• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sambutan Dirjen HAM dalam acara peluncuran buku ajar Hukum Hak Asasi Manusia Pusham UII, Yogyakarta, 14 Maret 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sambutan Dirjen HAM dalam acara peluncuran buku ajar Hukum Hak Asasi Manusia Pusham UII, Yogyakarta, 14 Maret 2009"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

 Sambutan Dirjen HAM dalam acara peluncuran 

buku ajar “Hukum Hak Asasi Manusia” Pusham 

UII, Yogyakarta,  14 Maret 2009 

Assalamualaikum warahmatullah hiwabarakatuh, salam sejahtera untuk kita semua. Yth, Rektor Universitas Islam Indonesia;

Direktur PUSHAM UII

Perwakilan NCHR Universitas Oslo Norwegia

Bapak – Ibu yang hadir dalam peluncuran buku “Hukum Hak Asasi Manusia”

Sebelumnya saya sampaikan pernyataan maaf kepada pihak penyelenggara, kepada Bapak Rektor dan Hadirin, karena sedianya yang berdiri dihadapan bapak-bapak dan ibu-ibu disini adalah Ibu Prof. Harkristuti Harkrisnowo, namun karena kesibukan beliau dalam melakukan tugas sebagai Direktur Jenderal HAM, sehingga tidak dapat hadir disini. Dan kehadiran saya dimimbar ini mewakil Ibu Prof. Harkristuti Harkrisnowo untuk menyampaikan sambutan dalam peluncuran buku ajar “Hukum Hak Asasi Manusia”.

Hadirin yang saya hormati,

Hak Asasi Manusia adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta yaitu hak-hak yang bersifat kodrati. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia sebagai lembaga pemerintahan bertugas mensosialisasikan masalah HAM yang terjadi di masyarakat. Terdapat 2 (dua) mandat yang utama yang diemban dan harus dikerjakan. Yaitu PERTAMA, memastikan aparatur negara memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan

(2)

di bidang HAM. KEDUA, selayaknya sebagai aparatur memiliki suatu sistem informasi mengenai bagaimana HAM itu diimplementasikan di Indonesia.

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.

Sejarah munculnya permartabatan terhadap HAM di dunia internasional. Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa Raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (Raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri “tidak terikat pada hukum”), menjadi “dibatasi kekuasaannya” dan mulai dapat “dimintai pertanggungjawaban” di muka umum.

Dari sinilah lahir doktrin bahwa Raja “harus tunduk pada aturan” dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu bagi “Raja yang melanggar hukum harus diadili” dan harus mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa “Raja terikat kepada hukum” dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan Raja. Akan tetapi kekuasaan Raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan Raja sebagai simbol belaka.

Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas

(3)

persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketetapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.

Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa “manusia adalah merdeka” sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.

Selanjutnya seratus tahun kemudian yaitu pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengeluarkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya.

Keberadaan HAM di Indonesia sebenarnya juga sudah diakui sejak lama. Sebagai contoh HAM di Sulawesi Selatan pengenalan HAM telah ditulis dalam buku-buku adat kuno (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan

(4)

Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memutuskan.

Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterapkan oleh raja-raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.

Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Artinya, Universal Declaration of Human Rights kita akui, hanya saja dalam implementasinya mungkin tidak sama dengan di negara-negara lain khususnya negara Barat yang latar belakang sejarah dan budayanya berbeda dengan kita. Negara-negara di dunia (tidak terkecuali Indonesia) memiliki kondisi-kondisi khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, yang bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan HAM. Tetapi, tidak berarti dengan adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut, maka prinsip-prinsip mendasar HAM yang universal itu dapat dikaburkan apalagi diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan “penyeragaman”.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Ditjen HAM harus mengkaji tuntutan-tuntutan masyarakat tentang berbagai permasalahan HAM, pada Pemerintah Pusat telah dibentuk Panitia Nasional Rencana Aksi Nasional HAM (PANNAS RANHAM), dan berkaitan dengan kewajiban Pemerintah untuk mengenalkan HAM hingga di tingkat daerah, Gubernur dan Bupati / Walikota membentuk Panitia Pelaksana Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Panpel RANHAM) di Provinsi, kabupaten / kota. Saat ini jumlahnya mencapai 33 Panitia Pelaksana RANHAM Provinsi dan 440 Panitia RANHAM tingkat Kabupaten/Kota.

Panitia RANHAM sesuai dengan Keppres Nomor 40 Tahun 2004, menjadi ujung tombak dalam melakukan tugas pengenalan HAM di Provinsi, Kabupaten/Kota. Adapun anggota berasal dari berbagai kalangan yaitu Kanwil Hukum dan HAM, Pemda, Civil society, dan Kalangan Akademisi. Hal tsb untuk memastikan bahwa aparatur mengetahui pengetahuan HAM dan

(5)

implementasinya, mereka juga melakukan mediasi, seminar, training, diskusi tentang HAM, dan lain-lain yang berkaitan dengan HAM.

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, Departemen Hukum dan HAM menyambut baik dan memberikan apresiasi atas diterbitkannya Buku Ajar “Hak Asasi Manusia”, dengan diterbitkannya buku ini akan membantu upaya sosialiasasi dan publikasi HAM kepada seluruh lapisan masyarakat, utamanya kepada Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas seluruh Indonesia, dan penerbitan buku ini tentunya tanpa disadari telah membantu pemerintah dalam memajukan sosialisasi HAM, sebagaimana menjadi program dalam RANHAM 2004-2009.

Buku HAM ini sudah sepatutnya di sebarluaskan selain kepada para Mahasiswa Hukum, juga disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya lembaga pendidikan, karena di lembaga pendidikan inilah nantinya akan dihasilkan pemimpin bangsa ke depan, dan kita semua mengharapkan agar pemimpin bangsa ke depan adalah pemimpin yang mengerti, memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip HAM dalam setiap langkah dan perbuatan.

Kepada Bapak / Ibu Dekan Fakultas Hukum Universitas di seluruh Indonesia, kami titipkan mata ajar “Hukum Hak Asasi Manusia”, wajib dimasukan dalam kurikulum dan diberikan sebagai mata kuliah pada Fakultas Hukum, harapan ini bukanlah hal muluk-muluk namun merupakan kebutuhan para akademisi mengetahui, memahami, dan mengimplementasikan HAM.

Akhir kata, saya haturkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada Universitas Islam Indonesia, Pusham UII dan Norwegian Center for Human Rights (NHCR) Universitas Oslo Norwegia yang telah meluncurkan buku “Hukum Hak Asasi Manusia” karena dengan demikian telah membantu program pemerintah dalam menyebarluaskan informasi dan pemahaman HAM kepada masyarakat luas, khususnya di kalangan mahasiswa. Dan langkah kedepan kami mengharapkan agar kita dapat bekerjasama dalam membangun informasi di bidang hak asasi manusia.

(6)

Dengan mengucapkan BISMILLAHIRAKHMANNIRAHIEM, kami luncurkan Buku, berjudul “Hukum Hak Asasi Manusia” semoga buku ini memberi manfaat bagi penyebarluasan HAM. Terimakasih, Wassalamualaikum warahmatullahhiwabarakatuh.

Mewakili : Profesor Harkristuti Harkrisnowo, Direktur Jenderal HAM Budi Sulaksana, SH, M.Si. Direktur Informasi HAM.

Referensi

Dokumen terkait

MS merupakan penyakit saraf kronis yang mempengaruhi sistem saraf pusat, sehingga dapatmenyebabkan gangguan organ seperti: rasa sakit, masalah

Dilihat dari aspek tekstur menunjukkan (F hitung > F (tabel) = 13,06 < 2,80) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel brownies kukus

Terjadinya pola aktifitas antara guru dan siswa antara lain: proses pembelajaran terletak pada siswa, guru sebagai pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar dan

Masalah utama yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah pemanfaatan ikan lele yang mempunyai nilai gizi yang tinggi dan juga baik untuk tubuh serta

At the same time, Bank Indonesia shared that it may maintain the benchmark rate at 7.5%, this would trigger more selling activity as market will start to

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kimia. Sekolah Pascasarjana

Daya ricih pada setiap keratan rasuk ialah jumlah algebra (daya normal kepada paksi memanjang) daya-daya pugak yang bertindak di sebelah kiri dan kanan rasuk.

ANALISIS PENGUASAAN PENGETAHUAN HASIL PENYULUHAN PEND EWASAAN USIA PERKAWINAN D ALAM PROGRAM GENERASI BERENCANA PAD A REMAJA D I SMP NEGERI 39 BAND UNG.. Universitas