• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA

Objek Fidusia

Lembaga jaminan fiducia memegang peranan yang penting, karena

selain sebagai jaminan tambahan apabila dianggap masih kurang mencukupi,

artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

dalam UU No. 4 Tahun 1996 kurang mencukupi, atau tidak jelas apakah benda

tersebut digolongkan kepada benda bergerak atau tidak bergerak, maka keadaan

demikian benda tersebut dijaminkan melalui fidusia, misalnya mesin-mesin

pabrik, ada kalanya melalui fidusia ia digolongkan kepada benda tidak

bergerak.

Pada mulanya ojek fidusia itu hanya ditujukan pada benda-benda bergerak saja, misalnya sepeda motor, mesin-mesin ringan atau perkakas rumah tangga dan lain-lainnya, kemudian perkembangan selanjutnya dalam praktek juga seperti bangunan-bangunan, misalnya rumah, toko, gedung di atas tanah orang lain, yaitu tanah sewa dan pakai , semua ini dapat difidusiakan, bahkan juga hak pakai atas tanah juga dapat difidusiakan.

Sri Soedewi Majhoen Sofwan, mengemukakan, mengenai pertumbuhan

fidusia di Indonesia mengalami perkembangan yang lain, perkembangan

menjurus kearah pertumbuhan yang semarak, subur dan meluas kearah jaminan

dengan benda tidak bergerak.17

17

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia Di Dalam Praktek dan pelaksanaannya di Indonesia, Fak. Hukum Gajah Mada, Yogyakarta, 1977, hal. 75.

(2)

Selanjutnya beliau mengatakan “Pada umumnya perkembangan fidusia

di Indonesia disebabkan rasa kebutuhan dari masyarakat sendiri, di samping

juga terpengaruh dengan berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960 di Indonesia,

dirasakan sesuai dengan kebuthan masyarakat karena prosesnya lebih mudah,

lebih luwes biayanya murah, selesainya cepat dan meliputi benda-benda

bergerak ataupun benda tidak bergerak.

Sebagai mana kita ketahui objek dari hak tanggungan itu adalah benda

tidak bergerak seperti tanah dan bangunan yang ada di atasnya, akan tetapi di

dalam fidusia dimungkinkan jaminannya dengan benda tidak bergerak, yang

menjadi masalah apakah hak jaminan yang seharusnya dengan hak

tanggungan dapat difidusiakan.

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka sebaliknya kita melihat dahulu

pendapat yang dikemukakan oleh Asser Scholten, mengemukakan apakah

benda tidak bergerak dapat difiduciakan atau tidak, secara dogmatis dikatakan

tidak mungkin, karena tidak ada publisitas dari penyerahan dan karena

Bierbroowerij Arrest memberi sanksi pada kebutuhan dan kebiasaan menjamin

benda bergerak saja.

Atas jawaban tersebut Pitlo mengemukakan dengan mengatakan “Bisa saja dan kiranya bila penyerahnnya secara yuridis juga telah terjaadi, artinya dengan Zakelijk Overeenkost, pendaftaran pada pejabat pendaftaran tanah disamping adanya perjanjian bahwa penyerahnannya ini hanya atas kepercayaan saja, bukanlah fiducia itu dalam sistematika B.W merupakan suatu perjanjian baru yang bernama. Hanya tentunya tidak banyak yang menggunaan karena sudah ada lembaga jaminan dengan hipotik yang untuk mendapatkan sertifikatnya lebih murah

(3)

biayanya. Sedangkan freferensi-freferensi dan klausule-klausulenya telah diatur rapi dalam undang-undang dan grossenya telah mempunyai titel executorial.18

Pendapat yang menerima pendapat Pitlo adalah A. Veenhoven, ia

menegaskan bahwa, semua benda baik bergerak maupun tetap yang dapat

diserahkan hak miliknya dapat pula diserahkan hak miliknya atas kepecayaan

(sebagai jaminan).19

Cara membedakan benda yang bergerak dan benda tidak bergerak itu Dari pendapat-pendapat di atas, dijelaskan bahwa lembaga jaminan cara

fidusia ini yang objeknya benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak

adalah wajib untuk dipertahanan dan disebarluaskan penggunaannya, karena

lembaga ini prosesnya tidak panjang, tidak berbelit-belit, jaminan dapat

dimamfaatkan terus oleh debitur, sehingga hal ini cocok di dalam pembangunan

nasional sekarang ini, dan lembaga ini sesuai dengan sikap dan keperibadian

bangsa Indonesia yang memegang teguh setiap janiji karena sangat menghargai

kehormatannya.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Pitlo dan A. Veenhoven

dapatlah kita ketahui bahwa mereka tidak mempermasalahkan apakah fidusia

itu benda tetap atau tidak tetap, tetapi lebih jauh menekankan semua itu kepada

cara penyerahannya, jelaslah cara penyerahan atas jaminan itu secara yuridis

berdasarkan kepercayaan.

18

Roesnastiti Prayitno, “Suatu Tinjauan Mengenai Masalah Fiduciare Eigendoms Overdracht Sebagai Jaminan Hutang”, Majalah Hukum Universitas Indonesia, No. 3 Tahun ke-VI, Mei 1976, hal. 203.

19

(4)

adalah dengan sistem yang dianut oleh UUPA No. 5 tahun 1960.

Perihal apakah jaminan benda bergerak, tidak bergerak itu dapat jaminan

secara fiducia, Sumardi Mangun Kusumo mengemukakan :

Bila di Indonesia sekarang ini hak tanahpun dapat difidusiakan tanpa mempersoalkan pengertian “roerand” dan “onroerand”, apakah gerangan tidak dapat memfiduciakan suatu bagunan diatas tanah hak sewa yang tidak merupakan kesatuan hak dengan tanah, sungguhpun bangunan itu tertancap atau terpaku diatasnya”. Selanjutnya beliau mengemukakan : Bahwa dalam Hukum Adat yang telah disempurnakan dan yang disesuaikan dengan perkembangan suatu negara modern, maka soal pendaftaran dan registrasi menjadi unsur yuridis dari peristiwa hukum walaupun hukum Agraria kita tidak mengenl pengertian kebendaan dan

zakelijk overenkomst.20

Praktek perbankan di Indonesia telah sejak lama berpengalaman dengan pemasangan fidusia sebagai jaminan atas pemberian kreditnya, hal ini dilakukan baik oleh Bank-bank pemerintah maupun Bank-bank swasta, jaminan fidusia ini terutama tertuju kepada benda-benda bergerak yang berupa barang-barang invetaris, barang-barang dagangan, mesin-mesin maupun kenderaan bermotor dan lain-lain.

Di Indonesia penggunaan lembaga jaminan ini banyak dilakukan di

Bank-bank, menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, :

21

20

Ibid., hal. 19.

21

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Op.Cit., hal. 95.

Selanjutnya beliau mengemukakan lagi “Praktek lain yang terjadi pada

bank, yaitu disamping akta fidusia, Bank juga mengadakan perjanjian dengan

pemilik tanah, dimana dalam perjanjian itu pemilik tanah menyetujui bila bank

mengoper hak sewa atas tanah tersebut kepada pihak lainselama bank

mempunyai hak milik atas kepercayaan terhadap bangunan di atas tanah

tersebut, di samping itu juga menyetujui untuk meneruskan perjanjian sewa

(5)

Untuk kepastian hukum maka sebaliknya pemberian jaminan kredit secara fidusia ini dibuat dihadapan notaris karena perjanjian yang hanya diberikan dengan pengakuan atau dengan akta dibawah tangan akan banyak mendapat kesulitan apabila timbul perselisihan dikemudian hari.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sri SoedowiMasjhoen Sofwan,

dalam kertas kerjanya pada Seminar Hipotik dan Lembaga-Lembaga Jaminan

Lainnya, tanggal 28 sampai 30 Juli 1977 yang diadakan di Yogyakarta, beliau

berkesimpulan. “Fidusia hendaknya dapat diadakan atas rumah atau bangunan

di atas tanah orang lain, tanah-tanah hak sewa, hak pakai, hak pengelolaan dan

demi kepastian hukum mengenai fidusia di atas tanah orang lain hendaknya

dicatat pada sertifikat tanahnya pada Kantor Seksi Pendaftaran Tanah.

Di lingkungan perbankan Medan hal mengenai hak mendirikan dan

memiliki bangunan di atas tanah orang lain dapat diterima sebagai jaminan

kredit dengan fidusia.

Keberadaan Lembaga Fidusia Dalam Hukum Jaminan

Jaminan Fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik

yang berwujud maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang

antara debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada

kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya. Jaminan Fidusia diatur dalam

Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia

(6)

terhadap kreditor lainnya.22

Ketentuan Pasal 10 dihubungkan dengan Pasal 16 UUJF, kita bisa Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan

dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak

kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk

fidusia.

Ruang lingkup jaminan fidusia diatur dalam Pasal 2 UUJF yang

berbunyi: Undang-Undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan

untuk membebani benda dengan jaminan fidusia dan Pasal 10 UUJF yaitu:

Kecuali diperjanjikan lain :

1. Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan

fidusia.

2. Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi

objek fidusia diasuransikan.

Berdasarkan pasal tersebut di atas, Jaminan Fidusia sudah dengan

sendirinya mencakup pula hasil dari benda jaminan fidusia.

a. Penafsiran luas

Penjelasan atas Pasal 10 sub 1, yang mengartikannya sebagai segala sesuatu yang diperoleh dan benda yang dibebani jaminan fidusia, memberi petunjuk kepada kita, bahwa kata hasil ditafsirkan luas, meliputi, baik hasil alamiah maupun hasil perdata. Hasil alamiah misalnya adalah anak dan sapi induk yang dijaminkan, sedang hasil perdata adalah bunga dan tagihan atau uang sewa dan benda yang dijaminkan. Demikian juga dengan deviden suatu saham.

b. Tidak berlaku asas asesi.

22

(7)

menyimpulkan, bahwa jaminan fidusia tidak otomatis meliputi perbaikan

dan penambahan-penambahannya di kemudian hari atau dengan perkataan

lain lebih luas di sini tidak berlaku asas asesi.

Pada hubungan fiduciare, pemilik-asal sebagai orang yang tetap

menguasai benda jaminan fidusia sadar, benda tersebut sekarang paling tidak

sementara dijaminkan sudah bukan miliknya dan kalau ia tetap melaksanakan

perbaikan dan penambahan-penambahan atas benda fidusia, maka

kedudukannya dapat kita samakan dengan bezitter dengan itikad buruk. Pada

saat kreditur penerima-fidusia akan melaksanakan eksekusi, maka terhadapnya

kiranya bisa diberlakukan ketentuan Pasal 581 KUH Perdata yaitu ia hanya bisa

mengambil kembali apa yang telah ditambahkan pada benda jaminan, dengan

syarat pengambilan kembali itu tidak merusak benda jaminan. Kalau

penambahan itu berupa suatu bangunan, maka berlakulah Pasal 603

KUHPerdata dan dalam peristiwa seperti itu, pemilik bisa menyuruh bongkar

tambahan bangunan yang bersangkutan.

Sekalipun ada perlindungan bagi kreditor penerima fidusia dalam

ketentuan pasal-pasal tersebut, kiranya adalah lebih aman bagi kreditor untuk

memperjanjikan bahwa semua perbaikan dan penambahan atas benda jaminan

fidusia, yang menyatu dengannya, termasuk dalam lingkup jaminan fidusia

yang mereka tutup.

Yang demikian ini memang dimungkinkan oleh Pasal 10 tersebut di

atas, sebagai yang tampak dan kata-kata “kecuali ditentukan lain”, yang Diakses tanggal 12 Juni 2012.

(8)

memberikan petunjuk kepada kita, bahwa pasal tersebut merupakan ketentuan

hukum yang bersifat menambah.

Eksekusi Jaminan Fidusia

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia secara efektif Kantor Pendaftaran Fidusia yang telah terbentuk

pada tanggal 30 September 2000 mulai menerima pendaftaran barang-barang

dan Akta Pembebanan Fidusia pada tanggal 30 September 2000, maka jaminan

yang bersifat kebendaan dan eksekusinya yang diatur dalam Pasal 29

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia, di Indonesia telah dikenal lembaga Fidusia yang bersumber

dari Yurisprudensi yaitu Arrest H.G.H. (Hogerechts Hof) tanggal 18 Agustus

1932 dalam perkara BPM – CLYGNETT dan di negara Belanda Arrest Hoge

Raad tanggal 25 Januari 1929 yang terkenal dengan nama Bierbrouwry Arrest.

Bahwa Jaminan Fidusia yang bersumber pada yurisprudensi dan lahir untuk

menyimpangi syarat mutlak jaminan gadai bahwa barang yang digadaikan

harus dikuasai oleh penerima gadai atau kreditur atau pihak ketiga dengan

persetujuan penerima gadai merupakan hak pribadi atau persoonlijk recht yang

bersumber pada perjanjian, dan eksekusi tentu berbeda dengan eksekusi

Jaminan Fidusia yang bersifat kebendaan.

a. Eksekusi objek jaminan fidusia sebelum berlakunya Undang-Undang

(9)

Lembaga Jaminan Fidusia yang bersumber pada Yurisprudensi merupakan

hak perorangan maka dalam hal debitur pemberi Fidusia cidera janji, tidak

memenuhi kewajibannya (membayar utang) yang dijamin dengan fidusia,

maka upaya hukum yang dapat ditempuh untuk mendapatkan pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan gugatan perdata terhadap debitur pemberi

fidusia dengan memohon sita jaminan terhadap barang yang difidusiakan

dan mohon putusan serta merta dalam perkara tersebut dengan mendasarkan

pada bukti otentik atau dibawah tangan (yang tidak disangkal

debitur/Tergugat sesuai Pasal 180 HIR). Dalam hal barang yang difidusiakan

sudah tidak ada karena telah dijual oleh pihak ketiga atau karena alasan lain

atau kredit penggugat memperkirakan bahwa hasil penjualan barang yang

difidusiakan tidak cukup untuk melunasi piutangnya maka

kreditur/penggugat dapat minta agar barangbarang milik debitur/tergugat

yang lain/yang tidak difidusiakan disita jaminan. Sedangkan terhadap

debitur/tergugat yang telah menjual objek jaminan dapat dikenakan tindak

pidana penggelapan.

b. Eksekusi objek jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999

Eksekusi jaminan fidusia sebagaimana yang diatur dalam BAB V

Undang Nomor 42 Tahun 1999 sebagaimana bunyi Pasal 29

Undang-Undang Jaminan Fidusia menyebutkan, ”dalam hal debitur Pemberi Fidusia

(10)

mempunyai/memegang Sertifikat Fidusia dapat/berhak untuk menjual objek

Jaminan Fidusia dengan cara :

1. Mohon eksekusi sertifikat yang berjudul Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dimaksud Pasal 15 (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.

2. Menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil

penjualan (Pasal 15 ayat 3).

2. Menjual objek jaminan fidusia dibawah tangan yang dilakukan

berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara

ini akan diperoleh harga yang tertinggi sehingga menguntungka para

pihak. Penjualan bawah tangan ini dilakukan setelah lewat waktu 1

(satu) bulan sejak diterbitkannya secara tertulis oleh pemberi dan atau

penerima fidusia kepada piha-pihak yang berkepentingan dan

diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah

yang bersangkutan.

1. Pelaksanaan Titel Eksekusi

Dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran

Fidusia dicantumkan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Sertifikat jaminan fidusia ini mempunyai kekuatan eksekutorial

yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

yang tetap. Yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial adalah langsung

(11)

mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Ada 2 (dua) syarat utama dalam pelaksanaan titel eksekusi (alas hak

eksekusi) oleh penerima fidusia, yakni :

a. Debitur atau pemberi fidusia cidera janji;

b. Ada sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan irah-irah Demi Keadilan

Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Pada pelaksanaan titel eksekusi tidak dijelaskan atau dicantumkan

apakah pelaksanaan eksekusi tersebut dengan lelang atau dibawah tangan,

namun mengingat sifat eksekusi dan mengingat penjualan secara di bawah

tangan telah diberi persyaratan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima

fidusia, maka pelaksanaan titel eksekusi haruslah dengan cara lelang.

2. Penjualan atas kekuasaan penerima fidusia

Dalam hal debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk

menjual benda objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Penjualan

dengan cara ini dikenal dengan lembaga parate eksekusi dan diharuskan

dilakukan penjualan di muka umum (lelang). Dengan demikian Parate Eksekusi

kurang lebih adalah kewenangan yang diberikan (oleh undang-undang atau

putusan pengadilan) kepada salah satu pihak untuk melaksanakan sendiri secara

paksa isi perjanjian dalam hal pihak yang lainnya (debitur) ingkar janji

(wanprestasi).

Kekuasaan untuk pelaksanaan ini harus dibuktikan dengan sertifikat

(12)

eksekusi) ini mengandung persyaratan yang sama dengan eksekusi atas alas hak

eksekusi (titel eksekusi).

3. Penjualan di bawah tangan

Pelaksanaan eksekusi jaminan dengan cara penjualan di bawah tangan

merupakan suatu perkembangan dalam sistem eksekusi yang sebelumnya juga

telah dianut dalam eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah (UU No. 4 Tahun

1996). Seperti halnya dalam Undang Hak Tanggungan maka

Undang-Undang Fidusia ini penjualan di bawah tangan objek fidusia juga mengandung

beberapa persyaratan yang relatif berat untuk dilaksanakan. Ada 3 (tiga)

persyaratan untuk dapat melakukan penjualan di bawah tangan :

• Kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. Syarat ini diperkirakan akan berpusat pada soal harga dan biaya yang menguntungkan para pihak.

• Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh

pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak berkepentingan.

• Diumumkan sedikitnya 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang

menguntungkan.

Melihat beratnya persyaratan tersebut di atas maka besar kemungkinan

(seperti halnya selama ini Hak Tanggungan Hak Atas Tanah) penjualan dengan

cara di bawah tangan ini tidak akan popular. Diperkirakan kalau cara ini

ditempuh hanya akan terbatas pada kredit berskala besar.

Besar kemungkinan cara yang selama ini berlangsung akan lebih

disenangi oleh para pihak dibandingkan dengan cara yang baru dalam

(13)

persetujuan debitur akan menebus atau melunasi beban (nilai pengikatan)

barang yang menjadi objek fidusia. Mungkin uang penebusan adalah berasal

dari calon pembeli setelah itu atau pada saat yang sama pemilik melakukan jual

beli dengan pembeli secara di bawah tangan (ditanda tangani oleh pemilik

barang).

Dengan melihat topik dan alasan dari penjualan di bawah tangan ini

adalah untuk memperoleh harga tertinggi lalu dilakukan jual beli dengan

sukarela maka penjualan lelang melalui Balai Lelang kiranya juga dapat

digunakan pada kesempatan ini. Khusus dalam hal benda yang menjadi objek

jamina fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat

diperjualbelikan di pasar atau di bursa. Undang-Undang Fidusia mengatur

bahwa penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagi efek yang terdaftar di bursa di Indonesia berlaku peraturan

perundangan-undangan di bidang Pasar Modal. Pengaturan serupa dapat

ditemukan pula dalam hal lembaga gadai sebagaimana hal itu diatur dalam

Pasal 1155 KUH Perdata.

Ketentuan-ketentuan tentang cara eksekusi Jaminan Fidusia

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 dan 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia

bersifat mengikat (dwinged recht) yang tidak dapat dikesampingkan atas

kemauan para pihak. Penyimpangan dari ketentuan-ketentuan tersebut berakibat

batal demi hukum. Mengingat bahwa jaminan fidusia adalah lembaga jaminan

(14)

dimaksudkan untuk semata-mata memberi agunan dengan hak yang

didahulukan kepada penerima fidusia, maka setiap janji yang memberi

kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki objek jaminan fidusia

adalah batal demi hukum. Ketentuan tersebut dibuat untuk melindungi pemberi

fidusia dan teristimewa dalam hal nilai objek jaminan fidusia melebihi besarnya

utang yang dijaminkan. Ketentuan serupa dapat kita jumpai pula dalam Pasal

1154 KUH Perdata tentang lembaga gadai. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Pasal 1178 ayat (1) KUH Perdata

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama studi ini adalah untuk mengkaji pengaruh variasi sosial ekonomi anggota yang dirperemtasikan oleh tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga anggota,

[r]

Results: Nizatidine treatment was associated with good control and subsequent reduction of weight after 4 to 5 weeks of therapy in a patient with repetitive episodes of weight

JURUSAN GI)I FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JADWAL UTS BLOK , UAS BLOK , DAN UTS SEMESTER GENAP TA. --. o

In the Methods section of an article by Thase et al (Biol Psychiatry 1997;41:964 –973) it was incorrectly stated that a discriminant index score that was derived from a healthy

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai kaidah bahasa Bali sebagai rujukan Dapat menggunakan konfiks dalam pembentukan keilmuan yang mendukung mata pelajaran

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi gawat darurat,