• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Tematik Menggunakan Model Kooperatif Tipe Make A Match dengan Picture and Picture pada Materi Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran Ke 1 Siswa Kelas IV S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Tematik Menggunakan Model Kooperatif Tipe Make A Match dengan Picture and Picture pada Materi Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran Ke 1 Siswa Kelas IV S"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Tematik Terpadu

2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang menggunakan tema pada proses pembelajaran. Kemendikbud (2013:7) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan memadukan beberapa mata pelajaran melalui penggunaan tema, dimana peserta didik tidak mempelajari materi mata pelajaran secara terpisah, semua mata pelajaran yang ada di sekolah dasar sudah melebur menjadi satu kegiatan pembelajaran yang diikat dengan tema.

Prastowo (2013: 223) pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Mulyasa (2013: 170) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang menggabungkan beberapa mata pelajaran yang terpisah menjadi satu kesatuan yang lebih padu yang dinamakan tema.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu diterapkan pada kurikulum 2013. Tematik terpadu memiliki beberapa tujuan, menurut Kemendikbud (2013: 193) tujuan tematik terpadu sebagai berikut:

1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.

2) Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama.

(2)

10

4) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik.

5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain.

6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas.

7) Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan.

8) Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dimana proses belajar mengajar tersebut menjadi lebih bermakna bagi peserta didik.

2.1.1.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu

Karakteristik dari pembelajaran tematik di Sekolah Dasar menurut Tim Puskur (2007:7) adalah:

1. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

2. Memberikan pengalaman langsung, Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

(3)

11

pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan 2.1.1.4 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti dan kompetensi dasar (KD) yang digunakan dalam penelitian ini akan disajikan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tema 6 Sub Tema 2 Pembelajaran 1

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangga. 3. Memahami pengetahuan faktual

Bahasa Indonesia

3.6 Menggali isi dan amanat puisi yang disajikan secara lisan dan tulis dengan tujuan untuk kesenangan.

(4)

12 dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah. 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

ungkapan diri. IPA

3.2 Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta mengaitkan dengan upaya pelestariannya.

4.2 Membuat skema siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitarnya, dan slogan upaya pelestariannya.

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Suharsimi Arikunto dalam Eko Putro Widoyoko (2014: 5) guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi peserta didik, guru maupun sekolah.

Menurut Agus Suprijono (2011: 7), “hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja”.

Sedangkan menurut Sudjana (2011: 21), “hasil belajar adalah kemampuan

-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Menurut Purwanto (2008:54),“hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

pendidikan”. Sementara itu Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5), “hasil belajar

(5)

13

Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku setelah seseorang mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dalam sejumlah kemampuan guna mencapai tujuan pendidikan.

2.1.2.2 Faktor-Faktor Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi dalam Rusman (2012: 124) meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu:

a. Faktor Internal 1) Faktor Fisiologis

Secara umum kondidi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.

2) Faktor Psikologis

Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembapan, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.

2) Faktor Instrumental

(6)

14

tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.

2.1.3 Model Pembelajaran Cooperatif Learning

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning

Sanjaya dalam Rusman (2014: 203) menjelaskan bahwa cooperative learning adalah kegiatan belajar peserta didik yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran berkelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Hamdani (2011: 31) menyatakan bahwa dalam cooperative learning, peserta didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu sama lain. Peserta didik disusun dalam kelompok yang terdiri atas empat atau enam orang peserta didik, dengan kemampuan heterogen. Rusman (2014: 202) menyatakan bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok bersifat heterogen.

Menurut Isjoni (2007: 16) cooperative learning adalah satu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan mengajar yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan oleh guru dalam mengaktifkan peserta didik, yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, peserta didik yang agresif dan tidak peduli pada orang lain.

(7)

15

2.1.3.2 Tujuan Model Pembelajaran Cooperative Learning

Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai, sama halnya dengan cooperative learning. Menurut pendapat Isjoni (2007: 6)

bahwa “tujuan utama dalam penerapan model cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.”

