilkan cukup banyak yaitu dua ton per hari. Kompos tersebut saat ini hanya digunakan oleh dinas terkait tanpa harus membayar. Hal ini menjadi keuntungan bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan karena dapat mengurangi biaya operasional dalam bidang pertamanan. Namun, dalam bidang pengelolaan sampah hal ini akan menambah biaya produksi.

Kedua yaitu dengan adanya saluran leachete sebagai pengolah limbah cair yang dapat mengurangi pencemaran limbah ke sungai. Penurunan tingkat pencemaran tersebut tentu saja dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dengan mengurangi biaya kesehatan bagi masyarakat sekitar. Manfaat sosial tersebut tidak dimasukan ke dalam perhitungan karena penelitian ini tidak mengevaluasi kelayakan ekonomi hanya kelayakan secara finansial.

6.2.2 Identifikasi Pengeluaran

Biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung digunakan untuk operasional dalam pengelolaan sampah dan sarana prasarana di TPA Pasir Sembung. Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi, upah tenaga kerja, dan biaya operasional. Adapun penjelasan alur pengeluaran dalam pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung yaitu sebagai berikut:

56 1. Biaya Investasi

Investasi yang dikeluarkan tidak hanya dikeluarkan pada tahun awal saja. Investasi ini dikeluarkan pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2010 (Lampiran 3). Biaya investasi ini digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana, pembuatan bangunan, dan juga pembuatan saluran air limbah. Biaya ini hanya dikeluarkan sekali selama proses pengelolaan TPA, namun dikeluarkan pada tahun yang berbeda. Biaya investasi yang paling tinggi adalah pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 2 772 616 500.

Biaya tersebut besar karena dilakukan pengadaan sarana dan prasarana untuk pengelolaan, seperti pengadaan mesin kompos, pembebasan tanah seluas 13 500 m2, pembuatan bangunan kompos, pembuatan hanggar dan garasi untuk alat berat, pembuatan tembok penahan tanah, saluran leachete, sumur pantau, dan pengaspalan jalan. Biaya yang paling besar digunakan adalah untuk pengadaan mesin kompos. Mesin kompos tersebut terdiri dari dua buah mesin pencacah dan dua buah mesin penyaring dengan harga kedua paket mesin tersebut adalah Rp 1 050 116 500. Sedangkan untuk tahun 2006, 2008, dan 2010 biaya investasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar dibandingkan tahun 2007, karena pada tahun 2006 hanya dilakukan pembelian alat berat berupa bull dozer dan eksavator, tahun 2008 dilakukan pembuatan saluran drainase dan tahun 2010 dilakukan pembuatan konstruksi jaringan air.

2. Upah Tenaga Kerja

Upah pekerja dalam pengelolaan TPA adalah untuk pekerja yang bersifat honorer atau kontrak. Honorarium yang ada di TPA berjumlah enam

57 orang dengan upah setiap orang Rp 725 000 per bulan. Sehingga selama setahun untuk membayar honorarium pengelola TPA setiap orangnya adalah sebesar Rp 4 350 000 per bulan. Selain untuk honorarium pengelola TPA, anggaran ini juga digunakan untuk upah bagi tenaga kerja dalam pembuatan kompos. Jumlah tenaga kerja sebanyak lima orang dengan waktu kerja 30 hari per bulan. Upah yang diberikan setiap bulan adalah Rp 1 200 000 per bulan untuk setiap orang. Sehingga selama satu bulan untuk lima orang pegawai TPA mengeluarkan dana Rp 6 000 000.

3. Biaya Pemeliharaan Alat dan Operasional

Biaya ini dikeluarkan untuk membiayai pemeliharaan dan operasional dari alat-alat dan juga lokasi TPA Pasir Sembung dalam pengelolaan sampah. Adapun rincian tersebut antara lain berupa (Lampiran 3):

a. Biaya pemeliharaan instalasi yang digunakan untuk memelihara instalasi pembuangan limbah cair dari sampah yaitu kolam leachete dan sumur pantau. Biaya pemeliharaan instalasi sebesar Rp 10 000 000 setiap tahun. Namun, pada tahun 2008 biaya yang dikeluarkan lebih besar karena pada tahun tersebut dilakukan perbaikan saluran leachete akibat terjadi kebocoran yaitu sebesar Rp 56 000 000.

b. Biaya operasional alat berat ini digunakan untuk pembelian bensin dan juga pemeliharaan dari 24 truk, dua buldozer, dua unit eksavator. Biaya yang dikeluarkan kurang lebih Rp 155 000 000 per tahun.

c. Belanja untuk bahan-bahan kimia yang digunakan seperti untuk kolam leachete, masker, sarung tangan, dan larutan E4. Pengeluaran biaya untuk bahan kimia ini kurang lebih sebesar Rp 14 000 000 per tahun.

58 d. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan kantor TPA yaitu dari bangunan kantor, penataan kantor TPA, dan bangunan lain seperti gedung serbaguna, ruang rapat, dan juga garasi untuk alat berat. Biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya berbeda, karena disesuaikan dengan kebutuhan dari pemeliharaan kantor. Pada tahun 2006 biaya sebesar Rp 110 000 000, tahun 2007 Rp 50 000 000, tahun 2008 Rp 105 000 000 karena dilakukan rehabilitasi dan penataan kantor TPA, tahun 2009 Rp 114 500 000, dan pada tahun 2010 Rp 20 450 000.

e. Biaya penghijauan di TPA ini dilakukan setiap lima tahun sekali. Penghijauan ini dilakukan pada lahan atau zona pasif yang telah ditimbun dengan tanah, sehingga lokasi tersebut dapat dijadikan sebagai taman. Biaya untuk melakukan penghijauan adalah Rp 20 000 000 per lima tahun.

f. Produksi kompos di TPA ini memiliki kapasitas dua ton per hari dengan jumlah mesin kompos sebanyak dua buah. Biaya untuk pengelolaan kompos ini terdiri dari biaya untuk pembelian solar kurang lebih 60 liter per bulan, oli kurang lebih delapan galon, dan karung untuk mengemas pupuk kompos. Biaya untuk keseluruhan bahan-bahan tersebut sebesar Rp 36 730 000 per tahun.

g. Pengelolaan TPA dengan menggunakan metode control landfill harus melakukan pemeliharaan tanah secara teratur. Sampah yang telah menumpuk ditutup dengan tanah (diurug) setiap satu minggu sekali. Biaya yang dikeluarkan untuk proses pengurugan ini adalah kurang lebih Rp 98 000 000 setiap tahun.

59 Total biaya pemeliharaan alat dan operasional yang dikeluarkan untuk pengelolaan TPA kurang lebih sama setiap tahun yaitu sekitar Rp 300 000 000 untuk tahun 2006 sampai 2010. Namun, pada tahun 2008 biaya yang dikeluarkan lebih besar yaitu sebesar Rp 878 612 000. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut biaya untuk komponen operasional alat berat lebih besar dibandingkan tahun yang lainnya.

6.2.3 Kriteria Kelayakan

Dana penerimaan dan juga pengeluaran dalam pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung telah dirinci dari tahun 2006 sampai 2010. Berdasarkan pada data tersebut maka dapat dilakukan evaluasi kelayakan finansial untuk melihat kelayakan secara finansial anggaran dalam pengelolaan TPA. Evaluasi kelayakan finansial pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung dapat dilihat dari kriteria kelayakan yaitu NPV, Net B/C, dan IRR (Tabel 6).

Evaluasis kelayakan ini memiliki nilai NPV ≥ 0 yaitu Rp 232 060 915. Nilai NPV tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di TPA ini layak untuk dijalankan, artinya bahwa seluruh penerimaan yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan TPA. Pengelolaan TPA dengan metode control landfill ini tidak menyebabkan kerugian bagi pihak pengelola maupun pemerintah. Adapun hasil evaluasi kelayakan finansial pengelolaan TPA dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Sampah di TPA Pasir Sembung

Kriteria Hasil

Net Present value (NPV) 232 060 915

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) 2.89

Gross Benefit and Cost Ratio (Gross B/C) 1.03

Internal Rate of Return (IRR) 45 %

60 Hasil evaluasi ini juga melihat berdasarkan nilai Net B/C dan Gross B/C.

Pengelolaan TPA ini memiliki nilai Net B/C ≥ 1 dan Gross B/C ≥ 1 yaitu 2.89 dan 1.03 (Tabel 6). Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan TPA layak untuk dijalankan dengan penerimaan dari kedua sumber tersebut, artinya bahwa tambahan biaya pengelolaan TPA setelah menggunakan metode control landfill diimbangi dengan adanya tambahan manfaat atau penerimaan. Tambahan penerimaan tersebut diperoleh dari bantuan pemerintah provinsi Jawa Barat.

Kelayakan pengelolaan TPA juga dilihat dari nilai IRR atau tingkat pengembalian. Tabel 6 tersebut menunjukkan bahwa nilai IRR ≥ 14 % yaitu sebesar 45 %. Nilai IRR ini lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang ada di Bank Jabar Banten periode tahun 2011. Keputusan investasi tersebut menyatakan bahwa pengelolaan TPA dengan menggunakan metode ini layak untuk dilaksanakan karena tingkat pengembalian lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga. Berdasarkan hasil evaluasi kelayakan finansial maka pengelolaan TPA ini layak untuk dijalankan. Pengelolaan TPA merupakan sarana pelayanan terhadap publik dalam menjaga kelestarian lingkungan sehingga harus dijalankan secara maksimal. Kepuasan masyarakat dan kelestarian lingkungan merupakan tujuan utama dalam pelaksanaan pengelolaan TPA.

6.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pengelolaan Tempat Pembuangan