• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH OUTPUT SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROPINSI JAWA TIMUR (TAHUN )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH OUTPUT SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROPINSI JAWA TIMUR (TAHUN )"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH OUTPUT SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

PERDAGANGAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN

DI PROPINSI JAWA TIMUR (TAHUN 2005 – 2013)

Dian Candra Sakti | Bustani Berachim

Free Researcher |

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis dan menguji pengaruh output sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan metode regresi data panel. Data yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (AHDK) tahun 2000 dan Jumlah Penduduk Miskin dari 29 Kabupaten dan 9 Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, mulai tahun 2005 sampai tahun 2013. Estimasi menggunakan model Fixed Effect Model (FEM) atau sering disebut juga dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV). Hasil dari model menunjukan output sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output sektor pertanian sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 355 orang, cetirus paribus. Peningkatan output sektor industri sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 169 orang, cetirus paribus. Peningkatan output sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 217 orang, cetirus paribus.

KATA KUNCI :Output Sektor Pertanian, Output Sektor Industri Pengolahan, Output Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Jumlah Penduduk Miskin

ABSTRACT

This study was conducted to analyze and examine the influence of the agricultural sector output, processing industry, trade, hotels and restaurants to the poor population in the province of East Java. Quantitative approach in this study using panel data regression method. The data used is the Gross Domestic Product (GDP) at constant prices (AHDK) in 2000 and the Poverty rates of 29 districts and 9 Cities in East Java province, from 2005 to 2013. The estimated using models Fixed Effect Model (FEM) or often referred to as engineering Least Squares Dummy Variable (lSDV). The results of the model shows the output of agriculture, manufacturing, trade, hotels and restaurants negative and a significant effect on reducing the amount of poor population in the province of East Java. Increased output of the agricultural sector amounted to Rp. 1 billion will reduce the amount of poor population of 355 people, cetirus paribus. Increased output of the industrial sector of Rp. 1 billion will reduce the amount of poor population by 169 people, cetirus paribus. Increased output of the hotel and restaurant trade Rp. 1 billion will reduce the number of poor by 217 people, cetirus paribus.

(2)

Permasalahan pokok dalam pembangunan ekonomi adalah meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), mengurangi kesenjangan pendapatan dan menurun-kan jumlah penduduk miskin. Disisi lain meningkat-nya pertumbuhan kadang menjadi sebuah dilema, karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu memberi jaminan bahwa kesen-jangan pendapatan dan jumlah penduduk miskin akan rendah.

Kemiskinan tidak hanya menjadi fokus masalah nasional di Indonesia tetapi juga menjadi fokus utama dalam pembangunan di Propinsi Jawa Timur. Masalah penurunan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur disebabkan oleh rendahnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan permodalan. Masalah lainnya adalah belum optimalnya produktivitas pertanian, rendahnya kesejahteraan masyarakat petani serta kurangnya pengendalian alih fungsi lahan pertanian, dimana sebagian besar jumlah penduduk miskin ada di pedesaan yang notabene adalah petani.

mencapai 5,35 persen dan mencapai 5,81 persen di tahun 2013.

Apabila melihat gambaran jumlah penduduk miskin didua propinsi tersebut hampir sama, dimana Propinsi Jawa Timur pada tahun 2005 sebesar 7.139.900 orang dan menjadi 4.865.000 orang di tahun 2013, sementara Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 jumlah penduduk miskinnya sebesar 6.533.000 orang dan menjadi 4.863.000 orang di tahun 2013. Namun permasalahanya yang patut dilihat adalah laju jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur turun tidak terlalu signifikan. penurunan kemiskinannya hampir sama dengan di Propinsi Jawa Tengah. Kondisi ini memberikan suatu gambaran bahwa ada sesuatu yang kurang efektif dari program penurunan kemiskinan di Jawa Timur. Tentunya hal ini perlu dikaji lebih dalam dengan menganalisis kondisi sektoral di Provinsi Jawa Timur.

Gambar 2. memperlihatkan perkembangan output Gambar 1. diatas menunjukan bahwa Provinsi Jawa

sektor pertanian pada PDRB Jawa Timur selama Timur selalu berupaya menekan jumlah penduduk

periode 2005-2013. Perkembangan output sektor miskin dengan berbagai program, diantaranya yaitu

pertanian di Jawa Timur cenderung menurun, dengan mencanangkan program pro poor

sebagai-khususnya pada periode 2005-2013. Pada tahun 2005, mana tersurat dalam visi dan misi RPJMD Propinsi

output sektor pertanian masih mampu menyumbang Jawa Timur 2009-2014. Gambar tersebut juga

mem-sebesar Rp. 44.700.965.000 dari PDRB, angka perlihatkan tren jumlah penduduk miskin di Jawa

tersebut naik tapi tidak terlalu signifikan yaitu sebesar Timur terus turun secara konstan, dimana tahun 2005

Rp. 64.699.670.000 pada tahun 2013. tercatat 7.139.900 orang dan terus turun menjadi

4.865.000 orang di tahun 2013. Pertumbuhan Menurut Ananda (2010) ada dua hal yang menye-ekonomi Jawa Timur rata-rata lebih tinggi dari babkan kondisi sektor pertanian di Jawa Timur terus pertumbuhan ekonomi Jawa Barat maupun Jawa mengalami penurunan, yaitu penyebab pertamanya Tengah. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai adalah terjadinya konversi lahan pertanian ke lahan 5,84 persen di tahun 2005 dan mencapai 6,55 persen non pertanian dimana per tahunnya rata-rata

mencapai sebesar 65.000 hektar. ditahun 2013, sedangkan Jawa Tengah di tahun 2005

PENDAHULUAN

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah Gambar 1.

Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah Gambar 2.

Output Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013

(3)

lebih besar

output

sektor kontribusinya juga

cenderung menurun.

Sebaliknya, perkembangan

output

sektor

perda-gangan hotel dan restoran justru mengalami tren

kenaikan yang cukup signifikan, meskipun

terjadi fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa

telah terjadi perubahan struktur perekonomian di

Jawa Timur yaitu dilihat dari pergerakan struktur

ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder

yang terlihat signifikan.

Gambar 3. diatas, menunjukan perkembangan

output

sektor industri pengolahan di Jawa Timur

Berkaitan dengan hal tesebut, penelitian ini

sedikit berbeda dengan sektor pertanian. Jika

bertujuan untuk lebih memahami setiap

output

output

sektor pertanian kenaikannya tidak terlalu

sektoral dalam merespon jumlah penduduk

besar, sedangkan

output

sektor industri pengo-

miskin di Propinsi Jawa Timur, yang merupakan

lahan terhadap PDRB lebih besar dimana pada

salah satu daerah yang paling dinamis serta

tahun 2005

output

sektor industri pengolahan

memiliki posisi penting secara ekonomi dan

menyumbang sebesar Rp. 70.635.851.000 dan

merupakan Propinsi terbesar kedua di Indonesia.

pada tahun 2013 sebesar Rp. 97.952.459.000

Chambers (2010:18) mengatakan bahwa

kemis-dari total PDRB.

kinan adalah suatu

intergrated concept

yang

Tren kenaikan dari tahun 2005 sampai 2013

memiliki lima dimensi, yaitu : 1) kemiskinan

cenderung mengalami kenaikan. Hal ini menun-

(

proper

), 2) ketidakberdayaan

(powerless),

jukan indikasi terdapat efisiensi dalam pengelo-

3) kerentanan menghadapi situasi darurat

(state

laan

output

sektor industri.

Output

sektor industri

of emergency)

, 4) ketergantungan

(dependence),

merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga

5) keterasingan

(isolation)

baik secara geografis

kerja, jika melihat tren peningkatan diatas maka

maupun sosiologis. Todaro (1995:37)

mengemu-sudah sewajarnya karena Propinsi Jawa Timur

kakan bahwa variasi kemiskinan di negara

adalah basis industri nasional kedua setelah DKI

berkembang disebabkan oleh beberapa faktor,

Jakarta.

yaitu : (1) luasnya negara, (2) perbedaan sejarah,

sebagian dijajah oleh negara yang berlainan,

(3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan

kualitas sumber daya manusianya, (4) relatif

pentingnya sektor publik dan swasta, (5)

perbe-daan struktur industri.

Clark (2002:406) yang menyatakan penduduk

dalam jumlah besar membawa kesulitan ekonomi

bagi masyarakat yang hidup dengan metode

tradisional. Jumlah penduduk yang besar yang

tercermin pada besar penduduk pada setiap

keluarga akan menyebabkan pendapatan per

Gambar 4. diatas, menunjukan perkembangan

kapita yang rendah, apabila tidak diikuti oleh

output

sektor perdagangan, hotel dan restoran di

akumulasi modal yang dimiliki oleh setiap

Jawa Timur sedikit berbeda dengan

output

sektor

anggota keluarga. Teori neoklasik berpendapat

pertanian dan

output

sektor industri pengolahan.

bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber pada

Jika

output

sektor pertanian kenaikannya

penambahan dan perkembangan faktor faktor

cenderung sedikit dan sektor industri pengolahan

yang mempengaruhi penawaran agregat. Teori

cukup besar walau kontribusi

output

nya jauh

pertumbuhan ini juga menekankan bahwa

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah Gambar 3.

Output Sektor Industri Pengolahan Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013

Gambar 4.

Output Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013

(4)

perkembangan faktor-faktor produksi dan

orang meningkatkan jumlah penduduk miskin

kemajuan teknologi merupakan faktor penentu

249 orang. Peningkatan inflasi sebesar 1 unit

dalam pertumbuhan ekonomi.

(persen per tahun) meningkatkan jumlah

penduduk miskin 2375 orang, dampak

Teori pembangunan Lewis (1994:330) pada

peningkatan

share

industri terhadap penurunan

dasarnya membahas proses pembangunan yang

kemiskinan lebih besar 2,6 kali dari share sektor

terjadi antara daerah kota dan desa yang meng-

pertanian. Suryahadi, (2008), meneliti efek

ikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi di

lokasi, sektoral dan komponen pertumbuhan

antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga

ekonomi, di Indonesia mulai tahun 1984 – 2002,

membahas pola investasi yang terjadi di sektor

mereka menemukan bahwa pertumbuhan sektor

modern dan juga sistem penetapan upah yang

jasa di pedesaan mengurangi kemiskinan di

berlaku di sektor modern yang pada akhirnya

semua sektor dan lokasi tetapi pertumbuhan jasa

akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi

di perkotaan memiliki efek terbesar terhadap

yang ada. Chenery (1997:51) dalam analisis teori

penurunan kemiskinan.

Pattern of Development

atau Teori Perubahan

Struktural merupakan teori yang menitikberat-

Loayza dan Raddatz (2009), memberikan

kan pembahasan pada mekanisme transformasi

penjelasan mengenai heterogenitas lintas negara

ekonomi yang dialami oleh negara sedang

dalam merespon kontribusi pertumbuhan

berkembang, yang semula lebih bersifat sub-

ekonomi terhadap perubahan kemiskinan.

sisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian

Penelitian ini lebih berfokus pada struktur

menuju ke struktur perekonomian yang lebih

pertumbuhan output itu sendiri, dimana

modern dan didominasi oleh sektor industri dan

menjelaskan mekanisme dua sektor yang terkait

jasa.

yaitu, komposisi pertumbuhan sektoral dan

intensitas tenaga kerja.

Siregar dan Wahyuniarti (2006) meneliti Dampak

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan

Dimana intensitas tenaga kerja dapat

mempe-Jumlah Penduduk Miskin, menggunakan variabel

ngaruhi upah pekerja yang pada akhirnya

PDRB,

share

sektor pertanian,

share

sektor

pengentasan kemiskinan bisa dicapai. Ini artinya

industri, populasi dan tingkat pendidikan di

bahwa tidak hanya ukuran pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Hasil analisisnya, dalam kurun waktu

yang dibutuhkan tetapi juga masalah komposisi

1995-2005 menunjukan jumlah penduduk miskin

dan kontribusi dari sektor-sektor padat tenaga

masih persisten di atas 20 persen dan belum bisa

kerja tidak terampil seperti pertanian, konstruksi,

dikurangi bahkan ada kecenderungan meningkat.

dan manufaktur yang berperan dalam

pengen-Kenaikan PDRB sebesar 1 triliun menurunkan

tasan kemiskinan.

jumlah penduduk miskin sekitar 9000 orang.

Peningkatan jumlah penduduk sebanyak 1000

METODE ANALISIS

IND = Output sektor industri pengolahan

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini

TRD = Output sektor perdangangan, hotel dan

menggunakan metode data panel. Analisis data panel

restoran

dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang

αi = Intersep atau Konstanta Regresi

besar sehingga meningkatkan derajat kebebasan dan

β1 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel

memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat

eit = error term / residual

diberikan hanya oleh data cross section atau time

i = Indikasi Data Cross Section

series saja. Persamaan model analisisnya adalah

t = Indikasi Data Time Serries

sebagai berikut :

Data yang digunakan dalam penelitian ini POV = α + βi 1AGRIit + β2IND +it β3TRD + eitit

menggunakan data dari 29 Kabupaten dan 9 Kota

Dimana :

yang ada di Provinsi Jawa Timur, mulai tahun 2005

POV = Jumlah penduduk miskin

(5)

Statistik (BPS) Kabupaten/Kota dan Provinsi Jawa Apabila t0 (thitung) < (ttabel) maka hipotesis nol (H ) 0 Timur, yang meliputi data PDRB menurut lapangan diterima dan hipotesis alternatif (H ) ditolak 1 usaha/sektoral Atas Dasar Harga Konstan (AHDK) artinya model yang digunakan kurang baik, tahun 2000 dan jumlah penduduk miskin. dengan kata lain variabel bebas tidak dapat menerangkan pengaruh variabel terikatnya atau Model data panel untuk masing-masing teknik regresi

tidak signifikan. Sebaliknya jika t0 (thitung) > (ttabel) adalah sebagai berikut:

maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas dapat a. Pooled Least Square menerangkan pengaruh variabel terikatnya atau

Y = it β1 + β2 + β3X +….+ 3it βnX + nit uit ...(1) signifikan.

b. Fixed Effect c. Uji F

Yit = α + α1 2D2 + ...+ αnDn + β2X2it + ...+ Kegunaan uji F untuk menentukan atau tidak βnX + nit uit ...(2) signifikannya suatu variabel bebas secara

bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. c. Random Effect

Dalam hal ini ditetapkan sebagai berikut : Yit =β + β1 2X2it + ...+ βnXnit + εit + uit ...(3)

H : β0 1 = β2 = β3 = βk = 0

Pengujian statistik terhadap masing-masing model H : paling tidak salah satu β signifikan 1

di tiap-tiap periode penelitian dengan menggunakan

Jika hasil perhitungan ternyata , F (F ) < ( F ),

metode-metode berikut : 0 hitung tabel

2 maka hipotesis nol (H ) diterima dan hipotesis 0

a. Nilai R

alternatif (H ) ditolak. Bila terjadi keadaan

2 0

Kegunaan dari R ini adalah untuk menunjukkan

demikian, dapat dikatakan bahwa variasi dari apakah variabel independennya dapat

menerang-model regresi secara bersama-sama tidak berhasil kan pengaruh variabel dependennya dengan baik.

menerangkan variabel bebasnya. Sebaliknya, jika b. Uji t F0 (Fhitung) > (F ) maka dapat dikatakan hipotesis tabel nol (H ) ditolak dan hipotesis alternatif (H )

Fungsi uji t adalah untuk menentukan signifi- 0 0

kansi suatu variabel bebas secara individual dalam diterima. Bila terjadi keadaan demikian dikatakan mempengaruhi variabel tidak bebas. Dalam hal ini bahwa variasi dari model regresi secara bersama-diterapkan hipotesis sebagai berikut: sama dapat menerangkan variabel bebasnya.

H : 0 β1 = 0 H : 1 β1≠ 0

HASIL ANALISIS DATA

Pada penelitian ini, untuk mengetahui apakah menunjukkan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai variabel output sektor pertanian, output sektor kritis pada variabel-variabel tersebut. Hasil uji data industri, output sektor PERDAGANGAN DAN jumlah penduduk miskin, output pertanian, industri PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN dan perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Resto-bersifat stationary atau nonstationary digunakan uji ran telah stasioner pada tingkat 1st difference dengan akar unit (unit root test) dengan menggunakan signifikansi pada α=5 persen. Nilai ADFstatistic metode Augmented Dickey-Fuller (ADF Test). jumlah penduduk miskin sebesar -3.536652, lebih Tabel 1. besar dari nilai Mackinnon critical value -3.012363 Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada level 5 persen.

Nilai output pertanian ADFstatistik -4.459211 lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.081002 pada level 5 persen. Nilai output industri ADFstatistik -3.536652 lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.423637 pada level 1 persen. Nilai output perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran ADFstatistik -3.19E+12 lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.033476 pada level 1 Tabel 1. diatas menunjukan, hasil dari uji ADF yang

dibandingkan dengan MacKinnon critical value persen.

Variabel ADF statistik MacKinnon Critical Value

1% *** 5% ** 10% * POV AGRI? IND? TRD? -3.536652 -4.459211 -3.536652 -3.19E+12 -3.012363 -3.081002 -3.984991 -3.541245 -3.788030 -3.959148 -3.423637 -3.033476 -2.646119 -2.681330 -3120686 -3.180555

(6)

C AGRI? IND? PERDAGANGAN DAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN? 13.87608 -1.06E-08 -0.000924 -0.000471 t-Statistic Variable Coefficient Std. Error Prob.

1.632298 1.63E-09 0.000181 0.000287 8.500947 6.538865 5.109262 -1.640551 0.0000 0.0000 0.0849 0.0026 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.606135 0.595432 0.607072 67.81078 -171.7195 56.63296 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 15.40565 0.954431 1.870732 1.973270 1.912269 0.042526

Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0 Tabel 2.

Hasil Estimasi Pool Least Square

Pada Tabel 3 diatas, mendeskripsikan model analisis data panel dengan menggunakan fixed efect yang memungkinkan adanya perubahan intercept pada Pada Tabel 2. diatas menunjukan hasil estimasi model

setiap individu dan waktu. Hasil dari regresi dengan pool least square diatas menunjukan bahwa output

menggunakan fixed effect menghasilkan estimasi sektor pertanian dan output sektor perdagangan dan

yang lebih baik daripada dengan pool least square. Perdagangan, Hotel dan Restoran secara statistik

Model fixed efect menunjukan p value masing-signifikan mempengaruhi penurunan jumlah

pendu-masing variabel bebas secara statistik, signifikan dan duk miskin dengan nilai probabilitas masing-masing

mempengaruhi variabel terikatnya pada derajat α sebesar 0.000 dan 0.026, dimana nilai probailitasnya

kurang dari 5 persen. Nilai probabilitasnya output dibawah α = 5 persen. Output sektor industri secara

sektor pertanian dan output sektor industri sebesar statistik tidak signifikan dengan nilai probabilitas

0.000 dimana p value dibawah α = 5 persen. Output sebesar 0.084, dimana nilai probabilitasnya diatas

sektor perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan α = 5 persen.

Restoran sebesar 0.0354 dimana p value dibawah

Tabel 3. α = 5 persen.

Hasil Estimasi Fixed Effect Model

Model fixed effect untuk statistik uji F ini juga menunjukkan signifikansi secara umum dimana nilai

F-hitung sebesar 110.1807 lebih besar dari pada

F-tabel sebesar 3,88 dengan demikian hipotesa H : PLS ditolak dan H : FEM diterima. Nilai 0 1 R-squared sebagai ukuran kelaikan dan keseuaian

model yaitu, sebesar 0.936069 memberikan arti bahwa parameter-paramater berkorelasi sesuai teori dan model mampu menjelaskan hubungan variabel bebas dengan variabel terikatnya sebesar 93,6 persen.

Tabel 4.

Redundant Fixed Effect

Pada Tabel 4. diatas nilai p-value dari Cross-section Chi-square sebesar 0.000 dimana p value dibawah α=5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model Fixed Effect lebih tepat untuk dipilih dibandingkan dengan Pooled Least Square, untuk selanjutnya dalam pembahasan model Fixed Effect akan menjadi acuan.

Dependent Variable: POV? Method: Pooled Least Squares Date: 12/10/14 Time: 14:48 Sample: 2005 2013 Included observations: 9 Cross-sections included: 38 Total pool (balanced) observations: 342

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C AGRI? IND? TRD? 254.7265 -3.55E-05 -1.69E-05 -2.17E-06 7.760921 3.58E-06 3.13E-06 1.03E-06 32.82169 -9.926014 -5.394639 -2.113171 0.0000 0.0000 0.0000 0.0354 Fixed Effects (Cross)

_KABPACITAN--C _KABPONOROGO--C _KABTRENGGALEK--C _KABTULUNGAGUNG--C _KABBLITAR--C _KABKEDIRI--C _KABMALANG--C _KABLUMAJANG--C _KABJEMBER--C _KABBANYUWANGI--C _KABBONDOWOSO--C _KABSITUBONDO--C _KABPROBOLINGGO--C _KABPASURUAN--C _KABSIDOARJO--C _KABMOJOKERTO--C _KABJOMBANG--C _KABNGANJUK--C _KABMADIUN--C _KABMAGETAN--C _KABNGAWI--C _KABBOJONEGORO--C _KABTUBAN--C _KABLAMONGAN--C _KABGRESIK--C _KABBANGKALAN--C _KABSAMPANG--C _KABPAMEKASAN--C _KABSUMENEP--C _KOTAKEDIRI--C _KOTABLITAR--C -113.6364 -83.00908 -86.45353 -52.31615 -9.313407 93.87533 270.6721 1.435196 128.8125 84.47915 -97.87385 65.33348 100.6104 3.661620 123.5103 51.48838 5.892407 -73.04985 -121.3328 -48.49344 138.2649 92.72759 97.45811 97.22933 150.1122 68.68012 87.53442 -11.29040 121.8663 44.60776 -238.7100 _KOTAMALANG--C _KOTAPROBOLINGGO--C _KOTAPASURUAN--C _KOTAMOJOKERTO--C _KOTAMADIUN--C _KOTASURABAYA--C _KOTABATU--C -119.4534 -201.7644 -231.1745 -240.6669 -235.5524 365.6319 -229.7927 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.936069 0.927574 26.90064 217817.0 -1589.356 110.1807 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 161.0082 99.95724 9.534243 9.993972 9.717386 0.901278

Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0

Redundant Fixed Effects Tests Pool: OUTPUTSEKTORAL Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F

Cross-section Chi-square

Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0

93.776182 864.545441 (37,301) 37 0.0000 0.0000

(7)

Tabel 5. Hasil Uji Hausman

Pada Tabel 5. diatas selanjutnya, pemilihan kedua model antara fixed effect dan random efect menggu-nakan uji Hausman untuk mendapatkan model yang terbaik. Berdasarkan uji Hausman memperlihatkan bahwa H yaitu untuk random effect ditolak dan H 0 1 untuk fixed effect diterima. Hal ini dapat dilihat pada nilai p-value sebesar 0.0000, memberi kesimpulan bahwa H : REM ditolak dan menerima H : FEM 0 1 sehingga model fixed effect yang dipilih sebagai model terbaik.

Tabel 6.

Intersep Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur

Tahun 2005 – 2013

Tabel 6. diatas menunjukan angka intersep jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur yang berbeda-beda. Intersep jumlah penduduk miskin tertinggi terdapat di Kota Surabaya yaitu sebesar 365.632, Kabupaten Malang sebesar 270.672, dan Kabupaten Gresik sebesar 150.112. Adapun Kabupaten/Kota yang memiliki intersep jumlah penduduk miskin yang relatif kecil yaitu Kota Mojokerto sebesar (-240.667), Kota Blitar sebesar (-238.710), dan Kota Madiun sebesar (-235.552).

Chi-Sq. Statistic 62.128831 Chi-Sq. d.f. 3 Prob. 0.0000 Correlated Random Effects - Hausman Test

Pool: OUTPUTSEKTORAL Test cross-section random effects

Test Summary Cross-section random

Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0

NO. 1 KABUPATEN/KOTA 2 INTERSEP 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kab. Pacitan Kab. Ponorogo Kab. Trenggalek Kab. Tulungagung Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Malang Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Sidoarjo -113.636 -83.009 -86.454 -52.316 -9.313 93.875 270.672 1.435 128.813 84.479 -97.874 65.333 100.610 3.662 123.510 1 2 3 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Bojonegoro Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Gresik Kab. Bangkalan Kab. Sampang Kab. Pamekasan Kab. Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu 51.488 5.892 -73.050 -121.333 -48.493 138.265 92.728 97.458 97.229 150.112 68.680 87.534 -11.290 121.866 44.608 -238.710 -119.453 -201.764 -231.175 -240.667 -235.552 365.632 -229.793

Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0

PEMBAHASAN

Hasil pengujian menemukan bahwa penurunan sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah pendu-jumlah penduduk miskin dipengaruhi secara simultan duk miskin sebesar 169 orang, cetirus paribus. Setiap oleh output sektor pertanian, output sektor industri kenaikan output sektor perdagangan dan Perdaga-dan output sektor perdagangan, hotel dan restoran. ngan, Hotel dan Restoran sebesar Rp. 1 milyar akan Pengujian tersebut menunjukan ketiga output sektoral menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 217 tersebut berpengaruh signifikan secara statistik orang, cetirus paribus.

terhadap jumlah penduduk miskin.

Hal yang menarik adalah output sektor pertanian Hasil uji data panel menunjukan kenaikan output yang mempunyai pengaruh terbesar dalam penuru-sektor pertanian sebesar Rp. 1 milyar akan menurun- nan jumlah penduduk miskin di propinsi Jawa Timur, kan jumlah penduduk miskin sebesar 355 orang, sedangkan output sektor perdagangan, hotel dan cetirus paribus. Peningkatan output sektor industri restoran menduduki posisi kedua dan output sektor

(8)

industri di posisi yang ketiga. Dilihat dari pola seba- Nurske mengatakan : “A poor country is poor ran jumlah penduduk miskin, daerah yang mempu- because it is poor” (negara miskin itu karena dia nyai wilayah luas dengan jumlah populasi yang miskin). Penyebab kemiskinan bermuara pada teori relatif tinggi memiliki intersep jumlah penduduk lingkaran kemiskinan, dimana keterbelakangan, miskin yang tinggi pula, sedangkan daerah yang ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal mempunyai wilayah sempit dengan jumlah populasi menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya sedikit cenderung memiliki intersep jumlah pendu- produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan duk miskin yang relatif rendah. yang mereka terima sehingga ketika pendapatan rendah maka akan berimplikasi pada rendahnya Kondisi penduduk dilihat dari sisi sektoral menun- tabungan dan investasi.

jukkan, hampir sebagian besar penduduk miskin di

Jawa Timur bekerja di sektor pertanian, dimana lebih Penelitian yang dilakukan oleh Deolalikar (2002) dari 60 persen rumah tangga termiskin di Jawa Timur mengenai pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di mengandalkan penghidupan mereka dari sektor ini. Thailand, menjelaskan bahwa pengeluaran peme-Sebaliknya, hanya 7 persen dari rumah tangga terkaya rintah daerah di bidang pendidikan dan pembangunan yang bekerja di sektor ini. Sebagian besar rumah infrastruktur digunakan untuk memperbaiki kualitas tangga terkaya bekerja dalam sektor perdagangan dan tenaga kerja dan perbaikan upah. Peningkatan kualitas Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 63 persen, tenaga kerja dan perbaikan upah otomatis akan sementara hanya 17 persen dari rumah tangga miskin mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketimpangan bekerja di kedua sektor tersebut. Rumah tangga pendapatan.

menengah sebagian besar bekerja dalam sektor perdagangan sebesar 27 persen dan pertanian sebesar 29 persen.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka nan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur. penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut : Peningkatan output sektor perdagangan dan

Perda-gangan, Hotel dan Restoran sebesar Rp. 1 milyar Output sektor pertanian berpengaruh negatif dan

akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk

217 orang, cetirus paribus. miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output

sektor pertanian sebesar Rp. 1 milyar akan menurun- Besarnya pengaruh output sektor pertanian terhadap kan jumlah penduduk miskin sebesar 355 orang, penurunan jumlah penduduk miskin dibandingkan cetirus paribus. Kondisi ini membuktikan bahwa dengan output sektor perdagangan, hotel restoran dan sektor pertanian memiliki potensi untuk menjadi industri pengolahan, menunjukan adanya perubahan sektor yang dapat diandalkan terkait dalam

penang-transformasi sektoral di Jawa Timur. Sesuai dengan gulangan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur. teori The Pattern of Development atau Teori

Peruba-han Struktural yang menitikberatkan pembahasan Output sektor industri berpengaruh negatif dan

pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk

oleh negara sedang berkembang, yang semula lebih miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output

bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor sektor industri sebesar Rp. 1 milyar akan

menurun-pertanian menuju ke struktur perekonomian yang kan jumlah penduduk miskin sebesar 169 orang,

lebih modern dan didominasi oleh sektor industri dan cetirus paribus. Hal ini membuktikan bahwa

inten-jasa. sitas tenaga kerja pada sektor industri di Jawa Timur

mampu menyerap tenaga kerja dengan tingkat

Hasil penelitian terdahulu baik yang ada di Indonesia keterampilan yang lebih tinggi walaupun dalam

maupun di beberapa negara yang sedang berkem-konteks penurunan jumlah penduduk miskin masih

bang tetangga, menunjukan tren yang sama dimana di bawah sektor pertanian dan sektor perdagangan,

sektor pertanian masih menjadi primadona dalam hotel dan restoran.

penurunan jumlah penduduk miskin. Ini artinya Output sektor perdagangan, hotel dan restoran bahwa tidak hanya ukuran pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penuru- yang dibutuhkan tetapi juga masalah komposisi dan

(9)

kontribusi dari sektor-sektor padat tenaga kerja Pengaruh output sektoral terhadap jumlah penduduk seperti pertanian, konstruksi, dan manufaktur yang miskin di Jawa Timur mempunyai peranan yang cukup penting dan perlu diperhatikan. Produktivitas berperan besar dalam pengentasan kemiskinan.

tenaga kerja dan efisiensi perusahaan merupakan Propinsi Jawa Timur sebagai bagian dari Indonesia akar penentu agar output sektor pertanian, industri, yang berstatus sebagai negara berkembang, mempu- perdagangan, hotel dan restoran meningkat. Berda-nyai pola struktural transformasi dan memiliki perbe- sarkan kesimpulan diatas, direkomendasikan saran-daan substansial antar beberapa daerah Kabupaten/ saran sebagai berikut ; Perlu adanya kebijakan peme-Kota. Dimana ditemukan bahwa tranformasi dari rintah yang mengarah kepada modernisasi pertanian, pertanian ke ekonomi non pertanian pedesaan dan di antaranya pengembangan teknologi pertanian, perkotaan akan menghasilkan pola pertumbuhan penyediaan bahan-bahan dan alat produksi, serta yang lebih inklusif tapi lambat sehingga pengurangan penyediaan pasar terpadu untuk hasil-hasil perta-kemiskinan pedesaan lebih lambat dari kota besar. nian. Menumbuhkan industri-industri baru yang Sementara di pedesaan pertanian menjadi kunci terintegrasi dan berbasis keunggulan wilayah sesuai dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, tetapi dengan karekteristik daerah Kabupaten/Kota di sebaliknya di perkotaan sektor non pertanian mempu- Propinsi Jawa Timur.

nyai dampak lebih kuat dalam mereduksi jumlah penduduk miskin.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, R.H. Jr (2004), “Economic growth, inequality and poverty: estimating the growth elasticity of poverty”, World Development 32 (12): 1,989–2,014.

Arsyad, Lincolin (2010), “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta

Ananda, Hermawan, (2010), 'Desentralisasi Fiskal dan Efisiensi Belanja Pemerintah Sektor Publik” 39 (3), Malang.

Badan Pusat Statistik (2004), “Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur 2004 - 2008”. BPS Jatim.

Badan Pusat Statistik (2005), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2005-2006”. BPS Jakarta. ... (2007), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2007-2008”. BPS Jakarta. ... (2007), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2007-2008”. BPS Jakarta.

... Provinsi Jawa Timur (2009), “Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur 2009 - 2012”. Buku 2 Pulau Jawa dan Bali. BPS Jatim

... (2009), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2009”. BPS Jakarta. ... (2010), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2010”. BPS Jakarta. ... (2011), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2011”. BPS Jakarta. ... (2012), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2009”. BPS Jakarta. ... Propinsi Jawa Timur (2013), “Propinsi Jawa Timur dalam Angka 2013”. BPS Jatim.

... Kabupaten Pacitan (2013), “PDRB Kabupaten Pacitan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Pacitan.

... Kabupaten Trenggalek (2013), “PDRB Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Trenggalek.

... Kabupaten Tulungagung (2013), “PDRB Kabupaten Tulungagung Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Tulungagung.

(10)

... BPS Blitar.

... Kabupaten Kediri (2013), “PDRB Kabupaten Kediri Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kediri.

... Kabupaten Malang (2013), “PDRB Kabupaten Malang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Malang.

... Kabupaten Lumajang (2013), “PDRB Kabupaten Lumajang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Lumajang.

... Kabupaten Jember (2013), “PDRB Kabupaten Jember Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Jember.

... Kabupaten Banyuwangi (2013), “PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Banyuwangi.

...Kabupaten Bondowoso (2013), “PDRB Kabupaten Bondowoso Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Bondowoso.

... Kabupaten Situbondo (2013), “PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Situbondo.

... Kabupaten Probolinggo (2013), “PDRB Kabupaten Probolinggo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Probolinggo.

... Kabupaten Pasuruan (2013), “PDRB Kabupaten Pasuruan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Pasuruan.

... Kabupaten Sidoarjo (2013), “PDRB Kabupaten Sidoarjo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Sidoarjo.

... Kabupaten Mojokerto (2013), “PDRB Kabupaten Mojokerto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Mojokerto.

... Kabupaten Jombang (2013), “PDRB Kabupaten Jombang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Jombang.

... Kabupaten Nganjuk (2013), “PDRB Kabupaten Nganjuk Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Nganjuk.

... Kabupaten Madiun (2013), “PDRB Kabupaten Madiun Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Madiun.

... Kabupaten Magetan (2013), “PDRB Kabupaten Magetan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Magetan.

... Kabupaten Ngawi (2013), “PDRB Kabupaten Ngawi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Ngawi.

... Kabupaten Bojonegoro (2013), “PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013.BPS Bojonegoro.

... Kabupaten Tuban (2013), “PDRB Kabupaten Tuban Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Tuban.

... Kabupaten Lamongan (2013), “PDRB Kabupaten Lamongan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Lamongan.

... Kabupaten Gresik (2013), “PDRB Kabupaten Gresik Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Gresik.

... Kabupaten Bangkalan (2013), “PDRB Kabupaten Bangkalan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Bangkalan.

(11)

...

Tahun 2013. BPS Sampang.

... Kabupaten Pamekasan (2013), “PDRB Kabupaten Pamekasan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013.BPS Pamekasan.

... Kabupaten Sumenep (2013), “PDRB Kabupaten Sumenep Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Sumenep.

... Kota Kediri (2013), “PDRB Kota Kediri Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Kediri.

... Kota Blitar (2013), “PDRB Kota Blitar Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Blitar.

... Kota Malang (2013), “PDRB Kota Malang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Malang.

... Kota Probolinggo (2013), “PDRB Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Probolinggo.

... Kota Pasuruan (2013), “PDRB Kota Pasuruan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Pasuruan.

... Kota Mojokerto (2013), “PDRB Kota Mojokerto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Mojokerto.

... Kota Madiun (2013), “PDRB Kota Madiun Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Madiun.

... Kota Surabaya (2013), “PDRB Kota Surabaya Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Surabaya.

... Kota Batu (2013), “PDRB Kota Batu Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013. BPS Kota Batu. Balisacan, A.M., Pernia, E.M. and Asra, A. (2003), 'Revisiting growth and poverty reduction in Indonesia:

what do subnational data show', Bulletin of Indonesian Economic Studies 39 (3): 329–51. Boediono (1999), Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta: BPFE.

..., (2002), Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Chambers, Robert, (1983), “Pembangunan Desa-Mulai Dari Belakang”, Jakarta: LP3ES.

Cristiansen, Todo, (2013), 'Poverty Reduction During the Rural Urban Tranformation The Role of the Missing Midlle”, Elsiver.

Djojohadikusumo, Sumitro. (1995), “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Pertumbuhan dan Pembangunan”, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Deolalikar, A.B. (2002) 'Poverty, growth and inequality in Thailand', Asian Development Bank ERD (Economics and Research Department) Working Note Series 8, Asian Development Bank, Manila Devangi, Perera, Lee, (2012), have economic growth and institusional quality contibuted to poverty and

inequality reduction in Asia ?”, Journal Of Asian Economic, vol27, Elsiver.

Friedman, Jhon. (2005), Empowerment: The Politics of Alternative Development, Cambridge: Blackwell. Gujarati, Damodar N dan Porter Dawn C, (2012), “Dasar-dasar ekonometrika” Edisi 5 buku 2, Jakarta,

Salemba Empat.

Hasan,R., Quibria, M.G., (2004), “Industry matters for poverty: a critique of agricultural fundamentalism”. Journal of Kyklos Vol 57,253–264.

Haggblade, Hazzel, Reardon (2010), 'The rural non farm economy”; Prospect for Growth and Poverty Reduction,Vol 38 Elsiver.

(12)

Jhingan, M. L. (2007), Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kang, Imai, (2010), 'Pro Poor Growth, Poverty and inequality in Rural Vietnam”, Journal of Asian Economic. Vol XX. Science direct.

Loayza, N., Raddatz, C., (2009), “The composition of growth matters for poverty alleviation”. World Bank Policy Research Working Paper 4077. World Bank, Washington DC.

Mellor, J.W., (1976), The New Economics of Growth: A Strategy for India and the Developing World. Cornell University Press, Ithaca NY.

Mundrajat, Kuncoro. (1997), “Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan”. Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Pradhan, M., Suryahadi, A., Sumarto, A., Pritchett, L., (2001), Eating like which'Joneses'?An iterative solution to the choice of poverty line reference group. The Review of Income and Wealth 47, 473–487

Sukirno, Sadono. (2004), Makroekonomi : Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Siregar, Wahyuniarti. (2006), Impact of Economic Growth on The Reduction of Poor People. Institut Pertanian

Bogor, Junior Scolar, Brighten Institute.

Suryadi, Suryadarma, Sumarto, (2008), 'the effect of location and sectoral component of economic growth on poverty:evidance from Indonesia”, Journal of Development Economic, vol 89, Elsiver.

Sarris,A.H, (2001), The Role of Agriculture in Economic Development and Poverty Reduction: An Empirical and Conceptual Foundation. Rural Development Department, WorldBank, Washington DC.

Stutzer, Alois. (2004), “The Role of Income Aspirations in Transient Poor”. Journal of Economic Behavior and Organization, 54(1):89-109

Setyawan, Indiastuti, Joesron. (2010), “Analisis Pengaruh Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah”, Jurnal Unpad

Ravallion, M., Datt,G., (1996), “How important to India's poor is the sectoral composition of economic growth?” World Bank Economic Review Vol 10,1–25.

Ray, Debraj. (1998), “Development Economics”. New Jersey: Princeton University Press. Ravallion, M. (2003), 'Measuring pro-poor growth?', Economic Letters 78 (1): 93-99.

Rojas, Mariano. (2007), “Heterogenity in the Relationship Between Income and Poverty Reduction: A Conceptual-Referent –Theory Explanation”. Journal of Economic Psychology. 28:1-14.

Tambunan, Tulus TH, (2001) “Transformasi Ekonomi Indonesia Teori dan Penemuan Empiris”, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat

Tarp, F., Simler, K., Matusse, C., Heltberg, R. and Dava, G. (2003) 'The robustness of poverty profiles reconsidered', Economic Development and Cultural Change 51 (1): 77–108

Todaro, MP dan Smith, Stephen C, (1995), “Pembangunan ekonomi di dunia ketiga”, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.

..., (1998), “Economic Development”, Edisi 6, Penerbit Erlangga, Jakarta

..., (2003), “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta. ..., (2006), “Pembangunan Ekonomi (alih bahasa: Haris Munandar; Puji A.L.). Jakarta: Erlangga.

Gambar

Gambar  2.  memperlihatkan  perkembangan  output  Gambar 1. diatas menunjukan bahwa Provinsi Jawa
Gambar  3.  diatas,  menunjukan  perkembangan
Tabel  3.  α = 5 persen.
Tabel 5. Hasil Uji Hausman

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pasal 15 Undang-undang No.31 Tahun 1999 ditentukan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pengembangan ekowisata mangrove di Kampung Tanjung Batu berdasarkan penilaian kondisi obyek daya tarik wisata

Sudjana (2002: 154) mendefinisikan bahwa metode inquiri merupakan metode mengajar yang berusaha meletakan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah.Siswa yang

Dalam penyusunan Renja tahun 2017 ini berpedoman pada program dan kegiatan yang tertuang pada Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pelayanan Perizinan dan Kantor

Menurut Resmini, dkk (2008:229) mengungkapkan bahwa menulis sebagai suatu keterampilan, sebagaimana keterampilan berbahasa lainnya perlu dilatihkan secara rekursif dan ajek.

Beberapa faktor pengaruh yang diduga mempunyai hubungan terhadap tingkat kekumuhan permukiman pada penelitian ini yaitu pendapatan rumah tangga, tahun sukses pendidikan kepala

Penyelesaian masalah tindak pidana dengan penerapan keadilan restoratif oleh Bhabinkamtibmas, di tengah-tengah keterbatasan aturan hukum yang menjadi dasar hukumnya,

Manfaat langsung yang dapat diambil oleh masyarakat misalnya dengan mengambil hasil kayu, daun, ranting, akar- akaran, dan hasil hutan lain yang dapat di- manfaatkan untuk