• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Pembangunan Lima Tahun Masa Orde

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Rencana Pembangunan Lima Tahun Masa Orde"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PROPAGANDA PEMBANGUNAN UNTUK MEMPEROLEH

LEGITIMASI KEKUASAAN PADA REZIM ORBA :

PROGRAM REPELITA TAHUN 1969-1984

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Indonesia Kontemporer

yang dibina oleh Bapak Dewa Agung Gedhe Agung

Oleh:

Ali Akbar Rabsanjani 130731615735 Hermin Mariane 130731615724 Khamid Faujan Zumroni 130731615723 Tabita Asih Panglipur 130731607237 Trias Ulul Himmah 130731616743

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

DAFTAR ISI ... i BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Beberapa Kebijakan yang Dikeluarkan Pemerintah Orba... 3 2.2 Pelaksanaan PELITA I-III tahun 1969 –1984... 4 2.3 Dampak dari PELITA I-III tahun 1969 – 1984...10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...13 3.2 Saran ...13

Daftar Rujukan 14

(3)

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orde Baru merupakan sebuah masa berlakunya rezim yang dipimpin oleh Suharto berkuasa di Indonesia menggantikan masa demokrasi terpimpin yang dipimpin oleh Sukarno. Selama Orde Baru ini berlangsung, ekonomi Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan walaupun di sisi lain praktik korupsi, kolusi serta nepotisme juga berlangsung. Ada yang mengatakan bahwasanya kesuksesan pembangunan ekonomi yang diraih pada masa Orde baru ini, hanyalah sebuah kekokohan yang semu. Sebenarnya perekonomian Indonesia bobrok, rapuh di dalamnya.

Tim Redaksi (2008:21) menyatakan dalam bukunya bahwasanya bencana terbesar lengsernya rezim ini adalah akibat dari perekonomian semu yang

dibangun dari hutang dan hutang tersebut banyak dikorup oleh kalangan-kalangan elite pemerintah sendiri. Sehingga keberhasilan yang mereka ciptakan sebenarnya adalah keberhasilan yang semu. Rakyatlah yang harus menanggung semua beban hutang dengan membayar pajak dan penghilangan subsidi.

Orde Baru menggambarkan keberlanjutan sistem pemerintahan dari corak revolusioner menuju tatanan yang kental dengan jargon stabilitas dan

berkonsentrasi pada pembangunan. Jika pada masa demokrasi terpimpin

disibukkan dengan persoalan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia, karena usai Proklamasi Kemerdekaan 1945 Belanda masih bersikukuh untuk merebut dan mempertahankan Indonesia yang dianggapnya masih dalam kekuasaannya, maka Orde Baru fokus pada pembangunan dengan jargonnya yang terkenal,

developmentalisme, dan diaplikasikan dalam sebuah progran Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahunan) (Sanusi, 2014:13).

(4)

Ini menjadi legitimasi kekuasaan untuk pemimpin Orde baru. Citra bahwasanya Orde baru lebih baik dibandingkan demokrasi terpimpinpun juga muncul.

Oleh karena itu makalah ini membahas tentang maksud apa yang sebenarnya terkandung dibalik realita gencarnya pelaksanaan program pembangunan ekonomi yang salah satu programnya adalah Pelita, yang

dilaksanakan pemimpin Orde baru. Pembahasan mengerucut pada pembangunan Pelita I, II, dan III yang dilaksanakan pada tahun 1969-1984. Dilengkapi pula dengan realita dibalik Repelita sendiri serta keberhasilannya.

Pentingnya membahas mengenai propaganda pembangunan untuk

memperoleh legitimasi kekuasaan pada rezim Orde baru melalui program repelita tahun 1969-1984 adalah karena hal tersebut bisa dijadikan pelajaran penting yang harus dijadikan pengalaman dan, dalam beberapa hal, serta dijadikan rujukan untuk menciptakan model pemerintahan yang lebih baik. Apa yang baik bisa diambil, dan yang jelek tidak diulangi kembali.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uaraian latar belakang di atas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah orba? 2. Bagaimanakah pelaksanaan Pelita I-III tahun 1969 – 1984?

3. Bagaimanakah dampak dari Pelita I-III tahun 1969 – 1984?

1.3 Tujuan

Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang sudah ada, dapat ditarik tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menguraikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah orba. 2. Menguraikan pelaksanaan Pelita I-III tahun 1969 – 1984.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Beberapa Kebijakan yang Dikeluarkan Pemerintah Orba

Dalam sejarah Indonesia masa kepemimpinan yang paling panjang adalah masa kepemimpinan pemerintah Orde Baru. Sebagai pemimpin, ia berusaha untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan nasional setelah peristiwa 1965. Presiden berusaha menata kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik. Moertopo (1981: 26-28) menjelaskan bahwa stabilitas politik dan keamanan nasional merupakan syarat utama bagi kelangsungan pembangunan.

Hal yang menjadi sorotan pemerintah Orde Baru adalah pembangunan politik luar negeri bebas-aktif, karena pada masa demokrasi terpimpin politik luar negeri Indonesia lebih cenderung berkiblat pada negara-negara sosialis dengan dasar dibentuknya poros dengan negara-negara sosialis seperti Peking, Pnom Phen, Hanoi dan Pyongyang. Oleh karenanya pada masa kekuasaan Orde Baru usaha merubah citra tersebut dilakukan dan Indonesia kembali menjadi anggota PBB (Kusmanto, 2007:10).

Poesponegoro dan Notosusanto (2008:613) mengatakan bahwa pemerintah berusaha memperbaiki hubungan Indonesia dengan luar negeri yang terputus akibat politik konfrontasi. Selama masa demokrasi terpimpin, kebijakan politik luar negeri lebih condong berhubungan dengan negara-negara sosialis. Sementara dengan lahirnya Orde Baru (1966), kebijakan yang mengatasi ruang gerak

Indonesia di forum internasional itu dievaluasi, sesuai dengan tuntutan dan tujuan Undang-Undang Dasar 1945. Konfrontasi terhadap Malasyia, Singapura, dan Inggris berakhir karena dianggap tidak sesuai dengan dasar politik bebas-aktif, maka dengan itu berakhir pula poros Jakarta-Pnomphen-Hanoi-Peking-Pyongyang (Beijing).

Presiden juga memusatkan perhatian utamannya pada pembangunan ekonomi. Harapannya apabila kehidupan ekonomi membaik, maka akan mempermudah langkah pemerintah Orde Baru dalam memperoleh dan

memperkokoh legitimasi kekuasaannya dan merebut simpati rakyat (Hariyono, 2006:308-309). Beberapa kebijakan besar pemerintah Orde Baru yang sering

(6)

disebut trilogi pembangunan adalah Rencana Pembangunan Lima Tahun

(REPELITA), Program Keluarga Berencana (KB), serta pemilihan umum tahun 1971 dan 1977.

Pemerintah Orde Baru membentuk suatu tim ekonomi yang bertugas mendapatkan dukungan dari luar negeri. Tim tersebut memainkan peranannya dalam mengatasi perekonomian negara yang semasa demokrasi terpimpin merosot (Katoppo, 2000:270). Bersama dengan timnya pemerintah menyusun strategi pembangunan periodik yang dikenal dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Program ini mulai dijalankan sejak 1 April 1969 melalui tahapan-tahapan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun).

Sanusi (2014:74) menyatakan bahwa dengan konsep Pelita tersebut, Indonesia benar-benar mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan daripada masa demokrasi terpimpin. Rupanya pemerintah tidak ingin masuk ke dalam lubang yang sama seperti demokrasi terpimpin, yang mana rakyat Indonesia jatuh ke dalam kemiskinan serta kelaparan ada dimana-mana. Bersamaan dengan kepercayaan dan stabilitas politik yang tercipta di dalam negeri, modal asing mengalir ke Indonesia.

Adapun pula terdapat peran militer pada Repelita ini, nampak pada komando ABRI yang berhasil menunjukkan pada dunia mengenai keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia. Sehingga sumbangsihnya adalah meyakinkan negara donor berinvestasi di Indonesia. Selain itu peranan juga nampak saat Dwi Fungsi ABRI yang terjadi pada masa Orde Baru, merupakan balance yang dinamis dalam partnership sipil ABRI. Artinya hubungan antara sipil dan ABRI harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab agar menciptakan dan menjaga keseimbangan untuk mencapai stabilitas nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional (Moertopo, 1982:256).

(7)

5

memang akan dicapai pemerintah, dengan cara menyukseskan pertumbuhan ekonomi sebaik-baiknya demi mendapat legitimasi kekuasaan.

2.2 Pelaksanaan PELITA I-III tahun 1969 – 1984 2.2.1 Pelita I dan pelaksanaannya (1969-1974).

Pelita I dicanangkan pada tahun 1969, tepatnya pada tanggal 1 April. Pelita I bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya, sedangkan sasaran yang hendak dicapai ialah pangan, sandang, perbaikan

prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Poeponegoro & Notosusanto (2008:578) mengatakan bahwa pemerintah menitik beratkan pada pembangunan di bidang pertanian, sesuai dengan tujuan

menggenjot pembangunan ekonomi melalui pembaruan bidang pertanian karena sebagian besar penduduk hidup dari hasil pertanian.

Sanusi (2014:82) juga memaparkan bahwa dalam pelita I, pertanian dan irigasi dimasukkan satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Dijelaskan dalam rincian penjelasan bahwa tujuan hal ini adalah untuk peningkatan produksi pangan, terutama beras. Berikut adalah kutipan kalimat yang terdapat dalam buku Pedomen Repelita:

“Peningkatan produksi pangan bertujuan agar Indonesia dalam waktu lima tahun jang akan datang tidak usah mengimpor beras lagi. Tudjuan lain ialah memperbaiki mutu gizi pola konsumsi manusia Indonesia melalui peningkatan produksi pangan jang mengandung chewani dan nabati, terutama ikan dan katjang-katjangan. Akibat positif dari peningkatan produsi beras ialah bahwa lambat laun tidak perlu lagi mengimpor pangan, sehingga dengan demikian, devisa jang langka itu dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan bahan baku jang diperlukan untuk pembangunan sektor-sektor lain, terutama sektor industri.

Selandjutnja, peningkatan produksi pangan akan meningkatkan taraf penghidupan para petani jang telah sekian lamanja hidup dalam serba kesengsaraan dan kemiskinan.”

Dalam Repelita I diusahakan untuk memperkecil perbedaan antara

(8)

Untuk meningkatkan sektor produksi serta mutu sektor pertanian diperlukan bahan-bahan baku yang dihasilkan oleh sektor industri, sehingga sektor industri akan turut berkembang.

Selain mengembangkan di bidang pangan, proyek Repelita I ini mencakup di bidang pendidikan pula. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan tenaga kerja terdidik baik dari tenaga kejuruan maupun tenaga teknik. Peningkatan tenaga kerja terdidik tersebut diperuntukkan untuk membantu pemerintah dalam usaha-usaha pembangunan. Tak hanya dari segi peningkatan tenaga kerja terdidik, usaha pembangunan pula menyentuh di bidang kerohanian dengan penyediaan buku-buku pelajaran, kitab-kitab suci dan pembangunan tempa-tempat ibadah. Dengan rencana pembangunan tersebut, tentu diperlukan biaya. Itulah mengapa mulai digali sumber-sumber keuangan tabungan pemerintah, kredit jangka menengah, dan kredit jangka panjang dari perbankan maupun penanaman modal dan re-investasi oleh perusahaan asing dan perusahaan negara, serta bantuan luar negeri berupa bantuan proyek dan bantuan program (Poesponegoro &

Notosusanto, 2008:579).

Bantuan selama proyek repelita I ini berjumlah Rp.288,2 miliar, digunakan untuk pembangunan sektor-sektor listrik, perhubungan dan pariwisata, industri dan pertambangan, pertanian, pendidikan, dan keluarga berencana. Bantuan program adalah bantuan berupa beras, tepung terigu, gandum dan bulgur. Bantuan tersebut telah berhasil membantu stabilisasi harga bahan pangan pokok. Selain itu, ada pula bantuan program non-pangan, seperti kapas, benang tenun, dan pupuk. Jumlah uang untuk dana Repelita ini diperkirakan sebesar Rp 1.420 miliar. Jumlah pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara adalah sebesar Rp 1.059 miliar, sedangkan pebiayaan di luar anggaran berjumlah Rp. 361 miliar. Landasan yang dipakai adalah sumber keuangan dalam negeri harus dimobilisasi sebanyak mungkin daripada sumber luar negeri, sumber-sumber luar negeri hanya

dibutuhkan untuk mengisis kekurangan yang masih diperlukan (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:579).

(9)

7

Oleh karenanya dilakukan pembangunan rehabilitasi sarana kesehatan, yaitu Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA), balai pengobatan, pusat kesehatan

masyarakat (puskesmas), dan rumah sakit baik di provinsi maupun di kabupaten. Iklim ekonomi yang semakin membaik mengundang para penanam modal dalam negeri dan juga penanam modal asing. Sektor industri merupakan sektor yang paling menarik bagi penanaman modal dalam negeri disusul oleh sektor kehutanan, pariwisata, pehubungan, dan perkebunan (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:580-582).

2.2.2 Pelita II dan pelaksanaannya (1974 - 1979).

Setelah keberhasilan dari hasil pada Repelita I, pembangunan lantas dilanjutkan kembali yakni dengan program Repelita II. Adanya Repelita II yang dilangsungkan pada 1 April 1974 ini menandai kelanjutan pembangunan dari Repelita I dengan sasaran utama yaitu:

1. Tersedianya pangan dan sandang yang serba cukup dengan mutu yang lebih baik.

2. Tersediannya bahan-bahan perumahan dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan, terutama untuk kepentingan rakyat banyak.

3. Keadaan prasarana yang semakin meluas dan sempurna.

4. Kesejahteran rakyat dan meluasnya kesempatan kerja.

Target utama dari Repelita II ini mencakup peningkatan beberapa sektor seperti pertanian 4,6 %, industri 13 %, pertambangan 10,1 %, bangunan 9,2 % dan sektor-sektor lainnya sekitar 7,7 %. Dengan laju pertumbuhan tersebut, akan menjadi landasan yang lebih kuat sehingga pertumbuhan dapat membuka

lapangan pekerjaan yang cakupannya lebih luas.Tak hanya sebagai kelanjutan dari Repelita I, Repelita II ini pula menambah lagi rancangan pembangunannya seperti adanya program Transmigrasi dan padat karya. Untuk program transmigrasi ini teruntukkan bagi penduduk yang bermukim di wilayah Jawa, Bali dan Lombok akan dipindahkan terutama di daerah-daerah seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah (Poesponegoro &

(10)

Program baru dari Pelita II adakah Program Pembangunan Daerah Tingkat I. Melalui Pembangunan tersebut disalurkan dana pembangunan bagi daerah tingkat I. Sedangkan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah daerah, dan pemerintah pusat hanya memberi pengarahan secara umum., serta bantuan dalam pemasaran melalui pembangunan pasar-pasar inpres (Instruksi Presiden). Pada tahun-tahun terakhir Repelita II pemerintah telah memberikan dana pembangunan daerah-daerah sebanyak Rp 358 miliar rupiah. Langkah lain yang berhasil di bidang pertanian yaitu perbaikan dan penyempurnaan irigasi, kira-kira 500 ribu ha, pembangunan jaringan irigasi baru lebih kurang 500 ribu ha, dan pengaturan serta pengembangan sungai dan ra lebih kurang 600 ribu ha (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:583).

Pelaksanaan dari Repelita II ini tentu mengalami beberapa macam tantangan, yang pertama yaitu adanya kemerosotan ekonomi di negara-negara industri yang menyebabkan berkurangnya hasil produksi di Indonesia. Di lain sisi, inflasi yang terjadi di negara-negara industri menyebabkan naiknya harga barang-barang modal yang diperlukan untuk pembangunan. Kemudian yang kedua disebabkan oleh krisis Pertamina. Walaupun harga minyak dipasar dunia naik, hal itu tidak membawa manfaat sebagaimana diharapkan sebab terpaksa dipakai untuk menutupi hutang-hutang pertamina. Musim kemarau yang panjang selama

beberapa tahun dan hama wereng menyebabkan merosotnya hasil padi. Walaupun demikian repelita II tetap masih bisa dilaksanakan, terbukti dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% pertahun. Pada awal pemerintahan Orde Bari (1966) laju inflasi mencapai 650%. Pada masa akhir repelita I laju inflasi adalah 47%, sedangkan pada Repelita II turun menjadi 95% (Poesponegoro &

Notosusanto, 2008:583).

2.2.3 Pelita III dan pelaksanaannya (1979 - 1984).

Tidak jauh berbeda dengan rencana pembangunan nasional sebelumnya pada Repelita I dan Repelita II, Repelita III merupakan kelanjutan selanjutnya. Program ini dilaksanakan pada 1 April 1979 hingga berakhir pada 31 Maret 1984. Asas yang dipakai dalam pembangunan tak jauh berbeda seperti pada Trilogi pembangunan dengan fokus pada pemerataan. Pemerataan ini sendiri memiliki berbagai langkah dan kegiatan yakni seperti :

a. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak.

(11)

9

c. Pembagian pendapaatan. d. Kesempatan kerja. e. Kesempatan berusaha.

f. Kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. g. Penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air h. Memperoleh keadilan.

Seperti yang telah terjabarkan sebelumnya, masalah pangan masih menjadi fokus utama dari pemerintah dalam usaha pembangunan lima tahunnya. Usaha yang ditempuh agar persediaan dan konsumsi terus meningkat yakni dengan meningkatkan kegiatan intensifikasi, penganekaragaman dan perluasan kegiatan pertanian. Di bidang lainnya pula mendapat perhatian, seperti di bidang sandang dan adanya pembangunan perumahan rakyat (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:585).

Di bidang pendidikan pemerintah menitikberatkan pada perluasan

pendidikan dasar, serta peningkatan pendidikan teknik dan kejuruhan pada semua tingkat. Kemudian pada bidang kesehatan perbaikan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pemberantasan penyakit menular, penyakit masyarakat,

peningkatan gizi, peningkatan sanitasi lingkungan, perlindungan terhadap bahaya narkotika, penyediaaan obat-obatan yang semakin merata dan terbeli oleh rakyat, penyediaan tenaga medis dan para medis. Pembangunan pusat kesehatan

masyarakat (PUSKESMAS) di kota-kota kecamatan dan di desa-desa juga ditingkatkan (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:586).

Selama Repelita III kesempatan kerja akan diperluas antara lain melalui Proyek Padat Karya Guna Baru dengan sasaran utama memperluas kesempatan kerja produktif dalam pembangunan atau rehabilitasi sarana ekonomi. Selama Repelita III untuk mengatasi masalah kependudukan dan kesempatan kerja ialah meningkatkan program transmigrasi. Selain itu diutamakan pula pembangunan daerah-daerah yang terbelakang, daerah-daerah minus dan daerah-daerah yang padat penduduknya (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:587).

Selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan April 1974 yang

(12)

Pakjun 1983 (Paket Juni). Paket ini merupakan rangkaian pertama dan langkah-langkah diregulasi diberbagai bidang seperti keuangan dan perdagangan, yang mendapat sambutan baik di kalangan usaha (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:587).

2.3 Dampak dari Repelita I-III tahun 1969 - 1984 2.3.1 Dampak Pelita I

Dalam bidang pertanian, Pelita I memberikan dampak positif. Dengan meningkatnya sebagian besar hasil pertanian. Beras naik rata-rata 4% setahun, produksi kayu khususnya kayu rimba naik rata-rata 37,4% setahun. Selain perkembangan yang semakin membaik di bidang pertanian, terdapat pula perkembangan yang kurang menggembirakan di bidang produksi umbi-umbian, kelapa, kopi, teh, dan kapas (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008:580).

Pada sektor perikanan memperlihatkan perkembangan yang

menggembirakan. Ekspor ikan, terutama udang, naik rata-rata 62% setahun. Dengan membaiknya iklim ekonomi di Indonesia menjadikan para penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing tertarik untuk menanamkan modalnya. Untuk sektor produksi industri terjadi peningkatan, antara lain produksi semen mengalami kenaikan sebesar 51%. Industri tekstil mengalami kemajuan, benang tenun meningkat dari 177.000 bal menjadi 316.247 bal. Sedangkan bahan tekstil meningkat dari 449,8 juta menjadi 920 juta meter. Pembangunan kesehatan dilakukan dengan membangun sarana kesehatan, jumlah Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) dalam tahun 1973 meningkat menjadi 6801 buah. Jumlah puskesmas meningkat dari 1227 buah dalam tahun 1969 menjadi 2343 buah dalam tahun 1973 (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008:580-582).

Bila ditelaah lebih lanjutnya, adanya Pelita tersebut membuahkan sebuah hasil yang sebagian besar berbuahkan ke arah positif. Meski demikian, adanya sebuah pembangunan memiliki sisi lain pula yakni sisi dari segi dampak yang bersifat negarif. Meski adanya dampak negatif ini tidak terlalu terlihat, pada Pelita I ini dampak negarif dapat dilihat dari adanya dana atau anggaran yang di

(13)

11

Di lain sisi hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki ketergantungan dengan pihak asing.

Selain dari ketergantungan kepada pihak asing dari dana yang di pakai dalam Pelita, ada pula dampak negarif yang disebabkan oleh para penanam model. Membaiknya iklim ekonomi menjadikan mulai ramainya para pemilik modal terutama dari pihak asing. Saat para penanam modal asing menanamkan

sahamnya, tentu berakibat dengan tumbuh kembangnya para penanam modal dari dalam negeri. Dampak ini tidak begitu dirasakan sebagai sebuah damapk yang membuahkan hal merugikan besar karena dilain sisi, hubungan tersebut lebih banyaknya membuahkan hasil yang positif atau menguntungkan diantara kedua belah pihak.

2.3.2 Dampak Pelita II

Repelita II mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7% per tahun. Prioritas

utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja.

Repelita II berhasil dilaksanakan dan memberikan dampak bagi Indonesia. Pada Repelita II, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% setahun. Pada masa awal pemerintahan Orde baru (1966) laju inflasi mencapai 650%. Pada masa akhir Repelita I laju inflasi adalah 47%, sedangkan dalam tahun keempat Repelita II turun menjadi 9,5%. Pada sektor pertanian terdapat kenaikan yang mencolok, antara lain pada kelapa sawit dan teh (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008:583). Terjadinya sebuah laju inflasi yang sifatnya labil dan tidak terduga mempengaruhi tumbuh kembangnya sebuah pembangunan di Indonesia pada Orde Baru terutama kondisi yang kala itu melakukan Pelita. Sehingga besar kemungkinan pada Pelita II mengalami rintangan dan resiko yang berat karena dibarengi adanya inflasi yang sedang terjadi.

(14)

mengurangi adanya ketergantungan tersebut dengan peningkatan kegiatan ekspor dan penstabilan kegiatan ekonomi. Hasil dari kegiatan ekspor ke luar negeri membuahkan hasil untuk membayar segala macam dana pinjaman berupa kredit berjangka waktu panjang, sedang maupun pendek.

Di bidang industri, produksi tekstil meningkat dari 900 juta menjadi 1,3 miliar meter. Indonesia yang dulunya mengimpor pupuk urea, pada periode ini sudah mengekspor pupuk terutama ke negara-negara ASEAN. Produksi semen menunjukkan kenaikan yang signifikan dari 900 ribu ton menjadi 5 juta ton. Sehingga Indonesia bisa mengekspor semen ke luar negeri, seperti Australia, beberapa negara Eropa, dan juga negara-negara ASEAN (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008:583-584).

2.3.3 Dampak Pelita III

Repelita III mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979-31 Maret 1984. Repelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan

terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008:585).

Perekonomian pada periode ini masih sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan devaluasi November 1978, juga oleh resesi dunia yang sulit diramalkan kapan akan berakhir. Kebijaksanaan yang sifatnya mendukung kebijaksanaan November 1978 banyak dilakukan, khususnya yang bertujuan untuk memperlancar arus barang. Dalam periode ini kebijaksanaan tersebut dilakukan pada Januari 1982. Inti dari kebijaksanaan ini adalah memberi keringanan persyaratan kredit ekspor, penurunan biaya gudang serta biaya pelabuhan. Disamping itu eksportir dibebaskan dari kewajuban menjual devisa yang diperolehnya dari hasil ekspor barang atau jasa kepada Bank Indonesia. Dengan perkataan lain eksportiers ekarang bebas memiliki devisa yang diperolehnya (Suroso, 1997:75)

(15)

13

purches). Di bidang penerimaan pemerintah menaikan biaya fiskal keluar negeri dari Rp.25.000,- menjadi Rp. 150.000,-. Sementara itu dalam bidang perpajakan mulai diberlakukan pungutan atas dasar undang-undang pajak yang baru (1984).

Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Keadaan ini membuat posisis neraca pembayaran Indonesia semakin buruk. Untuk mengatasi ancaman ini, juga dalam rangka meningkatkan daya saing produk Indonesia, pemerintah memberlakukan devaluasi rupiah terhadap US$ sebesar 27,6% pada 30 maret 1983. Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha

pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri. Untuk itu tanggal 31 Maret 1983 pemerintah memberlakukan kebijaksanaan bebas visa dari 26 negara yang berkunjung ke Indonesia kurang dari 2 bulan. Maksudnya agar turis semakin tertarik mengunjungi Indonesia.

(16)

1.1 Kesimpulan

Dari paparan materi yang sudah di uraikan dalam bab pembahasan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Orde baru merupakan masa kepemimpinan presiden Suharto yang mana pada masa kepemimpinannya fokus perhatian ditujukan dalam mewujudkan stabilitas politik serta menggenjot pembangunan dalam bidang ekonomi. Salah satu programnya adalah Repelita, yang berhasil membuat langkah lebih maju daripada era kepemimpinan demokrasi terpimpin. Swasembada beras merupakan isu yang marak dibicarakan sebagai wujud kesuksesan Orde baru. Namun dibalik kesuksesan itu terdapat maksud untuk memperoleh legitimasi kekuasaan, simpati rakyat da citra lebih baik daripada era demokrasi

terpimpin.

2. Repelita I bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. Repelita II bertujuan untuk meningkatkan pembangunan dan pemerataan. Kemudian Repelita III lebih ditekankan pada bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. 3. Pembangunan lima tahun (PELITA) dari I hingga III memiliki dampak dari

bidang ekonomi, pertanian, dsb. Pelita I (1969-1974) terjadi peningkatan dalam bidang pertanian, perikanan, industri, dan kesehatan. Repelita II mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31Maret 1979. Target

pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untukmemenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang

mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Repelita III mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979-31 Maret 1984.Repelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang.

(17)

Daftar Rujukan

Hariyono, Kebijakan Ekonomi di Awal Orde Baru Membuka Pintu Lebar-Lebar bagi Modal Asing, Malang: Jurnal Eksekutif Volume 3, Nomer 3, Desember 2006.

Katoppo, A. 2000. Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Sumitro Djojohadikusumo. Jakarta: Sinar Harapan.

Kusmanto, H. 2007. Desa Tertekan Kekuasaan. Medan: BITRA Indonesia.

Moertopo, A. 1981. Strategi Pembangunan Nasional. Jakarta: CSIS.

Poesponegoro & Notosusanto, N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sanusi, M. 2014. Kenangan Inspiratif Orde Lama & Orde Baru. Jogjakarta: Saufa.

Suroso,P.C.1997. Perekonomian Indonesia.Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka.

Tim Redaksi. 2008. Apakah SoehartoPahlawan?. Yogyakarta: Bio Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan kasih Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul

Berdasarkan hasil wawancara dengan Aiptu Yadi Rahayu yang menjabat sebagai Kepala Team III Unit Reskrim Polsek Cicendo Motif pelaku melakukan tindak pidana kejahatan

Dari Gambar 11 menunjukkan bahwa kekuatan bending komposit hibrid polyester yang diperkuat serat buah lontar dan serat kaca mengalami penurunan kekuatan bending seiring dengan

Berdasarkan hasil perhitungan klasifikasi data training dengan model decision tree menggunakan algoritma c4.5 yang dievaluasi dengan confusion matrix menghasikan angka

Apabila seorang salik berdzikir dengan al-sirr-nya, maka semua 'arasy dan isinya akan mengikuti dzikir al-sirr-nya, sehingga menyampaikan dzikir tersebut kepada dzat suci

Proses pewarganegaraan berdasarkan perkawinan campuran semula dilaksanakan secara manual setelah berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.36 Tahun 2016 Tentang Tata

Alamat Kuasa : IPANEMA CONSULTANT JALAN GRIYA PRATAMA III BLOK IV NO.. 14 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA