• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Bisnis menurut Perspektif Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perilaku Bisnis menurut Perspektif Islam"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BISNIS PENGANTAR

PERILAKU BISNIS DALAM ISLAM

Disusun oleh:

Lailatul Hanifah (14810021)

EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Era Globalisasi dewasa ini, perkembangan perekonomian dunia begitu pesat, seiring dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan teknologi. Kebutuhan tersebut meningkat sebagai akibat jumlah penduduk yang setiap tahun terus bertambah, sehingga menimbulkan persaingan bisnis makin tinggi. Hal ini terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. 1

Sekarang ini, sistem perekonomian didominasi oleh sistem perekonomian yang dianut oleh Amerika Serikat yang mana menganut sistem perekenomian kapitaslis yang mana cenderung mengeksploitasi kalangan yang lebih rendah. Padahal Islam telah lebih dulu mengatur dengan sedemikian rupa sistem perekonomian yang dinilai dan telah dibuktikan lebih memberikan manfaat dan berguna untuk kemaslahatan manusia. Karena Islam itu sendiri sebagai agama penyelamat manusia di dunia dan akhirat memberikan dasar pandangan hidup yang selalu mengutamakan kemaslahatan hidup manusia. 2

Islam mempunyai landasan yang fundamental, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kegiatan perekonomian termasuk bisnispun telah diatur dengan jelas dalam kedua mengandung’’hakikat’’ baik, yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia. Islam memberikan kebesan bagi setiap manusia untuk berbisnis, namun islam juga membatasi perilaku bebisnis tersebut dengan etika-etika berbisnis yang tentunya guna menjaga kemaslahatan hidup manusia.

B. Rumusan Masalah

1M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1986, hal. 6.

(3)

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan dalam berbagai permasalahan yang akan dibahas dalam makalh ini. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kebebsan Usaha Ekonomi yang dianut dalam Islam ? 2. Bagaimana konsep dari prinsip keadilan dalam bisnis Islam ?

3. Apa saja bentuk transaksi-transaksi ekonomi yang diperbolehkan dalam Islam ? C. Landasan Teori

Adapun landasan teori yang digunakan dalam makalah ini adalah:

 Etika Bisni

Menurut pendapat David P. Baron (2005), etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintetis, dan reflektif. Selanjutnya, bisnis adalah aktivitas terorganisir untuk memenuhi kebutuhan dengan menciptakan barang atau jasa dalam rangka mendapatkan keuntungan serta meningkatkan kualitas hidup. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi atau sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.

 Etika Bisnis dalam Islam

(4)

PEMBAHASAN

A. Kebebasan Usaha Ekonomi

Kebebasan, berarti manusia sebagai individu dan kolektivitas, mempunyai kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaidah - kaidah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaidah umum, “semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. 3

B. Keadilan dalam Bisnis Islam

Keadilan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. Keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Berdasarkan segi etis, manusia diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali.

Jika dikategorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan di dalam al-Quran dari akar kata ‘adl tersebut, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.

Secara umum Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Kecurangan dalam berbisnis merupakan pertanda bagi kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.

Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.

(5)

ليِوأأَت ُنَسأحَأَو ٌرأيَخ َكِلَذ ِميِقَتأسُمألا ِساَطأسِقألاِب اوُنِزَو أمُتألِك اَذِإ َلأيَكألا اوُفأوَأَو ۝

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. al-Isra’: 35)

Dalam ayat lain yakni Q.S. al-Muthaffifin: 1-3

َنيِفِفَطُمألِل ٌلأيَو mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”

Dari ayat di atas jelas bahwa berbuat curang dalam berbisnis sangat dibenci oleh Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang celaka. Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan. Berbisnis dengan cara yang curang menunjukkan suatu tindakan yang nista, dan hal ini menghilangkan nilai kemartabatan manusia yang luhur dan mulia. Dalam kenyataan hidup, orang yang semula dihormati dan dianggap sukses dalam berdagang, kemudian ia terpuruk dalam kehidupannya, karena dalam menjalankan bisnisnya penuh dengan kecurangan, ketidakadilan dan mendzalimi orang lain.

Islam juga mempunyai prinsip-prinsip dalam pelaksanaan keadilan dalam bisnis, yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip Tauhid

(6)

2. Distribusi Kesejahteraan yang Merata

dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep zakat, infaq, sedekah, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan kekayaan dan menghilangkan jarak antar di kaya dan si miskin. Para pelaku bisnis mempunyai kewajiban untuk membayar zakat mal, membayar pajak penghasilan, dan juga bershadaqah. Selain berguna untuk meratakan kekayaan, hal tesebut dalam islam betujuan untuk mensucikan harta. 3. Pinsip Jaminan Sosial

Prinsip Jaminan sosial atau at Takaful ijtima’i yang dimaksud dalam hal ini adalah keadaan dimana setiap orang dalam masyarakat saling menjamin dan menanggung beban kemaslahatan sesama. Prinsip ini banyak disebutkan dalam al Qur’an maupun Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, diantaranya,“Tidakkah Kamu melihat orang yang mendustakan agama? Mereka adalah orang-orang yang membiarkan anak yatim dan mereka juga tidak member makan orang-orang miskin” (QS. Al-Ma’un [107]:1-3). Rasulullah juga bersabda, “perumpamaan orang-orang beriman itu dalam kasih sayang, sebagaimana batang tubuh, jika salah satu anggota tubuh itu sakit, maka anggota tubuh yang lain juga merasakan demam” (HR. Bukhori dan Muslim).

C. Bentuk-bentuk Transakasi dalam Islam

Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial tentu membutuhkan interaksi dan hubungan dengan sesama manusia yang lain. Hal tersebut dapat diwujudkan dalam beberapa transaksi yang dihalalkan dalam islam, yang mana bertujuan untuk menciptakan hubungan mu’amalah. Transaksi-transaksi tersebut adalah :

1. Jual Beli (Bai’ Al-Murabahah)

(7)

Syarat bagi pelaku jual beli (penjual dan pembeli):

 Berakal

 Baligh

 Berhak menggunakan hatanya

 Suka sama suka akan objek jual beli Syarat barang atau objek jual beli :

 Halal

 Memiliki manfaat

 Barang sudah jelas tersedia saat transaksi jual beli

 Jelas status kepemilikannya

 Zat, bentuk, maupun kadarnya diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak

Sighat (akad jual beli), yang terdiri dari Ijab dan Qabul:

 Ijab : perkataan penjual untuk menjual objek jual beli

 Qabul : perkataan pembeli untuk membeli objek jual beli. 2. Syirkah (perkongsian)

Syirkah adalah persekutuan antara dua orang atau lebih yang bersepakat bekerja sama dalam suatu usaha, yang keuntungannya untuk kedua belah pihak. Syirkah merupakan bentuk dari ta’awun (tolong menolong)

Terdapat beberapa bentuk akad dalam Syarikat yang diantaranya adalah:

Musyarakah, yaitu menggabungkan modal dalam suatu usaha yang hasil

keuntungannya dibagi berdasarkan proporsi modal yang ditanam

Mudarabah, yaitu pemberian modal dari pemilik

modal (Mudharib) kepada seseorang yang menjalankan modal (Shahibul Mal) dengan ketentuan bahwa untung rugi ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian.

(8)

Musaqah, yaitu paruhan hasil kebun antara pemilik dan penggarap, besar bagian masing-masing sesuai dengan perjanjian pada waktu akad.

3. Transaksi dengan Pemberian Kepercayaan

Transaksi pemberian kepercayaan adalah akad atau perjanjian mengenai penjaminan hutang dengan pemberian kepercayaan, adapaun jenis-jenis dari transakasi dengan pemberian kepercayaan adalah sebagai berikut:

Jaminan (Kafalah / Damanah), yaitu mengalihkan tanggung jawab seseorang (yang dijamin) kepada orang lain (penjamin)

Gadai (Rahn), yaitu menjadikan barang berharga sebagai jaminan yang mengikat dengan hutang dan dapat dijadikan sebagai bayaran hutang jika yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya

Pemindahan Hutang (Hiwalah), yaitu memindahkan kewajiban membayar hutang kepada orang lain yang memiliki sangkutan hutang.

4. Hutang Piutang

Hutang piutang adalah akad atau perjanjian antara pihak yang berhutang (peminjam) dan pihak yang berpiutang (yang meminjam). Adapun syarat dalam utang piutang adalah sebagai berikut:

 Yang berpiutang tidak meminta pembayaran melebihi pokok piutang (bunga)..

 Peminjam tidak boleh menunda-nunda pembayaran utangnya

 Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan

 Pengembalian utang tidak boleh kurang nilainya

 Disunahkan mengembalikan lebih dari pokok utangnya 5. Titipan (Wadi’ah)

Wadi’ah adalah transaksi dimana suatu barang ditinggalkan oleh pemiliknya untuk dijaga oleh orang lain yang sanggup menjaga barang tersebut.

Syarat wadi’ah :

(9)

 Barang yang dititipkan tidak boleh barang yang diharamkan dan/atau diperoleh dengan cara yang haram

 Barang titipan menjadi tanggung jawab penuh pihak penyedia jasa titipan

 Barang titipan dapat dikembalikan kapan saja pemilik barang menghendakinya.

6. Transaksi Pemberian/ Perwakilan dalam Transaksi (Wakalah)

Wakalah adalah pemberian kuasa (mewakilkan) kepada pihak lain untuk melakukan sebuah transaksi, atau pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

Syarat Transaksi Wakalah :

Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)

 Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.

 Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila.

Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil) :

 Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.

(10)

Obyek yang diwakilkan :

 Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.

 Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.

 Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ah Islam. Shighat :

 Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini.

 Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa

(11)

KESIMPULAN

Dalam Islam, kegiatan berbisnis guna memenuhi kebutuhan hidup sangat lah dianjurkan. Manusia diberi kebebasan untuk mengeksplor segala bentuk usaha. Namun, disamping itu manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki akal pikiran juga dibatasi oleh sebuah etika dalam menjalankan bisnis itu sendiri. Etika berbisnis dalam islam memiliki prinsip dasar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits, yaitu Prinsip tauhid, Prinsip Keadilan dan Kebebasan dan Tanggung Jawab.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Sirman. Etika Bisnis Menurut Hukum Islam (Suatu Kajian Normatif). Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1986.

Nawatmi, Sri. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Semarang: Universitas Stikubank. Vol. 9 no. 1.

http://dinamardiyah.blogspot.co.id/ diunduh pada Senin, 28 September 2015 : 13.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Wajib retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas metode pembelajaran permainan kooperatif

1.1 Muatan Kampanye melalui Media Cetak untuk Terlaksananya Penggunaan Air dan Daya Air sebagai Materi dengan Memperhatikan Prinsip Penghematan Penggunaan dan

Selanjutnya terkait hasil uji empiris atau hasil implementasi perangkat pembelajaran di kelas, diperoleh temuan-temuan: (a) Penerapan pembelajaran bertanya (LBQ)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola luka pada korban kecelakaan lalu lintas antara death on arrival (DOA) dan yang dirawat meninggal di RSUP Sanglah tahun

Gagasan karya akan diaplikasikan ke dalam sebuah perancangan buku, yaitu graphic diary atau buku harian yang digrafiskan, berisi narasi cerita dari beberapa perempuan Porong.. Buku

5etidaklengkapan pengisian berkas rekam medis 24 jam sejak setelah selesai pelayanan rawat inap' belum memenuhi target yang ditentukan yakni hanya men&apai 1!%

pangandika”. Hal tersebut dikandung maksud bahwa sebaik-baiknya sifat yang harus dimiliki oleh seorang raja atau pemimpin maupun ksatria adalah mempunyai sifat