• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVIEW BUKU HUKUM HAK ASASI MANUSIA PEMB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVIEW BUKU HUKUM HAK ASASI MANUSIA PEMB"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REVIEW BUKU HUKUM HAK ASASI MANUSIA

Muhamad Mierzha Um’bara Winarko

Mierzha168@gmail.com

DATA BUKU

Judul buku : Hukum Hak Asasi Manusia Penulis : Prof.Dr.Rahayu,SH,M.Hum

Penerbit : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Tahun Penerbit : 2015

Kota Penerbit : Semarang

Bahasa Buku : Bahasa Indonesia Jumlah Halaman : 402

ISBN : 978-979-70490-6-5

PEMBAHASAN REVIEW

Prof.Dr.Rahayu,SH,M.Hum menulis bukunya yang berjudul Hukum Hak Asasi Manusia beliau menulis buku ini berawal dari disamping aktivitasnya sebagai pengajar tetap (dosen) di Fakultas Hukum UNDIP sejak tahun 1986 dan Ketua Pusat Studi HAM dan Hukum Humaniter Internasional Fakultas Hukum UNDIP, sampai saat ini juga sering menjadi pembicara diberbagai seminar, lokakarya maupun pelatihan, baik pada tingkat regional, nasional maupun internasional, berkaitan dengan isu hak asasi manusia. Beliau berharap agar buku ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Dalam kata pengantar yang disajikan oleh Prof.Dr.Rahayu,SH,M.Hum beliau menyikapi tentang isu-isu HAM, yang ditulis secara sederhana namun diharapkan dapat memberikan pemahaman dasar terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan konsep HAM secara komprehensif, baik internasional maupun nasional.

Buku ini melihat dari sudut pandang yang berbeda dari segi Hukum HAM yang timbul dimasyarakat, dan ini perlu dibahas secara detail bahkan berkelanjutan tidak serta merta hanya masalah sepele dan permainan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memecah belah dengan isu-isu buruk yang dapat menimbulkan guncangan dalam masyarakat. Buku yang berjudul Hukum Hak Asasi Manusia dengan maksud mengulas tentang Hak Asasi Manusia secara lebih mendalam, inilah buku yang membicarakan hak asasi manusia secara komprehensif mulai dari landasan filosofis, historis, yuridis sampai pada tingkatan implementatif dalam mekanisme monitoring penegakan hak asasi manusia pada tingkat regional maupun nasional. Selain komprehensif dari segi substansi materi yang dimuat didalamnya, buku ini juga sangat kaya dengan berbagai informasi tentang perkembangan hak asasi manusia. Kekayaan informasi itu muncul karena buku ini ditulis secara sistematik dan apik, oleh karenanya buku ini layak dijadikan rujukan bagi para yuris dan bagi siapapun yang konsern terhadap pengembangan, penegakan dan pewacanaan hak asasi manusia di Indonesia.

(2)

pemenuhan HAM yang terdapat dalam Bab II. Bab III secara khusus membahas tentang berbagai instrumen hukum HAM internasional dan mekanisme pemamantauannya. Dan di Bab IV instrumen hukum HAM nasional Indonesia , Sedangkan BAB V sebagai bab terakhir, buku ini membahas tentang Mekanisme Perlindungan Dan Penegakan HAM diIndonesia yang meliputi mekanisme perlindungan HAM dan Mekanisme Penegakan HAM yang isinya berupa pengadilan HAM maupun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( KKR ). Bagian akhir buku ini disertakan lampiran-lampiran Deklarasi UNIVERSAL Hak-hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A ( III). Yang memuat didalamnya Perserikataan Bangsa-Bangsa di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menegaskan kembali kepercayaan mereka pada hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan nilai seorang manusia dan akan hak-hak yang sama dari laki-laki maupun perempuan, dan telah memutuskan akan mendorong kemajuan sosial dan tingkat hidup yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas. Penulis mengutip kalimat dari Muladi, menurutnya tanpa hak asasi manusia maka manusia tidak dapat mengembangkan bakat-bakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Berbagai pendapat tentang HAM tersebut secara langsung atau tidak langsung diwarnai perumusan HAM dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ( HAM ). Pasal 1 angka 1 UU ini mendefinisikan HAM sebagai :

‘’.... seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.’’ Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Ciri khusus hak asasi manusia : a. tidak dapat dicabut,

b. tidak dapat dibagi, c. hakiki, dan

d. universal.

(3)

Komnas HAM melaksanakan empat macam fungsi, yaitu pengkajian, penelitian, penyuluhan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000 sebagai pengadilan khusus di bawah lingkup peradilan umum dan berkedudukan di tingkat kabupaten/kota.

Pengadilan khusus untuk kasus-kasus HAM yang terjadi sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 2A tahun 2000 disebut Pengadilan Ad Hoc HAM. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida (menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama dengan cara-cara tertentu) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (serangan yang meluas dan sistematik yang ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil). Hukum kebiasaan merupakan hukum yang diterima melalui praktik umum. Dalam menyelesaikan berbagai sengketa internasional, hukum kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum yang digunakan oleh Mahkamah Internasional. PBB membentuk organ pelengkap untuk lebih mengefektifkan implementasi berbagai ketentuan mengenai HAM tersebut, di antaranya, Komisi Hak Asasi Manusia (The Commission on Human Rights/CHR). Badan tersebut melakukan studi, mempersiapkan berbagai rancangan konvensi dan deklarasi, melaksanakan misi pencarian fakta, membahas berbagai pelanggaran HAM dalam sidang-sidang umum atau khusus PBB, serta memperbaiki prosedur penanganan HAM.

