• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBSTITUSI HIJAUAN SORGUM DENGAN SUPLEMEN PAKAN UREA MULTINUTRIEN MOLASES BLOK (UMMB) TERHADAP HASIL FERMENTASI SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUBSTITUSI HIJAUAN SORGUM DENGAN SUPLEMEN PAKAN UREA MULTINUTRIEN MOLASES BLOK (UMMB) TERHADAP HASIL FERMENTASI SECARA IN VITRO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SUBSTITUSI HIJAUAN SORGUM DENGAN SUPLEMEN

PAKAN UREA MULTINUTRIEN MOLASES BLOK (UMMB)

TERHADAP HASIL FERMENTASI SECARA IN VITRO

(Effect of Substitution of Sorghum Forage with UMMB Feed Supplement on

In Vitro Fermentation Product)

SUHARYONO1,ARNY2,W.H.SASONGKO1danL.ANDINI1

1

PATIR Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Cinere Pasar Jumat Jakarta Selatan 2

Mahasiswa Universitas Nasional Jakarta

ABSTRACT

The aim of this was to obtain the optimum level of UMMB supplementation on sorghum forage. The treatments were: treatment 1 (100% sorghum forage SF), treatment 2 (97.5% SF + 2.5% UMMB), treatment 3 (95% SF + 5% UMMB), treatment 4 (90% SF + 10% UMMB) and treatment 5 (80% SF + 20% UMMB). Biological evaluation was conducted in vitro using gas production method of syringe glass model – University of Hohenheim, Germany. pH, total volatile fatty acid (TVFA), ammonia, digestibility, gas production and microbial biomass were measured. Completely Random Design was used in nutrition content analysis, and Randomize Completely Block Design was used to analyze fermentation products through SPSS program version 11,5. The result indicated that UMMB was capable of increasing dry matter, ash and crude protein content. The values were in between 0.24 – 2.10%; 1.45 – 3.66% and 0.29 – 2.33%, respectively. The fermentation products were also significantly different on P < 0.05. Treatments 2 and 3 produced higher microbial biomass than treatments 1, 4 and 5. The values were 48.19 and 48.50 mg/100 ml compared to 40.72,45.91 and 43.53 mg/100 ml. On the other hand, TVFA concentration from treatments 4 and 5 were higher than that of treatments 1,2 and 3. The concentrations were 11.40 and 10.49 mM/100 ml compared to 6.94, 7.6, and 8.84 mM/100 ml. It is concluded that the optimum level of UMMB in sorghum forage was 2.5 and 5%.

Key Words: Sorghum, UMMB, Fermentation, Gas Production, Microbial Biomass

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan tingkat optimal substitusi hijauan dengan suplemen pakan dalam ransum pakan komplit. Pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam lima perlakuan yaitu 100% hijauan sorgum (HS)/(perlakuan 1); 97,5% HS + 2,5% UMMB (perlakuan 2); 95% HS + 5% UMMB (perlakuan 3) ; 90% HS + 10% UMMB (perlakuan 4) dan 80% HS + 20% UMMB (perlakuan 5). Evaluasi biologi pakan ini dilakukan secara in vitro dengan metoda produksi gas model syringe glas – University of Hohenheim, Jerman. pH, total volatile fatty acid (TVFA), amonia, kecernakan, produksi gas dan biomasa mikroba akan diamati. Rancangan percobaan pada kandungan nutrisi pakan menggunakan rancangan acak lengkap,dan hasil fermentasinya menggunakan rancangan acak kelompok menggunakan SPSS versi 11,5. Hasil menunjukkan bahwa UMMB dalam hijauan sorgum mengakibatkan kenaikan kadar bahan kering, abu dan protein kasar berkisar antara 0,24 – 2,10%; 1,45 – 3,66% dan 0,29 – 2,33%. Hasil fermentasinya juga dipengaruhi pada P < 0,05. Produksi bio masa mikroba pada perlakuan 2 dan 3 yaitu 48,19 dan 48,50 mg/100 ml dibandingkan dengan 1, 4 dan 5 yang masing – masing 40,72, 45,91 dan 43,53 mg/100 ml. Konsentrasi TVFA, perlakuan 4 dan 5 lebih tinggi dari pada 1, 2 dan 3. Konsentrasinya 11,40 dan 10,49 mM/100 ml dibanding 6,94, 7,6 dan 8,84 mM/100 ml. Kesimpulannya bahwa tingkat optimal pemberian UMMB dalam HS diperoleh pada penambahan 2,5 dan 5%.

(2)

PENDAHULUAN

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa limbah dan hasil samping pertanian dan industri pertanian telah banyak dimanfaatkan untuk perbaikan kualitas pakan. Bahan ini meliputi jerami, pucuk tebu, daun singkong, molases, onggok, pollard, dedak, bungkil kedelai, ampas kecap, ampas tahu, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit dan tepung ikan (YUWANTA, 2000; BATAN, 2005). Saat ini hasil samping/produk afkir industri pangan juga dimanfaatkan sebagai penyusun konsentrat, suplemen pakan dan hijauan leguminosa (SUHARYONO et al., 2005; YUSRAN et al., 2000). Formulasi dan pengujian hasil samping pertanian, industri pertanian dan pangan diperoleh suplemen pakan UMMB dan suplemen pakan multinutrien (SPM) yang mampu meningkatkan produksi sapi potong dan susu (BATAN, 2005; SUHARYONOet al., 2005).

Peningkatan produksi ternak ini mengakibatkan peternak sangat berminat untuk mendapatkan pakan dengan mudah, murah dan yang berkualitas serta membuat sendiri. Namun karena adanya perubahan kondisi musim, keterbatasan lahan, dan ketersediaan bahan baku yang sulit didapat, maka masalah kemudahan dan harga yang murah sulit didapat oleh peternak, sehingga masih perlu penelitian dengan cara memanfaatkan bahan yang mudah didapat sepanjang musim.Tanaman sorgum mampu tumbuh di musim kemarau (SOERANTO

et al., 2002), sehingga hijauannya bermanfaat untuk pakan ternak. Kandungan nutrisinya (protein kasar) lebih tinggi dari pada jerami padi dan rumput (HOSAMANIet al., 2003).

Untuk mendapatkan kualitas yang baik dan ketersediaan pakan yang berkesinambungan, maka pengujian formula campuran hijauan sorgum dan UMMB perlu dilaksanakan. Evaluasi biologi dan kandungan nutrisi dilakukan secara in vitro dan analisis prosimat. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan tingkat optimal penambahan hijauan dan UMMB dalam ransum pakan komplit.

MATERI DAN METODE

Pada penelitian ini menggunakan hijauan sorgum, UMMB, cairan rumen dan bahan kimia. Cairan rumen berasal dari kerbau yang

di fistula dan dipelihara di Laboratorium Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Batan, Jakarta. Perlakuan dari studi

in vitro pada evaluasi biologi pakan ini ada 5 perlakuan yaitu perlakuan 1 : 100% hijauan sorgum (HS), perlakuan 2 : 97,5% HS + 2,5% UMMB, perlakuan 3 : 95% HS + 5% UMMB, perlakuan 4 : 90% HS + 10% UMMB dan perlakuan 5 : 80% HS + 20% UMMB.

Pengukuran produksi gas sesuai dengan yang dilakukan (MENKE et al., 1979), dan menggunakan larutan mikro dan makro mineral, larutan buffer, resazurin dan campuran buffer, mineral dan cairan rumen untuk 40 gelas syringe. Konsentrasi TVFA, amonia dan biomasa mikroba diukur sesuai yang dilakukan oleh KROMANN et al. (1967); CONWAY (1962); KRISHNAMOORTHY (2001). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dilakukan menurut MAKKAR (1995).

Pengukuran biomasa mikroba ada dua tahapan yaitu substrate apparently degraded

dan substrate truly degraded. Untuk tahap pertama merupakan hasil analisis produksi gas dimasukkan ke dalam tabung plastik yang telah diketahui beratnya, yang kemudian di oven pada temperatur 105°C selama 24 jam. Tabung dari oven tersebut ditempatkan dalam desikator selama 1 jam, dan ditimbang. Berat akhir ini merupakan substrate apparently degraded

(dalam mg).

Pengukuran substrate truly degraded

dilaksanakan dengan cara menimbang filter crussible kosong (berat A dalam mg). Hasil analisis produksi gas dimasukkan dalam beker glas + 30 ml larutan NDS dan dipanaskan. Setelah mendidih dibiarkan selama 1 jam, cairan hasil ini disaring dengan menggunakan

filter crucible dan penyaring vakum, sambil dibilas dengan aquades panas hingga bersih yang kemudian dibilas dengan aseton 1 kali.

Filter crussible dan sisa residu dimasukkan ke oven dengan temperatur 105°C selama 24 jam. Tahap berikutnya sampel yang berasal dari oven ditempatkan di dalam desikator selama 1 jam, dan ditimbang sebagai berat C dalam mg. Berat residu akhir merupakan B dalam mg dikurangi berat filter crucible kosong (A mg) merupakan berat truly (mg). Biomasa mikroba (mg) dihitung dari pengurangan antara

(3)

Rancangan percobaan pakan menggunakan rancangan acak lengkap, rancangan acak kelompok, dan dilanjutkan analisis dengan beda nyata terkecil (BNT) dengan mengggunakan Statistical Program for Social Scienses (SPSS) versi 11,5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil menunjukkan bahwa penambahan UMMB dalam hijauan sorgum mampu meningkatkan kandungan bahan kering, abu dan protein kasar. Peningkatannya masing – masing 0,24 – 2,1%, 1,45 – 3,66% dan 0,29 – 2,33% (Gambar 1). Kenaikan ini mungkin disebabkan UMMB merupakan sumber mineral yang mengandung kadar abu 25,46%. Kandungan mineral UMMB untuk Ca, P, S, K dan Fe masing-masing 7,3; 1,1; 1,5; 9,4 dan 2,90%, sedangkan Cu dan Zn mengandung 4985 dan 2204 ppm (BATAN, 2005). UMMB juga mengandung Mn dan Co, yang masing-masing 0,36 dan 0,20 ppm (Firsoni, 2002, Sasangka, 1994).

Gambar 1. Kenaikan kandungan bahan kering

(BK) dan protein kasar (PK) pada pakan percobaan

Peningkatan kandungan protein kasar dalam formula ini mungkin terkait dengan kandungan sumber protein/nitrogen dalam UMMB. Sumber nitrogen dari UMMB berasal dari ampas kecap, tepung tulang dan urea, dedak, onggok dan molases. Kandungan protein kasar dari sorgum 12,14% yang mana masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan jerami jagung, rumput lapangan, jerami padi dan jerami gandum. Kandungan masing-masing 9,21, 8,16, 4,59 dan 3,45% (HARTADI, 2000; KURNIAWAN, 2005; UTOMOet al., 2005;

HOSAMANI, 2003) . Kandungan serat kasar (SK) menurun, namun bila dilihat kandungannya sebesar 24,05 – 26,02% tidak menunjukkan kekurangan bahkan kelebihan. Kebutuhan serat kasar ternak ruminansia hanya 18% (DELAVAL, 2006).

Pemberian UMMB juga berpengaruh nyata pada P < 0,05 terhadap KCBK dan KCBO, produksi gas, TVFA, amonia dan biomasa mikroba jika dibanding dengan kontrol. Masing – masing meningkat 3,73 – 10,63% dan 3,10 – 10,69%, 1,28 – 2,69 ml/200 mg; 0,66 – 4,46 mM/100 ml; 0,79 – 2,66 mg/100 ml dan 2,81 – 7,78 mg/100 ml. Peningkatan dari masing – masing hasil fermentasi disajikan pada Gambar 2, 3, 4 dan 5.

Gambar 2. Kenaikan kecernaan bahan kering

(KCBK) dan bahan organik (KCBO) sebagai akibat pemberian UMMB

Gambar 3. Kenaikan produksi gas dalam cairan

rumen sebagai akibat pemberian UMMB

Nilai pH dari perlakuan 1, 2, 3, 4 dan 5 adalah 6,86; 6,90; 6,88 dan 6,86. Bila dalam

0 2 4 6 8 10 12 K e ce rn aan I 2 3 4 5 Perlakuan pakan KCBK KCBO 0 1 2 3 Produ ksi g a s I 2 3 4 5 Perlakuan pakan 0 1 2 3 4 5 (% ) I 2 3 4 5 Perlakuan pakan BK PK

(4)

cairan rumen terjadi penurunan pH akan berakibat terhadap aktivitas mikroba dalam pencernakan pakan. Pada pH 5 dan 6, aktivitas mikroba untuk mencerna pakan akan terhambat bahkan berhenti (Chanjula, 2004). Pada perlakuan 2, 3, 4 dan 5, konsentrasi TVFA dan KCBK dan KCBO meningkat dan berpengaruh nyata pada P < 0,05, ini berarti aktivitas mikroba masih aktif dan pH yang dihasilkan dalam cairan rumen tidak mengganggu aktivitas mikroba.

Gambar 4. Kenaikan konsentrasi TVFA dalam

cairan rumen sebagai akibat pemberian UMMB

Gambar 5.Kenaikan konsentrasi amonia dan

biomasa mikroba dalam cairan rumen sebagai akibat pemberian UMMB

Nilai pH yang kurang dari 6,2 akan menghambat secara serius pertumbuhan bakteri

dalam rumen (ORSKOV, 1982). Hasil

pengukuran pH diatas 6,2 sehingga hasil dari kegiatan ini mampu mencerna pakan dengan

baik. Hal ini didukung oleh hasil konsentrasi TVFA dan KCBK dan KCBO yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan 1 (6,94 mM/100ml) untuk TVFA, sedangkan KCBK dan KCBO pada perlakuan 1 : 62,81 dan 59,10%. Perlakuan UMMB, konsentrasi TVFA yang dihasilkan berkisar antara 7,60 – 11,90 mM/100 ml. KCBK dan KCBO masing – masing berkisar 62,81 – 70,20% dan 59,10 – 65,08%.

Kenaikan kecernaan ini diikuti pula produksi gas yang dihasilkan dalam cairan rumen. Jumlah pakan yang tercerna dalam cairan rumen selalu diikuti dengan peningkatan produksi gas (BLUMMEL, 1998). Peneliti lain melaporkan bahwa dengan kenaikan kecernaan bahan kering dan bahan organik 7,69 – 10,33% dan 6,75 – 10,13%, produksi gas juga meningkat 3,01 – 4,83 ml/100 ml (Kurniawan, 2005). Pada perlakuan E menghasilkan produksi gas yang lebih tinggi P < 0,05 dibanding dengan perlakuan lain. Hal ini mungkin disebabkan jumlah UMMB yang ditambahkan 20% dan jumlah karbohidrat yang mudah larut yang ada dalam UMMB juga banyak. Produk akhir dari hasil fermentasi dari karbohidrat berupa TVFA dan produksi gas (DELAVAL, 2006). Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa dengan tingginya produksi gas yang dihasilkan dalam proses fermentasi tidak menjamin hasil ini akan bermanfaat, karena gas yang diproduksi berupa CO2 dan CH4. Gas ini hanya dikeluarkan lewat saluran pernafasan, semakin tinggi emisi gas yang dikeluarkan lewat pernafasan menyebabkan green house effect dan global warming (US EPA, 1994 ).

Konsentrasi amonia yang dihasilkan berkisar antara 16,41 – 18,28 mg/100 ml. Hasil ini masih mencukupi kebutuhan untuk aktivitas mikroba, karena kebutuhan aktivitas mikroba memerlukan konsentrasi amonia sebesar 5 – 8 mg/100 ml (SALTER dan SLYTER, 1974). Peneliti lain melaporkan bahwa mikroba dapat tumbuh dan beraktivitas dengan baik dalam rumen apabila kandungan amonia maksimum 150 mg/L (PRESTON dan LENG, 1987). Konsentrasi amonia yang dihasilkan dalam perlakuan pakan lebih 150 mg/L, hal ini mungkin karena dalam UMMB mengandung sumber nitrogen yang berasal dari ampas kecap dan urea yang mudah tercerna di dalam rumen. Semakin tinggi pemberian UMMB cenderung meningkatkan konsentrasi amonia bila

0 1 2 3 4 5 6 7 8 (mg/100 ml) I 2 3 4 5 Perlakuan pakan Amonia Biomasa mikroba 0 1 2 3 4 5 TV FA I 2 3 4 5 Perlakuan pakan

(5)

dibandingkan dengan perlakuan 1 (15,62 mg/ 100ml), sedangkan perlakuan 2, 3, 4 dan 5 yaitu 17,16; 17,02; 16,41 dan 18,28 mg/100 ml. Kenaikan konsentrasi amonia ini mungkin disebabkan kandungan protein dari masing perlakuan juga cenderung meningkat yaitu dari 12,14% menjadi 12,43; 12,72; 13,3 dan 14,47%. Hal ini didukung oleh peneliti sebelumnya yaitu dengan pemberian hijauan yang hanya mengandung 8,16%, dan setelah ditambah UMMB, protein kasar menjadi 9,44%. Ternyata kandungan amonia yang mengkonsumsi pakan tersebut meningkat menjadi 4,21 mg/100 ml (SASANGKA, 1995). Pemberian protein kasar yang lebih tinggi dalam ransum pakan, maka kandungan konsentrasi amonia yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh mikroba dalam rumenpun juga semakin tinggi (MUHAMMAD, 2000).

Perlakuan 2 dan 5 menghasilkan amonia yang lebih tingggi pada P < 0,05 dibandingkan dengan perlakuan 3 dan 4. Hal ini mungkin disebabkan kemampuan mikroba memanfaatkan nitrogen lebih baik dengan adanya molases yang ada dalam UMMB. Peningkatan konsentrasi amonia dalam cairan rumen pada perlakuan 2 dan 3 sejalan dengan berkurangnya tingkat keasaman dan diikuti dengan konsentrasi TVFA yang lebih kecil dari pakan perlakuan 4 dan 5. Sedangkan konsentrasi TVFA yang dihasilkan pada perlakuan 4 dan 5 sejalan dengan peningkatan keasaman cairan rumen hasil fermentasi.

Kenaikan konsentrasi amonia dan TVFA dalam cairan rumen ini tidak seperti pada kenaikan biomasa mikroba, karena pada perlakuan 2 dan 3 untuk biomasa mikroba lebih tinggi dari perlakuan 4 dan 5. Kenaikannya 48,11 dan 48,50 mg/100 ml dibanding dengan 45,91 dan 43,53 mg/100 ml. Kondisi seperti ini mungkin disebabkan tingginya konsentrasi TVFA cenderung menghasilkan keasaman dalam rumen, sehingga aktivitas mikroba berkurang, akibatnya perlakuan 4 dan 5 biomasa mikrobanya juga rendah. Produksi TVFA digambarkan dengan produksi gas hasil fermentasi mikroba rumen yang berkorelasi negatif dengan sintesis biomasa mikroba (US EPA, 1994). Jika produksi gas yang dihasilkan tinggi maka sintesis biomasa mikroba rendah, sebaliknya jika produksi gas yang dihasilkan rendah, maka sintesis biomasa mikroba tinggi.

Tingginya kecernaan pakan yang tidak diikuti dengan peningkatan produksi gas mengindikasikan bahwa hasil kecernaan tersebut banyak dimanfaatkan untuk sintesis biomasa mikroba.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa pemberian UMMB pada hijauan sorgum mampu meningkatkan kualitas campuran pakan tersebut. Peningkatan kualitas pakan melalui kandungan nutrisi pakan yang mana berdampak pada perbaikan hasil fermentasi rumen. Hal ini terlihat dari peningkatan produksi gas, amonia, TVFA dan biomasa mikroba dan juga peningkatan KCBK dan KCBO pakan.

Pemberian 2,5 – 5% UMMB merupakan tingkat optimal dalam campuran pakan komplit karena mampu menghasilkan produksi biomasa mikroba yang lebih tinggi jika dibanding dengan pemberian 10 dan 20% UMMB.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih ini kami sampaikan kepada Sdr. Ir. Firsoni MP, Edi Irawan Kosasih dan Dedi serta Udin dan Pak Nasan. Demikian juga kepada Sdri. Asih Kurniawai, SPt., MSi beserta Ibu Hajah Titin Maryati dan Nuniek Lelananingtyas.

DAFTAR PUSTAKA

BATAN. 2005. Urea Molasses Multinutrient Block (UMMB) pakan ternak tambahan bergizi tinggi. ATOMOS. Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Jakarta.

BLUMMEL, H.P.S.MAKKAR and K. BECKER. 1998. The in vitro gas production characteristics of whole roughage versus extracted neutral detergent fibre and their implication for anlysing the fermentation of cell solubles by differential approach.Institute of Animal Production in Tropics and subtropics. University of Hohenheim. Germany. Brit. Soc. Anim. Sci. (22): 88 – 91.

(6)

CHANJULA,P., M.WANAPAT,C.WACKHRAPAKORN

and P.ROWLINSON. 2004. Effect synchronizing starch sources and protein (NPN) in the rumen feed intake, rumen microbial fermentation, nutrient utilization and performance of lactating dairy cows. Department of Technology. Prince of Songkla University, Thailand. Asian Aust. J. Anim. Sci. 17(10): 1400 – 1410.

CONWAY, E.J. 1962. Microdiffusion Analysis and Volumetric Error. 5th Edition. Crosby

Loockwood and Son. London.

DELAVAL. 2006. Efficient feeding.http://www. delaval.com/DairyKnowledge/EfficientFeedin g/Basic Physiology.htm. (6 Februari 2006). FIRSONI,Y.MENRY andB.H.SASANGKA. 2002. Studi

kandungan unsur mikro pada UMMB sebagai suplemen pakan ternak ruminansia. Risalah Pertemuan Ilmiah Litbang Aplikasi Isotop dan Radiasi. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta.

HARTADI, H. 2000. Pengaruh umur pemotongan terhadap laju fermentasi silase jagung. Buletin Peternakan: Bull. Animal Sci. Edisi tambahan. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. HOSAMANI,S.V.,U.R.MEHRAdanR.S. DASS. 2003.

Effecft of different source of energy on urea molasses mineral block intake nutrient utilization, rumen fermentation pattern and blood profile in Murah buffaloes (Bubalus bubalis). Nuclear Research Institute. Izatnagar. India. Asian Aust. J. Anim. Sci. 6(6): 818 – 822.

KRISHNAMOORTHY,U. 2001. RCA training workshop on in vitro techniques for feed evaluation. The International Atomic Energy Agency Vienna, Austria and Department of Livestock Production Management, Veterinary College University of Agricultural Science, Banglore, India.

KROMANN, R.P., J.H. MEYER and W.J. STIELAU. 1967. Steam destilation of volatile fatty acids in rumen ingesta. J. Dairy Sci. (50): 73 – 76. KURNIAWAN, B.P. Pengaruh tingkat penggunaan

bahan pakan pengganti molases dalam suplemen terhadap efisiensi sintesis mikroba melalui pendekatan produksi secara in vitro. Skripsi. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. 2005.

MAKKAR, H.P.S., M. BLUMMEEL and K. BECKER. 1995. Formation of complexes between polyvinyl pyrolidone on polyethylene glycol with tannin and their implications in gas production and true digestibility in vitro techniques. Brit. J. Nutrition. (73): 897 – 913. MENKE,K.H.,L.RAAB, A.SALESWEKI, H.STEINGSS,

D. FRITZ and SCHENEIDER. W. 1979. The estimation of the digestibility and metabolizable energy content of ruminant feedstuffs from the gas production when they are incubated with the rumen liquor in vitro. J. Agric. Sci. Cambridge. (92): 217 – 222. MUHAMMAD,Z. 2000. Peranan bakteri dan protozoa

terhadap pertambahan bobot badan sapi Madura. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

ORSKOV,E.R. 1982. Protein Nutrition in Ruminants. Academic Press. London, New York, Paris, Sydney, Tokyo – Toronto. p. 20.

PRESTON, T. R. and R.A. LENG. 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in the Tropics and Sub Tropics. Penambul Books, Armidale.

SALTER L.D. and L.L. SLYTER. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein production in vitro. Br. J. Nut. (32): 194 – 208.

SASANGKA,B.H. 1995. Ampas kecap sebagai bahan penyusun suplem untuk ternak ruminansia. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) BATAN, Jakarta.

SASANGKA, B.H., J. MELAWATI, I. GOBEL and S. SURTIPANTI. 1994. Penentuan kandungan protein dan mineral dalam limbah pertanian sebagai pakan ternak. PAIR/P6SS. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN, Jakarta. SOERANTO.H.,SUHARYONO,CARKUM,SIHONOand PARNO. 2002. Sorghum breeding by mutation techniques for alternative animal feed. Proc. The 3rd International Seminar on Tropical Animal Production. Yogyakarta, Indonesia, October 15 – 16, 2002. pp. 33 – 42.

SUHARYONO, M.P. EKO dan E. ERAWAN. 2005. Suplemen Pakan Multinutrien. Suplemen pakan ternak ruminansia bergizi tinggi. Pusat Pemasyarakatan IPTEK Nuklir dan Kerja Sama-BATAN.

(7)

US EPA. (ENVIRONMENT PROTECTION AUTHORITY). 1994. International Anthrophogenic Methane Emission: estimates for 1990. EPA 230-R93-010 (Office of Policy, Planning and Evaluation: Washington DC).

UTOMO,R.,M.SOEJONO,B.P.WIDYOBROTO danB. SUHARTANTO. 2000. Transit partikel jerami padi, dedak halus dan tepung daun lamtoro dalam saluran pencernakan sapi peranakan ongole. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

YUSRAN,M.A.and E.TELENI. 2000. The Effect of a Mix of Shrub Legumes Supplement on the Reproductive Performance of Peranakan Ongole Cows on Dry Land Smallholder Farms in Indonesia. Proc. of Ninth Animal Science Congress of the Asian-Australian Association of Animal Production Societies and Twenty-third Biennial Conference of the Australian Society of Animal Production.

YUWANTA, TRI. 2000. Kebijakan pengembangan agribisnis di Indonesia berbasiskan bahan baku lokal. Bungaran Saragih. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2.  Kenaikan kecernaan bahan kering
Gambar 4.  Kenaikan konsentrasi TVFA dalam

Referensi

Dokumen terkait

Hasil interview atau wawancara, Subjek berinisial ORC dari kondsi fisik atau fisiologis sebelum bertanding dalam kedaan baik akan tetapi pada saat sesudah

Kadar gonadotropin pada plasma dan urin, rata-rata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar pada kehamilan tunggal, tetapi tidak terlalu tinggi untuk dapat

Dalam wawancara bebas sebaiknya, responden diberi kebebasan untuk menjawab berbagai pertanyaan sesuai dengan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang

Fasilitas yang tersedia di sekolah tidak digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Sekolah memiliki beranekaragam media pembelajaran yang dapat digunakan selama

[r]

Panen umbi secara normal dilakukan pada saat tanaman berumur 7 bulan dan maksimum dilakukan pada saat tanaman berumur 18 bulan dari setelah tanam... Ubi kayu untuk tepung

(3) Kemampuan memahami makna gramatikal kata berdasarkan komposisi dalam teks Méompalo Bolonngé siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Barru secara umum dikategorikan tidak

Meskipun PP BBH sama sekali tidak menyebut Islam dalam menjelaskan prinsip bagi hasil, namun pemakaian istilah muamalat dan syariah telah cukup sebagai informasi bahwa yang