Sama halnya dengan pendapat di atas, menurut Trianto (2011: 60) bahwa “cooperative learning memberikan peluang kepada peserta didik yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan cooperative, belajar untuk menghargai satu sama

lain.” Sementara itu, Johnson & Johnson dalam Trianto (2011: 56)

menyatakan bahwa “tujuan pokok belajar cooperative adalah memaksimalkan belajar peserta didik untuk peningkatan prestasi akademik

dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.”

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan cooperative learning adalah terjalinnya kerjasama antar peserta didik dan semua peserta didik dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran termasuk menyampaikan pendapat-pendapat yang mereka miliki serta mampu menghargai pendapat orang lain.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperatif Learning

Model cooperative learning mempunyai kelebihan dan kelemahan diantaranya:

a. Kelebihan Model Cooperative Learning

(8)

16

a. Peserta didik tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan diri untuk berpikir sendiri dalam mencari informasi dari berbagai sumber

b. Dapat mengembangkan kemampuan untuk mengungkapkan pendapat atau ide kepada orang lain.

c. Dapat membantu anak untuk tanggap pada orang lain dan menyadari kekuranganya dan tenggang rasa.

d. Dapat membantu peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

e. Dapat meningkatkan prestasi akademik, kemampuan sosial dan mengembangkan ketrampilan mengatur waktu.

f. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menguji pemahamannya sendiri, menerima umpan balik dan berlatih memecahkan masalah.

g. Dapat meningkatkan motivasi untuk belajar. b. Kekurangan Model Cooperative Learning

Disamping mempunyai kelebihan, model pembelajaran cooperative learning juga mempunyai kelemahan. Menurut Anita Liem (2006:88-89) kekurangan metode cooperative learning yaitu:

a. Membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih lama.

b. Bagi peserta didik yang merasa pandai, mereka dapat merasa terhambat oleh peserta didik yang kurang pandai.

c. Guru perlu memberikan perhatian dan pengawasan yang lebih efektif agar proses belajar dalam kelompok dapat berjalan.

d. Keberhasilan dalam usaha mengembangkan kesadaran dan keterampilan bekerjasama dalam kelompok memerlukan waktu yang cukup lama.

2.1.3.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning

(9)

17

Tabel 2.2

Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning

Langkah Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi peserta didik.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada peserta didik

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menginformasikan pengelompokan peserta didik

Fase 4

Membimbing kelompok belajar

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja peserta didik dalam kelompokkelompok belajar

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Penjelasan lebih lanjut mengenai keenam fase dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Fase pertama

Guru mengklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.

(10)

18

Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik.

3. Fase ketiga

Kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus diorkestrasi dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya.

4. Fase keempat

Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya.

5. Fase kelima

Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran.

6. Fase keenam

(11)

19

2.1.4 Cooperative Learning tipe Make a Match dan Picture and Picture

Saat ini sudah banyak model yang berkembang dan memiliki banyak tipenya, salah satunya adalah model pembelajaran cooperative learning. Rusman (2013: 213-225) tipe model pembelajaran cooperative learning meliputi: (a) model STAD (students team achievement division), (b) model jigsaw, (c) model investigasi kelompok (group investigation), (d) model mencari pasangan (make a match), (e)model TGT (teams games tounaments), (f) model struktural. Suprijono (2013: 89-103) membagi model cooperative learning menjadi dua belas tipe yaitu: (a) jigsaw, (b) think pair share, (c) numbered heads together,(d) group investigation, (d) two stay two stray, (e) make a match, (f)listening team, (g) inside-outside circle, (h) bamboo dancing, (i) picture and picture (j) listening team.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan make a match dan picture and picture adalah salah tipe dari model pembelajaran cooperative learning, peneliti memilih model cooperative learning tipe make a match dan picture and picture untuk membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam pembelajaran tematik terpadu.

2.1.4.1 Pengertian Cooperative Learning tipe make a match

Proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat dilaksanakan secara dua arah, artinya pembelajaran yang mampu menciptakan komunikasi antara guru dengan peserta didik. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match (mencari pasangan). Aqib (2013: 23) model cooperative learning tipe make a match adalah model yang diperkenalkan oleh Lena Curran, pada tahun 1994, pada model ini peserta didik diminta mencari pasangan dari kartu.

(12)

20

terhadap suatu pernyataan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu pasangan.