Pembangunan berperspektif HAM atau istilah baku dalam studi HAM, humam rights-based approach to development merupakan langkah konkrit menjadikan nilai dan prinsip HAM dalam setiap proses pembangunan. Dengan langkah ini diyakini negara tetap berkewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM. Pemahaman terdahap relasi pembangunan dan kemartabatan manusia sesungguhnya menghantarkan proses dan manfaat pembangunan bagi tercapainya kemartabatan manusia. Tentu saja hal itu dapat memunculkan pemerintahan yang beradab yang terus mengedepankan prinsip-prinsip keadilan universal dan pemerataan pembangunan sumber daya manusia. Disinilah letak masalahnya. Agaknya, pemerintah, baik pusat maupun daerah, sampai saat ini belum atau sengaja tidak mau sadar hakikat dan makna HAM sehingga mereka tidak mengetahui mana hal yang merupakan pelanggaran HAM dan mana yang merupakan tindak pidana, demikian pernyataan Arief Wahyudi dalam buku ini hlm ( 65 ) . Arief Wahyudi memberikan pernyataan pedas terhadap penggerak roda pemerintahan di Indonesia. Pemerintah seakan-akan tidak mementingkan pemenuhan HAM yang diakibatkan lemahnya kesadaran untuk membangun dan menginkorporasi nilai dan prinsip HAM dalam pembangunan. Buku ini yang terdiri atas lima pembahasan ini memberikan penalaran yang sehat dan bermutu memosisikan pembangunan sebagai proses mewujudkan kemartabatan manusia. Buku ini memberikan kontribusi besar terhadap daya pikir yang memacu penegakan HAM di Indonesia. Begitu juga halnya dengan signifikansi pendidikan HAM. Buku ini menukik pada pentingnya upaya-upaya diseminasi dan edukasi HAM sehingga terbangun kesadaran jamak tentang budaya Ham yang memungkinkan semua komponen pembangunan mengetahui dan merasakan dampak-dampak positif dari gerak laju pembangunan.

(4)

manusia dari pada Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 beserta pasal-pasalnya disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945,sedangkan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1948.Dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002, telah memberikan jaminan secara ekplisit tentang hak-hak asasi manusia yang tertuang dalam BAB XA, pasal 28A sampai pasal 28J. Dalam buku ini, Penulis mengungkapkan bagaimana pengaturan HAM dalam hukum keadaan darurat dan praktiknya di lapangan, yakni pelanggaran HAM seperti apa yang dibenarkan dalam hukum keadaan darurat dan bagaimana Pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM dalam keadaan darurat tersebut, serta hal-hal baru yang ditemukan dalam penulisan buku ini. Hal-hal-hal baru dimaksud seperti: "kompensasi" terhadap korban pelanggaran HAM akibat pemberlakuan status hukum keadaan darurat sebaiknya dipisahkan dengan proses hukum, tetapi cukup dibuktikan oleh tim medis/dokter dari Rumah Sakit yang ditunjuk Pemerintah. Kemudian, bagaimana seharusnya Pemerintah menerapkan pemberlakuan status hukum keadaan darurat yang efektif dan bagaimana seharusnya Hakim HAM mempertimbangkan penerapan pemberlakuan status keadaan darurat itu, semuanya dibahas dalam buku ini. Dalam buku ini, Penulis juga memberanikan diri menganalisis putusan bebas Peninjauan Kembali Mahkamah Agung atas pelanggaran HAM berat Timor-Timur pascajajak pendapat 1999 dan putusan bebas Kasasi Mahkamah Agung atas pelanggaran HAM berat Tanjung Priok 1984. Hal ini dilakukan, mengingat kedua kasus tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in cracht van gewijsde).Akhirnya, dari kajian ilmiah penulisan buku ini, Penulis menganjurkan setiap penyelesaian kasus pelanggaran HAM dalam keadaan darurat, khususnya darurat militer dan perang, lebih baik ditangani secara khusus melalui Pengadilan Militer dengan komposisi hakimnya terdiri atas tiga orang hakim dari peradilan umum dan dua orang dari peradilan militer, ketimbang melalui UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memiliki prinsip-prinsip retroaktif, tidak mengenal kadaluwarsa, dan memerlukan rekomendasi DPR. Adanya prinsip-prinsip yang dianut oleh UU No. 26 Tahun 2000 tersebut menjadikan proses penyelesaian kasus pelangaran HAM menjadi panjang dan penuh ketidakpastian. Akibatnya hampir dapat diprediksikan semua kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di-"bebaskan" oleh Pengadilan HAM Ad Hoc karena barang bukti dan saksi korban/kunci yang diajukan ke persidangan telah rusak/hilang atau meningal dunia.

(5)

sesuatu yang melekat dalam kodrat manusia, karena kebebasan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hak asasi manusia.

(6)
(7)

Referensi

Dokumen terkait

Seperti diketahui bab III yang berjudul “Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia ” telah diuraikan mengenai : (1) Hakekat HAM, (2) Instrumen hukum HAM, juga didalamnya

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sebagi anugerah tuhan yang maha esa.kesadaran akan hak asasi manusia

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai

 Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia

Setelah penyidik menerima laporan dari penyelidik yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tentang telah terjadinya suatu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia,

(KARMIL) Hak asasi manusia (HAM) dalam pasal 1 UU No 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan kebenaran manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

Apabila suatu bangunan hukum di bangun tanpa hak asasi manusia yang merupakan penngawalan bagi hukum dalam merealisasi perwujudan nilai-nilai keadilan

Kewajiban untuk MelindungiObligation to Protect Dalam melindungi hak asasi manusia makan negara harus selalu memastikan agar pelanggaran hak asasi manusia tidak terjadi baik yang