• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN DAN TEORI TEORI ETIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGERTIAN DAN TEORI TEORI ETIKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN DAN TEORI-TEORI ETIKA

Tugas Akhir Etika Bisnis dan Profesi

Dosen Pengampu:

Faqiatul Mariya Waharini, S.E., M.Si

Disusun Oleh:

Dian Wicaksono 12.0102.0070 Ebieta Ade Noviansary 15.0102.0006 Novia Nur Anggraini 15.0102.0043

Tri Mugiarti 15.0102.0065

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

(2)

Statement of Authorships

“Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini belum pernah disajikan sebagai bahan untuk makalah atau tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

Mata Kuliah : Etika Bisnis dan Profesi

Judul Makalah/Tugas : Pengertian dan Teori-teori Etika Tanggal : 09 Februari 2018

Dosen : - Dosen 1

- Dosen 2

: Farida, S.E., M.Si

: Faqiatul Mariya Waharini, S.E., M.Si

Yang Membuat Pernyataan

Penulis 1

Dian Wicaksono 12.0102.0070

Penulis 2

Ebieta Ade Noviansary 15.0102.0006

Penulis 3

Novia Nur Anggraini 15.0102.0043

Penulis 4

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di antara para etikawan tentang apakah etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut paham etika absolut dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan di mana pun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini. Mereka justru mengatakan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum. Prinsip atau nilai moral yang ada dalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda dan untuk situasi yang berbeda pula. Tokoh berpengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan James Rachels yang berpendapat bahwa ada pokok teoretis yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk kelestarian masyarakat.

Etika menjadi persoalan yang penting dalam aktivitas bisnis saat ini, bahkan menjadi pusat sorotan bisnis kontemporer. Hal ini dikarenakan aktivitas bisnis menimbulkan banyak perdebatan dan dilema khususnya terkait etika dalam operasional perusahaan. Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan yang melakukan praktik yang tidak etis untuk mencapai tujuannya. Praktik tidak etis yang dilakukan perusahaan antara lain adalah penyalahgunaan penentuan harga terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan, tidak adanya kesejahteraan dalam organisasi, perlakuan tidak adil terhadap karyawan, tidak etis saat menjalin kerjasama dengan sesama rekan bisnis, tidak adanya tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta berbagai pelanggaran etika lainnya (Haurissa dan Praptiningsih: 2014).

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsepsi Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang menurut Kerat (1998) adalah adat istiadat atau kebiasaan. Perpanjangan dari adat istiadat membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu setiap tindakan mengikuti aturan, dan aturan tersebut membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku. Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral (atau moralitas). Meskipun keduanya terkait dengan baik dan buruknya tindakan manusia, etika dan moral memiliki pengertian yang berbeda. Moral lebih terkait dengan nilai baik dan buruk setiap perubahan manusia, sedangkan etika lebih merupakan ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk tersebut (Hendar Riyadi, 2007: 114 dalam Abdul Aziz: 2013). Etika mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki setiap dasar norma tersebut, serta mempersoalkan hak dari setiap lembaga.

Etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma sehingga membantu manusia menjadi lebih otonom. Otonomi (kebebasan) manusia tidak terletak dalam kebebasan dari segala norma dan tidak sama dengan tindakan yang sewenang-sewenang, melainkan tercapai dalam kebebasan untuk mengakui norma-norma yang diyakininya sendiri sebagai kewajibannya. Etika merupakan pembahasan yang bersifat fungsional mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan buruknya tingkah laku terebut. Etika atau norma dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran kritis yang dapat membedakan antara hal yang sah dan hal yang tidak sah, hal yang baik dan buruk, serta hal yang salah dan hal yang benar. Etikawan dari Yunani Kuno mengembangkan berbagai pemikiran untuk mendiskusikan berbagai cara untuk menjadikan kebahagiaan dan kesempurnaan dalam hidup secara peripurna sesuai dengan tujuan hidup dan cita-citanya.

B. PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL

Perilaku moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Perilaku di luar kesadaran moral adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial. Kebanyakan perilaku anak balita dapat digolongkan ke dalam perilaku di luar kesadaran moral (unmoral behavior). Perkembangan moral (moral development)

(5)

Tingkat (Level) Sublevel Ciri Menonjol

Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman

2. Orientasi pada hadiah

Menyesuaikan diri untuk memperoleh hadiah/pujian

Menyesuaikan diri untuk menghindari celaan orang lain

4. Orientasi otoritas Mematuhi hukum dan peraturan sosial untuk menghindari kecaman dari otoritas dan perasaan bersalah karena tidak melakukan kewajiban

Tindakan yang dilaksanakan atas dasar prinsip yang disepakati bersama masyarakat demi kehormatan diri

6. Orientasi prinsip etika

Tindakan yang didasarkan atas prinsip etika yang diyakini diri sendiri untuk menghindari penghukuman diri

Tabel 1. Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg

1. Pra-konvensional

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri. Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Tahap kedua, perspektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

2. Konvensional

(6)

menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya.

Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.

3. Pasca-konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional. Individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat.

(7)

C. TEORI ETIKA

Teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam (dan sosial) yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Fungsi teori dan ilmu pengetahuan adalah untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Sebagai ilmu, etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang berpengaruh.

1. Egoisme

Rachel (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interst). Jadi yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

Paham/teori egoisme etis ini menimbulkan banyak dukungan sekaligus kritikan. Alasan yang mendukung teori egoisme etis, antara lain:

a. Argumen bahwa altruismeadalah tindakan menghancurkan diri sendiri.

b. Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas sehat.

Alasan yang menentang teori egoisme etis antara lain:

a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang.

2. Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris

(8)

masyarakat). Dari uraian sebelumnya, paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:

a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan, atau hasilnya).

b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap paham ini antara lain:

a. Sebagaimana paham egoisme, utilitarianisme juga hanya menekankan tujuan/manfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani (spiritual).

b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu/minoritas demi keuntungan sebagian besar orang (mayoritas).

3. Deontologi

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Kedua teori egoisme dan utilitarianisme sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut. Bila akibat dari suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi.

Untuk memahami lebih lanjut tentang paham deontologi ini, sebaiknya dipahami terlebih dahulu dua konsep penting yang dikemukakan oleh Kant, yaitu konsep imperative hypothesis dan imperative categories. Imperative hypothesis

adalah perintah-perintah (ought) yang bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan. Imperative categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja tanpa syarat apa pun. Dengan dasar pemikiran yang sama, dapat dijelaskan bahwa beberapa tindakan seperti membunuh, mencuri, dan beberapa jenis tindakan lainnya dapat dikategorikan sebagai imperative categories, atau keharusan/kewajiban moral yang bersifat universal dan mutlak.

(9)

semua hal di dunia diciptakan Tuhan untuk melayani umat manusia. Teori deontologi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Rational monism

Teori ini dibuat oleh Immanuel Kant yang menyakini bahwa suatu tindakan dianggap bermoral jika dilakukan dengan sense of duty (rasa tanggung jawab). Tugas atau kewajiban individu adalah melakukan sesuatu yang rasional dan bermoral, sehingga semua tindakan yang berasal dari keinginan Tuhan dianggap bermoral. Untuk membedakan tindakan bermoral dan tidak bermoral, maka perlu diajarkan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Ukuran yang digunakan adalah hati nurani individu yang bersangkutan.

b. Traditional deontology

Teori ini memiliki dasar religi yang kuat, yaitu menyakini Tuhan dan kesucian hidup. Tugas dan kewajiban moral berpedoman pada perintah Tuhan. Semua tindakan yang harus dilakukan harus berdasarkan perintah Tuhan.

c. Intuitionistic pluralis

Teori ini tidak memiliki prinsip utama, hanya menyatakan bahwa ada beberapa aturan moral atau kewajiban yang harus diikuti oleh semua manusia. Aturan dan kewajiban tersebut sama pentingnya sehingga sering muncul konflik satu aturan dengan aturan lainnya. Tujuh kewajiban utama yang harus dilakukan manusia :

1) Kewajiban akan kebenaran, kepatuhan, ketaatan, menjaga rahasia, setia, dan tidak berbohong.

2) Kewajiban untuk berderma, murah hati, dan membantu orang lain. 3) Tidak merugikan orang lain.

4) Menjunjung tinggi keadilan.

5) Wajib memperbaiki kesalahan yang ada

6) Wajib bersyukur, membalas budi kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita (khususnya orang tua).

7) Kewajiban untuk mengembangkan kemampuan diri

Dewi (2016) menyebutkan bahwa unsur utama yang terkandung dalam etika deontologi adalah sebagai berikut:

a. Kemurahan Hati

(10)

pihak luar, serta bekerja sesuai standar yang telah ditentukan perusahaan dan bekerja maksimal untuk mencapai tujuan yang baik.

b. Keadilan

Prinsip keadilan menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tida sederajat diperlakukan tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan mereka. Misal dengan memperlakukan setiap karyawan dengan sama, pemberian kompensasi yang sesuai dengan tingkat kerja karyawan, serta menempatkan karyawan pada posisi kerja yang sesuai dengan kemampuannya.

c. Otonomi

Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Perusahaan dapat memfasilitasi karyawannya untuk mengembangkan karirnya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan perusahaan. d. Kejujuran

Prinsip kejujuran dapat diartikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak berbohong. Kejujuran merupakan dasar timbulnya saling percaya antar karyawan di organisasi. Penyelesaian sebuah proyek perusahaan dengan baik oleh karyawan merupakan salah satu bentuk implementasi prinsip kejujuran.

e. Ketaatan

Prinsip ketaatan diartikan sebagai tanggung jawab untuk setia pada suatu kesepakatan. Dapat dinilai berdasarkan ketaatan terhadap peraturan perusahaan, ketaatan terhadap perjanjian, ketaatan terhadap prosedur kerja dan atasan perusahaan.

4. Teori Hak

(11)

mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Indonesia juga telah mempunyai Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Hak-hak warga negara yang diatur dalam UU ini, antara lain:

a. Hak untuk hidup

b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan c. Hak untuk memperoleh keadilan

d. Hak untuk kebebasan pribadi e. Hak atas rasa aman

f. Hak atas kesejahteraan

g. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan h. Hak wanita

i. Hak anak

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)

Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Bila ini ditanyakan pada penganut paham egoisme, maka jawabannya adalah: suatu tindakan disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan individu (self-interest) dan suatu tindakan disebut tidak etis bila tidak mampu memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan. Teori ini tidak lagi memepertanyakan suatu tidakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina.

Sebenarnya, teori keutamaan bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan (deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakan yang berulang-ulang.

6. Teori Etika Teonom

Sebenarnya setiap agama mempunyai filsafat etika yang hampir sama. Salah satunya adalah teori etika teonom yang dilandasi oleh filsafat Kristen. Teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Allah sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Ada empat persamaan fundamental filsafat etika semua agama, yaitu:

(12)

b. Semua agama mengakui adanya Tuhan dan semua agama mengakui adanya kekuatan tak terbatas yang mengatur alam raya ini.

c. Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup manusia di dunia, tetapi juga sebagai salah satu syarat mutlak untuk mencapai tujuan akhir (tujuan tertinggi) umat manusia.

d. Semua agama mempunyai ajaran moral (etika) yang bersumber dari kitab suci masing-masing.

Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan Tuhan potensi kecerdasan tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan spiritual, atau apa pun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi kecerdasan tak terbatas ini dimanfaatkan.

D. Prinsip-prinsip Etika

Menurut Keraf (1998), prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis adalah prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip keadilan, prinsip saling menguntungkan, dan prinsip integritas moral. Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Otonomi; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

2. Prinsip Kejujuran; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

3. Prinsip Keadilan; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.

4. Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle); menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.

5. Prinsip Integritas Moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.

(13)

1. Pengendalian diri

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

4. Menciptakan persaingan yang sehat

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) 7. Mampu menyatakan yang benar itu benar

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama 10. Kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati 11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang

berupa peraturan perundang-undangan

Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang sumber daya manusia, manajemen, modal dan teknologi.

E. ETIKA ABAD KE-20

1. Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore

Kata baik adalah kunci dari moralitas, namun Moore merasa heran tidak satu pun etikawan yang berbicara kata baik tersebut, seakan-akan hal itu sudah jelas dengan sendirinya. Ada yang menafsirkan kata baik sebagai nikmat (kaum hedonis), memenuhi keinginan individu (etika egoisme, etika psikologis), memenuhi kepentingan orang banyak (etika utilitarianisme), memenuhi kehendak Allah (etika teonom), dan bahkan ada yang mengatakan kata baik tidak mempunyai arti. Suatu kata tidak dapat didefinisikan jika kata tersebut tidak lagi terdiri atas bagian-bagian sehingga tidak dapat dianalisis. Berdasarkan penjelasan ini, menurut Moore kata baik tidak dapat didefinisikan. Setiap usaha untuk mendefinisikannya akan selalu menimbulkan kerancuan.

