• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abdul Kholik Hidayah 1 dan Bill Deng 2 1 ) Fakultas Pertanian Untag 1945 Samarinda 2 ) Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abdul Kholik Hidayah 1 dan Bill Deng 2 1 ) Fakultas Pertanian Untag 1945 Samarinda 2 ) Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BIAYA FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PENERIMAAN USAHATANI KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KAMPUNG LONG LUNUQ, KECAMATAN LONG PAHANGAI,

KABUPATEN KUTAI BARAT

(Effect of Production Cost on the Income of Cacao (Theobroma cacao L) Farming in Long Lunuq Village of Long Pahangai Sub District, West Kutai District)

Abdul Kholik Hidayah1 dan Bill Deng2 1

) Fakultas Pertanian Untag 1945 Samarinda 2

) Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat ABSTRACT

Objectives of the research was : (1) to count production cost and income of cacao farming, and (2) to measure the relationship between production cost and income of cacao farming.The research assumpted that the cacao plants were having similar age (of seven years old) and having same variety, the production was in the form of dried seed, cost and income price was based on the year 2009, and land rent was counted. It was implemented from March 15, to April 5, 2010 in Long Lunuq Village of Long Pahangai Sub District, West Kutai District. The research data were compiled with sensus method 24 respondents. The data consisted of : (1) primary data, taken through interview and questionnaire, such as respondent identify and the things related to producton costs (land rent, seedling, land clearing, pesticide, labour, depreciation) and problems faced; and (2) the secondary data, taken from literature review and field observation. The gathered data were the analysis by using Cobb-Douglas production function with SPSS program for Windows Versi 14.Results of the research revealed that: (1) the cacao farming gave gross income per respondent on average Rp 30,036,188,00; Total Biaya production cost per respondent was Rp 15,116,348,00; and the net income gained per respondent was Rp 14,.919,839,00; (2) the production costs affected significantly on the income; and (3) the value variation of cacao income were; 86,60 % (R2) was affected by production cost and the rests (13,40 %) was affected by other factors; and the relationship between production cost and cacao income were very tight and positive (r value = 0,930).

Keywords : Production Cost, Income, Cacao Farming

PENDAHULUAN

Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional karena mampu menyerap tenaga kerja dan penyedia bahan baku industri, sehingga sektor petanian mendapat prioritas utama dalam pembangunan perekonomian nasional. Pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan produksi pertanian semaksimal mungkin yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraannya. Soekartawi

(1994) menyatakan bahwa pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

Petani sebagai pelaku usahatani mempunyai pertimbangan agar memperoleh keuntungan yang maksimal. Untuk itu, petani perlu menghitung untung rugi dengan membuat analisis secara ekonomi. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui prakiraan

(2)

besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang akan diperoleh.

Pemerintah Kabupaten Kutai Barat mengandalkan tiga komoditas perkebunan yaitu karet, kelapa sawit dan kakao Dengan pola pengembangan perkebunan rakyat untuk komoditas karet dan kakao sedangkan untuk komoditas kelapa sawit sebagian besar diusahakan dengan pola perkebunan besar swasta.

Berdasarkan data statistik perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat tahun 2008 bahwa luas areal tanaman kakao sebesar 1.062.40 Ha dengan total produksi kumulatif sebesar 183.12 ton. Daerah pengembangan tanaman kakao tersebar di 11 kecamatan, salah satunya adalah di Kecamatan Long Pahangai dengan luasan areal pengembangan sekitar 30 % dari total luasan pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kutai Barat.

Berdasarkan studi pendahuluan oleh peneliti bahwa untuk komoditas kakao pesat pengembangannya di Kampung Long Lunuq dan memiliki luasan pengembangan 236 Ha dan merupakan luasan yang cukup besar bila dibandingkan dengan kampung lainnya yang berada di Kecamatan Long Pahangai. Pada umumnya tanaman kakao yang diusahakan petani di Kampung Long Lunuq dengan luasan yang beragam dan sudah berproduksi, produksi tanaman kakao berupa biji kering yang sangat besar peranannya dalam menunjang pendapatan petani, sehingga memberikan motivasi petani dalam meningkatkan luasan areal pengembangan.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Mei 2010 di Kampung Long Lunuq, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat. Dipilihnya lokasi penelitian ini disebabkan karena pesatnya pengembangan tanaman kakao di kampung

tersebut dibandingkan dengan kampung lainnya yang ada di Kabupaten Kutai Barat. Luas pengembangan tanaman kakao di Kampung Long Lunuq seluas 236 ha atau sekitar 30 % dari luas areal pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kutai Barat. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah petani yang membudidayakan tanaman kakao dan telah berproduksi di Kampung Long Lunuq, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat.

Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi : (1) studi kepustakaan, (2) observasi lapangan, (3) persiapan yang mencakup pembuatan proposal penelitian dan angket (kuisioner) yang akan digunakan dalam wawancara, (4) penentuan responden, (5) pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara metode observasi, wawancara di lokasi dan studi kepustakaan, (6) pengolahan/analisis data, dan (7) pelaporan..

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas: (1) data primer yang diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara dengan responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian; dan (2) data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, dokumen dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Perkebunan, Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kutai Barat, Balai Penyuluhan Pertanian Long Pahangai, Kantor Kecamatan Long Pahangai dan Kantor Kepala Kampung Long Lunuq.

Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan responden menggunakan metode sensus, sedangkan untuk

(3)

pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara, hal ini dilakukan terhadap petani kakao yang memiliki tanaman berproduksi dengan umur tanaman yang sama diusahakan petani sebanyak 24 orang. Menurut Kartono (1980) bahwa jika jumlah populasi antara 10–100 orang maka sebaiknya diambil secara sensus.

Analisis Data

Data hasil penelitian dilakukan editing, kemudian dianalisis secara deskripsi kualitatif dan kuantitatif. Khusus untuk menganalisis hubungan antara biaya produksi dengan penerimaan dilakukan dengan pendekatan analisis fungsi produksi Cobb Douglas (Soekartawi, 2003), yaitu sebagai berikut :

Ln Ŷ = Ln a + bi Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + b6 Ln X6 Keterangan :

Y = penerimaan, b = koefisien regresi masing-masing faktor produksi, a = Konstanta, = biaya sewa lahan (Rp/Ha), = biaya bibit (Rp), = biaya pestisida (Rp), = biaya tenaga kerja (Rp), = biaya land clearing (Rp), dan = biaya penyusutan alat (Rp)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Hasil wawancara dan pengamatan langsung yang dilakukan terhadap 24 responden petani kakao di Kampung Long Long Lunuq, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat, maka diperoleh gambaran sebagai berikut:

1. Umur

Faktor umur sangat menentukan kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Umur responden berkisar antara 28-58 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian responden berada usia produktif sehingga berpotensi dalam mengembangkan

usahataninya untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Pengelompokkan responden berdasarkan umur yaitu : 3 jiwa (12,50%) berumur25-29 tahun, 2 jiwa (8,330%) berumur 30-34 tahun, 4 jiwa (16,67%) berumur 35-39 tahun, 2 jiwa (8,330%) berumur 40-44 tahun, 5 jiwa (20,830%) berumur 45-49 tahun, 4 jiwa (16,67%) berumur 50-54 tahun, dan 4 jiwa (16,67%) berumur 55-58 tahun.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi petani yang dapat mempengaruhi cara petani dalam melakukan usaha taninya. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki petani akan berpengaruh pula terhadap usaha taninya dan kemampuan dalam menyerap teknologi pertanian yang semakin maju. Tingkat pendidikan responden sebagai berikut : 13 jiwa (54,16%) SD, 7 jiwa (29,17%) SLTP, dan 4 jiwa (16,67%) SLTA.

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam mengelola usahataninya dan terhadap rata-rata pendapatan keluarga petani. Semakin besar jumlah tanggungan keluarga berarti semakin besar pula beban yang harus ditanggung petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, dibandingkan dengan petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang sedikit. Secara rinci jumlah tanggungan responden adalah 0 jiwa ada 1 responden (4,16%), 1-2 jiwa ada 11 rersponden (45,83%), 3-4 jiwa ada 10 responden (41,67%), dan 5-6 jiwa ada 2 responden (8,33%).

4. Luas tanam

Luas lahan yang dimiliki oleh masing-masing responden bervariasi antara 0.25 – 2.25 ha dengan luas keseluruhan 21.75 ha dengan rata-rata 0.90 ha dan status lahan yang dimiliki responden merupakan lahan milik sendiri.

(4)

Secara rinci mengenai luas lahan yang dimiliki dari 24 responden dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Luas Tanam yang Diusahakan Petani Di Kampung Long

Lunuq, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat Tahun 2009 Nomor Luas Tanam

(Ha) Jumlah Responden (Jiwa) Persentase (%) 1 0.25 6 25.00 2 0.50 2 8.33 3 1.00 13 54.17 4 2.00 2 8.33 5 2.25 1 4.17 Jumlah 24 100.00

Sumber : Data primer diolah.

Luas tanam yang dimiliki petani dalam usahataninya paling banyak adalah seluas 1,00 ha dengan jumlah responden sebanyak 13 jiwa (54,17 %), luas tanam 2,00 ha sebanyak 2 jiwa (8,33%), luas tanam 0,25 ha sebanyak 6 jiwa (25,00 %), luas tanam 0,50 ha sebanyak 2 jiwa (8,33 %), dan luas tanam 2,25 ha sebanyak 1 jiwa (4,17 %).

Biaya Usahatani Kakao 1. Biaya sewa lahan

Biaya sewa lahan didasarkan pada kelas lahan. Kelas lahan I dengan spesifikasi lahan berupa dataran, subur dan dekat dengan sungai, nilai sewa lahan Rp 300.000,00 ha-1 tahun-1; Kelas lahan II dengan spesifikasi lahan yaitu dataran, subur dan agak jauh dari sungai, nilai sewa lahan Rp 250.000,00 ha-1 tahun-1; dan Kelas lahan III dengan spesifikasi lahan yaitu keadaan lahan bergelombang dan berbukit, agak subur dan jauh dari sungai, nilai sewa lahan Rp 150.000,00 ha-1 tahun-1. Besarnya biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh 24 responden adalah sebesar Rp 4.662.500,00 dengan rata-rata Rp 194.271,00 responden-1. 2. Biaya Sarana Produksi

Biaya sarana produksi meliputi :

a. Bibit

Bibit kakao yang digunakan petani bukan berasal dari jenis unggul atau tidak diketahui turunannya karena benih yang diambil sebagai bibit diperbanyak oleh petani terdahulu yang berasal Sulawesi Selatan. Jumlah bibit yang diperlukan setiap responden adalah 1.200 bibit Ha-1 sudah termasuk untuk bahan penyulaman dengan harga Rp 2.500,00 bibit-1. Biaya pembelian bibit yang dikeluarkan oleh 24 responden dengan luas lahan 21,75 Ha adalah sebesar Rp 65.250.000,00 dengan rata-rata Rp 2.718.750,00 responden-1.

b. Pupuk

Pupuk yang digunakan responden berupa pupuk NPK (16:16:16) yang dibeli dengan harga Rp 10.000,00 Kg-1. Biaya pembelian pupuk NPK yang dikeluarkan oleh 6 responden adalah sebesar Rp 5.050.000,00 dengan rata-rata Rp 841.666,67 responden-1. Tidak semua petani responden dalam budidaya kakao melakukan pemupukan, hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan petani tentang kegunaan pupuk dan tidak adanya pupuk yang dijual pada lokasi penelitian. c. Biaya Pestisida

Pestisida yang digunakan oleh 24 responden adalah jenis pestisida untuk

(5)

pengendalian gulma atau herbisida (Round Up, Gramaxon, Rambo dan Polaris) Harga Round Up Rp 125.000,00 liter-1; Gramaxon Rp 110.000,00 liter-1; Rambo Rp 90.000,00 liter-1; dan Polaris Rp 100.000,00 liter-1. Biaya yang dikeluarkan 24 responden untuk pembelian herbisida tersebut adalah sebesar Rp 8.065.000,00 dengan rata-rata Rp 403.250,00 responden-1.

Biaya sarana produksi (bibit, pupuk dan pestisida) yang dikeluarkan oleh 24 responden sebesar Rp.78.365.000,00 dengan rata-rata Rp 3.265.208,00 responden-1.

3. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang diperhitungkan berdasarkan upah yang berlaku di lokasi penelitian yaitu sebesar Rp 50.000,00 hari-1. Tenaga kerja usaha tani kakao berasal dari tenaga kerja keluarga responden dan tenaga kerja upahan, satu hari kerja mengunakan waktu 8 jam. Untuk hari kerja wanita disetarakan dengan 0,8 hari kerja pria dan untuk anak-anak disetarakan dengan 0,5 hari kerja pria.

Jumlah hari kerja orang (HOK) yang dikeluarkan oleh 24 responden adalah sebesar Rp 250.305.000,00 dengan rata-rata Rp 10.429.375,00 responden-1. Penggunaan biaya tenaga kerja untuk kegiatan usaha tani kakao meliputi kegiatan pemupukan, pemangkasan, pengendalian gulma, panen dan pasca panen. 4. Biaya Land Clearing

Biaya land clearing untuk usaha tani tanaman kakao di Kampung Long Lunuq dihitung pada awal pembukaan lahan. Dari 24 responden dengan luas lahan sebesar 21,75 Ha adalah sebesar Rp 22.660.000,00 dengan rata-rata Rp 944.166,67 responden-1.

5. Biaya Penyusutan Alat

Biaya penyusutan alat yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan dalam usahatani

kakao. Alat-alat pertanian yang digunakan meliputi cangkul, lingga, parang, handsprayer, lantai jemur, terpal, tikar jemur, bakul/lanjung, gerobak dan karung.

Umur teknis alat sangat tergantung dari cara penggunaan dan perawatan alat-alat pertanian tersebut, semakin lama umur teknis alat-alat tersebut, maka semakin rendah jumlah biaya penyusutan alat yang dikeluarkan untuk pembelian alat. Jumlah biaya penyusutan alat yang dikeluarkan oleh 24 responden adalah sebesar Rp. 11.489.856,00 tahun-1 dengan rata-rata Rp 493.744,00 responden-1.

Secara keseluruhan jumlah biaya usaha tani kakao yang meliputi biaya sewa lahan, biaya land clearing, biaya sarana produksi, biaya penyusutan alat dan biaya tenaga yang dikeluarkan oleh 24 responden adalah sebesar Rp 362.798.356,00 dengan rata-rata Rp 15.116.348,00 responden-1.

E. Penerimaan Usahatani Kakao

Penerimaan usahatani kakao di Kampung Long Lunuq merupakan hasil penjualan biji kakao kering dengan harga pada tahun 2009 berkisar antara Rp 15.000,00 – Rp 18.000,00 Kg-1 atau rata-rata Rp 16.500,00 Kg

-1

. Jika petani langsung memasarkan ke Kota Samarinda maka harganya berkisar antara Rp 22.000,00 – Rp 24.000,00 Kg-1 atau rata-rata Rp 23.000,00 Kg-1, dikurangi biaya transportasi ke Samarinda Rp 2.000,00 Kg-1.. Dari 24 responden, 1 responden (4,16 %) memasarkan biji kakao kering di Samarinda, 23 reponden (95,84 %) memasarkan di Kampung Long Lunuq. Penerimaan usahatani kakao dengan harga dipasarkan di Kampung Long Lunuq yang diperoleh oleh 24 responden sebesar Rp 720.868.500,00 atau dengan rata-rata sebesar Rp 30.036.188,00 responden-1.

Penerimaan dari hasil usahatani kakao di Kampung Long Lunuq tidak semua responden memperoleh hasil maksimal. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, Kecamatan

(6)

Long Pahangai dan pengamatan peneliti menunjukkan bahwa petani yang mengusahakan tanaman kakao belum memperhatikan pemeliharaan tanaman seperti: penggunaan pupuk, pengendalian hama penyakit, kurang terampilnya melakukan pemangkasan, dan penanganan pasca panen

yang kurang baik. Selain itu pula rendahnya produktifitas tanaman kakao dipengaruhi bibit yang digunakan. Penerimaan dari hasil usahatani kakao di Kampung Long Lunuq dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Produksi, Harga dan Penerimaan dari 24 Responden di Kampung Long Lunuq, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat Tahun 2009

No. Luas Lahan Produksi Produksi

Hektar-1 Harga Penerimaan

Penerimaan Hektar-1 Resp. (Ha) (Kg) (Kg Ha-1) (Rp Kg-1) (Rp) (Rp Ha-1) Jumlah dari 24 responden 21,75 43.689 47.134,72 396.000 720.868.500 777.722.917 Rata-rata 0.91 1.820,38 1.963,95 16.500 30.036.188 32.405.122

Sumber : Pengolahan data primer, 2009 F. Pendapatan Usahatani Kakao

Pendapatan petani tanaman kakao diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani. Penerimaan yang diperoleh oleh 24 responden sebesar Rp 720.868.500,00 atau dengan rata-rata sebesar Rp 30.036.188,00 responden-1; dan jumlah biaya usaha tani kakao yang meliputi biaya sewa lahan, biaya pupuk, biaya bibit, biaya pestisida, biaya tenaga kerja,

biaya land clearing dan biaya penyusutan alat yang dikeluarkan oleh 24 responden adalah sebesar Rp 362.792.356,00 atau dengan rata-rata sebesar Rp 15.116.348,00 responden-1; Dengan demikian maka diperoleh nilai pendapatan yang diperoleh 24 responden adalah sebesar Rp 358.076.144,00 atau dengan rata-rata sebesar Rp 14.919.839,00 responden-1. Rincian penerimaan, biaya total usaha tani kakao, dan pendapatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pendapatan dari 24 Responden Usahatani Kakao Di Kampung Long Lunuq, Kecamatan

Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat Tahun 2009 Nomor Responden Total Penerimaan

(Rp)

Total Biaya Usaha Tani (Rp) Total Pendapatan (Rp) Jumlah dari 24 responden 720.868.500 362.792,356 358.076.144 Rata-rata 30.036.188 15.116.348 14.919.839

Sumber : Data primer diolah, 2009 G. Analisis Hasil

Dalam penelitian ini ada 7 variabel yang dianalisis, yaitu 6 variabel sebagai variabel pengaruh, yaitu : sewa lahan (X1), biaya bibit

(X2), biaya pestisida (X3), biaya tenaga kerja

(X4), biaya land clearing (X5), dan biaya

penyusutan alat (X6); dan 1 variabel sebagai

variabel yang terpengaruh (variabel terikat)

yaitu penerimaan usaha tani kakao (Y). Untuk mengetahui pengaruh variabel pengaruh (X1,

X2, X3, X4, X5, dan X6) terhadap penerimaan

digunakan persamaan fungsi Cobb Douglas. Hasil pengolahan data dengan menggunakan program SPSS versi 14 for windos diperoleh persamaan yaitu :

(7)

Ln Ŷ = Ln - 715,096 + 0,137 Ln X1 + 3,737 Ln X2 - 0,652 Ln X3 - 0,629 Ln X4 – 2,104 Ln X5 + 0,692 Ln X6

Dengan demikian persamaan fungsi produksi Cobb Douglas adalah sebagai berikut Ŷi = - 715,096 X10,137

X23,737 X3- 0,652 X4-0,629 X5– 2,104 X60,692

Berdasarkan persamaan fungsi produksi Coob Douglas di atas dapat dikemukakan beberapa hal : (1) nilai elastisitas > 1 terjadi pada variabel biaya bibit; (2) nilai elastisitas < 1 terjadi pada variabel biaya sewa lahan dan biaya penyusutan alat; dan (3) nilai elastisitas < 0 terjadi pada variabel biaya pestisida, biaya tenaga kerja dan biaya land clearing. Dijelaskan oleh Soekartawi (2003), dalam fungsi Cobb Douglas, besaran pangkat (b) disebut dengan koefisien regresi yang menggambarkan elastisitas penerimaan. Apabila nilai elastisitas < 0 menunjukkan bahwa skala penerimaan berada pada skala penerimaan yang semakin berkurang; Nilai elastisitas < 1 menunjukkan bahwa skala penerimaan berada pada kenaikan yang tetap; dan nilai elastisitas > 1 menunjukkan bahwa skala penerimaan berada pada kenaikan yang semakin meningkat.

Dari persamaan fungsi produksi Cobb Douglas yang diperoleh menunjukkan bahwa apabila semua faktor produksi dianggap 0 (nol), maka penerimaan usaha kakao ádalah - 715,096.

Pada variabel biaya sewa lahan (X1)

menunjukkan bahwa penambahan satu satuan pengadaan lahan menyebabkan bertambahnya penerimaan sebesar 0,137 satuan, karena lahan yang diusahakan responden pada umumnya lahan datar dan subur, sehingga produksi tanaman kakao mencapai rata-rata 1963,95 kg ha-1.

Pada variabel biaya bibit (X2)

menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya bibit menyebabkan meningkatnya penerimaan sebesar 3,737 satuan, artinya produksi tanaman kakao yang diusahakan

responden dipengaruhi oleh penggunaan bibit. Meskipun bibit yang digunakan bukan berasal dari benih yang bersertifikat, tetapi dengan keterampilan petani mampu mengusahakan bibit dari klon unggul nasional menjadi klon unggul lokal.

Pada variabel biaya pestisida (X3)

menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya pestisida akan menurunkan penerimaan sebesar -0,652 satuan. Hal ini disebabkan mahalnya harga pembelian pestisida, sehingga menambah besarnya biaya produksi.

Pada variabel biaya tenaga kerja (X4)

menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya tenaga kerja akan menurunkan penerimaan sebesar -0,629 satuan. Hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja pada lahan usahatani dengan luas 0,25 ha dan 0,50 ha ádalah tidak efisien karena hampir sama dengan penggunaan tenaga kerja pada lahan usahatani yang lebih luas (1 ha).

Pada variabel biaya land clearing (X5)

menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya land clearing akan menyebabkan menurunnya penerimaan sebesar -2,104 satuan. Hal ini disebabkan lahan yang digunakan merupakan lahan (bervegetasi) hutan sehingga biaya land clearing lebih tinggi atau hari orang kerja (HOK) lebih banyak bila dibandingkan dengan lahan bekas tanaman padi.

Pada variabel biaya penyusutan alat (X6)

menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya penyusutan alat akan menambah penerimaan sebesar 0,692 satuan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya responden menggunakan peralatan yang adaptif atau sangat erat hubungannya perbaikan mutu biji kakao kering yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil sidik ragam regresi atau uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung = 18,242 > F tabel 1 % = 4,10. Hal ini berati bahwa biaya faktor produksi (biaya sewa lahan (X1), biaya bibit (X2), biaya pestisida (X3),

biaya tenaga kerja (X4), biaya land clearing

(8)

berpengaruh sangat nyata terhadap penerimaan responden (petani yang mengusahakan tanaman kakao).

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai = 0,866 yang berarti bahwa naik-turunnya penerimaan petani kakao (variasi) sebesar 86,60% dipengaruhi oleh biaya faktor produksi dan sisanya sebesar 13,40% dipengaruhi oleh faktor lainnya; dan hasil perhitungan koefisien korelasi (r) diperoleh nilai = 0,930 yang berarti bahwa hubungan antara biaya faktor produksi dengan penerimaan petani kakao sangat erat dan positif. Selanjutnya koefisien korelasi (r) dari masing-masing variabel terhadap penerimaan, yaitu sebagai berikut : variabel biaya sewa lahan (X1) sebesar 0,824; variabel biaya bibit

(X2) sebesar 0,903; variabel biaya pestisida

(X3) sebesar 0,795; variabel biaya tenaga kerja

(X4) sebesar 0,844; variabel biaya land clearing

(X5) sebesar 0,887; dan variabel biaya

penyusutan alat (X6) sebesar 0,853. Hal ini

berarti bahwa terhadap hubungan yang sangat erat antara masing-masing faktor biaya produksi dengan penerimaan petani kakao.

Peningkatan penerimaan karena adanya pengaruh faktor biaya produksi, hal ini terjadi karena : penggunaan bibit yang yang produktif dan volume tegakan tanaman maksimal; pengendalian gulma mampu memberikan sanitasi kebun dan persaingan hara sehingga tanaman kakao mampu berproduksi dengan baik; penggunaan tenaga kerja keluarga maupun upahan seperti pemupukan, pemangkasan, pengendalian gulma, panen dan pasca panen memberikan kontribusi dan kualitas biji kering kakao; penggunaan sarana dan prasarana usahatani memberikan dampak terhadap produksi; dan penggunaan sarana pasca panen memberikan kualitas olahan biji kakao yang lebih baik sehingga berpengaruh terhadap harga pemasaran biji kakao.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut :

1. Penerimaan rata-rata yang diperoleh dari 24 responden usahatani kakao tahun 2009 sebesar Rp 30.036.188,00 responden-1; Biaya usahatani kakao rata-rata dari 24 responden tahun 2009 sebesar Rp 15.116.348,00 responden-1; dan nilai rata-rata pendapatan yang diperoleh dari 24 responden tahun 2009 sebesar Rp 14.919.839,00 responden-1.

2. Biaya faktor produksi seperti: biaya sewa lahan (X1), biaya bibit (X2), biaya pestisida

(X3), biaya tenaga kerja (X4), biaya land

clearing (X5) dan biaya penyusutan alat

(X6) berpengaruh sangat nyata terhadap

penerimaan petani kakao.

3. Variasi nilai penerimaan petani kakao sebesar 86,60 % (R2) dipengaruhi oleh biaya faktor produksi, dan sisanya sebesar 13,40 % dipengaruhi oleh faktor lainnya; dan hubungan antara biaya faktor produksi dengan penerimaan petani kakao sangat erat dan positif (nilai r = 0,930).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan penerimaan usahatani kakao sangat perlu memperhatikan penggunaan faktor produksi yang antara lain berupa; pengunaan bibit unggul atau bersertifikat, penggunaan pupuk sesuai rekomendasi dinas teknis setempat, pengendalian gulma dan sanitasi kebun, pengendalian hama dan penyakit, penerapan pemangkasan tanaman kakao secara teratur dan pemangkasan terhadap tanaman pelindung, serta penanganan pasca panen.

(9)

2. Dinas Perkebunan. Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kutai Barat agar memprogramkan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao, yang diharapkan mampu mengopftimalkan peningkatan intensifikasi.

3. Perlunya perhatian serius dari Pemerintah Daerah setempat melalui dinas yang terkait, untuk mengatasi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat di ulu riam, yaitu : kebijakan alokasi anggaran untuk tersedianya pupuk bersubsidi; percepatan akses jalur transportasi darat untuk kemudahan pemasaran hasil pertanian; peningkatan sumber daya manusia khususnya petani yang mengusahakan tanaman kakao melalui pola sekolah lapang; perlu adanya sub unit pelaksana teknis dinas sehingga mampu memberikan percontohan dan pembinaan yang berkelanjutan.

4. Peningkatan aktivitas kinerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Long Pahangai dan perangkat penyuluhannya melalui sistem kerja latihan dan kunjungan (LAKU) sesuai rencana kerja penyuluhan setempat. Peningkatan aktivitas kinerja diharapkan berdampak terhadap peningkatan produksi tanaman kakao dan

akhirnya memberikan peningkatan penerimaan dan pendapatan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Kakao Indonesia. 2005. Prospek Agroindustri Kakao Indonesia dan Pasaran Dunia Sampai 2010. Temu Teknis Agroindustri Kakao (Jember, 27 September 2005).

Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat. 2008. Statistik Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat Tahun 2008 . Sendawar.

Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Barat. 2008. Laporan Tahunan 2008 . Sendawar. Balai Penyuluhan Pertanian. 2009. Programa

BPP Long Pahangai Tahun 2009. Long Pahangai

Kartono, K. 1980. Pengantar Metodelogi Research Nasional. Alumni, Bandung.

Kantor Kepala Kampung Long Lunuq. 2009. Monografi Kampung Long Lunuq Tahun 2009. Long Lunuq.

Gambar

Tabel  2.  Jumlah  Produksi,  Harga  dan  Penerimaan  dari  24  Responden  di  Kampung  Long  Lunuq,  Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Kutai Barat Tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Penguatan Jaringan SIDa bertujuan untuk mensinergikan kemampuan yang dimiliki masing- masing lembaga/organisasi SIDa dalam satu rantai kegiatan. Adapun yang disebut

Mengacu pada lima dimensi gambaran seorang yang profesional yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu, pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian,

Peneliti menggunakan dua kelompok tersebut untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Check

(1997) mengemukakan bahwa memaafkan dapat dijadikan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara

perhitungan Astrologi yang pernah ia pelajari di Amerika menjadi metode untuk hisab ilmu falak yang ada hubungannya dengan kegiatan-kegiatan Islam seperti: awal bulan

Pasar tradisional dikelola tanpa inovasi yang berarti mengakibatkan pasar menjadi tidak nyaman dan kompetitif (Kasali, 2007).Revitalisasi pasar merupakan salah satu

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH UNTUK MEMPEROLEH KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM NASIONAL AGRARIA

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari : (1) data primer yang diperoleh secara langsung dari lokasi studi meliputi; karakteristik industri, karakteristik pengusaha,