Rusman (2013: 223) model cooperative learning tipe make a match merupakan model pembelajaran peserta didik mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan model cooperative learning tipe make a match adalah model pembelajaran mencari

pasangan yang dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu dimana kartu-kartu tersebut berisi soal dan jawaban. Setiap peserta didik harus menemukan pasangannya sesuai dengan waktu yang ditentukan. Peserta didik yang mampu menemukan pasangannya sebelum waktu selesai akan diberi poin.

2.1.4.2 Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match

Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya, agar mudah diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Komalasari (2010: 83-84) langkah-langkah penerapan model cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.

3) Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

(13)

21 8) Kesimpulan/penutup.

Sedangkan langkah-langkah model cooperative learning tipe make a match menurut Huda (2014: 251) antara lain:

1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada peserta didik untuk mempelajari materi dirumah.

2) Peserta didik dibagi kedalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadaphadapan.

3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kolompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.

4) Guru menyampaikan kepada peserta didik bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lainnya. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.

5) Guru meminta semua kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.

6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Peserta didik yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.

7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan peserta didik yang tidak mendapatkan pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

8) Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

(14)

22

menyenangkan. Adapun langkah-langkah model cooperative learning tipe make a match harus dilaksanakan secara sistematis, Model cooperative learning tipe make a match pelaksanaannya diawali dengan tahap:

1. Guru menyampaikan materi kepada peserta didik

2. Guru membagi peserta didik menjadi 2 kelompok besar. Satu kelompok untuk kelompok soal dan satu kelompok lainnya untuk kelompok jawaban.

3. Guru membagi kartu soal secara acak kepada kelompok soal dan membagi kartu jawaban secara acak kepada kelompok jawaban

4. Guru memberikan batasan waktu untuk mencari pasangan 5. Peserta didik mencari pasangan

6. Peserta didik yang mampu menemukan pasangannya akan diberi poin dan peserta didik yang tidak dapat menemukan pasangannya akan diberi hukuman 7. Guru memanggil salah satu pasangan untuk presentasi

8. Guru memanggil pasangan berikutnya untuk presentasi

9. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

10. Guru memanggil peserta didik yang tidak dapat menemukan pasangannya untuk mendapat hukuman. Bisa menyanyi, menari atau yang lainnya sesuai kesepakatan dari peserta didik.

Tabel dibawah ini adalah sintaks pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make a Match

Tabel 2.3

Sintaks Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make a Match

Tahap Aspek yang diamati

Fase 1

Present goal and set

Guru menyampaiakan tujuan pembelajaran dengan cara belajar dengan permaian kartu (make a match)

Fase 2 Present information

1. Guru menyampaikan informasi cara belajar dengan menggunakan kartu.

(15)

23

2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Cooperatif Learning tipe Make a Match a. Kelebihan Cooperatif Learning tipe Make a Match

Kelebihan model cooperative learning tipe make a match menurut Kurniasih dan Sani (2015: 56) antara lain:

1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.

2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian peserta didik.

3. Mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal.

4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran. 5. Kerjasama antar sesama peserta didik terwujud dengan dinamis.

6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh peserta didik. Sedangkan kelebihan cooperative learning tipe make a match menurut Huda (2014: 253-254) antara lain:

pertanyaan tentang materi puisi, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. masing-masing peserta didik mencari pasangan yang kartunya cocok/sama

Fase 4

Assit team work and study

Guru membantu peserta didik dalam kegiatan berdiskusi materi dari kartu yang mereka dapatkan

Fase 5

Test on materials

1. Guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan jawaban hasil berdiskusi mereka

Guru memberikan pengakuan dan penghargaan kepada kelompok yang menjawab benar

(16)

24

1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik.

2. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil presentasi.

5. Efektif melatih kedisiplinan peserta didik menghargai waktu untuk belajar. b. Kekurangan Cooperative Learning tipe Make a Match

Kelemahan model cooperative learning tipe make a match menurut Kurniasih dan Sani (2015: 56) antara lain:

1. Sangat memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.

2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi karena besar kemungkinan peserta didik bisa banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

4. Pada kelas dengan murid yang banyak (>30 peserta didik/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali.

5. Bisa mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya.

Sedangkan kelemahan cooperative learning tipe make a match menurut Huda (2014: 253-254) antara lain:

1. Jika metode ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

2. Pada awal-awal penerapan metode, banyak peserta didik yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

3. Jika guru tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, akan banyak peserta didik yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan. 4. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberikan hukuman pada

peserta didik yang tidak mendapatkan pasangan, karena mereka bisa malu. 5. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan

(17)

25

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe make a match tidak hanya memiliki kelebihan tetapi juga memiliki kelemahan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang mendalam mengenai model pembelajaran ini, agar penerapannya dapat terlaksanakan dengan baik.

2.1.4.4 Pengertian Cooperative Learning tipe Picture and Picture

Model Pembelajaran Picture and Picture adalah suatu model pembelajaran dengan menggunaan media gambar. Dalam oprasionalnya gambar-gambar dipasangkan satu sama lain atau bisa jadi di urutkan menjadi urutan yang logis. Prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:

1) Setiap anggota kelompok (peserta didik) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

2) Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3) Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

4) Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan dikenai evaluasi.

5) Setiap anggota kelompok (peserta didik) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6) Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.1.4.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture and Picture

Menurut Istarani (2011:7) langkah-langkah pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture adalah sebagai berikut:

(18)

26

yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka peserta didik dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

2) Memberikan materi pengantar sebelum kegiatan. Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian peserta didik yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat peserta didik untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.

3) Guru membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok

4) Guru menyajikan gambar tentang materi yang dipelajari pada hari itu didepan kelas

5) Guru meminta salah satu perwakilan kelompok yang ditunjuk untuk mengurutkan gambar agar menjadi gambar yang urut. Teman anggota kelompoknya boleh membantu

6) Guru menanyakan alasan peserta didik tentang gambar yang telah dia urutkan

7) Berdasarkan urutan gambar dan alasan tersebut, guru menanamkan konsep dan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai

Tabel dibawah ini adalah sintaks pembelajaran dari cooperative learning tipe picture and picture.

Tabel 2.4

Sintaks Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture and Picture

Tahap Aspek yang diamati

Fase 1

Present goal

(19)

27

2.1.3.6 Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning tipe Picture and Picture

a. Kelebihan Cooperative Learning tipe Picture And Picture

Menurut Huda (2013: 239) kelebihan model cooperative learning tipe picture and picture yaitu,

1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing peserta didik 2. Peserta didik dilatih berpikir logis dan sistematis

3. Peserta didik dibantu belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan peserta didik dalam praktik berpikir,

4. Motivasi peserta didik untuk belajar semakin dikembangkan 5. Peserta didik dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas

and set

Fase 2 Present information

1. Guru menyampaikan informasi cara belajar dengan menggunakan gambar-gambar

1. Guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok

2. Guru menempel gambar-gambar acak didepan kelas untuk diurutkan oleh kelompok

Fase 4

Assit team work and study

Guru membantu peserta didik dalam kegiatan berdiskusi materi dari kartu yang mereka dapatkan

Fase 5

Test on materials

1. Guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan jawaban hasil berdiskusi mereka

Guru memberikan pengakuan dan penghargaan kepada kelompok yang menjawab benar

(20)

28

6. Peserta didik lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari

7. Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir peserta didik karena peserta didik guru untuk menganalisa gambar yang ada.

8. Dapat meningkatkan tanggung jawab peserta didik, sebab guru menanyakan alasan peserta didik mengurutkan gambar

9. Pembelajaran lebih berkesan, sebab peserta didik dapat mengamati langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.

b. Kelemahan Cooperative Learning tipe Picture And Picture

Menurut Istarani (2011) kelemahan metode Cooperative learning tipe picture and picture adalah:

1. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkulita serta sesuai dengan materi pelajaran

2. Sulit menemukan gambargambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa yang dimiliki

3. Guru ataupun peserta didik kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pelajaran.

4. Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan gambar-gambar yang diinginkan.

2.1.5 Perbandingan Karakteristik Make a Match dan Picture and Picture

(21)

29 Tabel 2.5

Perbandingan Karakteristik Make a Match dan Picture and Picture Karakteristik Make a Match Picture and Picture

Tujuan kognitif Informasi akademik sederhana

Informasi akademik tinggi dan keterampilan ikuiri

Tujuan social Kerja kelompok dan kerja sama

pelajaran Biasanya guru Biasanya guru

Tugas utama

Menemukan pasangan dari kartu yang peserta didik

Pengakuan Lembar pengetahuan dan

publikasi lain Publikasi lain

Berdasarkan uraian mengenai model kooperatif tipe Make a Match dan Picture and Picture di atas, maka dapat dilihat perbedaan pelaksanaan atau tahapan pelaksanaan Make a Match dan Picture and Picture sebagai berikut:

Tabel 2.6

Perbedaan Tahapan Pelaksanaan Make a Match dan Picture and Picture

Tahapan

Pelaksanaan Make a Match Picture and Picture Persiapan 1. Guru menyiapkan materi,

lembar kegiatan, kartu permainan dan kunci jawaban.

(22)

30 2. Guru membagi peserta didik

dalam 2 kelompok besar, q untuk kelompok soal dan 1 untuk kelompok jawaban. 3. Peserta didik yang

berhasilm menemukan pasangannya akan diberi poin.

4. Guru dan peserta didik membuat kesepakatan hukuman untuk peserta didik yang tidak dapat

1. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar. Kegiatan inti 1. Guru menyajikan informasi

kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

2. Guru membagi katu soal kepada kelompok soal secara acak, dan membagi kartu jawaban kepada kelopok jawaban secara acak.

3. Guru memberi batasan waktu kepada peserta didik untuk mencari pasangannya 4. Guru memberi aba-aba dan

peserta didik mencari pasangannya

5. Peserta didik yang menemukan pasangannya

diberi poin dan

dipersilahkan duduk

1. Guru menyajikan materi pelajaran secara umum kepada siswa dengan cara demonstrasi lewat bahan bacaan/LKS.

2. Guru membagi siswa menjadi kelompok secara heterogen, masing-masing terdiri dari 4 – 6 orang. 3. Guru menempel

gambar-gambar acak didepan kelas. 4. Guru menunjuk 1 kelompok

untuk mengerjakan soal tersebut. 1 anak maju kedepan dan teman 1 kelompoknya boleh membantu

(23)

31 6. Peserta didik yang tidak

dapat menemukan

paangannya berdiri didpan kelas untuk diberi hukuman

8. Begitu seterusnya sampai beberapa babak. dan penghargaan kepada peserta didik yang memiliki poin tinggi

1. Guru memberikan

penghargaan kepada setiap kelompok yang memiliki poin tertinggi.

2.1.6 Kajian Penelitian Yang Relevan

a. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Meri Adesta (2014) berjudul MODEL PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA dapat disimpulkan sebagai berikut, Penerapan model cooperative learning tipe picture and picture pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai rata-rata motivasi siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I sebesar 59,07, siklus II sebesar 70,83, dan siklus III sebesar 77,53. Penerapan model cooperative learning tipe picture and picture pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa yang meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I sebesar 61,96, pada siklus II sebesar 71,03 meningkat 9,07 dan siklus III sebesar 75,92 meningkat 4,89 sedangkan persentase hasil belajar siswa yang mencapai nilai ≥66 pada siklus I sebanyak 16 orang (59,25%), siklus II menjadi 21 orang (77,78%), dan siklus III menjadi 24 orang (88,89%)..

(24)

32

TERHADAP HASIL BELAJAR TEMATIK SISWA KELAS IV SDN 2 METRO SELATAN dapat disimpulkan sebagai berikut, Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan menggunakan model cooperative learning tipe make a match terhadap hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran tematik. Pengaruhnya dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 54,75 meningkat pada posttest menjadi 74,25, peningkatannya sebesar 19,50, sedangkan hasil rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 57,50 meningkat pada posttest menjadi 71,14, peningkatannya sebesar 13,64. Hasil nilai rata-rata N-Gain siswa kelas eksperiman sebesar 0,43, sedangkan nilai rerata N-Gain pada kelas kontrol yaitu 0,32. Hasil analisis uji hipotesis diperoleh bahwa 0,037 < 0,050 maka artinya H0 ditolak H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe make a match berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar siswa.

(25)

33

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

d. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sih Santo (2012) yang berjudul PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD N 2 BANJARNEGARA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis varian tregresi diperoleh nilai Freg sebesar 25,697. Kemudian nilai tersebut dikonsultasikan dengan Ftabel, pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai sebesar 4,20 dan taraf signifikan 1% sebesar 7,64. Karena harga Freg > Ft , maka persamaan garis regresi tersebut menunjukkan signifikan. Hal ini berarti hipotesis nihil (H0) dengan bunyi “tidak ada pengaruh positif model pembelajaran cooperative learning terhadap hasil belajar IPA” ditolak. Sedangkan hipotesis kerja (Ha) yang menyatakan “ada pengaruh positif pada model pembelajaran cooperative learning terhadap hasil belajar IPA di SD N 2

Banjarnegara” adalah dapat diterima. Untuk memperjelas persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian-penelitianyang telah dilakukan sebelumnya, akan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.7

Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian

(26)

34

(27)

35 2.1.7 Kerangka Berfikir Penelitian

Penelitian menggunakan model cooperative learning tipe make a match yang akan dilaksanakan pada pelajaran Tematik Tema 6 Sub Tema 2 Pembelajaran 1 siswa kelas 4 SD Negeri Tukang 02 dan cooperative learning tipe picture and picture akan dilaksanakan di SD Negeri Kadirejo 03. Penelitian ini akan menggunakan penelitian kuasi eksperimen sehingga membutuhkan dua kelas. Kelas pertama akan menjadi kelompok kontrol dan kelas kedua akan menjadi kelompok eksperimen. Kelas yang menjadi kelompok eksperimen adalah SD Negeri Tukang 02 sedangkan kelompok kontrol adalah SD Negeri Kadirejo 03

Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan diberikan pretest untuk mengetahui tingkat homogenitas dari kedua kelas. Langkah selanjutnya kelas eksperimen akan diberikan pengajaran menggunakan model cooperative learning tipe make a match sedangkan kelas kontrol akan diberikan pengajaran menggunakan cooperative learning tipe picture and picture. Selanjutnya peserta didik akan diberikan posttest untuk memperoleh hasil belajar setelah diberikan pengajaran yang berbeda. Langkah terakhir yaitu menganalisis hasil posttest yang sudah dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan hasil belajar tematik tema 6 sub tema 2 pembelajaran1 menggunakan model cooperative learning tipe make a match pada siswa kela IV SD di Gugus Kartini Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Secara ringkas alur penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Berfikir

Kondisi awal siswa

Perlakuan dengan metode

cooperative learning tipe make a match

(eksperimen)

Perlakuan dengan metode

cooperative learning tipe

picture and picture (kontrol)

Pretest

Hasil Belajar

Pretest Posttest

(28)

36 2.1.8. Hipotesis Penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tema 6 Sub Tema 2 Pembelajaran 1
Tabel 2.2
Tabel dibawah ini adalah sintaks pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Tabel dibawah ini adalah sintaks pembelajaran dari cooperative learning
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan Alfonsa Mintarti (1998) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Motivasi Belajar dan Lingkungan Belajar Siswa

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI PEMBELAJARAN KEGIATAN PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU SUMBER BELAJAR TM PS PI • Menjelaskan pengertian Keratitis • Menjelaskan pengertian

Persediaan dengan benar Dapat menghitung Pengelolaan piutang Pengelolaan Persediaan Dapat menghitung Pengelolaan piutang Pengelolaan Persediaan kurang lengkap Dapat

The mortality ratio was usual for broiler chickens, and identical in control and trial groups of chickens which received 4% of extruded rapeseed meal in diet, and slightly higher

Beberapa kemampuan belajar metode ilmiah yang dapat ditanamkan dengan adanya simulasi diantaranya: (1) melatih siswa membuat suatu model yang akan memberikan

Di tempat lain dalam Al-Qur’an, Allah menambahkan bahwa isteri pun merupakan fitnah sebagaimana harta dan anak, dengan demikian, memerintahkan setiap orang untuk

Data yang mengalir dari hasil suatu proses ke proses lainnya dalam bentuk dokumen dasar atau formulir, dokumen hasil cetak komputer, laporan terarah, tampilan layar dimonitor,