2. Tatanan Nilai Max Scheller

Scheller sebenarnya membantah anggapan teori imperative category

(14)

dari tindakan moral adalah tujuan merealisasi nilai-nilai dan bukan asal memenuhi kewajiban saja. Nilai-nilai bersifat material dan apriori. Material di sini bukan dalam arti ada kaitan dengan materi, tetapi sebagai lawan dari kata formal. Menurut Schaller, ada empat gugus nilai yang masing-masing mandiri dan berbeda antara satu dengan yang lain, yaitu: (1) nilai-nilai sekitar enak atau tidak enak, (2) nilai-nilai vital, (3) nilai-nilai rohani murni, dan (4) nilai-nilai sekitar roh kudus.

3. Etika Situasi Joseph Fletcher

Joseph Fletcher termasuk tokoh yang menentang adanya prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak. Ia berpendapat bahwa setiap kewajiban moral selalu bergantung pada situasi konkret. Sesuatu ketika berada dalam situasi tertentu bisa jadi baik dan tepat, tetapi ketika berada dalam situasi yang lain bisa jadi jelek dan salah.

4. Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch

Iris Murdoch mengamati bahwa teori-teori etika pasca-Kant yang memusatkan perhatiannya kepada kehendak bebas tidak mengenai sasaran. Menurut Murdoch, yang khas dari teori-teori etika paasca-Kant adalah bahwa nilai-nilai moral dibuang dari dunia nyata. Teori Murdoch menyatakan bahwa bukan kemampuan otonom yang menciptakan nilai, melainkan kemampuan untuk melihat dengan penuh kasih dan adil. Hanya pandangan yang adil dan penuh kasih yang menghasilkan pengertian yang betul-betul benar.

5. Pengelolaan Kelakuan Byrrhus Frederic Skinner

Skinner mengatakan bahwa pendekatan filsafat tradisional dan ilmu manusia tidak memadai sehingga yang diperlukan bukanlah ilmu etika, tetapi sebuah teknologi kelakuan. Ia mengacu pada ilmu kelakuan sederhana yang dikembangkan oleh Pavlov. Ide dasar Skinner adalah menemukan teknologi/cara untuk mengubah perilaku. Apabila kita dapat merekayasa kondisi-kondisi kehidupan seseorang, maka kita dapat merekayasa kelakuannya.

6. Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas

Etika tradisional hanya memperhatikan akibat tindakan manusia dalam lingkungan dekat dan sesat. Etika macam ini tidak dapat lagi menghadapi ancaman global kehidupan manusia dan semua kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, Jonas menekankan pentingnya dirancang etika baru yang berfokus pada tanggung jawab.

Intinya adalah kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas ketuhanan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa depan.

7. Kegagalan Etika Pencerahan Alasdair Maclntyre

(15)

rasionalitas setiap ajaran moral, yaitu pandangan teleologis tentang manusia. Yang dimaksud oleh Maclntyre adalah pandangan dari Aristoteles sampai dengan pandangan Thomas Aquinas bahwa manusia sebenarnya mempunyai tujuan hakiki

(telos) dan bahwa manusia hidup untuk mencapai tujuan itu. 8. Etika Islami

Perbedaan etika bisnis islami dengan etika bisnis konvensional yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Etika bisnis islami memiliki dua cakupan, yaitu:

a. Cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yan manusiawi dan tidak disriminatif serta pendidikan berkelanjutan.

b. Cakupan eksternal meliputi aspek transparansi, akuntabilitas, kejujuran, dan tanggung jawab. Cakupan ini termasuk kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stakeholder

perusahaan.

Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada praktik culas seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain sebagainya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika dan syariah cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi.

F. TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA

No. Teori

Paradigma Penalaran

Teori Kriteria Etis Tujuan Hidup

Hakikat 2 Utilitarianisme Tujuan dari

(16)

(psikologis) 6 Teori Teonom Disposisi

karakter dan

Tabel 2 Teori Etika dan Hubungannya dengan Paradigma Hakikat Manusia dan Kecerdasan

Ilmu etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh, yaitu suatu pola pikir yang mengutamakan integritas dan keseimbangan pada:

1. Pertumbuhan PQ, IQ, EQ, dan SQ.

2. Kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan. 3. Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual).

Dari uraian mengenai cara membangun manusia utuh yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya semua teori etika yang pada awal kemunculannya bagaikan potongan-potongan terpisah dan berdiri sendiri, ternyata dapat dipadukan karena sifatnya yang saling melengkapi. Inti dari hakikat manusia utuh adalah keseimbangan, yang bisa diringkas sebagai berikut:

1. Keseimbangan antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontologi). 2. Keseimbangan tujuan duniawi (teori teleologi) dan rohani (teori teonom).

3. Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan masyarakat (teori utilitarianisme).

4. Gabungan ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori keutamaan).

5. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran.

G. Peran Etika dalam Kegiatan Bisnis

Berikut ini adalah beberapa peran etika dalam kegiatan bisnis (Haurissa dan Praptiningsih: 2014):

2. Etika harus menjadi pedoman dalam kegiatan masyarakat, dan seharusnya juga menjadi pedoman bagi pebisnis.

3. Etika berperan sebagai penghubung pelaku bisnis. Pelayanan purna jual merupakan refleksi nilai atau etika yang diterapkan perusahaan untuk menjaga loyalitas konsumennya.

4. Etika juga berperan sebagai syarat utama untuk kelangsungan hidup perusahaan. Loyalitas konsumen dapat membantu perusahaan agar tetap bisa bertahan.

(17)

dibuat dan dilaksanakan, atau aturan (norma) etika tersebut diwujudkan dalam bentuk aturan hukum.

(18)

BAB III PENUTUP

Etika sebagai disiplin ilmu, berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma dan perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Sebagai ilmu, etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau prespektive yang berlainan. Berbagai teori etika yang muncul antara lain karena adanya perbedaan prespektif dan penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir hidup umat manusia, seperti teori egoisme, utilitarianisme, deontologi, teori hak, teori keutamaan,dan teori etika teonom. Disamping itu, sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu, belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi untuk mengontrol suatu tindakan atau perilaku.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2014. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.

Aziz, Abdul. 2013. Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung: Alfabeta.

Dewi, Chatrina Sari. 2016. Analisis Penerapan Etika Deontologi Terkait Ketenagakerjaan pada PT Trisakti Cipta Nusantara Di Surabaya-Jawa Timur. AGORA. Vol. 4, No. 2, (2016): 294-303.

Haurissa, Lina Juliana dan Maria Praptiningsih. 2014. Analisis Penerapan Etika Bisnis pada PT Maju Jaya di Pare-Jawa Timur. AGORA. Vol. 2, No. 2, (2014).

Keraf, Sonny. 2012. Etika Bisnis: Tuntutan da Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius.

Sroka, Wlodzimierz dan Marketa Lorinczy. 2015. The Perception of Ethics in Business: Analysis of Research Results. Procedia Economics and Finance. 34 (2015): 156-163.

Gambar

Tabel 1. Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg
Tabel 2 Teori Etika dan Hubungannya dengan Paradigma Hakikat Manusia dan Kecerdasan

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang sudah dilakukan untuk membandingkan kedua alat prediktor mortalitas anak sakit kritis antara PELOD 2 dan PRISM III didapatkan hasil yang bervariasi mengenai

Publikasi dosen dalam seminar na- sional dan internasional Nas=1 Capaian (3) Inter =1 Capaian (1) Nas=2 (4) Inter =1 (1) Nas= 2 (4) In- ter=1 (5) Nas=3 (1) In- ter=1 (2) Nas=3

diturunkan kepada nabi muhammad surah pertama al-qur’an adalah al-fatihah surah al-qur’an petunjuk hidup manusia umat islam wajib belajar al-qur’an.. umat islam wajib

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa, perlu

Pada penelitian ini yang menjadi objek observasi adalah kegiatan pengasuhan yang dilakukan oleh pendidik, kegiatan penuangan informasi pengasuhan anak usia dini pada

Dalam kerjasama ini antara kedua institusi saling bertukar ketrampilan yang dimiliki, dimana SMK Mutu memberikan pelatihan pembuatan krupuk kunyit kepada anggota

AMANDMENT CONTRAC NO.15 Cost (Rp) CONSULTING SERVICES FOR OVERSIGHT CONSULTANT (OC) REGIONAL MANAGEMENT.. FOR PACKAGE 4 - ICDD PHASE

Korelasi yang dihasilkan untuk fluida yang mengalir dalam tube   tidak dapat diaplikasikan untuk fluida yang mengalir pada   tube bundles   yang dilengkapi dengan  segmental