• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan, telah mencapai suatu titik penting pada abad 21 dan terus berkembang dengan cepat. Pemanasan global, kemerosotan kehidupan natural, berlubangnya lapisan ozon, peningkatan jumlah sampah padat, kelangkaan air bersih, polusi nuklir, kemerosotan area hijau, serta kepunahan beberapa jenis binatang dan tanaman (Bonnet, 2007; Mert, 2006). Selain itu, hal ini terjadi sejalan dengan peningkatan populasi dunia, peningkatan kepentingan manusia, dan konsumsi sumber daya alam secara eksploitatif dapat dilihat sebagai alasan timbulnya permasalahan lingkungan.

Banyak hal yang sudah dilakukan untuk meminimalisir kerusakan

lingkungan oleh berbagai kalangan, mulai dari tingkat lokal, masyarakat, hingga pemerintah. Namun usaha yang sudah dilakukan belum menampakkan hasil yang nyata, hal ini disebabkan karena:

1) Rendahnya partisipasi masyarakat untuk ikut serta dan berperan langsung dalam pelestarian lingkungan hidup;

2) Kurangnya pemahaman akan pentingnya keberlangsungan sebuah habitat; 3) Materi dan metode pelaksanaan pendidikan bertemakan lingkungan masih

kurang memadai dan aplikatif;

4) Tidak adanya sinergis dengan kondisi di dunia modern yang tumpang tindih sehingga menyebabkan faktor keserakahan, materalistis yang lebih mendominasi di era modernisasi ini sehingga solidaritas sosial tidak dianggap penting; Namun, lambat laun pasti manusia akan sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan walaupun kesadaran tersebut akan muncul secara bertahap.

(2)

2

1.1.2. Pelestarian Lingkungan dan Pendidikan Sekolah

Sehubungan dengan hal yang sudah disebutkan tentang permasalahan lingkungan maka upaya pelestarian tersebut harus dimulai melalui pendidikan di sekolah-sekolah. Cara paling efektif untuk dapat menyelesaikan masalah lingkungan tersebut adalah dengan mendidik masyarakat (Pooley & O'ConNor, 2000; Stevenson, 2007). Sehingga kemudian dapat dikatakan bahwa edukasi mengenai lingkungan telah menjadi keharusan bagi individu maupun masyarakat. Dengan terus meningkatnya permasalahan lingkungan dan juga meningkatnya sensitivitas akan lingkungan, maka kepentingan akan adanya pendidikan mengenai lingkungan juga menjadi semakin penting (Alim, 2006; Dunlap & Liere, 1978). Pendidikan mengenai lingkungan bertujuan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan ilmu pengetahuan seorang individu, melainkan juga untuk mengubah perilaku positif terhadap lingkungan menjadi tabiat. Hal tersebut menjadi acuan untuk pembangunan gedung sekolah dasar dikarenakan pada masa tersebut anak-anak memasuki masa belajar didalam dan di luar sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui penguatan verbal, keteladanan dan identifikasi. Anak–anak pada masa ini berada dalam eksplorasi awal kepekaan terhadap lingkungan.

1.1.3. Kurikulum Pendidikan Sekolah Berbasis Lingkungan Di Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP, Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam, mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Walaupun KTSP telah memuat standar mengenai kurikulum yang digunakan oleh sekolah-sekolah di Indonesia. Namun, KTSP tetap membuka peluang bagi kurikulum tersebut untuk dikembang dengan atau diperkaya dengan pendekatan-pendekatan, materi, atau hal-hal positif lainnya. Salah satu hal yang dapat digunakan untuk memperkaya kurikulum tersebut adalah dengan

(3)

3

memperkaya kurikulum dengan pendekatan lingkungan, yaitu melalui Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL).

Pendidikan lingkungan yang diterapkan di usia dini baik dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal merupakan langkah strategis untuk mengubah perilaku dan sikap peserta didik sebagai generasi muda yang akan menggantikan generasi tua. Agar dapat lebih memahami dan peduli akan arti pentingnya lingkungan yang nantinya akan terus beregenerasi dan menunjang keberlangsungan makhluk hidup. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya melalui kompetensi pendidikan yang terus ditingkatkan, tetapi juga harus ditunjang dengan kualitas kondisi sekolah. Sehingga dapat terwujud lingkungan sekolah yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang nyaman.

Maka tidak mengherankan apabila dewasa ini, pendidikan di Indonesia, sekolah dengan menggunakan pendekatan lingkungan atau juga dikenal dengan sekolah berbudayakan lingkungan (SBL) mulai menjadi trend dan diminati oleh sebagian kalangan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa SBL akan terus berkembang dikarenakan semakin gencarnya upaya-upaya perbaikan lingkungan dari hampir semua kalangan baik dari instansi pemerintah, lembaga, dan masyarakat di seluruh dunia dengan slogan ’go green’.

1.1.4. Aplikasi Bangunan Ramah Lingkungan dan Penerapan Eco-Smart School Tidak hanya dalam bidang pendidikan, hal yang bertemakan lingkungan dan green juga berkembang pesat di bidang arsitektur. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya bangunan (termasuk bangunan sekolah) di Indonesia, yang menggunakan prisip-prinsip ekologis/ Eco-Smart. Dapat dikatakan bahwa saat ini hal tersebut merupakan sebuah cerminan bahwa semakin banyak pihak yang sadar akan pentingnya kelestarian lingkungan.

Aplikasi Eco-Smart/ green pada bangunan sekolah tidak hanya akan menguntungkan bagi alam, melainkan terdapat juga berbagai macam keuntungan bagi pihak-pihak terkait, terutama siswa. Salah satunya adalah bahwa lingkungan yang bersifat lebih alami dapat mengurangi stres yang dialami bagi siswa. Saat ini semakin banyak siswa yang sangat membutukan lingkungan yang juga dapat

(4)

4

memulihkan dan mengurangi stres. Dimana tingginya tingkat stres siswa tersebut dipicu oleh semakin banyaknya tugas sekolah yang ditanggung dan juga kompetisi yang dialami oleh siswa (Mundy , 2005; Ramirez, 2013).

Semakin banyak penelitian yang menghubungkan antara akses terhadap paparan lingkungan yang lebih alami dengan pemulihan kelelahan mental dan tingkat stres. Dalam konteks anak-anak dan remaja, proses pemulihan dengan didasarkan pada lingkungan alami diasosiasikan dengan nilai ujian yang lebih tinggi (Heschong Mahone Group, 2003), tingkat konsentrasi yang lebih baik (Faber Taylor & Kuo, 2009; Faber Taylor, Kuo, & Sullivan, 2001; Kuo, 2004), dan kemampuan kognitif yang lebih baik (Wells, 2000). Peneliti juga berhipotesis bahwa lingkungan alami berkaitan positif dengan perilaku yang lebih baik (Faber Taylor, Kuo, & Sullivan, 2002). Manfaat dalam aspek kognitif, sosial, dan perilaku tersebut seharusnya akan dapat diterjemahkan kedalam performa siswa secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencakup performa akademik, keinginan untuk tetap berada di sekolah, dan perilaku di dalam kelas.

Selain itu, dengan mengaplikasikan desain yang bertemakan lingkungan dan mengandung unsur keberlanjutan diharapkan dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang peduli akan lingkungan, inovatif dan kreatif, maka diperlukan peran serta pengembangan desain arsitektur yang interaktif dan dapat membangun karakter lingkungan itu sendiri. Salah satu pendekatan desain arsitektur yang bisa diterapkan dalam desain nantinya adalah “Arsitektur Organik”. Hal ini dengan pertimbangan bahwa bangunan Sekolah dasar ini akan didesain sesuai dengan persyaratan dan prinsip perancangan pendidikan/ sekolah yang peduli dan menyatu dengan lingkungannya. Terlebih, juga disesuaikan dengan sifat alami dari anak-anak itu sendiri yang penuh gerak tak beraturan, dinamis dan perlu wadah khusus untuk pengembangan krativitasnya. Maka, penekanan desain yang dianggap paling sesuai adalah Arsitektur Organik, Arsitektur organik yang digunakan nantinya disesuaikan dengan perkembangan era arsitektur saat ini, dimana arsitektur organik dengan unsur kontemporer menjadi trend saat ini. Arsitektur organik kontemporer memiliki kaitan yang kuat dengan arsitektur-arsitektur organik terdahulu.

