• Tidak ada hasil yang ditemukan

130717565 Makalah Asuhan Kebidanan Komunitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "130717565 Makalah Asuhan Kebidanan Komunitas"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Asuhan Kebidanan V (Komunitas)

Disusun Oleh :

LINA YULIANA

NIM : 011.201.1.710

AKADEMI KEBIDANAN BHAKTI NUGRAHA SUBANG

Jln. Ki Hajar Dewantara No.15 Subang Tlp.( 0260 ) 7707775

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Rahmat

serta Hidayah-Nya kepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah asuhan

kebidanan komunitas (ASKEB V).

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Askeb V pada Akbid

Bhakti Nugraha Subang atas terselesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan

semua pihak yang tidak bisa disebut satu persatu.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan, keterbatasan pengetahuan penulis oleh karena itu kritik dan saran

yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah

dimasa yang akan datang. Namun demikian penulis berharap, semoga apa yang

sudah penulis persembahkan ini dapat bermanfaat khususnya pada penulis dan

pembaca pada umumnya.

Subang, Februari 2013

(3)

DAFTAR ISI

BAB II KEBIDANAN KOMUNITAS A. Definisi Kebidanan Komunitas

BAB III ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BIDAN DI KOMUNITAS

A. Aspek Perlindungan Hukum di Komunikasi

... ... 7

B. Standar pelayanan kebidanan

...

(4)

A. Standar asuhan kebidanan

... ... 15

B. Registrasi Praktik Bidan

... ... 16

C. Kewenangan Bidan Di Komunitas

...

BAB V KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN

NEONATAL A. Pengertian

... ... 20

B. Tujuan pertolongan pertama kegawatdaruratan

... ... 20

C. Prinsip Penanggulangan Pasien Gawat Darurat

... ... 21

(5)

C. Mekanisme (Tata Cara) Rujukan

... ... 38

BAB VII SISTEM RUJUKAN A. Sistem Rujukan

... ... 42

B. Jenis-jenis rujukan

... ... 42

C. Jenjang Tingkat Tempat Rujukan

... ... 43

BAB VIII KESIMPULAN

... ... 50

DAFTAR PUSTAKA

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebidanan komunitas tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat,

keberhasilan kebidanan komunitas dalam rangka upaya peningkatan kesehatan

ibu, anak dan keluarga bergantung kepada dukungan masyarakat itu sendiri.

Sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai pandangan hidup

pancasila, seorang bidan harus menganut filosofi yang mempunyai keyakinan

bahwa setiap manusia adalah biopsikososio kultural spiritual yang unik

mempunyai satu kesatuan jasmani yang utuh dan tidak ada individu yang

sama. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh

keyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan

budaya.

Keberadaan bidan sangat diperlukan untuk meningkatkan

kesejahteraan ibu dan janinnya pelayanan kesehatan terutama kebidanan

berada dimana-mana dan kapan saja selama ada proses reproduksi manusia.

Untuk mendapatkan Asuhan Kebidanan yang berkualitas perlu

didukung dengan tersedinya standar Asuhan. Standar asuhan itu sendiri

dilandasi dasar-dasar kebidanan sebagai filosofi. Mengacu pada keadaan

tersebut maka seorang bidan harus mengetahui : Falsafah Asuahan Kebidanan

dan Asuahan Kebidanan.

Peran serta masyarakat proses dimana individu, keluarga, lembaga

swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada umumnya. Bidan

bersama sektor yang bersangkutan menggerakan peran serta masyarakat dalam

(7)

masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan prioritas dari kebutuhan

tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan berusaha memenuhi atas

sumber – sumber yang ada di masyarakat.

Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya

fasilitas yang bersifat persuasif dan melalui pemerintah yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat

dalam menemukan, merencanakan serta memecahkan masalah menggunakan

sumber daya atau potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan

dukungan tokoh – tokoh masyarakat serta LSM (Lembaga Sosial Masyarakat)

yang masih ada dan hidup di masyarakat.

Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan akan

menghasilkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan dengan demikian

penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat merupakan proses sedangkan

kemandirian merupakan hasil, karenanya kemandirian masyarakat dibidang

kesehatan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi

masalah kesehatan yang ada di lingkungannya.

Peran serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur

dengan makin banyaknya jumlah anggota masyarakat yang mau

memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti, Puskesmas, Pustu (Puskesmas

Pembantu), Polindes (Poli Bersalin Desa), mau hadir ketika ada kegiatan

penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta

Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin), JPKM (Jaminan Kesehatan Pra-bayar), dan

lain sebagainya.

Peran serta masyarakat adalah proses dimana individu, keluarga,

lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada

umumnya. Bidan bersama sektor yang bersangkutan menggerakkan

(8)

pembentukkan organisasi di masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan

prioritas dari kebutuhan tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan

berusaha memenuhi atas sumber – sumber yang ada di masyarakat.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas mata kuliah Askeb V (Kebidanan Komunitas) pada jurusan D3

Kebidanan dan mahasiswa memahami dan mengerti tentang materi kebidanan

(9)

BAB II

KEBIDANAN KOMUNITAS

A. Definisi Kebidanan Komunitas

Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian

tertentu. Kebidanan berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara

ICM; IFGO dan WHO tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife)

adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh

Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta

terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 :

11).

Bidan di Indonesia (IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat

pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi

pemerintah dan mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek

mandiri” (50 Tahun IBI).

Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan

kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996 : 12).

Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti

kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak.

Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/

daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991)

komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas

sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan

pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang

lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap

(10)

Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan

kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan

upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan

Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)

Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat

konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/

lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep

paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya

taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).

1. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia

Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia

dimana bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan

komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di

wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan,

1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan

sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara

umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk

bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.

Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan

tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini

diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa.

Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB

B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1

(11)

PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat.

PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah

Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun,

berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996.

Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa

sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu

dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen

Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk

memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya

di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak balita. Mereka

juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk

mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan

oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang

bekerja di desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya

(12)

BAB III

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BIDAN DI KOMUNITAS

D. Aspek Perlindungan Hukum di Komunikasi

Sesuai dengan Permenkes No.1464/Menkes/X/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan Praktik Bidan :

2. Pasal 10 ayat 3

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana di maksud

pada ayat 2 berwenang melakukan :

a. Episiotomi

b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 2

c. Penanganan kegawat daruratan dilanjutkan perujukan d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

f. Fasilitas atau bimbingan IMD dan promosi Asi eksklusif g. Pemberian uterotonika pada MAK III dan postpartum h. Penyuluhan dan konseling

i. Bimbingan pada kelompok bumil j. Pemberian surat keterangan kematian k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin 3. Pasal 14

a. Ayat 1

Bagi bidan yang menjalankan praktek didaerah yang tidak memiliki

dokter dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan

sebagaimana dimaksuk pada pasal 9

b. Ayat 2

Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat

1 adalah kecamatan atau kelurahan desa yang ditetapkan oleh kepala

dinkes kabupaten/kota

(13)

Dalam hal daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 telah

terdapat dokter kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

tidak berlaku

4. Pasal 15

Ayat 1

Pemerintahan daerah provinsi/kab/kota menugaskan bidan praktik mandiri

tertentu untuk melaksanakan program pemerintah

5. Pasal 16 a. Ayat 1

Pada daerah yang belum memiliki dokter pemerintah dan pemerintah

daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal DIII

kebidanan

b. Ayat 2

Bidan praktek mandiriyang ditugaskan sebagai pelaksana program

pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah

daerah provinsi/kab/kota

6. Pasal 19

Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak

b. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik

sepanjang sesuai dengan standar

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan

keluarga

d. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar e. Menerima imbalan jasa profesi

(14)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan

pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan

tugas pelayanan yang efektif da efisien.

Definisi operasional

a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi misi dan filosopi

pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosopi

masing-masing.

b. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando,

fungsi, dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan

kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh

pemimpin.

c. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang

disahkan oleh pemimpin.

d. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan

pada organisasi yang disahkan oleh pimpinan. 2. Standar II (Administrasi dan Pengelolaan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan

pelayanan, standar pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan

pengelolaan yang kondusif yang memungkinkan terjadinya peraktik

pelayanan kebidanan akurat.

Definisi operasional

1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme

kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pemimpin.

2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan

yang telah disahkan oleh pimpinan.

3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan

yang disahkan oleh pimpinan.

4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang

mengacu pada institusi induk.

5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur

(15)

6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang

menggunakan latihan praktik, program, pengajaran klinik, dan

penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi. 3. Standar III (Staf dan Pimpinan)

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber

daya manusia (SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan

efisien.

Definisi operasional

1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan. 2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.

3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit

yang memduduki tanggung jawab dan kemampuan bidan.

4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan

kualifikasi minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan

berhalangan hadir.

5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut. 4. Standar IV (Fasilitas dan Peralatan)

a. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme

keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan

prasarana.

b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan

kualitasn barang.

c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu. d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

5. Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur)

a. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar

pelayanan yang disaahkan oleh pimpinan.

b. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan

kewajiban personalia.

c. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain. d. Ada prosedur pembinaan pegawai.

6. Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)

a. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara

berkesinambungan.

b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru

(16)

c. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil

pelatihan.

7. Standar VII (Standar Asuhan)

a. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam

memberi pelayanan kebidanan

b. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik. c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.

d. Ada diagnosis kebidanan. e. Ada rencana asuhan kebidanan

f. Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan. g. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.

h. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.

i. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru

dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan. 8. Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)

a. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan

kebidanan

b. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap

standar pelayanan kebidanan

c. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari

kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.

d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana

tindak lanjut.

e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada

semua staf pelayanan kebidanan.

F. Kode Etik Bidan

Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai

internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan

komprehensif suatu profesi yang bertuntutan bagi anggota dalam

melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik Bidan pertama kali disusun pada

tahun 1986 dan disahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988. Secara

umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7

(17)

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat.

Setiap Bidan senantiasa menjunjung tinggi,menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

Setiap Bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra Bidan

Setiap Bidan dalam menjalankan tugas nya senantiasa berpedoman pada peran, tugas, tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.

Setiap Bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormatkan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.

Setiap Bidan dalam menjalankan tugas senantiasa mendahulukan kepentingan klien,keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

Setiap Bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugas,dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya

Setiap Bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien,keluarga dan masyarakat.

Setiap Bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan rujukan.

Setiap Bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan dipercayakan kepadanya,kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

(18)

Setiap Bidan dalam melaksanakan tugas nya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya

Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesiny 5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

Setiap bidan harus memelihara kesehatanya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik

Setiap bidan berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air

Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya,senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkaun pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

7. Penutup

(19)

BAB IV

STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

A. Standar asuhan kebidanan

Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah

seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas

profesinya.

Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari :

Standar I : Metode Asuhan

Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen

kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data,

penentuan diagnosa, perencanaan,pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara

sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Standard III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah

pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang

bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan

Standar IV : Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Standar V : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan

(20)

Standar VI : Partisipasi klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga

dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Standar VII : Pengawasan

Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus

menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.

Standar VIII : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan

tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah

dirumuskan.

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi

asuhan kebidanan yang diberikan.

B. Registrasi Praktik Bidan

Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia

layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan

pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses

pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi

pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan

pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan

kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.

Peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002

(21)

Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan

pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi

inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.

Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk

memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada

selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi

meliputi :

 Fotokopi ijazah bidan.

 Fotokopi transkrip nilai akademik.  Surat keterangan sehat dari dokter.

 Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.

Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan

perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan

persyaratan yang meliputi :

 Fotokopi SIB yang masih berlaku.  Fotokopi iJazah bidan.

 Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai

pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.  Surat keterangan sehat dari dokter.

 Rekomendasi dari organisasi profesi.

 Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum

habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

C. Kewenangan Bidan Di Komunitas

Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk

(22)

asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan

masyarakat sesuai dengan budaya setempat.

Wewenang bidan komunitas meliputi:

a. Pengetahuan dasar

 Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.  Masalah kebidanan komunitas.

 Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan

masyarakat.

 Strategi pelayanan kebidanan komunitas.

 Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam

keluarga dan masyarakat.

 Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.  Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

b. Pengetahuan tambahan

 Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)  Pemasaran social

 Peran serta masyarakat  Audit maternal perinatal  Perilaku kesehatan masyarakat

 Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan

anak

c. Keterampilan dasar

 Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita

dan KB di masyarakat.

 Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.

 Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.

 Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat

untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.  Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.  Melakukan pencatatan dan pelaporan

d. Keterampilan tambahan

 Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.  Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.

 Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan

kewenangannya.

 Menggunakan tehnologi tepat guna.

(23)

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan

terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi

profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang

profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,

keuangan, militer, dan teknik .

Perilaku Profesional Bidan

1. Bertindak sesuai keahliannya 2. Mempunyai moral yang tinggi 3. Bersifat jujur

4. Tidak melakukan coba-coba

5. Tidak memberikan janji yang berlebihan 6. Mengembangkan kemitraan

7. Terampil berkomunikasi 8. Mengenal batas kemampuan 9. Mengadvokasi pilihan ibu

BAB V

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,

kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan

kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam

mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan

atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan

direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan

kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan

yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.

Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara kawasan

Asia Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi

juga masih tinggi yaitu 35/1000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia tahun 2007). Sejalan dengan komitmen pemerintah dalam

(24)

didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pencapaian angka

kematian ibu menjadi 112/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi

menjadi 20/1000 kelahiran hidup.

A. Pengertian

Pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri dan neonatal adalah upaya

untuk mengatasi keadaan dari kesakitan agar pasien tidak meninggal, atau

memburuk keadaannya.

B. Tujuan pertolongan pertama kegawatdaruratan  Mnurunkan angka kematian ibu dan anak

 Menyelamatkan/ mempertahankan hidup, dan mencegah cacat

Prinsip umum penanganan penderita gawat darurat adalah penilaian keadaan

penderita, penentuan permasalahan utama ( diagnosis) dan tindakan yang

dilakukan harus cepat, tepat,cermat dan terarah, dan juga komunikasi harus

diperhatikan.

Hal- hal yang harus diperhatikan

 Menghormati pasien(respect)  Kelembutan

 Komunikatif  Hak pasien

 Dukungan keluarga(family support)  Penilaian awal

 Penilain klinik lengkap  Pemeriksaan laboratorium

C. Prinsip Penanggulangan Pasien Gawat Darurat

Kematian penderita gawat darurat akan terjadi dalam waktu singkat

(4-6 menit) bila terdapat kerusakan pada sistem susunan saraf pusat, pernafasan,

kardiovaskuler,hipoglikemia, dll.

(25)

 Abortus

 Mola hidatidosa (Kista Vesikular)  Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)  Plasenta previa

 Solusio (Abrupsio) Plasenta

 Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)  Ruptur Uteri

 Perdarahan Pascapersalinan  Syok Hemoragik

 Preeklamsia Berat

2. Kegawatdaruratan neonatal  BBLR

(26)

BAB VI

PELAYANAN KONTRASEPSI DAN RUJUKAN

A. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi moderen (metode efektif). (Birang Avandi, 2003).

B. Cara Kontrasepsi

Cara Kontrasepsi sederhana dan Moderen/Metode Efektif, (Birang Avandi, 2003) :

1. Cara Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat.

Kontarsepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan : a. Senggama terputus

Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal, karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar.

b. Pantang berkala

(27)

Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan:

1. Kondom/Diafragma

Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan yang sudah populer di masyarakat. Kondom adalah suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak berpori, dipakai untuk menutupi zakar yang berdiri (tegang) sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah dibuktikan dalam penelitian di laboratorium sehingga dapat mencegah penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS.

Kondom mempunyai kelebihan antara lain mudah diperoleh di apotek, toko obat, atau supermarket dengan harga yang terjangkau dan mudah dibawa kemana-mana. Selain itu, hampir semua orang bisa memakai tanpa mengalami efek sampingan. Kondom tersedia dalam berbagai bentuk dan aroma, serta tidak berserakan dan mudah dibuang. Sedangkan diafragma adalah kondom yang digunakan pada wanita, namun kenyataannya kurang populer di masyarakat.

2. Cream, Jelly, atau Tablet Berbusa

Semua kontrasepsi tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam liang vagina 10 menit sebelum melakukan senggama, yaitu untuk menghambat geraknya sel sperma atau dapat juga membunuhnya. Cara ini tidak populer di masyarakat dan biasanya mengalami keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan sehingga pria kurang puas.

2. Cara kontrasepsi modern/metode Efektif a. Pil

(28)

segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain. Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan pertama atau menjarangkan waktu kehamilan-kehamilan berikutnya sesuai dengan keinginan wanita. Berdasarkan atas bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil itu dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Tetapi, bagi wanita-wanita yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang lainnya seperti spiral atau sterilisasi, hendaknya juga dipertimbangkan. Akan tetapi, ada pula keuntungan bagi penggunaan jangka panjang pil pencegah kehamilan. Misalnya, beberapa wanita tertentu merasa dirinya secara fisik lebih baik dengan menggunakan pil daripada tidak. Atau mungkin menginginkan perlindungan yang paling efektif terhadap kemungkinan hamil tanpa pembedahan. Kondisi-kondisi ini merupakan alasan-alasan yang paling baik untuk menggunakan pil itu secara jangka panjang.

Jenis-jenis Pil

1) Pil gabungan atau kombinasi

Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur.

2) Pilberturutan

(29)

minum 1 atau 2 pil berturutan pada awal siklus akan dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan telur sehingga terjadi kehamilan. Karena pil berturutan dalam mencegah kehamilan hanya bersandar kepada estrogen maka dosis estrogen harus lebih besar dengan kemungkinan risiko yang lebih besar pula sehubungan dengan efek-efek sampingan yang ditimbulkan oleh estrogen.

3) Pil khusus – Progestin (pil mini)

Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi.

Kontra indikasi Pemakaian Pil

Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau kanker kandungan, hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala).

Efek Samping Pemakaian Pil

Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi (hiperpigmentasi), jerawat, penyakit jamur pada liang vagina (candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan berat badan.

(30)

AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita yang ternyata belum dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini. Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini.

Jenis-jenis AKDR di Indonesia 1. Copper-T

AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik.

a. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.

b. Multi Load

AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.

(31)

AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

Pemasangan AKDR

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali.

Kontra indikasi pemasangan AKDR : a. Belum pernah melahirkan

b. Adanya perkiraan hamil

c. Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan kanker rahim.

(32)

Keluhan yang dijumpai pada penggunaan AKDR adalah terjadinya sedikit perdarahan, bisa juga disertai dengan mules yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan berlangsung terus-menerus dalam jumlah banyak, pemakaian AKDR harus dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada perangai haid. Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama 1–2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari. Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap AKDR yang merupakan benda asing dalam rahim. Dengan pemberian obat analgetik keluhan ini akan segera teratasi. Selain hal di atas, keputihan dan infeksi juga dapat timbul selama pemakaian AKDR.

Ekspulsi

Selain keluhan-keluhan di atas, ekspulsi juga sering dialami pemakai AKDR, yaitu AKDR keluar dari rahim. Hal ini biasanya terjadi pada waktu haid, disebabkan ukuran AKDR yang terlalu kecil. Ekspulsi ini juga dipengaruhi oleh jenis bahan yang dipakai. Makin elastis sifatnya makin besar kemungkinan terjadinya ekspulsi. Sedangkan jika permukaan AKDR yang bersentuhan dengan rahim (cavum uteri) cukup besar, kemungkinan terjadinya ekspulsi kecil.

Lama Pemakaian AKDR

(33)

b. Suntikan

Kontrasepsi suntikan adalah obat pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut pada wanita subur. Obat ini berisi Depo Medorxi Progesterone Acetate (DMPA). Penyuntikan dilakukan pada otot (intra muskuler) di bokong (gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid).

1) Cara pemakaian

Cara ini baik untuk wanita yang menyusui dan dipakai segera setelah melahirkan. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu empat minggu setelah melahirkan. Suntikan kedua diberikan setiap satu bulan atau tiga bulan berikutnya.

2) Kontra indikasi

Kontrasepsi suntikan tidak diperbolehkan untuk wanita yang menderita penyakit jantung, hipertensi, hepatitis, kencing manis, paru-paru, dan kelainan darah.

3) Efek samping kontrasepsi suntikan a) Tidak datang haid (amenorrhoe) b) Perdarahan yang mengganggu

c) Lain-lain: sakit kepala, mual, muntah, rambut rontok, jerawat, kenaikan berat badan, hiperpigmentasi.

c. Norplant

Norplant merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang bisa digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norplant dipasang di bawah kulit, di atas daging pada lengan atas wanita. Alat tersebut terdiri dari enam kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari bahan karet silastik. Masing-masing kapsul mengandung progestin levonogestrel sintetis yang juga terkandung dalam beberapa jenis pil KB. Hormon ini lepas secara perlahan-lahan melalui dinding kapsul sampai kapsul diambil dari lengan pemakai. Kapsul-kapsul ini bisa terasa dan kadangkala terlihat seperti benjolan atau garis-garis. ( The Boston’s Book Collective, The Our Bodies, Ourselves, 1992)

(34)

itu, sering juga digunakan untuk menyebut implant. Di beberapa daerah, implant biasa disebut dengan susuk.

Indonesia merupakan negara pemula dalam penerimaan norplant yang dimulai pada 1987. Sebagai negara pelopor, Indonesia belum mempunyai referensi mengenai efek samping dan permasalahan yang muncul sebagai akibat pemakaian norplant. Pada 1993, pemakai norplant di Indonesia tercatat sejumlah 800.000 orang.

Efektivitas norplant

Efektivitas norplant cukup tinggi. Tingkat kehamilan yang ditimbulkan pada tahun pertama adalah 0,2%, pada tahun kedua 0,5%, pada tahun ketiga 1,2%, dan 1,6% pada tahun keempat. Secara keseluruhan, tingkat kehamilan yang mungkin ditimbulkan dalam jangka waktu lima tahun pemakaian adalah 3,9 persen. Wanita dengan berat badan lebih dari 75 kilogram mempunyai risiko kegagalan yang lebih tinggi sejak tahun ketiga pemakaian (5,1 persen).

Yang tidak diperbolehkan menggunakan norplant

Wanita yang tidak diperbolehkan menggunakan norplant adalah mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, migrain, epilepsi, benjolan pada payudara, depresi mental, kencing batu, penyakit jantung, atau ginjal.

Pemasangan norplant

(35)

seminggu setelah pemasangan. Setelah itu, setahun sekali selama pemakaian dan setelah 5 tahun norplant harus diambil/dilepas.

Kelebihan dan kekurangan norplant

Kelebihan norplant adalah masa pakainya cukup lama, tidak terpengaruh faktor lupa sebagaimana kontrasepsi pil/suntik, dan tidak mengganggu kelancaran air susu ibu. Sedangkan kekurangannya adalah bahwa pemasangan hanya bisa dilakukan oleh dokter atau bidan yang terlatih dan kadang-kadang menimbulkan efek samping, misalnya spotting atau menstruasi yang tidak teratur. Selain itu, kadang-kadang juga menimbulkan berat badan bertambah.

Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu:

Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita)

Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi. Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu vasektomi. Dengan demikian, jika salah satu pasangan telah mengalami sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang konvensional. Cara kontrasepsi ini baik sekali, karena kemungkinan untuk menjadi hamil kecil sekali. Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikia, sterilisasi tidak boleh dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang harus dijadikan patokan untuk mengambil keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25–30 tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.

(36)

System rujukan dalam mekanisme pelayanan MKET merupakan suatu system pelimpahan tanggung jawab timbal balik diantara unit

pelayanan MKET baik secra vertical maupun horizontal atau kasus atau masalah yang berhubungan dengan MKET

Unit pelayanan yang dimaksud disini yaitu menurut tingkat kemampuan dari yang paling sederhana berurut-turut keunit pelayanan yang paling mampu

a. Untuk AKDR :

Dokter dan bidan praktek swasta, rumah bersalin, klinik KB, puskesmas, RS klas D RS klas D, RS klas C, RS klas B, RS klas B2, dan RS klas A

b. Untuk implant :

Dokter dan bidan praktek swasta, Rumah Bersalin, Klinik KB, Puskesmas, RS klas D RS Klas D ₊, RS klas C, RS Klas B, RS Klas B2, dan RS klas A.

c. Untuk Vasektomi :

Dokter praktek swasta, puskesmas,RS klas D RS klas B, RS klas D₊, RS klas C, RS klas B, RS fklas B2, dan RS klas A

d. Untuk tubektomi :

Dokter Praktek Swasta berkelompok, RS klas D, RS klas Df₊, RS klas C, RS klas B, RS klas B2, dan RS klas A.

4. Tujuan Rujukan

Terwujudnya suatu jaringan pelayanan MKET yang terpadu disetiap tingkat wilayah, sehingga setiap unit pelayanan memberikan pelayanan secara berhasil guna dan berdaya guna maksimal, sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing.

(37)

Jenis Rujukan

Rujukan MKET dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu sebagai berikut: 1. Pelimpahan Kasus

Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan maksud memperoleh pelayanan yang lebih baik dan sempurna.

Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke unit pelayanan yang lebih sederhana dengan maksud memberikan pelayanan selanjutnya atas kasus tersebut

Pelimpahan kasus ke unit pelayanan MKET dengan tingkat kemampuan sama dengan pertimbangan geografis, ekonomi dan efisiensi kerja.

2. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan

Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan ini dapat dilakukan dengan: Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke unit pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud memberikan latihan praktis.

3. Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan maksud memberikan latihan praktis

Pelimpahan tenaga ke unit pelayanan MKET dengan tingkat kemampuan sama dengan maksud tukar-menukar pengalaman

Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic

(38)

b. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud untuk dicobakan atau sebagai informasi

c. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan dengan tingkat kemampuan sama dengan maksud sebagai informasi atau untuk dicobakan

Sasaran Rujukan MKET 1. Sasaran obyektif

a. PUS yang akan memperoleh pelayanan MKET b. Peserta KB yang akan ganti cara ke MKET

c. Peserta KB MKET untuk mendapatkan pengamatan lanjutan

d. Peserta KB yang mengalami komplikasi atau kegagalan pemakaian MKET

e. Pengetahuan dan keterampilan MKET f. Bahan-bahan penunjang diagnostic 2. Sasaran subyektif

Petugas-petugas pelayanan MKET disemua tingkat wilayah.

Jaringan rujukan MKET

1. Dokter/bidan praktek swasta, Rumah Bersalin dengan kewajiban a. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi sendiri

keunit pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat

b. Menerima kembali untuk tindakan lebih lanjut kasus yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu c. Mengadakan konsultasi dengan mengusahakan kunjungan ke unit

pelayanan yang lebih mampu untuk meningkatkan pengetahuan pelayanan yang lebih mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

d. Mengusahaan kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu untuk pembinaan tugas dan pelayanan MKET

2. Unit pelayanan MKET tingkat kecamatan (puskesmas) yang mempunyai kewajiban sebagai berikut:

(39)

b. Meengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk

c. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat

d. Menerima kembali untuk pembunaan tindak lanjut kasus-kasus yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu e. Mengadakan konsultasi dan mengadakn kunjungan ke unit

pelayanan yang lebih mampu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

f. Mengusahakan adanya kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat

g. Mengirim bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu, jika tidak dapat melakukan pemeriksaan diagnose yang lebih tepat

h. Menerima kembli hasil pemeriksaan bahan-bahan diagnosik yang sebelumnya dikirim ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu 3. Unit pelayanan MKET tingkat kabupaten/kotamadya (RS klas D,RS

klas D, RS klas C).

a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET dibawahnya. Pelayanan

b. Mengirim kembali kasus yang sedang ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk

c. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat

d. Kasus kembali untuk pembunaan tindak lanjut kasus-kasus yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu e. Mengadakan konsultasi dan mengadakan kunjungan ke unit

pelayanan yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat

f. Mengusahakan adanya kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat

(40)

pemeriksaan sendiri atau jika hasilnya meragukan untuk menegakkan diagnose yang lebih tepat

h. Menerima kembali hasil pemeriksaan bahan-bahan diagnostic yang sebelumya dikirim ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu 4. Unit pelayanan mKET tingkat provinsi (RS klas C, RS klas B, RS klas

B2).

a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET dibawahnya

b. Mengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk

c. Menerima konsultasi dan latihan petugas pelayanan MKET dari Unit pelayanan MKET dibawahnya

d. Mengusahakan dilaksanakannya kunjungan tenaga/spesialis keunit pelayanan MKET yang kurang mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat

e. Menerima rujukan bahan-bahan penunjang diagnostic

f. Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic tersebut diatas

5. Unit pelayanan MKET tingkst pusat (RS klas A)

a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET dibawahnya

b. Mengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk

c. Menerima konsultasi dan latihan petugas pelayanan MKET dari unit pelayanan MKET dibawahnya

d. Mengusahakan dilaksanakannya kunjungan tenaga/spesialis ke unit pelayanan MKET yang kurang mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat

e. Menerima rujukan bahan-bahan penunjang diagnostic

f. Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic tersebut diatas

C. Mekanisme (Tata Cara) Rujukan 1. Rujukan kasus

(41)

1) Unit pelayanan MKET yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih mampu.

Unit pelayanan bisa merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih mampu setelah melakukan proses pemeriksaan dan dengan hasil sebagai berikut

a) Berdasarkan pemeriksaan penunjang diagnostic kasus tersebut tidak dapat diatasi

b) Perlu pemeriksaan penunjang diagnostic yang lebih lengkap dengan memerlukan kedatangan penderita ybs

c) Setelah dirawat dan diobati ternyata penderita masih memerlukan perawatan dan pengobatan di unit pelayanan yang lebih mampu

2) Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih sederhana

Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih sederhana:

a) Setelah melakukan pemeriksaan dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang diagnostic, terhadap penderita ternyata pengobatan dan perawatan dapat dilakukan di unit pelayanan yang lebih sederhana

b) Setelah melakukan pengobatan dan perawatan ternyata penderita masih melakukan pembinaan selanjutnya yang dapat dilakukan oleh unit pelayanan yang lebih sederhana

3) Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan dengan kemampuannya yang sama.

a. Unit pelayanan dapat merujuk ke unit pelayanan dengan kemampuan sama jika:

(42)

2) Setelah melakukan pengobatan dan perawatan, penderita masih memerlukan pembinaan lanjutan di unit pelayanan yang lebih dekat

b. Unit pelayanan yang menerima rujukan

1) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang lebih sederhana.

2) Sesudah melakukan pemeriksaan penunjang diagnostic, dapat mengirimkan kembali penderita ke unit pelayanan yang merujuk untuk perawatan dan pengobatan

3) Sesudah melakukan perawatan dan pengobatan, dapat mengirimkan kembali penderita ke unit pelayanan yang merujuk untuk pembinaan lebuh lanjut

c. Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang lebih mampu

2. Rujukan bahan-bahan penunjang diagnostic a. Unit pelayanan yang merujuk

1) Unit pelayanan yang merujuk ke unit pelayanan yang lebih mampu 2) Jika tidak mampu melakukan pemeriksaan sendiri terhadap

bahan-bahan penunjang diagnostic tersebut

3) Jika hasil pemeriksaan terhadap bahan-bahan penunjang diagnostic tersebut meragukan

(43)

c. Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan dengn kemampuan yang sama jika hasil pemeriksaan bahan diagnostic tersebut perlu diinformasikan dan pemerikaan bahan diagnostic tersebut akan dicobakan di unit pelayanan yang dirujuk

d. Unit pelayanan yang menerima rujukan

1) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang lebih sederhana perlu melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a) Melakukan pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic yang dirujuk.

b) Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic kepada unit pelayanan yang merujuk.

2) Unit pelayanan yang menerima bahan-bahan penunjang diagnostic dari unit pelayanan yang lebih mampu, perlu melakukan tindakan.” Mencoba pemeriksaan yang lebih mampu, perlu melakukan yang dirujuk”

3) Unit pelayanan yang menerima bahan penunjang diagnostic dari unit pelayanan dengan kemampuan yang setingkat, perlu melakukan tindakan.

Mencoba pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic yang dirujuk. Rujukan kemampuan dan keterampilan

a. Unit pelayanan yang merujuk

1) Unit pelayanan yang merujuk ke unit pelayanan yang lebih mampu a) Melakukan konsultasi

(44)

BAB VII SISTEM RUJUKAN

A. Sistem Rujukan

Sistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang memungkinkan pelayanan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu untuk memberikan pelayanan yang cukup.

Dalam sistem rujukan dibutuhkan pusat rujukan sebagai pusat rujukan alat dan tenaga kesehatan yang memiliki perlengkapan yang lebih canggih,yakni RS kabupaten/kota.

B. Jenis-jenis rujukan 1. Rujukan terlambat

Rujukan yang disebabkan oleh mekanisme rujukan yang belum dilaksanakan secara tepat dan terencana sejak dari rumah/tempat kejadian hingga rumah sakit, sehingga kondisi kesehatan ibu dan anak dalam kondisi yang kritis.

a. Sering kali disebabkan oleh: 1) Faktor geografi

Lokasi terpencil dan jauh dari jangkauan akses menuju rujukan atau transportasi.

2) Faktor sosial budaya

Persepsi masyarakat yang masih percaya pada dukun atau pengobatan alternatif

3) Faktor sosial ekonomi

Pemahaman pemanfaatan pelayanan kesehatan masih rendah karena adanya tingkat sosial ekonomi yang rendah dengan kesulitan biaya rujukan.

(45)

Komplikasi pada penyakit ibu/anak ,penolong pertama belum memahami sistem rujukan.

2. Rujukan terencana

Rujukan yang dikembangkan secara sederhana,mudah di mengerti dan dapat disiapkan atau direncanakan oleh ibu atau keluarga dalam mempersiapkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Bertujuan :

 Menurunkan atau mengurangi rujukan terlambat  Mencegah komplikasi ibu dan anak

 Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak sehingga keterlambatan dalam pengenalan masa pengambilan keputusan, pengiriman rujukan serta penanganan di pusat rujukan dapat teratasi dengan baik.

 Macam-macam rujukan terencana : a. Rujukan dini berencana

Rujukan yang dilakukan pada ibu /anak yang masih sehat yang diperkirakan mungkin ada komplikasi

b. Rujukan tepat waktu

Rujukan yang harus segera dilakukan dalam menyelamatkan nyawa khusus yang dilakukan pada ibu/anak yang mengalami komplikasi

C. Jenjang Tingkat Tempat Rujukan 1. Tingkat Kader

Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawat daruratan.

2. Tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas

(46)

Jalur rujukan 1. Dari Kader

Dapat langsung merujuk ke : a. Puskesmas pembantu

b. Pondok bersalin / bidan desa c. Puskesmas / puskesmas rawat inap d. Rumah sakit pemerintah / swasta 2. Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke : 1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa 3) Puskesmas / puskesmas rawat inap 4) Rumah sakit pemerintah / swasta

Dari Puskesmas Pembantu

- Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

Dari Pondok bersalin / Bidan Desa

- Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

Mekanisme rujukan - Pada tingkat Kader

Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan.

- Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas

Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.

Selain itu sebelum merujuk bidan harus memperhatikan sistem rujukan yaitu menggunakan BAKSOKUDA.

(47)

BIDAN : Pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompetan dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan.

ALAT : Bahwa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set, tensi meter, stetoskop dan oksitosin.

KELUARGA : Beritahu keluaraga tentang kondisi terakhir ibu dan alasan kenapa harus dirujuk,suami dan anggota yang lain harus menemani ibu untuk dirujuk.

SURAT : Beri surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi ibu,alasan rujukan,uraian hasil rujukan,asuhan, atau obat” yang telah diterima ibu.

OBAT : Bawa obat”an esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk

KENDARAAN : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan

UANG : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan

(48)

Hal – Hal Yang Menyebabkan Kegagalan Proses Rujukan

Sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu

 Tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait,

 Keterbatasan sarana,

 Tidak ada dukungan peraturan.

 Keterbatasan seorang dokter dalam mengamati efek samping obat,

 Tidak melibatkan farmasis,.(http://sistem rujukan .com)

Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan. (http://sistem rujukan.com)

Hingga saat ini, pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia masih terus disempurnakan hingga nantinya dapat mengakses segala kekurangannya dan merubah kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan agar sistem yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Semoga bermanfaat. (http://sistem rujukan.com).

Kebijakan Pengelolaan Pelayanan Rujukan Obstetri & Neonatal Dasar dan Komprehensif ( PONED& PONEK )

Pengertian: Lembaga dimana rujukan kasus diharapkan dapat diatasi dengan baik, artinya tidak boleh ada kematian karena keterlambatan dan kesalahan penanganan

Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan:

Kegawatdaruratan dapat terjadi secara tiba-tiba (hamil, bersalin,nifas atau bayi baru lahir), tidak dapat diprediksi.

(49)

Upaya Penanganan Terpadu Kegawatdaruratan: 1. Dimasyarakat

Peningkatan kemampuan bidan terutama di desa dalam memberikan pelayanan esensial, deteksi dini dan penanganan kegawatdaruratan (PPGDON)

2. Di Puskemas

Peningkatan kemampuan dan kesiapan puskesmas dlm memberikan Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar ( PONED )

3. Di Rumah Sakit

Peningkatan kemampuan dan kesiapan RS kab / kota dlm PONEK 4. Pemantapan jarigan pelayanan rujukan obstetri & neonatal

Koordinasi lintas program, AMP kab / kota dll

Kegiatan Making Pregnancy Safer (MPS) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Bayi

1. Pelayanan Obstetri dasar di tingkat Polindes dan Puskesmas

2. Menyediakan minimal 4 Puskesmas PONED di setiap Kabupaten/Kota 3. Menyediakan 1 Pelayanan PONEK 24 jam di Rumah Sakit

Kabupaten/Kota

Jenis kriteria pelayanan kesehatan rujukan: 1. PUSKESMAS PONED

Puskesmas yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan neonatal dengan komplikasi yang mengancam jiwa ibu dan neonatus

Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar, meliputi: a. Pemberian oksitosin parenteral

b. Pemberian antibiotik parenteral

c. Pemberian sedatif parenteral pada tindakan kuretase digital dan plasenta manual

(50)

Pelayanan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi: a. Resusitasi bayi asfiksia

b. Pemberian antibiotik parenteral c. Pemberian anti konvulsan parenteral d. Pemberian Phenobarbital

e. Kontrol suhu

f. Penanggulangan gizi

2. RUMAH SAKIT PONEK 24 JAM

Rumah sakit yang memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pertolongan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar dan komprehensif dan terintergrasi selama 24 jam secara langsung terhadap ibu hamil, nifas dan neonatus, baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader, bidan, Puskesmas PONED, dll

Kemampuan PONEK meliputi : 1) Pelayanan obstetri komprehensif

 Pelayanan obstetri emergensi dasar (PONED)  Transfusi darah

 Bedah Caesar

2) Pelayanan Neonatal Komprehensif  Pelayanan neonatal emergensi dasar  Pelayanan neonatal intensif

Kriteria RS PONEK 24 Jam:

a. Memberikan pelayanan PONEK 24 jam secara efektif (cepat, tepat-cermat dan purnawaktu) bagi bumil/bulin, bufas, BBL – ada SOP b. Memiliki kelengkapan sarana dan tenaga terampil untuk

melaksanakan PONED/PONEK (sesuai dengan standar yang dikembangkan) – tim PONEK terlatih

c. Kemantapan institusi dan organisasi, termasuk kejelasan mekanisme kerja dan kewenangan unit pelaksana/tim PONEK- ada kebijakan d. Dukungan penuh dari Bank Darah / UTD – RS, Kamar Operasi,

HCU/ICU/NICU, IGD dan unit terkait lainnya

(51)

Faktor-Faktor Penyebab Rujukan Pada Ibu 1. Riwayat bedah sesar

2. Perdarahan pervaginam 3. Persalinan kurang bulan

4. Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang pecah 5. Ketuban pecah lebih dari 24 jam

6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan 7. Ikterus

8. Anemia berat

9. Tanda /gejala infeksi

10. Pre-eklampsia /Hipertensi dalam kehamilan 11. Tinggi fundus 40 cm/lebih

12. Gawat janin

13. Primapara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masuk 5/5 14. Presentasi bukan belakang kepala

15. Presentasi ganda (mejemuk) 16. Kehamilan ganda (gemelli) 17. Tali pusat menumbung 18. Syok.

(52)

BAB VIII

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kebidanan Komunitas

sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan

pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain

menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah

kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat.

Kebidanan mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan

pelayanan yang dilakukannya untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan.

Komunitas adalah kelompok orang yang berbeda di suatu lokasi tertentu yang

mempunyai norma dan nilai.

Demikianlah makalah yang telah kami susun, kami ucapkan terimakasih

kepada Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Birang Avandi, Enriquito R.Lu, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Bina Pustaka, Jakarta.

Meilani Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal Essensial. 2008

Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.

http://lubis454.wordpress.com/category/rujukan-persalinan/

http://kebidanank.blogspot.com/2011/11/kebidanan-komunitas-dian-husada.html

Referensi

Dokumen terkait

Dampak yang nantinya akan terjadi pada saat permasalahan belum bisa ditangani adalah debit air dalam sistem irigasi yang ada saat ini akan berkurang dan mempengaruhi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada perawat sehingga dapat meningkatkan pelayanan pasien yang masuk di IGD dengan meningkatkan waktu

Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum

Antiok sidan Flav onoid Kurkumin Wet _Abilit y L a b kelarutan bulk _dens ity.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan POC daun yang diaplikasikan pada tanah dengan dosis 4ml/l dan 2 ml/l, serta asap cair 2% belum mampu menekan perkembangan penyakit

Hal ini mungkin terjadi apabila laporan yang disajikan oleh perusahaan dianggap tidak berkualitas dan reliable oleh investor sehingga investor akan menggunakan informasi dari

Kemudian, dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas permohonan pemegang saham yang (bersama-sama) mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan

Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan yang berkaitan dengan kemampuan membaca dan metode Drill diantaranya adalah: Pertama, penelitian tindakan