PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP KECEMASAN
AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA SEKOLAH
YANG DI RAWAT DI RSUD dr.PIRNGADI MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
Novika H Sembiring
101101098
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada
Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Di RSUD Dr, Pirngadi Medan”.
Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah mendorong dan membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun
pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Erniyati, SKp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan sekaligus dosen penguji satu.
3. Nur Asnah Sitohang, Skep Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan
arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan.
4. Lufthiani, S.Kep., M.Kep., CWCCA selaku dosen pembimbing akademik
5. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas
Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa
perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah
kalian berikan dengan keberkahan.
6. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, S. Sembiring dan D. Br. Siregar
yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun material
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya
Medan, Juli 2014
4. Jadwal Tentatif Penelitian 5. Daftar Riwayat Hidup 6. Taksasi dana
7. Uji Validitas 8. Uji Reliabilitas
9. Olahan Komputerisasi Data Demografi
10. Olahan komputerisasi Kuesioner Kecemasan Pre Test
11. Olahan Komputerisasi Kuesioner Kecemasan Post Test
12. Hasil Kuesioner Sebelum di Berikan Perlakuan/Terapi Bermain (Pre Test)
13. Hasil Kuesioner Setelah di Berikan Perlakuan/Terapi Bermain (Post Test)
14. Olahan Komputerisasi Skor Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bermain
15. Uji Hipotesis 16. Surat Ijin Validitas
17. Lembar Persetujuan Validitas
18. Surat Ijin Melakukan Uji Reliabilitas Kuesioner 19. Surat Ijin Pengambilan Data
20. Persetujuan Komisi Etik 21. Permohonan Ijin Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Defenisi Operasional Variabel penelitian ... 34
4.1 Rancangan Penelitian ... 37
5.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Berdasarkan Karakteristik demografi
anak usia sekolah di RSUD dr. Pringadi Medan ... 48
5.2 Distribusi responden berdasarkan kecemasan anak sebelum diberikan terapi
bermain pada anak usia sekolah yang dirawat inap Di RSUD dr. Pirngadi
Medan ... 49
5.3 Distribusi responden berdasarkan kecemasan anak setelah diberikan terapi
bermain pada anak usia sekolah yang di rawat di RSUD dr. Pirngadi
Medan ... 49
5.4 Pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan
April sampai dengan Mei 2014 …………...…….... ... 51
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
3.1. Kerangka penelitian pengaruh terapi bermain terhadap t kecemasan
Judul : Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Di RSUD Dr. Pirngadi Medan”
Nama Mahasiswa : Novika H Sembiring
Nim : 101101098
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.kep)
Tahun : 2014
ABSTRAK
Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di observasi secara langsumg serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan perasaan yang tidak aman seperti lingkungan asing, berpisah dari orangtua, kurang informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian. Salah satu terapi yang digunakan yaitu terapi bermain dengan teknik bercerita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan pada anak usia sekolah yang di rawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan sebanyak 32 anak pada bulan April sampai dengan Mei 2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Teknik analisis data untuk melihat pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan dengan menggunakan uji statistik wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05).Dari hasil analisa diperoleh negative ranks 12,50,
Positive ranks 287,50. Oleh karena jumlah rangking negatif lebih kecil dibandingkan rangking positif maka nilai T yang digunakan adalah rangking negatif (12,50). Berdasarkan hasil uji ini, didapatkan nilai p value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z sebesar -4,491, maka hipotesa alternatif (Ha) diterima. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk memberikan sebaiknya perawat memberikan terapi bermain sebagai bentuk intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga mengurangi kecemasan pada saat proses penyembuhan anak usia sekolah yang dihospitalisasi.
Title : Effect of Play Therapy on Anxiety as a Result of Being Hospitalized on School Age Children Being Treated at the Local General Hospital of Dr Pirngadi Medan Name of Student : Novika H Sembiring
Student Number : 101101098
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Anxiety is individual responses toward uncomfortable conditions experienced by all creatures in their daily life that cannot be observed directly. It is also an emotional condition without specific objects. Children hospitalized will arouse uncomfortable feelings such as having a strange environment, being separated from parents, lack of information, loss of freedom and independence. One of therapies used is play therapy with telling story technique. This research aims to identify the effect of play therapy on anxiety as a result of being treated at the local general hospital of Dr Pirngadi Medan. The research design used is quasi experiment research with pre post test design. The population of the research is school age children (6-12 years old) treated in Local General Hospital of Dr. Pirngadi Medan as many as 32 children in April until May 2014. The sample taken in this research is Total Sampling Technique. Technique of data analysis to look at the effect of play therapy on anxiety by using statistical test of wilcoxon
with a confidence level of 95% (α= 0.05). Analysis of the results obtained Negative Ranks 12.50, Positive Ranks 287.50. Due to the number of negative rank is smaller than the positive value of T then rank used was a negative rank (12.50). Based on the results of this test, the p value obtained value is 0.000 thus p value < α (0000< 0.05) and Z score of-4.491, then alternative hypothesis (Ha) received. Based on the research result, it is suggested to nurses to give a play therapy as a nursing intervention form to the treatment in giving nursing care so it can reduce the anxiety on recovering process to hospitalized school age children.
Keywords: Play Therapy, Anxiety, School Age Children
Judul : Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Di RSUD Dr. Pirngadi Medan”
Nama Mahasiswa : Novika H Sembiring
Nim : 101101098
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.kep)
Tahun : 2014
ABSTRAK
Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di observasi secara langsumg serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan perasaan yang tidak aman seperti lingkungan asing, berpisah dari orangtua, kurang informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian. Salah satu terapi yang digunakan yaitu terapi bermain dengan teknik bercerita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan pada anak usia sekolah yang di rawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan sebanyak 32 anak pada bulan April sampai dengan Mei 2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Teknik analisis data untuk melihat pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan dengan menggunakan uji statistik wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05).Dari hasil analisa diperoleh negative ranks 12,50,
Positive ranks 287,50. Oleh karena jumlah rangking negatif lebih kecil dibandingkan rangking positif maka nilai T yang digunakan adalah rangking negatif (12,50). Berdasarkan hasil uji ini, didapatkan nilai p value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z sebesar -4,491, maka hipotesa alternatif (Ha) diterima. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk memberikan sebaiknya perawat memberikan terapi bermain sebagai bentuk intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga mengurangi kecemasan pada saat proses penyembuhan anak usia sekolah yang dihospitalisasi.
Title : Effect of Play Therapy on Anxiety as a Result of Being Hospitalized on School Age Children Being Treated at the Local General Hospital of Dr Pirngadi Medan Name of Student : Novika H Sembiring
Student Number : 101101098
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Anxiety is individual responses toward uncomfortable conditions experienced by all creatures in their daily life that cannot be observed directly. It is also an emotional condition without specific objects. Children hospitalized will arouse uncomfortable feelings such as having a strange environment, being separated from parents, lack of information, loss of freedom and independence. One of therapies used is play therapy with telling story technique. This research aims to identify the effect of play therapy on anxiety as a result of being treated at the local general hospital of Dr Pirngadi Medan. The research design used is quasi experiment research with pre post test design. The population of the research is school age children (6-12 years old) treated in Local General Hospital of Dr. Pirngadi Medan as many as 32 children in April until May 2014. The sample taken in this research is Total Sampling Technique. Technique of data analysis to look at the effect of play therapy on anxiety by using statistical test of wilcoxon
with a confidence level of 95% (α= 0.05). Analysis of the results obtained Negative Ranks 12.50, Positive Ranks 287.50. Due to the number of negative rank is smaller than the positive value of T then rank used was a negative rank (12.50). Based on the results of this test, the p value obtained value is 0.000 thus p value < α (0000< 0.05) and Z score of-4.491, then alternative hypothesis (Ha) received. Based on the research result, it is suggested to nurses to give a play therapy as a nursing intervention form to the treatment in giving nursing care so it can reduce the anxiety on recovering process to hospitalized school age children.
Keywords: Play Therapy, Anxiety, School Age Children
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Upaya peningkatan kualitas hidup dan perlindungan kesehatan anak telah
dilakukan pemerintah antara lain dengan mengadakan skrining bayi baru lahir,
deteksi dini tumbuh kembang anak, upaya kesehatan sekolah (UKS), penjaringan
kesehatan siswa kelas 1 SD/SMP/SMA/sederajat, pengembangan puskesmas
peduli remaja, dan puskesmas mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap anak.
Upaya-upaya tersebut akan terus ditingkatkan oleh pemerintah sebagai bentuk
kepedulian terhadap kesehatan anak di Indonesia (Direktorat Anak, 2012).
Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum
mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung
jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang
mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses
perkembangannya (Wong, 2008).
Pada anak usia sekolah secara umum aktivitas fisik semakin tinggi sehingga
anak sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit maka
orang tua akan segera membawanya ke pelayanan kesehatan, dan seringkali anak
harus dirawat inap untuk proses penyembuhannya (Wong, 2008).
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih,
sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan
tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu
yang dirasakannya menyakitkan (Wong, 2008).
Anak yang tidak terbiasa dengan kondisi di rumah sakit akan banyak
mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan tersebut. Anak yang dirawat di
rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti
perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya dan tenaga
kesehatan yang menanganinya, pergaulan dengan anak-anak yang sakit serta
pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan (Wong, 2008).
Rawat inap atau hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Lingkungan rumah
sakit dapat menimbulkan trauma bagi anak seperti lingkungan fisik rumah sakit,
tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih yang dikenakan oleh
perawat. Dengan adanya stressor tersebut, anak dapat mengalami distress seperti
gangguan tidur, pembatasan aktivitas, distress psikologis mencakup marah, takut,
sedih, dan rasa bersalah (Wong, 2008).
Kecemasan adalah salah satu masalah yang sering muncul pada anak yang
dirawat inap di rumah sakit. Hal ini dikarenakan anak merasa asing dengan
lingkungan di rumah sakit yang berbeda jauh dengan lingkungan rumah, berpisah
dengan keluarga dan merasakan nyeri karena penyakitnya sehingga berdampak
Berdasarkan hasil penelitian Eqlima (2011), tentang tingkat kecemasan pada
anak prasekolah sebelum treatment menunjukkan umumnya anak prasekolah berada pada tingkat kecemasan sedang yaitu 12 orang (92,3%) dan sesudah
treatment sebagian besar anak prasekolah sebanyak 10 orang (76,9%) berada pada rentang kecemasan ringan. Tidak dijumpai pada anak prasekolah dengan tingkat
kecemasan panik baik pada pre treatment maupun post treatment.
Anak memerlukan media untuk dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan
mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media
yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan. Permainan yang teraupetik
yang didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas
yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan untuk
menggali, mengekspresikan perasaan dan pikiran dan mengalihkan rasa nyeri dan
juga relaksasi. Dengan demikian, kegiatan bermain harus menjadi bagian integral
dari pelayanan kesehatan anak dirumah sakit (Supartini, 2004).
Bermain merupakan metode bagaimana anak mengenal dunia. Anak
memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik dan mental.
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi,
mental, intelektual, kreativitas dan sosial. Anak yang mendapat kesempatan cukup
untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah berteman, kreatif dan
cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang mendapat
kesempatan bermain. Anak tidak memisahkan antara bermain dan bekerja. Bagi
anak bermain merupakan seluruh aktifitas termasuk bekerja, kesenangannya, dan
emosinya, perasaan dan pikirannya. Dengan bermain anak akan menemukan
kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas
dalam bermain (Wong, 2008).
Terapi bermain dengan teknik bercerita adalah salah satu terapi bermain yang
merupakan aktivitas yang sangat sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak.
Kebanyakan anak kecil lebih menyukai cerita tentang orang dan hewan yang
dikenalnya. Mereka menyukai karakter ini karena kualitas pribadi atau humornya.
Karena mereka mampu mengidentifikasi diri dengan hewan, mereka memperoleh
kegembiraan yang besar dari mendengar hal-hal yang dilakukan karakter itu
(Hurlock, 2004).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eqlima(2011), yang bertujuan
melihat Pengaruh terapi dengan teknik bercerita terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada anak usia prasekolah diruang perawatan anak di RSUP H Adam
Malik Medan, diperoleh bahwa ada pengaruh yang signifikan pada pemberian
terapi bermain dengan teknik bercerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi
pada anak pra sekolah.
Aktivitas bermain dapat dijadikan salah satu terapi alternatif untuk
mempengaruhi kecemasan yang dialami anak. Apabila kecemasan anak dapat
diturunkan bahkan dihilangkan akan dapat memperlancar pemberian perawatan
dan pengobatan. Hal ini akan mempercepat proses penyembuhan penyakit anak
dan dapat mencegah pengalaman yang traumatik bila suatu saat anak mendapat
perawatan lagi dirumah sakit. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa
dengan judul pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan akibat hospitalisasi
pada anak usia sekolah yang di rawat di RSUD dr.Pirngadi Medan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan
akibat hospitalisasi pada anak usia sekolah di ruang perawatan anak di RSUD
dr.Pirngadi Medan.
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan
akibat hospitalisasi pada anak usia sekolah di ruang perawatan anak RSUD
dr.Pirngadi Medan.
3.2 Tujuan khusus
3.2.1 Untuk mengidentifikasi karakteristik demografi responden anak
usia sekolah yang di hospitalisasi
3.2.2 Untuk mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang di
hospitalisasi sebelum diberikan terapi bermain bermain.
3.2.3 Untuk mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang di
3.2.4 Untuk menganalisis pengaruh terapi bermain terhadap
kecemasan sebelum dan sesudah diberi terapi bermain akibat
hospitalisasi pada usia sekolah.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat terhadap berbagai aspek, yaitu :
4.1 Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bekal bagi perawat yang bekerja
dilingkungan rumah sakit dalam memberikan alternatif terapi terhadap
kecemasan selama hospitalisasi pada anak usia sekolah dan memberikan
pengetahuan bahwa terapi bermain perlu dilaksanakan untuk mendukung
proses pengobatan dan penyembuhan penyakit.
4.2 Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi masukan bagi
pendidikan keperawatan anak dan menjadi tambahan informasi yang
bermutu bagi para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan
keperawatan anak, khususnya dalam penanganan kecemasan anak akibat
hospitalisasi.
4.3 Bagi peneliti keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan yang
berguna bagi pengembangan penelitian keperawatan berikutnya dan
menambah literatur terutama yang berhubungan dengan lingkup yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Konsep Bermain
1.1Defenisi bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan, dan berperilaku dewasa
(Hidayat, 2005).
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Bermain merupakan
media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan
berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2008).
1.2Tujuan bermain
Menurut Wong (2008), tujuan bermain bagi anak usia sekolah yaitu:
1.2.1 Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
1.2.2 Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi, serta
1.2.3 Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan
masalah. Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan
fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam
pikirannya.
1.2.4 Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan
dirawat di rumah sakit.
1.3Fungsi bermain
Menurut Wong (2008) Fungsi bermain bagi anak usia sekolah yaitu:
1.3.1 Perkembangan sensorik-motorik
Dalam hal ini permainan akan membantu perkembangan gerak
halus dan pergerakan kasar anak dengan cara memainkan suatu
obyek yang sekiranya anak merasa senang. Misalnya: orang tua
memainkan pensil didepan anak, pada tahap awal anak akan
melirik benda yang ada didepannya, kalau dia tertarik dia akan
berespon dan berusaha untuk meraih atau mengambil pensil dari
genggaman orangtuanya.
1.3.2 Perkembangan intelektual
Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar mengenali
warna, bentuk, ukuran, tekstur dan fungsi objek-objek. Mereka
mempelajari fungsi angka-angka dan cara menggunakannya;
mereka belajar menghubungkan kata dengan benda; dan mereka
hubungan spesial tentang naik, turun, bawah dan atas. Kesediaan
materi permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua
variabel terpenting yang terkait dengan perkembangan kognitif.
1.3.3 Kreatifitas
Mengembangkan kreatifitas anak dalam bermain sendiri atau
secara bersama. Berikan anak balok yang banyak dan biarkan dia
menyusun balok - balok itu untuk dibuat bentuk apa saja sesuai
dengan keinginan anak, kemudian tanyakan pada anak benda apa
yang telah ia buat itu.
1.3.4 Perkembangan sosial
Belajar berinteraksi dengan orang lain, mempelajari peran dalam
kelompok. kumpulkan 3-5 anak yang usianya sebaya, kemudian
biarkan anak untuk membentuk kelompok sendiri dan menjalani
perannya sendiri-sendiri, orang tua memantau dari kejauhan.
1.3.5 Kesadaran diri (Self awareness)
Dengan bermain anak sadar akan kemampuannya sendiri,
kelemahannya dan tingkah laku terhadap orangf lain. Jika anak tadi
berperan sebagai seorang pemimpin dan dia merasa tidak mampu
memimpin, maka dengan senang hati dia akan memberikan peran
1.3.6 Perkembangan moral
Dapat diperoleh dari orang tua, orang lain yang ada disekitar anak.
Untuk itu tugas orangtua untuk mengajari anak agar mempunyai
moral yang baik.
1.3.7 Komunikasi
Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang
masih belum dapat menyatakan perasaannya secara verbal.
Misalnya: anak menggambar dua anak kecil perempuan (mungkin
dia ingin punya adik perempuan), anak melempar sendok/garpu
saat makan (mungkin dia tidak suka sama lauk pauknya).
1.4Klasifikasi permainan
Dari sudut pandang pengembangan, pola permainan anak dapat
dikategorikan menurut isi dan karakter sosial. Keduanya memiliki efek aditif;
masing-masing terbentuk di atas pencapaian masa lalu, dan beberapa elemen
dari masing-masing dipertahankan selama kehidupan (Wong,2008). Isi
permainan:
1.4.1 Bermain afektif sosial
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan sedang dalam
berhubungan dengan orang lain. Hal ini dapat dilakukan seperti
orang tua memeluk anaknya sambil berbicara, bersenandung
kemudian anak memberikan respon seperti tersenyum,tertawa.
anak hanya berespons terhadap stimulasi sehingga akan
memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak.
1.4.2 Bermain bersenang-senang
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui
objek yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira
tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah
tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat
sifat dari bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak
tanpa memperdulikan aspek kehadiran orang lain, seperti bermain
boneka-bonekaan dan lain-lain.
1.4.3 Bermain keterampilan
Bermain ini dengan menggunakan objek yang dapat melatih
kemampuan keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk
berkreatifitas dan terampil dalam segala hal. Sifat permainan ini
adalah bersifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba
kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam
bongkar pasang gambar, disini anak selalu dipicu untuk selalu
terampil dalam meletakkan gambar yang telah dibongkar,
kemudian bermain latihan memakai baju dan lain-lain.
1.4.4 Bermain dramatik
Bermain ini dapat dilakukan anak dengan mencoba berperan
sebagai seorang dewasa, seorang ibu dan guru dalam kehidupan
dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatik ini dapat
dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan
mengenal kehidupan sosial.
1.4.5 Bermain menyelidiki
Jenis permainan ini dengan memberikan sentuhan pada anak untuk
berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat
permainan seperti mrngocok untuk mengetahui isinya dan
permainan ini bersifat aktif pada anak dan dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kecerdasan pada anak.
1.4.6 Bermain konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk menyusun objek permainan agar
menjadi sebuah konstruksi yang benar seperti permainan
menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah aktif dimana anak
selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permainan
dan akan dapat membangun kecerdasan pada anak.
1.4.7 Bermain onlooker
Jenis bermain ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh
anak lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk
bermain. Sifat dari bermain ini adalah pasif akan tetapi anak akan
1.5Karakteristik sosial permainan
Menurut Wong (2008), karakteristik sosial permainan terdiri dari:
1.5.1 Bermain soliter atau mandiri
Merupakan bermain yang dilakukan secara sendiri hanya terpusat
pada permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Sifatnya adalah aktif akan tetapi bentuk stimulasi kurang, karena
dilakukan sendiri dalam perkembangan mental pada anak,
kemudian dapat membantu untuk menciptakan kemandirian pada
anak.
1.5.2 Bermain pararel
Bermain secara sendiri tetapi ditengah-tengah anak lain yang
sedang bermain akan tetapi tidak ikut dengan kegiatan orang lain.
Sifat dalam bermain ini adalah anak aktif secara sendiri tetapi
masih dalam satu kelompok, dengan harapan kemampuan anak
dalam menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut
terlatih dengan baik.
1.5.3 Bermain asosiatif
Merupakan bermain secara bersama dengan tidak mengikat sebuah
aturan yang ada, semuanya bermain tanpa memperdulikan teman
yang lain dalam sebuah aturan. Bermain ini akan menumbuhkan
kreativitas anak karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi
1.5.4 Bermain kooperatif
Merupakan bermain secara bersama dengan adanya aturan yang
jelas sehingga adanya perasaan dalam kebersaman sehingga
terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat dari bermain ini
adalah aktif, anak akan selalu menumbuhkan kreativitasnya dan
melatih anak pada peraturan kelompok sehingga anak dituntut
selalu mengikuti peraturan.
1.6Alat permainan edukatif
Alat permainan edukatif merupakan alat permainan yang dapat
memberikan fungsi permainan secara optimal dalam perkembangan anak.
Dimana melalui alat permainan ini anak selalu dapat mengembangkan
kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan kognitifnya, dan adaptasi sosialnya.
Dalam mencapai fungsi perkembangan secara optimal, maka alat permainan
ini harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak, modelnya jelas, menarik
sederhana, dan tidak mudah rusak. Contoh jenis permainan yang dapat
mengembangkan secara edukatif seperti: permainan sepeda roda tiga, mainan
yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam
pertumbuhan fisik atau motorik kasar, kemudian pensil, bola, balok, lilin.
Jenis alat ini dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan motorik
halus. Alat permainan buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil
warna, radio dan, lain-lain, ini dapat digunakan untuk mengembangkan
1.7Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain
Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak
(Supartini,2004):
1.7.1 Tahap perkembanagan anak
Aktivitas bermain yang dapat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan
tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Permainan anak
usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak usia sekolah. Oleh karena itu orang tua maupun perawat harus
mengetahui dan memberikan jenis permainan yang sesuai dengan
tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
1.7.2 Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi. Pada saat
kondisi anak sedang menurun atau atau anak terkena sakit bahkan
dirawat dirumah sakit, orang tua harus jeli memilihkan permainan
yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada
anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
1.7.3 Jenis kelamin anak
Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis
kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat
digunakan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
1.7.4 Lingkungan yang mendukung
Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan
anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan,
mondar-mandir, berlari, melompat, dan bermain dengan teman
sekelompoknya.
1.7.5 Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk
anak. Pilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.
Alat permainan yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan
mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan
koordinasi alat gerak. Permaian membantu anak untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta
interaksi sosial dengan orang lain.
1.8Permainan untuk anak usia sekolah
Ditinjau dari kelompok usia anak, jenis permainan dapat dibagi menjadi
permainan untuk bayi, todller, prasekolah, sekolah, dan anak usia remaja
(Supartini, 2004).
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Sering sekali pergaulan
dengan teman menjadi tempat belajar mengenai norma baik atau buruk.
Permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk
mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja
sama dengan sesamanya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah
adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat,
bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang
ditunjukkannya.
Karakteristik permainan anak usia sekolah dibedakan menurut jenis
kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik
yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai
seorang laki-laki. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang
dapat menstimulasi untuk mengembangkan perasaan, pemikiran, dan
sikapnya menjalankan peran sebagai seorang perempuan.
1.9Prinsip permainan di rumah sakit
Prinsip permainan di rumah sakit ada 5 yaitu: 1) Permainan tidak boleh
bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Misalnya
sambil tiduran ditempat tidurnya anak dapat dibacakan buku cerita atau
diberikan buku komik anak-anak; 2) Permainan tidak membutuhkan banyak
energi, singkat dan sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan
anak, misalnya menggambar atau mewarnai; 3) Permainan yang harus
mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk
anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari; 4) Permainan
harus melibatkan kelompok umur yang sama; 5) Melibatkan orang tua
upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat.
Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator, orangtua harus terlibat secara aktif
dan mendampingi anak mulai dari awal sampai mengevaluasi hasil permainan.
1.10Teknik bercerita
Menurut Yaakub (2009), bercerita adalah menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara
lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang
lain. Menurut Bimo (2009), bercerita adalah upaya untuk mengembangkan
potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian
menuturkannya kembali dengan tujuan melatih ketrampilan anak dalam
bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Bercerita dapat
meningkatkan kemampuan berpikir terhadap pelajaran, boleh merangsang
anak-anak melahirkan idea atau pendapat serta menjadikan pembelajaran
sebagai suatu pengalaman yang berguna dan bercerita juga dapat dijadikan
sebagai terapi.
Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat
imajinasinya menari-nari. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik berbeda pada
setiap tingkat usia, misalnya; usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan
horor, seperti: si wortel, tomat yang hebat, anak ayam yang manja, kambing
gunung dan kambing gibas, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek
sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya. Pada usia 4-8
kisah tentang kecerdikan, seperti: perjalanan ke planet biru, robot pintar, anak
yang rakus dan sebagainya (Yaakub, 2009).
Menurut Yaakub (2009), ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita
untuk membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan
kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal anak,
merangsang minat menulis anak, merangsang minat baca anak, membuka
cakrawala pengetahuan anak sedangkan menurut Ranakusumah (2009),
manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak,
sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi
merupakan hal baru baginya. Manfaat bercerita dengan kata lain adalah
menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas
wawasan dan cara berfikir anak.
2. Konsep Kecemasan
2.1 Defenisi kecemasan
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak
dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa
objek yang spesifik (Suliswati, 2005).
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang menggoncangkan karena
adanya ancaman terhadap kesehatan (Sundari, 2005). Kecemasan juga dapat
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan dari
susunan saraf autonomik (SSA) (Kaplan & Suddock, 1998).
2.2Tanda-tanda kecemasan
Menurut Suliswati (2005), setiap individu berbeda dalam menghadapi
suatu stimulus. Kecemasan memiliki satu gejala utama, yaitu takut atau timbul
perasaan khawatir dalam situasi dimana kebanyakan orang tidak merasa
terancam. Selain gejala yang utama, tanda umum lainnya dari gejala perasaana
gelisah adalah perasaan takut, terganggu berkosentrasi, merasa tegang dan
gelisah, antisipasi yang terburuk, cepat marah, resah, merasakan adanya
tanda-tanda bahaya. Kecemasan tidak hanya menyerang perasaan, namun juga
berdampak terhadap kondisi fisik. Gejala fisik secara umum dari kecemasan
adalah jantung berdebar, berkeringat, mual dan pusing, peningkatan frekuensi
BAB atau diare, sesak nafas, tremors, ketegangan otot, sakit kepala, kelelahan.
3. Konsep Anak Usia Sekolah
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain /
toodler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga
remaja (11-18 tahun). Namun, topik yang ingin di bahas tentang anak usia sekolah
3.1 Defenisi anak usia sekolah
Periode usia pertengahan ini sering kali disebut usia sekolah atau masa
sekolah dengan rentang usia 6-12 tahun. Periode ini dimulai dengan masuknya
anak kelingkungan sekolah, yang memiliki dampak signifikan dalam
perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Anak mulai bergabung
dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-kanak dan
menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya. Pada tahap ini terjadi
perkembangan fisik, mental, dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada
perkembangan kompetensi keterampilan (Wong, 2008).
3.2 Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah
Secara fisiologis, masa kanak-kanak pertengahan dimulai dengan
tanggalnya gigi susu pertama dan diakhiri dengan masa pubertas dengan
memperoleh gigi permanen terakhir (kecuali gigi geraham terakhir).
Pertumbuhan yang cepat dimas kanak-kanak awal dan ledakan pertumbuhan
di masa prapubertas, adalah saat pertumbuhan dan perkembangan terjadi
secara bertahap dengan peningkatan yang lebih besar pada aspek fisik dan
emosional (Wong, 2008 ).
Kemampuan anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu
bekerja sama dengan teman sepermainannya. Sering sekali pergaulan dengan
teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Permainan
pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan
mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja
sama dengan sesamanya.
Manfaat bermain pada anak usia sekolah adalah mengembangkan
kemampuan untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima
kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya. Karakteristik
permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya.
Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan
menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang
laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan
permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan,
pemikiran, dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang
perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka. Selain perkembangan
secara fisik perlu juga diperhatikan perkembangan anak secara biologis,
kognitif, moral, dan psikologis (Wong, 2008).
3.2.1 Perkembangan biologis
Pertumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat tetapi
pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Usia 6-12 tahun,
anak-anak akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm pertahun,
bertambah 2 sampai 3 kg per tahun. Menjelang akhir usia sekolah,
ukuran tubuh anak laki-laki dan perempuan mulai meningkat,
walaupun sebagian besar tinggi dan berat badan anak perempuan
mulai melebihi anak laki-laki, menyebabkan ketidaknyamanan
3.2.2 Perkembangan kognitif (J. Piaget)
Anak memasuki masa sekolah, mereka mulai memperoleh
kemampuan untuk menghubungkan serangkaian kejadian untuk
menggambarkan mental anak yang dapat di ungkapkan secara
verbal ataupun simbolik. Tahap ini di istilahkan sebagai
operasional konkret oleh Piaget, ketika anak mampu menggunakan
proses berfikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan (Wong,
2008).
3.2.3 Perkembangan moral (KOHLBERG)
Pada saat pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola
pikir yang lebih logis, mereka juga bergerak melalui tahap
perkembangan kesadaran diri dan standar moral. Anak usia sekolah
mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan
akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi
bersifat mutlak dan otoriter serta mulai berisi lebih banyak
kebutuhan dan keinginan orang lain (Wong, 2008).
3.2.4 Perkembangan psikososial
Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan
psikoseksual yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase Oedipus pada masa kanak-kanak
awal dan erotisisme masa remaja. Selama waktu ini, anak-anak
membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah
ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas (Wong.
2008).
3.2.5 Perkembangan spiritual
Anak-anak pada usia ini berfikir dalam batasan yang sangat
konkret tetapi merupakan pelajar yang sangat baik dan memiliki
kemauan besar untuk mempelajari Tuhan. Mereka menggambarkan
Tuhan sebagai manusia dan menggunakan sifat seperti “sayang”
dan “membantu” untuk menggambarkan Tuhannya. Mereka sangat
tertarik dengan konsep neraka dan surga, dan dengan
perkembangan kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan,
anak takut akan masuk neraka karena kesalahan dalam berperilaku.
Anak-anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum jika
berperilaku yang salah dan, jika diberikan pilihan, anak cenderung
memilih hukuman yang “sesuai dengan kejahatannya”. Seringkali
anak menggam-barkan penyakit atau cedera sebagai hukuman
karena kelakuan buruk yang nyata maupun kelakuan buruk dalam
imajinasi anak. Kepercayaan dn harapan keluarga serta tokoh
agama lebih berpengaruh dalam hal keyakinan dibandingkan
dengan teman sebaya (Wong. 2008).
3.2.6 Perkembangan sosial
Salah satu agens sosialisasi terpenting dalam kehidupan anak usia
sekolah adalah kelompok teman sebaya. Selain orang tua dan
penting kepada anggotanya. Anak-anak memiliki budaya mereka
sendiri, disertai rahasia, adat istiadat dan kode etik yang
meningkatkan rasa solidaritas kelompok dan melepaskan diri dari
orang dewasa. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak
belajar bagaimana menghadapi dominansi dan permusuhan,
berhubungan dengan pemimpin dan pemegang kekuasaan, serta
menggali ide-ide dan lingkungan fisik (Wong. 2008).
4. Konsep Hospitalisasi
4.1Defenisi hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan proses karena alasan yang berencana,
darurat,mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses, anak dan
orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukkan dengan pengalamanyang sangat traumatik dan penuh
stres. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah,
sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2003).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal dirumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
4.2 Stresor hospitalisasi
Stresor yang dialami anak pada saat mengalami hospitalisasi adalah cemas
akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh atau nyeri.
4.2.1 Cemas akibat perpisahan
Anak-anak mengatakan tentang ketakutan mereka pada saat
dirawat dirumah sakit, anak-anak tersebut menunjukkan bahwa
jauh dari keluarga memiliki peringkat yang lebih tinggi dari pada
ketakutan lainnya yang muncul akibat hospitalisasi (Hart &
bossert,1994, Wilson & Yorker,1997 dalam Wong,2008).
Anak-anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik dan mental
yang tinggi yang kerap kali menemukan ketidaksesuaian
dengan lingkungan rumah sakit dan bahkan meskipun ketika
mereka tidak menyukai sekolah, mereka mengakui kehilangan
rutinitasnya dan merasa khawatir mereka tidak mampu
menyesuaikan diri dengan teman sekelas mereka pada saat
mereka kembali masuk sekolah. Kesepian, bosan, isolasi, dan
depresi umum terjadi. Anak usia sekolah membutuhkan dan
menginginkan dukungan orang tua (Wong, 2008).
4.2.2 Kehilangan kendali
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit menjadi rentan
terhadap kejadian-kejadian yang dapat mengurangi rasa kendali
dan kekuatan mereka. Banyak rutinitas rumah sakit yang
sekolah, aktivitas ketergantungan seperti tirah baring yang
dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu,
kurangnya privasi, bantuan mandi di tempat tidur, atau berpindah
dengan kursi roda atau brankar dapat menjadi ancaman langsung
bagi rasa aman mereka. Prosedur tersebut tidak memungkinkan
kebebasan memilih bagi anak-anak yang ingin bertindak dewasa.
Akan tetapi, jika anak-anak tersebut diizinkan memegang kendali,
tanpa memperhatikan keterbatasannya maka biasanya mereka akan
berespons dengan sangat baik terhadap prosedur apapun. Selain
lingkungan rumah sakit, penyakit juga dapat menyebabkan
perasaan kehilangan kendali. Salah satu masalah yang paling
signifikan dari anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat pada
kebosanan (Wong,2008).
4.2.3 Cedera tubuh atau nyeri
Ketakutan mendasar terhadap sifat fisik dari penyakit muncul pada
saat ini. Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri
jika dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti,
atau kemungkinan kematian. Anak perempuan cenderung
mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih kuat
dibandingkan dengan anak laki-laki, dan hospitalisasi sebelumnya
tidak berdampak pada frekuensi atau intensitas kecemasn karena
kemampuan kognitif mereka sedang berkembang, anak usia
berbeda. Pentingnya anggota tubuh tertentu, bahaya pengobatan,
dan makna kematian (Wong,2008). Kekhawatiran utama anak usia
sekolah pada saat hospitalisasi adalah ketakutan mereka akan
perkataan bahwa ada sesuatu yang salah dalam tubuh mereka (Hart
dan Bossert,1994 dalam, Wong,2008).
4.3 Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Reaksi anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem
pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Reaksi
anak yang terjadi karen sakit, kecemasan karena perpisahan, kehilangan atau
luka tubuh dan rasa nyeri. Masa sekolah (6-12 tahun), kehilangan kontrol
berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok
sosialnya, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap
luka atau nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik verbal maupun
nonverbal karena anak sudah mampu untuk mengkomunikasikannya
(Deslidel, Hasan, Hevrialni, Sartika, 2011).
4.4 Dampak hospitalisasi pada anak
Anak akan merasa cemas, takut, sedih, dan perasaan tidak nyaman saat
dirawat (Supartini, 2004). Anak yang cemas akan mengalami kelelahan karena
sehingga memperlambat proses penyembuhan, menurunnya semangat untuk
sembuh dan tidak kooperatif terhadap perawatan (Sari & Sulisno, 2012).
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya.
Anak menjadi jauh dari temannya membuat anak merasa sendiri. Anak akan
merasakan kecemasan akibat perpisahan yang terjadi.
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran keluarga,
ketidakmampuan fisik, dan takut akan kematian (Wong, 2008). Anak merasa
terlantar, cedera permanen, kehilangan penerimaan teman, kurangnya
produktivitas, dan ketidakmampuan menghadapi stres (Wong, 2008).
Anak usia sekolah juga akan bereaksi terhadap cedera tubuh atau nyeri.
Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri.
Reaksi diekspresikan secara verbal maupun nonverbal. Reaksi verbal pada
anak saat nyeri dengan mengkomunikasikan letak, intensitas, dan deskripsi
terhadap nyeri. Pada anak usia sekolah, ekspresi secara nonverbal saat nyeri
dengan memegang sesuatu dengan erat, mengepalkan tangan, mengatupkan
gigi, menendang dan mencoba melarikan diri (Sari & Sulisno, 2012).
4.5 Manfaat hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi dapat dan biasanya menimbulkan stress bagi
anak-anak, tetapi hospitalisasi juga dapat bermanfaat. Manfaat yang paling
nyata adalah pulih dari sakit, hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan
kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit dapat memberikan
pengalaman sosialisasi yang baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan
interpersonal mereka (Wong, 2008).
Menurut Deslidel (2011), manfaat hospitalisasi pada anak yaitu
membantu orang tua dan anak dengan cara memberikan kesempatan pada
orang tua untuk mempelajari tumbuh kembang anak, dapat dijadikan sebagai
media belajar bagi orang tua, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan bagi anak untuk
mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah hubungan yang berkaitan antara satu konsep
dengan konsep lainnya dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Kerangka
konsep ini berguna untuk menghubungkan dan menjelaskan secara panjang
lebar tentang suatu topik yang dibahas (Hidayat, 2011).
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan bahwa variabel
dependen dipengaruhi oleh variabel independen. Terapi bermain (variabel
independen) mempengaruhi kecemasan (variabel dependen) pada anak usia
sekolah yang dirawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian
: Tidak diteliti
: Diteliti
: Hubungan
Skema 3.1. Kerangka penelitian pengaruh terapi bermain terhadap
kecemasan pada anak usia sekolah yang dirawat inap di
RSUD dr. Pirngadi Medan.
2. Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi perasional variabel penelitian
N o
Variabel Penelitian
Defenisi
Operasional Alat Ukur Hasil ukur
Skala
tahun yang dirawat di
memberikan pesan
moral yang diputar
dari kaset. hari
pertama berjudul Si
Timun Emas dengan
durasi 25 menit dan
hari kedua Kancil
yang disebabkan oleh
3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada
pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan akibat rawat inap pada anak
usia sekolah yang dirawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Penelitian ini menggunakan satu kelompok subjek dimana kelompok tersebut diobservasi sebelum dilakukan intervensi
kemudian diobservasi lagi sesudah intervensi. Rancangan ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian
Pre Test Perlakuan Post Test
01 X 02
Sumber: Notoatmodjo, 2010
Keterangan :
01 = Pengukuran kecemasan anak akibat rawat inap sebelum diberikan
intervensi terapi bermain
02 = Pengukuran kecemasan anak akibat rawat inap setelah diberikan
intervensi terapi bermain
X = Intervensi terapi bermain pada anak yang dirawat inap yaitu dengan
2. Populasi dan Sampel
2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 6-12 tahun
yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan sebanyak 32 orang anak
pada bulan Maret 2014 (Diperoleh dari buku rawatan ruang rawat inap
Melati dan Mawar,2014).
2.2Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari jumlah
populasi, dimana jumlah populasi dalam penelitian ini ≤ 100. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total sampling
dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 orang.
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah anak usia 6-12 tahun yang
dirawat dirumah sakit, mempunyai kemampuan untuk mengikuti terapi
bermain, dapat diajak berkomunikasi, lama perawatan minimal tiga
hari, orang tua klien bersedia anaknya menjadi sampel dalam
penelitian dan anak bersedia terlibat dalam penelitian.
Kriteria ekslusi dari penelitian ini adalah anak yang tidak
kooperatif, anak yang mengalami gangguan pendengaran dan anak
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai 15 April sampai dengan 15 Mei
2014 di ruang rawat inap Melati dan Mawar RSUD dr. Pirngadi Medan.
Jumlah responden yang diperoleh peneliti yang dirawat di ruang rawat
inap Melati perminggu rata-rata yang didapat 6 orang anak dan di ruang
rawat inap Mawar rata-rata perminggu 2 orang. Alasan peneliti memilih
RSUD Dr. Pirngadi Medan karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan
wilayah Sumatera Utara yang merupakan rumah sakit pendidikan dan
penelitian, lokasi rumah sakit yang strategis, dan pengurusan surat izin
penelitian yang mudah sehingga dapat memudahkan peneliti mengambil
sampel sesuai dengan kriteria sampel yang sudah peneliti tentukan
4. Pertimbangan Etik
Etika dalam dalam penelitian ini setelah sidang proposal selesai
peneliti mengajukan permohonan etika penelitian dari komite etika
setempat yaitu dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Peneliti kemudian mengajukan izin penelitian kepada
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah surat izin
diberikan, peneliti mengajukan permohonan penelitian ke Direktur RSUD
Dr. Pirngadi Medan, kemudian kepala instalasi rawat inap dan kepala
ruangan rawat inap. Sesudah diterima oleh pihak rumah sakit, peneliti
responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian. Calon
responden yang bersedia menjadi responden dalam penelitian maka harus
mengisi lembar persetujuan (informed concent). Selama proses penelitian peneliti tidak menemukan calon responden yamg tidak bersedia menjadi
responden dalam penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan responden,
peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi mencantumkan inisial
atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner pengumpulan
data. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.
5. Instrumen Penelitian
Kuesioner penelitian terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data
demografi, kuesioner kecemasan yang disusun berdasarkan tanda dan
gejala kecemasan dari literatur buku ajar keperawatan pediatrik dan
berkonsultasi kepada dosen pembimbing.
5.1Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi disusun oleh peneliti yang terdiri dari
usia, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pengalaman dirawat, dan
lama dirawat. Data demografi responden digunakan untuk
menggambarkan karakteristik responden yang diisi langsung oleh
5.2Kuesioner Kecemasan
Kuesioner ini terdiri dari 15 item pertanyaan. Jenis pertanyaan
dikotomi dengan pilihan jawaban ya atau tidak. Skala pengukuran data
yang digunakan adalah skala Guttman. Penilaian kuesioner yaitu jika responden menjawab ya maka skor yang diberikan 1 dan jika jawaban
tidak skor yang diberikan 0. Perhitungan data hasil pengukuran
dikategorikan berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana(1992).
Panjang kelas =
= 7,50
= 8
Dengan demikian maka kecemasan anak usia sekolah
dikategorikan sebagai berikut:
Tidak ada cemas = 0 - 7
Ada cemas = 8 – 15
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
6.1Uji Validitas.
Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila
mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data
dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk mengetahui validitas
kuesioner kecemasan pada anak usia sekolah akibat rawat inap,
Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Farida L. Siregar, S,Kep Ns,
M.Kep dengan content validity index (CVI) adalah 0,916 sehingga dapat disimpulkan bawa kuesioner dalam penelitian ini sudah valid.
6.2Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Hal ini
berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten
bila dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Uji reabilitas untuk kuesioner pengaruh terapi bermain terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia sekolah dilakukan
dengan program komputerisasi.
Uji reliabilitas telah dilakukan pada 10 orang anak usia sekolah
(6-12 tahun) di ruangan rawat inap RSUD Tarutung Tapanuli Utara,
dimana bukan sampel yang diteliti. Uji reliabilitas telah dilakukan pada
tanggal 20 Februari 2014 sampai dengan 1 Maret 2014. Uji reliabilitas
yang digunakan adalah dengan metode kuder Richardson-20 (KR-20)
di mana koefisiennya harus > 0,7 agar dianggap reliabel maka
kuesioner ini layak digunakan (Polit & Hungler 2004). Hasil uji
reabilitas diperoleh 0,8442 sehingga dapat disimpulkan bahwa
kuesioner dalam penelitian ini sudah reliabel. Dengan rumus sebagai
berikut (Arikunto, 2010):
K = banyaknya butir pertanyaan
S2 = standar deviasai dari tes
p = proporsi subjek yang menjawab betul pada
sesuatu butir
p
Q
Diharapkan hasil koefisien lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 2004).
7. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di ruangan rawat inap Melati dan Mawar
RSUD Dr. Pirngadi Medan selama bulan April 2014 sampai dengan mei
2014. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
langkah-langkah yaitu mengajukan permohonan izin kepada bagian
pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian mengajukan
permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Direktur RSUD Dr.
Pirngadi Medan, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan. Sesudah
izin penelitian diberikan, peneliti mendata anak yang dirawat inap yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk dijadikan responden.
Kemudian peneliti menjelaskan kepada keluarga dan calon responden
tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian yang dilakukan
serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses
pengumpulan data.
dengan orang tua responden. Orang tua responden memberikan tanda
tangannya pada lembar persetujuannya tersebut. Kemudian peneliti
melakukan wawancara selama 20 menit untuk mendapatkan informasi
tentang karakteristik responden dan kuesioner kecemasan untuk
mengetahui apakah anak mengalami kecemasan akibat rawat inap sebelum
diberikan intervensi terapi bermain (Pre test pada hari pertama), kuesioner
diisi langsung oleh peneliti. Setelah peneliti selesai mengisi lembar
kuesioner maka selanjutnya peneliti memberikan intervensi terapi bermain
dengan tehnik bercerita. Peneliti memberikan terapi bermain pada
responden yang dilakukan 2 kali selama 2 hari dan hari ketika diberikan
post test. Peneliti mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk
melakukan terapi bermain seperti, laptop, loudspeaker dan kaset yang
berisi cerita. Kemudian peneliti memutar kaset yang isinya cerita kisah si Timun Emas. Setelah cerita selesai, peneliti meminta kembali responden menyebutkan tokoh dalam cerita dan pesan-pesan yang terkandung dalam
cerita. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menyampaikan
perasaannya setelah mengikuti terapi bermain dengan tehnik bercerita.
Permainan dilakukan secara individu dalam ruangan dan terapi dilakukan
selama 25 menit.
Pada hari ke dua diberikan lagi terapi bermain dengan cerita yang
berbeda yaitu Kancil yang cerdik dengan durasi 20 menit. Setelah cerita selesai, peneliti meminta kembali responden menyebutkan tokoh dalam
menanyakan bagaimana perasaannya setelah mengikuti terapi bermain
dengan tehnik bercerita.
Pada hari ke tiga peneliti melakukan post test dengan mewawancarai
responden untuk mengetahui respon anak setelah diberikan intervensi
terapi bermain dan peneliti mengisi kuesioner kecemasan. Kuesioner
kecemasan yang digunakan saat post test sama dengan kuesioner yang
digunakan saat pre test. Pada saat penelitian jumlah responden yang
diperoleh peneliti yang dirawat di ruang rawat inap perminggu rata-rata
yang didapat 8 orang anak. Selama proses penelitian peneliti tidak
menemukan adanya responden yang mengundurkan diri.
8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data
dengan memeriksa kembali semua kuesioner satu persatu yakni identitas
serta data responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah diisi
sesuai dengan petunjuk.
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. tahap
editing yang dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan kuesioner yang diisi oleh responden; 2. tahap coding dengan mengoreksi ketepatan dan kelengkapan data responden kemudian diberi kode oleh
peneliti secara manual sebelum diolah dengan menggunakan komputer; 3.
telah diberi kode ke dalam tabel dan selanjutnya dianalisis secara statistik
dengan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan
tujuan data yang akan dianalisis.
Analisa data dibedakan menjadi 2 yaitu :
8.1Analisa univariat
Analisa univariat yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif
untuk menyajikan karakteristik responden dari kuesioner data
demografi yaitu umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pengalaman
dirawat dan lama rawat disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentasi. Kuesioner kecemasan akibat rawat inap pada
anak usia sekolah sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain
dengan skala ordinal disajikan dalam bentuk tabel mean, median, min
dan max, standar deviasi.
8.2Analisa bivariat
Analisa ini menggunakan uji statistik wilcoxon yang merupakan uji dua sampel berhubungan (variabel dependen dan independen), dimana
terdapat tahap sebelum (pre test) dan sesudah (post test). Dalam
penelitian ini skala yang digunakan adalah skala ordinal. Jika hasil uji
menunjukkan nilai p=0,001<0,05 maka dapat disimpulkan pengaruh
terapi bermain dengan tehnik bercerita terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada anak usia sekolah. Hasil disajikan dalam bentuk
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti menguraikan hasil penelitian dan pembahasan
mengenai pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia sekolah yang dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan mulai 15 April 2014 sampai
15 Mei 2014 di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian ini
menguraikan karakteristik demografi responden, tingkat kecemasan akibat rawat
inap sebelum dan sesudah intervensi (terapi bermain).
1.1 Analis Univariat
1.1.1 Karakteristik demografi responden
Hasil penelitian menunjukkan kelompok umur mayoritas berusia 6-8
tahun, yaitu sebanyak 17 responden (53,1%), jenis kelamin
mayoritas laki-laki yaitu sebanyak 21 responden (65,6%), Suku
mayoritas Batak yaitu sebanyak 20 responden (62,5%), agama
mayoritas Islam yaitu sebanyak 17 responden (53,1%), pengalaman
dirawat mayoritas tidak pernah dirawat sebelumnya yaitu sebanyak
19 responden (59,4%), lama rawat mayoritas 3 hari yaitu sebanyak
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik demografi
anak usia sekolah di RSUD dr. Pirngadi Medan (n=32)
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia Responden (Anak) :
1.1.2 Kecemasan anak sebelum diberikan terapi bermain
Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan terapi bermain
diperoleh frekuensi tidak ada cemas sebanyak 6 orang (18,8%), dan
ada cemas sebanyak 26 orang (81,2%). Dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan kecemasan anak sebelum diberikan
terapi bermaian pada anak usia sekolah yang dirawat inap di
RSUD dr. Pirngadi Medan
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Tidak ada cemas
1.1.3 Kecemasan anak setelah diberikan terapi bermain
Berdasarkan hasil penelitian setelah diberikan terapi bermain
diperoleh frekuensi tidak ada cemas sebanyak 28 orang (87,5%), dan
ada cemas sebanyak 4 orang (12,5%). Dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3
Distribusi responden berdasarkan kecemasan anak setelah diberikan
terapi bermaian pada anak usia sekolah yang dirawat inap di
RSUD dr. Pirngadi Medan
Variabel Frekuensi Persentase (%)