• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAITAN ANTARA KEMAMPUAN IBU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL OTONOMIDENGAN SEPARATION ANXIETY PADA TODDLER Esti Widiani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAITAN ANTARA KEMAMPUAN IBU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL OTONOMIDENGAN SEPARATION ANXIETY PADA TODDLER Esti Widiani"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KAITAN ANTARA KEMAMPUAN IBU DALAM MENSTIMULASI

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL OTONOMIDENGAN SEPARATION

ANXIETY PADA TODDLER

Esti Widiani1)Erlisa Candrawati2)

1,2)Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Tribhuwana Tunggadewi e-mail: diani.esti@gmail.com

ABSTRACT

Toddler is the second stage of psychosocial development after infant which is in the age range 18 months to 36 months. In order to avoid failure in passing the stage of psychosocial development of autonomy versus hesitation or shame it is necessary to provide good stimulation. The purpose of this research is to know the relationship of mother's ability to stimulate psychosocial development of autonomy with separation anxiety in toddler child. This research uses observational design with cross sectional approach. The research was conducted in Kemantren Village, Jabung Sub-district, Malang Regency. The technique used for sampling in this study is accidental sampling with the number of samples obtained as many as 168 respondents. The instrument used to measure the mother's ability is a modification of the Infant-Toddler Child Care HOME Inventory. The instrument used to measure separation anxiety is a modification of the Spence Children Anxiety Scale and Preschool Anxiety Scale. Data analysis used was spearman rank with statistically significant correlation between mother's ability to stimulate psychosocial autonomy development with separation anxiety at toddler with p = 0,000 (p <0,005). The BKB (Bina Keluarga Balita) group is recommended to be held at each Posyandu as a service center and learning center for mothers on early detection and developmental stimulation.

Keyword: Separation anxiet, Mother's ability to stimulate

ABSTRAK

(2)

otonomi dengan separation anxiety pada toddler dengan nilai p= 0,000 (p<0,005). Direkomendasikan kelompok BKB (Bina Keluarga Balita) perlu diadakan di setiap Posyandu sebagai pusat pelayanan dan pusat belajar bagi ibu-ibu mengenai deteksi dini dan stimulasi perkembangan.

Kata Kunci : separation anxiety; kemampuan ibu menstimulasi

PENDAHULUAN

Toddler merupakan tahapan

perkembangan psikososial kedua setelah

infant dimana berada pada rentang usia 18

bulan sampai 36 bulan (Sacco,2013).

Perkembangan psikososial pada tahap ini

disebut otonomi versus ragu-ragu dan

malu (autonomy versus doubt and shame)

(Sacco, 2013). Usia toddler tidak semua

mampu mencapai perkembangan

psikososial otonomi ini dengan baik.

Prevalensi masalah psikososial seperti

gangguan emosional sebesar 10% dan

gangguan tingkah laku pada anak sebesar

19 % (Jellinek et al., 1999 dalam Polaha et

al., 2010). Studi lain mengatakan bahwa

prevalensi masalah psikososial pada anak

usia 2-6 tahun sebesar 39,8% (Tarshis et

al., 2006). Di Netherlands prevalensi anak

yang mengalami masalah psikososial

sebesar 8-9% (Kruizinga et al., 2012).

Verhulst & Ende (1999) dalam Vogels

2008 menemukan bahwa anak dengan

masalah psikososial hanya 13 % saja yang

mendapatkan penanganan.

Anak yang tidak mampu mencapai

perkembangan psikososial otonomi akan

mengalami doubt and shame atau ragu-ragu

dan malu (Sacco, 2013; Osborne, 2009).

Malu merupakan barometer emosional

yang menjadi kunci dari orang

merasalayakatau tidak di hadapan orang

lain (Dickerson et al., 2004;

Dickerson&Kemeny, 2004; H.B.Lewis,

1971;M. Lewis,1992; Tangney&Fischer,

1995 dalam Mills et al., 2010). Malu

merupakan hal yang penting pada

perkembangan normal individu,

membantu untuk memotivasi perilaku

yang dapat diterima secara sosial (Mills et

al., 2010). Ketika malu menjadi emosi

yang dominan, hal tersebut bisa

menjadikan perilaku individu yang

maladaptif (Barrett, 1998;M.Lewis,

1992;Schore, 1996 dalam Mills et al.,

2010). Malu pada akhirnya bisa menjadi

faktor resiko terjadinya kecemasan dalam

interaksi sosial pada anak termasuk

didalamnya kecemasan berpisah (separation

anxiety) dengan orang tua (Mills, 2005

(3)

Prevalensi gangguan kecemasan pada

anak-anak menurut Costello et al.,

(2005); Velting et al., (2002) dalam Drake

& Ginsburg (2012) sebesar 10%.

Prevalensi separation anxiety anak pada

studi yang lain ditemukan sebesar 4 %

dan 50-75 % anak dengan separation

anxiety disoders berasal dari status sosial

ekonomi yang rendah (Masi et al., 2001).

Menurut Shear et al., (2006) bahwa

prevalensi anak- anak dengan separation

anxiety disoders sebesar 4,1%.

Faktor yang mempengaruhi anak

memiliki ketakutan dan kecemasan ketika

berpisah dengan orang tuanya adalah pola

asuh orang tua yang terlalu melindungi

anak dan kurangnya stimulasi

perkembangan psikososial otonomi yang

tepat. Salah satu penelitian menemukan

bahwa ibu yang terlalu melindungi anak

usia 2-3 tahun akan berdampak negatif

pada perkembangan sosial emosional

anak (Cooklin et al., 2013). Penelitian lain

menemukan bahwa anak-anak yang

dibesarkan dengan orang tua yang terlalu

melindungi dan kurang mendapatkan

kehangatan secara emosional, anak akan

mengembangkan rasa takut dan cemas

dalam aktivitas bersosialisasi (Bogels et al.,

2001). Gere et al., (2012) dalam

penelitiannya menemukan bahwa anak

yang orang tuanya terlalu melindungi

akan tumbuh menjadi anak yang memilki

kecemasan. Anakyang dibesarkan dalam

kondisi terlalu dilindungi oleh orang tua

akan mengembangkan kecemasan

berpisah dengan orang tuanya (separation

anxiety) (Ollendick & Benoit, 2012).

Anak yang mengalami kecemasan

berpisah memiliki resiko besar akan

mengalami gangguan mental di tahap

perkembangan berikutnya (Biederman et

al., 2005; Lewinsohn et al., 2008 dalam

Santucci & Ehrenreich-May, 2013).

Dalam penelitian lain dikatakan bahwa

efek yang diakibatkan pada anak yang

mengalami kecemasan berpisah adalah

gangguan tidur (Oxford et al., 2013).

Selain itu anak juga bisa mengalami

penolakan sekolah (school refusal) pada saat

anak masuk usia sekolah. Penolakan

sekolah dilaporkan pada sekitar 75 % dari

anak-anak dengan kecemasan berpisah,

dan kecemasan berpisah dilaporkan

terjadi sampai dengan 80 % dari

anak-anak dengan penolakan sekolah (Masi et

al., 2001).

Stimulasi yang tepat dapat

mengoptimalkan perkembangan anak

(Depkes, 2005). Pemberian stimulasi

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah

satu faktor yang terpenting adalah faktor

(4)

dengan anak (Depkes, 2005).Kemampuan

ibu yang baik tentang bagaimana cara

memberikan stimulasi perkembangan

anak ini akan membuat ibu secara

emosional menjadi lebih baik. Adanya

peningkatan harga diri ibu apabila ada

masalah dengan perkembangan anaknya,

karena ibu tahu apa penyebabnya dan

bagaimana cara untuk menstimulasinya

agar perkembangan anak kembali normal.

Selain itu juga mengurangi rasa bersalah

ibu pada anak ketika anak mengalami

penyimpangan perkembangan (Hall et al.,

2014). Perbaikan pada emosional ibu ini

akan membuat kondisi ibu secara fisik

menjadi lebih baik. Gejala psikosomatis

yang diakibatkan stress dan kecemasan

ibu maka berdampak pada perkembangan

anak.Sehingga pada akhirnya perilaku ibu

dalam merawat anak menjadi lebih baik.

Ibu dapat memberikan stimulasi

perkembangan yang tepat pada anak usia

toddler (Hall et al., 2014). Kejadian

penyimpangan perkembangan anak

separation anxiety dapat diminimalkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain

korelasional. Variabel independent (bebas)

dalam penelitian ini adalah kemampuan

ibu memberikan stimulasi perkembangan

psikososial otonomi. Variabel dependent

(terikat) pada penelitian ini yaitu separation

anxiety. Tempat penelitian di Desa

Kemantren, Kecamatan Jabung,

Kabupaten Malang. Populasi dalam

penelitian ini adalah ibu yang mempunyai

anak usia toddler. Teknik yang digunakan

untuk pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah accidental sampling

dengan didapatkan 168 responden.

Instrumen yang digunakan untuk

mengukur kemampuan ibu dalam

menstimulasi perkembangan psikososial

otonomi dengan menggunakan kuesioner

yang merupakan modifikasi dari

Infant-Toddler Child Care HOME Inventory yang

sebelumnya telah dilakukan uji validitas

menggunakan Korelasi Product Moment

dengan nilai r lebih besar dari r tabel (r >

0, 602) dan uji reliabilitas dengannilai

Alpha Cronbach sebesar 0,957.Instrumen

yang digunakan untuk mengukur

separation anxiety dengan menggunakan

kuisioner yang merupakan modifikasi dari

Spence Children Anxiety Scale dan Preschool

Anxiety Scale yang sebelumnya telah

dilakukan uji validitas dengan nilai r lebih

besar dari r tabel (r > 0, 602) dan uji

reliabilitas dengan nilai Alpha Cronbach

sebesar 0,951.Analisis yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu uji spearman

(5)

HASIL

Responden penelitian yang memenuhi

kriteria inklusi yang telah ditetapkan

berjumlah 168 orang. Berdasarkan

Tabel 1 diketahui tahapan usia ibu

sebagian besar berada di usia dewasa

yakni sebanyak 120 (71,4%) dimana

tahapan usia dewasa merupakan tahap

perkembangan yang ciri utamanya adalah

melanjutkan keturunan sehingga pada

usia ini ibu sudah siap untuk mengasuh

anak. Pendidikan ibu diketahui sebagian

besar SMA sebanyak 57 orang

(33,9%).Pendidikan yang baik akan

mendukung kemampuan ibu dalam

menstimulasi anak.Sebagian besar ibu

bekerja sebanyak 94 orang (44%).

Pendapatan keluarga sebagian besar

rendah sebanyak 98 orang (58,3%)

dimana pendapatan keluarga yang rendah

dikhawatirkan dapat berdampak pada

pada pemenuhan nutrisi yang bergizi yang

dapat mempengaruhi perkembangan

anak.

Status pernikahan menikah sebanyak

167 orang (99,4%) dimana ibu yang

mendapat dukungan suami secara umum

lebih baik dalam memberikan stimulasi

pada anak. Jumlah anak yang dimiliki

sebagian besar 1 (satu) sebanyak 82 orang

(48,8%). Jumlah anak yang dimiliki cukup

tidak terlalu banyak sehingga

memungkinkan ibu memberikan stimulasi

perkembangan pada anak secara

baik.Urutan anak pada kelompok

perlakuan sebagian besar 1 (satu)

sebanyak 82 orang (48,8%). Status anak

sebagian besar anak kandung sebanyak

167 (99,4%).

Hubungan antara kemampuan ibu

dalam menstimulasi perkembangan

psikososial otonomi dengan separation

anxiety pada toddler dapat dilihat pada

Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui

nilai p value < 0,05 sehingga secara

statistik ada hubungan yang bermakna

antara kemampuan ibu menstimulasi

perkembangan psikososial otonomi

dengan separation anxiety pada toddler. Nilai

r = -0,283 menunjukkan semakin baik

kemampuan ibu memberikan stimulasi,

maka semakin menurun separation anxiety

pada toddler.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar kemampuan ibu dalam

menstimulasi perkembangan psikososial

otonomi sebanyak 162 (96,4%) sangat

(6)

Tabel 1. Karakteristik Responden Ibu di Desa Kemantren Tahun 2017

Tabel 2. Hubungan Antara Kemampuan Ibu Dalam Menstimulasi Perkembangan Psikososial Otonomi Dengan Separation Anxiety Pada Toddler

Separation Anxiety

Kemampuan Ibu r = -0,283 p=0,000 n=168

Variabel Kategori Frekuensi %

Tahapan Usia

Remaja Akhir 3 1,8

Dewasa Muda 45 26,8

Dewasa 120 71,4

Total 168 100

Pendidikan SD 40 23,8

SMP 36 21,4

SMA 57 33,9

Diploma 13 7,7

S1 22 13,1

Total 168 100

Pekerjaan Tidak Bekerja 74 44

Bekerja 94 56

Total 168 100

Pendapatan Rendah 98 58,3

Tinggi 70 41,7

Total 168 100

Status Pernikahan

Janda/Cerai 1 0,6

Menikah 167 99,4

Total 168 100

Jumlah Anak

Satu 82 48,8

Dua 64 38,1

Tiga 14 8,3

Empat 7 4,2

Lima 1 0,6

Total 168 100

Urutan Anak

Satu 82 48,8

Dua 64 38,1

Tiga 14 8,3

Empat 7 4,2

Lima 1 0,6

Total 168 100

Status Anak

Kandung 167 99,4

Angkat 1 0,6

(7)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui

tahapan usia ibu sebagian besar usia

dewasa sebanyak 120 (71,4%) dimana

tahapan usia dewasa merupakan tahap

perkembangan yang ciri utamanya adalah

melanjutkan keturunan sehingga pada

usia pini ibu sudah siap untuk mengasuh

anak. Perkembangan tahap dewasa

(Generativity Versus Self-Absorption And

Stagnation) adalah tahap perkembangan

manusia dimana pada tahap ini

merupakan tahap dimana individu

mampu terlibat dalam kehidupan

keluarga, masyarakat, pekerjaan, dan

mampu membimbing anaknya (Stuart,

2013).

Faktor lingkungan salah satunya keluarga

berpengaruh pada kemampuan ibu

memberikan stimulasi. Jumlah anak yang

dimilki sebagian besar 1 (satu) sebanyak

82 orang (48,8%) dimana jumlah anak

yang dimiliki cukup tidak terlalu banyak

sehingga memungkinkan ibu memberikan

stimulasi perkembangan psikososial

otonomi pada anak secara baik.

Status pernikahan menikah sebanyak

167 orang (99,4%) dimana ibu yang

mendapat dukungan suami secara umum

lebih baik dalam memberikan stimulasi

pada anak. Urutan anak yang dimilki

sebanyak 86 (50,6%) anak merupakan

anak ke dua dan seterusnya sehingga ibu

sudah mempunyai pengalaman dari anak

yang sebelum dalam memberikan

stimulasi perkembangan, sehingga pada

anak yang kedua ibu lebih baik dalam

memberikan stimulasi perkembangan.

Hal tersebut diatas sesuai dengan

pendapat yang mengatakan bahwa

lingkungan keluarga meliputi; pekerjaan

orang tua, pendapatan keluarga, jumlah

saudara yang juga termasuk anak urutan

ke berapa dalam keluarga, stabilitas

rumah tangga, kepribadian dan tingkat

stress atau depresi ayah ibu (Brown et al.,

2009), dan perceraian keluarga (da

Figueiredo, 2012). Lingkungan keluarga

akan sangat berpengaruh pada

kemampuan keluarga untuk memberikan

stimulasi pada anak, motivasi belajar,

ganjaran atau hukuman yang wajar, cinta

dan kasih sayang serta mempengaruhi

kualitas interaksi anak-orang tua (Kartner

et al., 2011).

Pendidikan ibu diketahui sebagian besar

SMA sebanyak 57 orang (33,9%) dan

perguruan tinggi sebanyak 35 (20,8%).

Pendidikan yang baik akan mendukung

kemampuan ibu dalam memberikan

(8)

otonomi dengan baik. Ibu yang

memperoleh pendidikan hingga

perguruan mempunyai kesempatan yang

besar untuk mencari ilmu tentang

pengasuhan anak lewat internet.

Bertambahnya pengetahuan ibu tentang

bagaimana memberikan stimulasi

perkembangan anak ini akan membuat

ibu secara emosional menjadi lebih baik.

Meningkatnya harga diri ibu apabila ada

masalah dengan perkembangan anaknya,

karena ibu tahu apa penyebabnya dan

bagaimana cara untuk menstimulasinya

agar perkembangan anak kembali normal.

Selain itu juga mengurangi rasa bersalah

ibu pada anak ketika anak mengalami

penyimpangan perkembangan (Hall et al.,

2014). Perbaikan pada emosional ibu ini

akan membuat kondisi ibu secara fisik

menjadi lebih baik. Gejala psikosomatis

yang diakibatkan stress dan kecemasan

ibu pada perkembangan anak dapat

berkurang. Sehingga pada akhirnya

perilaku ibu dalam merawat anak menjadi

lebih baik. Ibu dapat memberikan

stimulasi perkembangan yang tepat pada

anak usia toddler (Hall et al., 2014).

Desa Kemantren sudah memiliki

4 kelompok BKB (Bina Keluarga Balita),

satu diantaranya sudah bagus dalam

pelaksanaannya. BKB sebagai upaya

promosi kesehatan masyarakat

merupakan salah satu kelompok yang

menyelenggarakan deteksi dini

perkembangan dan pemberian stimulasi

perkembangan. BKB adalah wadah

kegiatan keluarga yang mempunyai

balita-anak, bertujuan meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan orangtua

(ayah dan ibu) dan anggota keluarga lain

untuk mengasuh dan membina tumbuh

kembang anak melalui kegiatan stimulasi

fisik, mental, intelektual, emosional,

spiritual, sosial, dan moral untuk

mewujudkan sumber daya manusia yang

berkualitas. Peserta BKB adalah keluarga

yang memilki anak usia 0-5 tahun.

Kelompok BKB ini membantu ibu dalam

menambah pengetahuan tentang

stimulasi perkembangan.

Stimulasi memegang peranan penting

dalam menentukan perkembangan anak.

Stimulasi merupakan rangsangan yang

diberikan kepada anak oleh lingkungan,

khususnya ibunya agar anak dapat

tumbuh dan berkembang secara optimal.

Stimulasi adalah cara terbaik untuk

mengembangkan kemampuan anak.

Stimulasi dapat diberikan setiap ada

kesempatan bersama anak melalui

kegiatan rumah tangga ataupun di luar

rumah tangga. Stimulasi ini juga dapat

dilakukan secara langsung oleh orang tua

(9)

sehingga anak merasa nyaman

mengeksplorasi diri terhadap

lingkungannya (el Moussaoui & Braster,

2011; Ota & Austin, 2013). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian

besar tidak cemas sebanyak 72 (42,9%).

Secara statistik ada hubungan yang

bermakna antara kemampuan ibu

menstimulasi perkembangan psikososial

otonomi dengan separation anxiety pada

toddler. Nilai r = -0,283 menunjukkan

semakin baik kemampuan memberikan

stimulasi ibu, maka semakin menurun

separation anxiety pada toddler. Kemampuan

stimulasi yang baik akan membuat

perkembangan psikososial otonomi anak

juga akan berkembang secara optimal.

Kecemasan berpisah merupakan salah

satu penyimpangan pada perkembangan

psikososial otonomi.Hal tersebut sesuai

dengan pendapat yang mengatakan

bahwa stimulasi pada anak dilakukan oleh

ibu dan ayah yang merupakan orang

terdekat dengan anak, pengganti ibu atau

pengasuh, anggota keluarga lain dan

kelompok masyarakat di lingkungan

rumah tangga masing-masing dan dalam

kehidupan sehari-hari. Kurangnya

stimulasi dapat menyebabkan

penyimpangan perkembangan bahkan

gangguan yang menetap (Depkes,

2005).Hal tersebut diatas juga sesuai

dengan pendapat yang mengatakan

bahwa pemberian stimulasi secara dini

adalah salah satu faktor yang berpengaruh

dalam upaya pendidikan anak, karena

pemberian stimulasi yang baik akan

mempengaruhi perkembangan anak

selanjutnya. Pemberian stimulasi yang

baik adalah pemberian stimulasi yang

disesuaikan dengan perkembangan usia

anak. Dengan stimulasi ini, maka seluruh

kemampuan anak, baik motorik kasar,

motorik halus, bahasa, maupun personal

sosial akan berkembang dengan baik.

Sebagai seorang ibu atau orang tua

hendaknya mengetahui dan mampu

memberikan stimulasi terhadap anak

sesuai dengan kelompok

perkembangannya di lingkungan

keluarganya (el Moussaoui & Braster,

2011).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara kemampuan ibu

menstimulasi perkembangan psikososial

otonomi dengan separation anxiety pada

toddler dimana semakin baik kemampuan

ibu, maka semakin menurun separation

anxiety pada toddler.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyusun penelitian ini, penulis

(10)

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu

dalam kesempatan ini penulis dengan

rendah hati mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada DRPM

Ristek Dikti yang telah memberikan dana

pada penelitian ini dan semua pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan jurnal ini.

REFERENSI

Allen, J. L., Blatter-Meunier, J., Ursprung,

A., & Schneider, S. (2010). The

Separation Anxiety Daily Diary:

Child Version: Feasibility and

Psychometric Properties. Child

Psychiatry And Human

Development, 41(6): 649-662.

Bogels, S. M., van Oosten, A., Muris, P.,

& Smulders, D. (2001). Familial

Correlates of Social Anxiety in

Children and Adolescents.

Behaviour Research And Therapy,

39(3): 273-287.

Brown, G. L., Mangelsdorf, S. C., Neff,

C., Schoppe-Sullivan, S. J., &

Frosch, C. A. (2009). Young

Children’s Self-Concepts:

Associations with Child Temperament, Mothers’ and Fathers’ Parenting, and Triadic Family Interaction. Merrill-Palmer

Quarterly, 55(2): 184-216.

Cooklin, A. R., Giallo, R., D’Esposito, F., Crawford, S., & Nicholson, J.

M. (2013). Postpartum Maternal

Separation Anxiety,

Overprotective Parenting, and

Children’s Social-Emotional

Well-Being: Longitudinal

Evidence From an Australian

Cohort. Journal Of Family

Psychology: JFP: Journal Of The

Division Of Family Psychology Of

The American Psychological

Association (Division 43), 27(4):

618-628.

Da Figueiredo, C.,Rodrigues Sequeira, &

Dias, F. V. (2012). Families:

Influences in Children’s

Development and Behaviour, From Parents And Teachers’ Point of View. Psychology

Research, 2(12): 693-705.

Depkes RI. (2005). Pedoman Deteksi Dini

Tumbuh Kembang Balita. Dirjen

Pembinaan Kesehatan

Masyarakat. Direktorat Bina

Kesehatan Keluarga. Jakarta

Drake, K. L., & Ginsburg, G. S. (2012).

Family Factors in the

Development, Treatment, and

Prevention of Childhood

Anxiety Disorders. Clinical Child

And Family Psychology Review,

(11)

El Moussaoui, N., & Braster, S. (2011).

Perceptions and Practices of Stimulating Children’s Cognitive Development Among Moroccan

Immigrant Mothers. Journal Of

Child & Family Studies, 20(3),

370-383

Gere, M. K., Villabø, M. A., Torgersen,

S., & Kendall, P. C. (2012).

Overprotective Parenting and

Child Anxiety: The Role of

Co-Occurring Child Behavior

Problems. Journal Of Anxiety

Disorders, 26(6): 642-649.

Hall, K.,B.Nurs R.G.N.H.V.Cert, &

Grundy, S., R.M.N. (2014). An

Analysis of Time 4u, a

Therapeutic Group for Women

with Postnatal Depression.

Community Practitioner, 87(9):

25-28.

Hidayat, A.A.A.(2008). Pengantar Ilmu

Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Salemba Medika.

Jakarta.

Kartner, J., Borke, J., Maasmeier, K.,

Keller, H., & Kleis, A. (2011).

Sociocultural Influences on the

Development of

Self-Recognition and Self-Regulation

in Costa Rican and Mexican

Toddlers. Journal Of Cognitive

Education & Psychology, 10(1):

96-112.

Keliat, B.A., Helena, N., Farida, P.(2011).

Manajemen Keperawatan Psikososial

& Kader Kesehatan Jiwa

(CMHN).EGC. Jakarta

Kruizinga, I., Jansen, W., de Haan, C. L.,

& Raat, H. (2012). Reliability

and Validity of the KIPPPI: an

Early Detection Tool for

Psychosocial Problems in

Toddlers. Plos One, 7(11):

e49633.

Masi, G., Mucci, M., & Millepiedi, S.

(2001). Separation Anxiety

Disorder in Children and

Adolescents: Epidemiology,

Diagnosis and Management.

CNS Drugs, 15(2): 93-104.

Michail, M., & Birchwood, M. (2013).

Social Anxiety Disorder and

Shame Cognitions in Psychosis.

Psychological Medicine, 43(1):

133-42.

Mills, R. L., Arbeau, K. A., Lall, D. K., &

de Jaeger, A. E. (2010).

Parenting and Child

Characteristics in the Prediction

of Shame in Early and Middle

Childhood. Merrill-Palmer

Quarterly, 56(4): 500-528.

Moldovan, O. D. (2013). The Separation

(12)

Children. Journal Plus Education /

Educatia Plus, 9(2): 97-104.

Ollendick, T., & Benoit, K. (2012). A

Parent-Child Interactional

Model of Social Anxiety

Disorder in Youth. Clinical Child

& Family Psychology Review, 15(1):

81-91.

Osborne, J. W. (2009). Commentary on

Retirement, Identity, and Erikson’s Developmental Stage Model. Canadian Journal On

Aging, 28(4): 295-301.

Ota, C. L., & Austin, A. B. (2013).

Training and mentoring: Family child care providers’ use of linguistic inputs in conversations

with children. Early Childhood

Research Quarterly, 28(4), 972-983.

Oxford, M. L., Fleming, C. B., Nelson, E.

M., Kelly, J. F., & Spieker, S. J.

(2013). Randomized trial of

Promoting First Relationships: Effects on Maltreated Toddlers’ Separation Distress and Sleep

Regulation after Reunification.

Children & Youth Services Review,

35(12): 1988-1992.

Polaha, J., Dalton, W. T., & Allen, S.

(2011). The Prevalence of

Emotional and Behavior

Problems in Pediatric Primary

Care Serving Rural Children.

Journal Of Pediatric Psychology,

36(6): 652-660.

Sacco, R. G. (2013). Re-Envisaging the

Eight Developmental Stages of

Erik Erikson: The Fibonacci

Life-Chart Method (Flcm).

Journal of Educational and

Developmental Psychology, 3(1):

140-146.

Santucci, L., & Ehrenreich-May, J. (2013).

A Randomized Controlled Trial

of the Child Anxiety Multi-Day

Program (CAMP) for

Kecemasan berpisah Disorder.

Child Psychiatry & Human

Development, 44(3): 439-451.

Shear, K., Jin, R., Ayelet, M. R., Walters,

E. E., & Kessler, R. C. (2006).

Prevalence and Correlates of

Estimated DSM-IV Child and

Adult Separation Anxiety

Disorder in The National

Comorbidity Survey Replication.

The American Journal of Psychiatry,

163(6): 1074-83.

Stuart, G. W. (2013). Principles and practice

of Psychiatric Nursing. (10th ed).

St. Louis: Mosby Year Book

Tarshis, T. P., Jutte, D. P., &

Huffman, L. C. 2006. Provider

Recognition of Psychosocial

Problems in Low-Income

(13)

Health Care For The Poor And

Underserved, 17(2): 342-357.

Vogels, A. C., Jacobusse, G. W.,

Hoekstra, F., Brugman, E.,

Crone, M., & Reijneveld, S. A.

(2008). Identification of

Children with Psychosocial

Problems Differed Between

Preventive Child Health Care

Professionals. Journal Of Clinical

Epidemiology, 61(11): 1144-1151.

Wang, M., & Saudino, K. J. (2012).

Genetic and Environmental

Contributions to Stability and

Change of Sleep Problems in

Toddlerhood. Journal Of Pediatric

Gambar

Tabel 2. Hubungan Antara  Kemampuan  Ibu Dalam Menstimulasi Perkembangan Psikososial Otonomi Dengan Separation Anxiety  Pada Toddler  Separation Anxiety

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengatasi masalah dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang bertujuan untuk mengetahui apakah

Pendaftaran SNMPTN, PMJL, dan PMJK SNMPTN (Jalur Undangan), SNMPTN (Jalur Ujian Tertulis/ Keterampil an) Mandiri, dan jalur prestasi.. SNMPTN (Jalur Undangan), SNMPTN

Perlu diperhatikan masa penggunaan adsorben zeolit sebagai bahan penyerap kadar logam Fe pada air asam dari stockpile batubara agar dapat diganti pada waktu yang tepat sesuai

&#34;You get the weapon we can use, and I'll make certain Ishtar gets it right where it will hurt the most.&#34; Grimly, she closed her eyes and knotted her fists. For the sake of

Hasil dari penelitian adalah sikap responden positif mengenai program Ekspedisi Brantas yang dilakukan oleh PT. Gudang

unsur hara makro bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun (Sutedjo, 2002), fosfor (P)

Bahan makanan yang ditetesi dengan reagen biuret dan mengocoknya, berubah warna menjadiungu, maka bahan makanan tersebut mengandung protein.bahan makanan yang didenan

Ho ditolak dan Ha diterima yaitu terdapat pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap administrative costs pada Kantor Pelayanan Pajak