(5)

5

1.1.5. Lokasi Sarana Pendidikan Sekolah Dasar

Dalam usaha memperkenalkan sekolah berbudaya lingkungan, hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemilihan lokasi. Karena bagaimanapun, sekolah akan lebih diminati bila berada di lokasi strategis sehingga keberadaannya mudah dijangkau oleh masyarakat luas. Lokasi yang strategis dapat dilihat dari berkembangnya perumahan disekitar lokasi maupun pusat bisnis baru yang banyak dikembangkan oleh beberapa pengembang terkemuka. Dengan begitu maka dengan meningkatnya penduduk, tentunya akan diikuti dengan peningkatkan permintaan akan adanya sarana pendidikan yang berkualitas. Sasaran lokasi dalam penulisan skripsi ini adalah kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan dimana merupakan kawasan pendidikan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011–2031.

Lokasi site berada di kawasan pengembang perumahan skala besar yang terdapat di Tangerang Selata (diantaranya: Bumi Serpong Damai (BSD), Bintaro dan Alam Sutera) yang berinvestasi modal cukup besar di Kota Tangerang Selatan hingga terdapat 193 kawasan perumahan di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010.

Kota Tangerang Selatan, merupakan salah satu kota yang berkembang pesat terutama di daerah Alam Sutera dan sekitarnya. Potensi pasar untuk jenjang pendidikan dasar terutama sekolah dasar masih terbuka luas dikarenakan jumlah penduduk yang terus meningkat di daerah Tangerang Selatan. Berikut tabel dari Badan Penelitian Statistik dari tahun 2008-2010 mengenai kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan di Kota Tangerang Selatan.

Tabel 1.1. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan

No. Kec. Jumlah penduduk (Orang) Luas (Km²) Kepadatan (Orang/ Km²) 2008 2009 2010 2008 2009 2010 1 Serpong 100.355 114.837 137.212 24,04 4.174 4.776 5.708 2 Serpong Utara 77.399 88.569 126.499 17,84 4.338 4.964 7.091 3 Ciputat 161.726 185.065 192.205 18,38 8.799 10.068 10.457 4 Ciputat Timur 160.404 185.066 178.818 15,43 10.395 11.993 11.589

(6)

6 5 Pamulang 248.201 284.019 286.270 26,82 9.254 10.589 10.674 6 Pondok Aren 246.870 282.496 303.093 29,88 8.262 9.454 10.144 7 Setu 56.419 64.561 66.225 14,80 3.812 4.362 4.475 Jumlah 1.051.374 1.204.613 1.290.322 147,19 49.034 56.211 8.766

Sumber: BPS Kabupaten Tangerang 2008-2010

Kepadatan penduduk yang tinggi disebabkan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu, yang bukan hanya disebabkan oleh pertambahan secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas dari kecenderungan masuknya para migran yang disebabkan oleh daya tarik Kota Tangerang Selatan seperti banyaknya perumahan-perumahan baru yang dibangun sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Jakarta dan menjadi limpahan penduduk dari Kota Jakarta. Hal tersebut akan menyebabkan dibutuhkannya ruang yang memadai dengan lapangan kerja baru untuk mengimbangi pertambahan tenaga kerja, ruang yang dibutuhkan dapat berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, dan fasilitas penunjang lainnya.

1.2. Permasalahan

1. Kondisi anak-anak di zaman sekarang yang seolah asing dengan kondisi lingkungan alamnya sendiri.

2. Kondisi sistem pendidikan di Indonesia yang didominasi oleh sistem pendidikan formal. Kurikulum sekolah mengajarkan lebih banyak teori ketimbang praktek, hal ini dapat mempengaruhi pola pikir dan bekerja anak. Hal tersebut dapat mengakibatkan rasa bosan pada anak dalam proses pembelajaran.

3. Selain itu, permasalahannya adalah bagaimana mendesain sekolah berbudaya lingkungan yang menarik dan dapat menunjang proses pembelajaran yang seimbang baik di dalam ruangan maupun di dalam ruangan.

(7)

7 1.3. Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk memberikan sebuah konsep baru dalam pembelajaran lewat media sekolah dengan lebih menekankan pada praktek langsung ke lapangan dan menjadikan susana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan

2. Mendesain fasilitas sekolah dengan menggunakan prinsip Eco-Smart School yang mampu mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran baik yang dilakukan di dalam ruang maupun di luar ruang dan mampu mendukung pengembangan kreatifitas siswa.

3. Merumuskan landasan konseptual dan perancangan dengan pendekatan arsitektur organik pada sekolah untuk menyelesaikan elemen fisik yang bersifat dinamis pada sekolah berbudaya lingkungan.

1.4. Sasaran

1. Melakukan kajian definisi, karakteristik dan program kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah berlandaskan lingkungan 2. Menciptakan desain bangunan sekolah berbasis lingkungan dengan inovasi

kreatif yang dapat menjadikan sekolah ini menjadi acuan bagi sekolah-sekolah berbasis lingkungan lainnya. Terutama dalam segi arsitektural.

1.5. Lingkup Pembahasan

Pembahasan lebih menekankan pada aspek arsitektural pada sekolah berbasis lingkungan sebagai media pembelajaran yang terkini yang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur dan ditekankan pada aspek-aspek perencanaan dan perancangan untuk Pendidikan Sekolah Dasar. Hal-hal yang berada di luar disiplin ilmu arsitektur akan dibahas secara umum dan singkat sesuai logika untuk melengkapi pembahasan utama.

(8)

8

1.5.1. Sistematika Penulisan  BAB I: Pendahuluan

Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan, sistematika penulisan yang digunakan.

 BAB II: Tinjauan Teori

Berisi tinjauan teori, definisi, fungsi dan klasifikasi dari bangunan sekolah baik secara umum dan khusus serta tinjauan tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan tema yang akan digunakan pada saat mendesain sekolah.

 BAB III: Tinjauan dan Lokasi Site

Bab ini menjelaskan mengenai lokasi terpilih untuk proyek tugas akhir ini. Selain itu dipaparkan juga mengenai kondisi site serta analisis dari kondisi site terpilih.

 BAB IV: Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan

Bab ini berisi mengenai pemikiran awal dan dasar-dasar yang akan digunakan untuk memecahkan masalah yang akan diterapkan dalam perancangan. Terdapat beberapa alternatif konsep perancangan desain yang akan menjadi pertimbangan pada desain akhir.

 BAB V: Konsep Perencanaan dan Perancangan

Berisi tentang konsep dan arah tujuan perancangan desain, serta menghasilkan konsep skematik yang menjadi dasar perancangan sekolah ini untuk memecahkan masalah yang akan diterapkan dalam rancangan.

1.6. Keaslian Penulisan

Dalam penulisan ini terdapat referensi yang dijadikan acuan data oleh penulis sebagai suatu proses pembelajaran. Acuan-acuan penulisannya antara lain: 1. Taman Kanak-kanak Dengan Penekanan Alam Sebagai Media

Pembelajaran (Arief Singgih Wibowo 07/250972/TK32509)

2. Sanggar Anak Alam, Sekolah Alternatif Berbasis Alam Dengan Penekanan Integrasi Ruang Luar dan Ruang Dalam (Intan Qurrotul Aini 08/ 268852/TK/341080)

(9)

9

3. SD Terpadu Nurul Islam, Sekolah Alam Dengan Pendekatan Simbolisasi Arsitektur (Bagus Samsu Hartanto)

4. Sekolah Alam, Pendidikan Alternatif Berbasis Alam di Kota Malang, Penekanan Pada Alam Sebagai Media Belajar Anak Usia Pra sekolah (Anggita Ardiani Savitri)

Gambar

Tabel 1.1. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan karakterisasi variasi konsentrasi enzim dilakukan untuk menentukan pH optimum dan parameter kinetik V maks dan K M, dengan cara sebagai berikut, dilakukan penambahan 2

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū