• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

I. Latar Belakang

Masalah perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global dari tahun ke tahun semakin menunjukkan dampak negatif yang semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, United Nations Environment Program

(UNEP) dan World Meteorological Organization (WMO) mendirikan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 1988. IPCC

diberi mandat untuk mengkaji status pengetahuan (knowledge) tentang system iklim dan perubahan iklim, dampak lingkungan, ekonomi dan sosial dari perubahan iklim, dan strategi penanggulangan yang mungkin untuk dilakukan. IPCC yang terdiri dari pakar ini, menerbitkan Laporan Pengkajian Pertama(First Assessment Report) pada tahun 1990 yang isinya lebih merupakan latar belakang ilmiah dari perubahan iklim.

Berdasarkan laporan tersebut, diperoleh beberapa temuan yang terjadi sejak tahun 1997 sebagai berikut:

• Emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) yang disebabkan oleh kegiatan manusia diperkirakan menyebabkan perubahan iklim yang cepat.

• Pemodelan Iklim memproyeksikan kenaikan temperatur global sekitar 1-3.50

C antara tahun 1977 sampai 2100

• Perubahan iklim sebesar itu dapat menimbulkan dampak yang serius pada

lingkungan global.

• Masyarakat dunia akan menghadapi resiko dan tekanan baru .

• Manusia dan ekosistem harus menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim

tersebut dimasa yang akan datang.

• Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir akan memerlukan upaya yang besar.

(2)

Pada tahun 1990, Konferensi Iklim Sedunia yang Kedua (The Second

World Climate Conference) yang dihadiri oleh 137 negara, Masyarakat Eropa

dan berbagai organisasi internasional, mengusulkan kerangka perjanjian mengenai perubahan iklim. Deklarasi akhir yang disepakati mendukung sejumlah prinsip yang dicantumkan dalam konvensi perubahan iklim (Climate

Change Convention). Pada bulan Desember 1990 Mejelis Umum PBB

menyetujui dibentuknya Intergornmental Negotiating Committee for a

Framework Convention on Climate Change (INC/FCCC) yang telah

mengadakan serangkaian pertemuan antara Februari 1991 dan Mei 1992 untuk menghasilkan konvensi perubahan iklim (United Nations Framework

Convention on Climate Change yang akhirnya diadopsi di New York pada

tanggal 9 Mei 1992 d an ditanda tangani oleh 154 negara (ditambah Uni

Eropa) beberapa minggu kemudian menjelang KTT Bumi (Earth Summit) pada

bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro.

Dalam pertemuan-pertemuan setelah KTT Rio, INC/FCCC membahas komitmen, pengaturan mekanisme finansial, dukungan teknis dan finansial pada negara berkembang serta masalah prosedur dan kelembagaan. Tugas INC diselesaikan dalam pertemuannya yang ke-11 pada bulan Februari 1995. Otoritas konvensi dilanjutkan oleh Conference of the Parties (COP), yang menyelenggarakan pertemuan pertamanya di Berlin pada tanggal 28 Maret – 7 April 1995. COP menyepakati perlunya komitmen baru untuk diterapkan setelah tahun 2000, dan membentuk Ad-hoc Group on Berlin Mandate (AGBM) untuk merumuskan suatu protokol atau sejenisnya untuk disepakati pada COP-3 pada bulan Desember 1997 di Kyoto. Pada sidang di Kyoto tersebut, COP menyepakati yang disebut Protokol Kyoto yaitu suatu kesepakatan yang mengharuskan negara-negara maju (Annex I) untuk

(3)

melaksanakan komitmennya dalam pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara bersama-sama paling sedikit 5 % di bawah tingkat emisi gabungan tahun 1990 dalam perioda komitmen pertama yaitu 2008 – 2012.

Emisi GRK yang diatur oleh Protokol Kyoto terdiri dari enam gas yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), hydrofluoro-karbon

HFCs), perfluoro karbon (PFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6).

Melalui Protokol Kyoto, negara-negara maju dimungkinkan untuk memenuhi target pengurangan emisinya GRK melalui tiga mekanisme fleksibel yang ditetapkan yaitu:

Joint Implementation (JI) - upaya penurunan emisi GRK dapat dilakukan

melalui kerja sama antara negara maju dengan negara maju lainnya termasuk negara-negara yang berada dalam transisi ekonomi.

Clean Development Mechanisme (CDM) - mekanisme penurunan emisi

GRK yang dapat dilakukan melalui kerja sama antara negara maju dengan negara-negara berkembang.

Emission Trading (ET) - upaya / mekanisme penurunan emisi GRK yang

dapat dilakukan melalui kerja sama di antara sesama negara maju dengan menjual penurunan emisinya, hal ini berlaku pula bagi negara-negara dalam transisi ekonomi.

Dari ketiga mekanisme tersebut di atas, hanya melalui CDM negara-negara berkembang seperti Indonesia dapat berpartisipasi aktif dan mengambil manfaat Protokol Kyoto .

Negara-negara maju yang melakukan investasi pada proyek-proyek yang dapat menurunkan atau menekan emisi GRK melalui CDM di negara

(4)

berkembang (host country) akan mendapatkan sertifikasi bagi penurunan emisinya yang dikenal sebagai Reduksi Emisi Tersertifikasi atau “Certified Emission Reduction (CER’s)“. CER’s ini nantinya dapat digunakan sendiri oleh negara maju yang bersangkutan ataupun diperjual-belikan kepada pembeli yang membutuhkannya , guna memenuhi komitmennya dalam Protokol Kyoto serta kebijakan dalam negerinya.

Syarat utama untuk dapat berpartisipasi dalam CDM adalah bahwa negara yang bersangkutan telah meratifikasi Protokol Kyoto dan bahwa Protokol Kyoto telah berbadan hukum sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam konvensi. Jika Indonesia ingin mendapatkan manfaat CDM, maka Indonesia harus meratifikasi Protokol Kyoto. Jika ini terjadi, maka sektor energi merupakan salah satu kandidat kuat untuk CDM. Bahkan proyek berskala kecil seperti energi terbarukan dengan kapasitas di bawah 15 MW atau proyek efisiensi energi dengan kapasitas di bawah 15 GWh/tahun dapat dilakukan dengan melewati jalur cepat (fast track) seperti telah ditetapkan oleh Konperensi Para Pihak (Conference of the Parties, COP).

II. Clean Development Mechanism

Clean Development Mechanism (CDM) sebagai salah satu mekanisme

yang terdapat dalam Protokol Kyoto adalah salah satu bentuk kegiatan jual beli penurunan emisi GRK antara negara Annex I (negara maju dan ekonomi dalam transisi) dengan negara Non – Annex I (negara berkembang).

Tujuan CDM adalah untuk saling membantu di antara negara para pihak yaitu negara Non-Annex I membantu negara Annex I dalam memenuhi target penurunan emisinya seperti telah diatur dalam Protokol Kyoto,

(5)

sedangkan negara Annex I membantu negara Non-Annex I dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan atau proyek yang dapat dimasukkan sebagai kegiatan atau proyek CDM adalah semua jenis kegiatan yang mempunyai nilai tambah dari aktivitas normal (adanya penurunan emisi GRK dari baseline yang telah disepakati. Sektor-sektor yang mungkin masuk menjadi CDM adalah energi, industri, transportasi, pertanian dan kehutanan.

Persyaratan untuk berpartisipasi dalam Proyek CDM dan Kriteria Proyek CDM Dalam pelaksanaan proyek CDM ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh negara maju, sesuai dengan Protokol Kyoto. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah :

• Proyek CDM yang dilaksanakan harus memenuhi kriteria sustainable

development yang ditetapkan oleh negara berkembang tempat proyek

dilaksanakan (host country).

Host country harus memberikan pengakuan bahwa proyek yang

dilaksanakan atau investasi atas suatu proyek akan menimbulkan penurunan emisi GRK dibandingkan dengan bila proyek tidak dilaksanakan.

• Prinsip suplementary, yaitu ketentuan yang menetapkan bahwa kredit penurunan emisi GRK yang diperoleh oleh negara maju melalui proyek di negara berkembang, bersifat tambahan, selain upaya penurunan yang dilakukan di dalam negerinya sendiri. Hal ini berarti negara maju wajib memenuhi target penurunan emisi GRK lebih banyak di dalam negerinya sendiri, dari pada melakukannya di negara berkembang.

Prinsip additionality adalah suatu ketentuan yang menyatakan bahwa kegiatan CDM yang dilakukan oleh kedua belah pihak, benar-benar akan

(6)

memberikan manfaat tambahan (financial, lingkungan dan sosial) dibandingkan bila proyek CDM tersebut tidak dilaksanakan.

Suatu negara dapat berpartisipasi dalam kegiatan/proyek CDM apabila :

• Partisipasi dalam kegiatan/proyek CDM bersifat sukarela

• Negara tersebut telah membentuk “Designated National Authority (DNA)”

• Telah meratifikasi Protokol Kyoto.

Sedangkan kriteria CDM yang harus dipenuhi suatu proyek adalah :

• Memenuhi criteria pembangunan berkelanjutan di host country.

• Penurunan emisi GRK harus nyata dan terukur

• Penurunan emisi tersebut bersifat“additional”

• Menetapkan “baseline”

• Memberikan manfaat lingkungan

• Meningkatkan kemampuan house country (Capacity Building) dan alih teknologi

Tahapan Proyek CDM

Suatu kegiatan/proyek dapat dimasukkan manjadi proyek CDM setelah melewati beberapa tahapan seperti terlihat dalam diagram 1 berikut ini :

Diagram 1 : Tahapan Proyek CDM

Persetujuan Nasional

Operational Entity

Pengembang Proyek (Developer) Seleksi Proyek

Desain Proyek

Validasi

(7)

• Seleksi proyek oleh pengembang :

- Menyeleksi proyek yang memenuhi persyaratan CDM.

• Desain proyek oleh pengembang :

- Mengembangkan baseline dan Dokumen Rencana Proyek (Project

DesignDocument – PDD)

- Melaksanakan konsultasi publik (ditingkat lokal)

- Melakukan AMDAL untuk menentukan kelayakan proyek dari segi

lingkungan sosio-ekonomi, dan sosio-budaya jika merupakan syarat di host country.

• Persetujuan Nasional :

- Dilakukan oleh otoritas nasional (Designated National Authority - DNA) yang ditunjuk-untuk Indonesia, DNA masih dalam proses pembentukan.

- DNA akan melakukan kajian apakah proyek tersebut sudah

memenuhi kriteria atau kaidah pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan sebelumnya.

- Apabila proyek sudah memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan nasional, badan nasional tersebut mengeluarkan surat persetujuannya

• Validasi oleh Operational Entity :

Monitoring Verifikasi Sertifikasi Penerbitan CER Executive Board Implementasi

(8)

- Mengkaji PDD dan uji asumsi terhadap baseline dan penghitungan

penurunan emisi GRK.

- Melakukan Konsultasi Publik di tingkat internasional.

- Membuat pernyataan validasi

- Menyerahkan PDD yang telah divalidasi, beserta surat persetujuan dari

DNA atau otoritas yang berwenang serta mengusulkan proyek untuk didaftar kepada CDM executive board.

• Registrasi oleh Operational Entity kepada Executive Board :

- Mendaftarkan proyek paling lambat 8 minggu sesudah penyerahan

berkas proyek oleh validator, apabila tidak ada permintaan kaji ulang.

- Menyerahkan Dokumen Disain Proyek yang telah divalidasi kepada

Executive Board untuk mendapatkan persetujuan.

• Monitoring oleh pengembang :

- Melakukan monitoring dan pelaporan

- Melakukan Pengumpulan dan analisa data

- Melakukan Pengendalian internal dan jaminan mutu

• Verifikasi oleh operational Entity :

- Melakukan verifikasi

- Melakukan uji pengendalian internal melalui prosedur pengumpulan

data dan pelaporan

- Mengadakan Uji sample

- Membuat pernyataan opini dan laporan verifikasi

• Penerbitan CERsoleh Executive Board :

- Diterbitkan jika tidak ada permintaan kaji ulang 15 hari setelah

permohonan CERs.

(9)

Struktur Kelembagaan CDM

Dalam proses pelaksanaan proyek CDM, dibutuhkan kelembagaan seperti terlihat dalam diagram 2 berikut ini :

National Focal Point adalah Kantor Kementerian Lingkungan Hidup

National Climate Change Committee adalah Komite yg dipimpin oleh

Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan anggota yang berasal dari instansi terkait seperti Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral, Dep. Kehutanan, Dep. Perhubungan, Dep. Keuangan dan lain-lain.

National Authority terdiri dari :

National CDM Board dan National CDM Clearinghouse.

Ø National CDM Board Fungsi : National Focal Point Project Hosts Approval National CDM Board National CDM Clearinghouse Validation Registration with Executive Board Monitoring Issuance of CERs with Executive Board National Autority Project Design

National Climate Change Committee

Approval and Registra-tion of Project Host

Investor Operational Entity/Third Party Operational Entity/Third Party Qualifying and Registration of OEs

Diagram 2: Struktur Kelembagaan CDM

COP/MOP Executive Board UNFCCC

(10)

- Melaksanakan evaluasi dan memberikan persetujuan terhadap proyek CDM

- Merumuskan kebijakan nasional dan strategi mengenai CDM

- Melaksanakan “Capacity Building” untuk CDM

- Melaksanakan pemasaran proyek2 CDM

Anggota :

Instansi pemerintah, swasta, dan LSM.

Ø National CDM Clearinghouse

Fungsi :

- Merupakan sekretariat CDM Board

- Membantu persiapan proyek-proyek CDM

- Melakukan monitoring, pelaporan dan pendaftaran proyek-proyek CDM yang sedang berjalan.

- Melakukan kehumasan (public relation, internet home pages, dll)

Executive Board adalah Lembaga Penasehat (Supervisory Board) CDM

Fungsi :

- Melakukan akreditasi terhadap Operational Entity

- Melakukan registrasi terhadap proyek-proyek CDM

- Memberikan persetujuan terhadap metodologi untuk baseline dan monitoring proyek CDM

- Menerbitkan sertifikat pengurangan emisi (Certificate Emission Reduction-CER)

Operational Entity adalah Konsultan (Perusahaan) pihak ketiga akreditasi dari Executive Board untuk melakukan fungsi registrasi, verifikasi dan proses sertifikasi.

(11)

Sumber dana utama berasal dari iuran yang ditarik dari setiap proyek CDM yang besarnya belum ditetapkan sedangkan iuran untuk Executive Board ditentukan sebesar 2 % dari total penerimaan dari CER.

III. Peluang Dan Potensi Proyek CDM Dari Energi Terbarukan Dan

Efisiensi Energi Di Indonesia

Berdasarkan hasil “National Strategy Study on the CDM in Indonesia” Indonesia mempunyai peluang yang relatif besar dalam pasar global CDM. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa total volume penurunan emisi CO2 Indonesia pada periode komitmen I (2008-2012) diproyeksikan sebesar 125 juta ton atau 25 juta ton per tahun. Dengan harga keseimbangan yang berada pada US $ 1.83/ton CO2 maka selama periode komitmen I diperoleh penerimaan (revenue) sebesar US $ 228 juta. Biaya yang dibutuhkan antara lain untuk konsultan, validasi, verifikasi, dan lain-lain sebesar US $ 130 juta, maka penerimaan bersih dari proyek CDM sebesar US $ 98 juta. Sebagai

(12)

tambahan informasi PCF (Bank Dunia) dan CERUPT (Pemerintah Belanda),

sebagai salah satu pembeli kredit CO2 menetapkan harga masing-masing US

$ 3.5 - 5.5/ton dan US $ 2 - 3/ton.

Hingga saat ini, pengembangan proyek-proyek energi terbarukan

(renewable energy) di dunia masih dibayangi dan terhambat oleh harga

bahan bakar fosil yang relatif rendah akibat adanya subsidi. Karenanya pertumbuhan penggunaan renewable energy diperkirakan tidak bertambah secara signifikan dari tahun ke tahun. Mengingat Indonesia mempunyai potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar, peluang untuk memperoleh hasil dari penjualan kredit GRK dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi antara lain panas bumi, mikro/minihydro, limbah kelapa sawit, biomassa lainnya dan efisiensi energi di berbagai industri antara lain industri tekstil. Pengembangan proyek CDM khususnya untuk kapasitas kecil baik untuk energi terbarukan dan efisiensi energi mempunyai peluang yang besar di Indonesia. Marrakesh

Accord yang merupakan hasil kesepakatan pada COP 7, mengatakan

bahwa pengembangan proyek CDM skala kecil merupakan fast - track dan proyek-proyek tersebut adalah :

• Proyek energi terbarukan dengan kapasitas maksimum 15 MW.

• Pengembangan efisiensi energi yang dapat menurunkan konsumsi energi pada sisi penyediaan dan pemanfaatan sampai 15 GWh per tahun

• Kegiatan proyek lainnya yang dapat menurunkan emisi CO2 sampai 15 kiloton per tahun.

Beberapa proyek CDM di sektor energi (energi terbarukan dan efisiensi energi) telah diidentifikasi untuk layak masuk proyek CDM seperti tercantum

(13)

pada Laporan National Strategy Study On the CDM in Indonesia, antara lain sebagai berikut:

1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu

2. Pembangkit Listrik Mini/Mikro Hydro di Jayapura, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.

3. Pemanfaatan limbah padat dan cair dari pabrik kertas untuk pembangkit

listrik di Jawa Barat.

4. Pembangkit listrik dengan menggunakan limbah kelapa sawit di

Sumatera Utara.

5. Effisiensi energi pada industri tekstil di Jawa Barat, dll.

Dengan melihat potensi energi terbarukan (panas bumi, mini/mikro hidro, surya, angin, biomassa, dll) yang relatif besar di Indonesia, maka peluang untuk proyek CDM pun relatif besar. Demikian pula halnya dengan potensi penerapan effisiensi energi pada berbagai industri (semen, tekstil, dll) yang relatif besar, maka potensi dari upaya peningkatan efisiensi energi untuk proyek CDM juga besar.

Saat ini PLTP Wayang Windu di Jawa Tengah telah disetujui sebagai proyek CDM melalui program CERUPT yang dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda.

Secara umum dalam pelaksanaan CDM, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

• Proyek harus sesuai dengan prioritas pembangunan nasional.

• Diutamakan adanya peningkatan penggunaan teknologi yang tersedia. atau teknologi yang cocok untuk diterapkan di lingkungan setempat.

(14)

• Pendanaan proyek harus merupakan dana khusus yang tidak termasuk dalam bagian dana GEF (Global Environment Facilities) dan dana ODA

(Official Development Assistance).

• Secara teknis harus memperlihatkan adanya perbedaan antara kegiatan pembangunan yang normal (business as usual) dengan kegiatan CDM.

• Pengurangan emisi harus nyata, terukur dan transparan.

• Perlu adanya guideline/petunjuk umum dan prosedur mengenai

pelaksanaan CDM.

• Perlu dibentuk kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan CDM

• Dihindarkan adanya relokasi teknologi (dumping of technology ).

IV. Manfaat Dan Kerugian Dalam Penerapan CDM

Pandangan dan tanggapan terhadap penerapan CDM masih beragam. Sebagian menyatakan bahwa dengan berpartisipasi dalam proyek CDM mengakibatkan "Hilangnya Hak Untuk Mempolusi" (“Right to Pollute”) dengan alasan antara lain :

(15)

Baseline emisi Indonesia akan diturunkan

• Indonesia akan menghadapi pembatasan emisi pada periode komitmen kedua Protokol Kyoto (setelah tahun 2012), dll.

Namun, sebagaimana diketahui bahwa penyumbang emisi terbesar adalah

negara-negara maju, sehingga sejak awal, United Nation Framework

Convention on Climate Change (UNFCCC) menekankan bahwa

negara-negara maju harus memimpin dalam menghindari terjadinya perubahan iklim dan dampak buruknya. Oleh karena itu, UNFCCC mengkategorikan negara maju sebagai Annex I yang wajib membuat langkah-langkah segera dalam menurunkan tingkat emisi GRKnya. Sedangkan negara-negara berkembang dikategorikan sebagai Non-Annex I dan tidak diwajibkan untuk menurunkan tingkat emisi dalam waktu segera namun dapat berpartisipasi secara sukarela.

Dalam rangka pengurangan perubahan iklim (mitigate climate change)

dansekaligus melindungi kepentingan negara-negara berkembang, UNFCCC

secara tegas menyatakan bahwa :

• Semua pihak (parties) harus melindungi sistem iklim sesuai dengan tanggung jawab mereka bersama tetapi berbeda dalam kemampuan mereka masing-masing.

• Para pihak harus mempunyai hak (dan kewajiban) dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan. Kegiatan yang ada harus di- integrasikan dengan program pembangunan nasional.

• Bagian dari emisi global yang berasal dari negara-negara berkembang akan tumbuh dan meningkat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan mereka.

(16)

• Negara-negara maju harus menyediakan sumber pendanaan tambahan baru kepada nagara-negara berkembang untuk membantu peran mereka dalam menjaga sistem iklim. Sumber pendanaan baru ini akan dilakukan dalam bentuk investasi, untuk pelaporan maupun alih teknologi dalam penerapan langkah kegiatan untuk mengantisipasi perubahan iklim. Dengan demikian FCCC memperjelas bahwa negara berkembang termasuk Indonesia mempunyai hak untuk mengeluarkan emisi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, dalam Protokol Kyoto, negara berkembang termasuk Indonesia mempunyai hak untuk menjual pengurangan emisi GRK (right to sell GHG

emission reduction) kepada negara-negara maju melalui CDM. Penjualan

emisi tersebut tidak berpengaruh terhadap baseline emisi negara

berkembang.

Dengan mengacu kepada pengertian dan tujuan CDM, sebagian orang melihat manfaat dari penerapan CDM antara lain :

• Membantu promosi pengembangan proyek-proyek energi terbarukan dan

proyek-proyek peningkatan efisiensi energi untuk mendukung energi berkelanjutan

• Adanya aliran dana dari negara maju ke negara berkembang

• Alih teknologi yang ramah lingkungan

• Membantu dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan

• Membantu Indonesia dalam mengembangkan teknologi energi yang

canggih dan bersih

• Membantu kelayakan ekonomi suatu proyek sekaligus mendapatkan

(17)

• Meningkatkan kapasitas (capacity building), pembangunan masyarakat, perbaikan ekonomi setempat dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Dilain pihak, pelaku di sektor energi fosil berpendapat bahwa penerapan CDM memberikan kerugian bagi masa depan energi fosil antara lain :

• Harga pokok produksi energi fosil akan naik

• Nilai energi fosil akan turun

• Daya saing energi fosil menurun

• Kegiatan penambangan energi fosil berkurang

• Investasi pemurnian energi fosil akan meningkat

Hal-hal yang masih harus dicermati dalam menerapkan CDM antara lain adalah :

• Dalam perencanaan pembangunan proyek CDM, harus dipastikan

adanya pembangunan yang berwawasan lingkungan,

• Kemungkinan CDM sebagai alternative investasi, masih akan tergantung pada faktor: pasar carbon, kapasitas proyek. dll. Dengan demikian, untuk menunjang pembangunan proyek-proyek energi terbarukan skala kecil dan penerapan proyek-proyek untuk peningkatan energi efisiensi diperlukan suatu pemikiran adanya program insentif untuk pelaksanaan CDM bila pasar karbon tidak menunjang.

• Perlu segera ditetapkan kerangka peraturan (regulatory framework) dan kelembagaan untuk penerapan CDM di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya proyek-proyek yang tidak memenuhi kriteria proyek CDM, dalam mendapatkan manfaat dari penjualan kredit karbon.

(18)

PERSPEKTIF

CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

PADA PROYEK ENERGI TERBARUKAN

DAN EFISIENSI ENERGI

SUB DIREKTORAT PEMANFAATAN ENERGI DIREKTORAT ENERGI BARU TERBARUKAN

DAN KONSERVASI ENERGI

DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

Gambar

Diagram 1 : Tahapan Proyek CDM
Diagram 2: Struktur Kelembagaan CDM

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Atas dasar itu kami panitia berniat membangunan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah “Al-Mu’awanah” sebagai bahan untuk menjaga merosotnya etika akidah, dan juga

korban berontak dengan cara menggigit bagian lengan terdakwa dan kemudian saksi korban lari namun kembali dikejar, ditangkap dan dipeluk terdakwa, lalu terdakwa menurunkan

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Pahit manis perjuangan yang begitu berkesan selama menjadi mahasiswa Psikologi Universitas Muria Kudus (UMK) semoga mendapatkan hikmah didalamnya dan menjadi bekal

Berbagai macam bahan yang digunakan dalam pembuatan produk turunan yang berasal dari limbah kulit ikan pari tersamak tersebut adalah limbah kulit ikan pari tersamak, lem cair,

Pada umumnya murid atau siswa adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang