• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kategori stakeholder dalam upgrading indust

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kategori stakeholder dalam upgrading indust "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBENTUKAN KAMPUNG KREATIF

(STUDI KASUS: KAMPUNG DAGO POJOK DAN CICUKANG, KOTA

BANDUNG)

Sekar Utami

(1)

, Ir. Tubagus Furqon Sofhani, M.A., Ph.D.

(2)

(1)Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

(2)Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (KK PWD), Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

Abstrak

Kota Bandung sedang berada dalam masa implementasi rencana pengembangan kota kreatif. Dalam membentuk suatu kota kreatif dibutuhkan faktor-faktor pembentuk Kota Kreatif diantaranya adalah tersedianya ruang-ruang kreatif dan adanya kalangan yang mampu mengekspresikan ide kreatif mereka. Bentuk ruang kreatif yang sedang dikembangkan saat ini salah satunya adalah kampung kreatif. Kampung Dago Pojok dan Cicukang merupakan contoh kampung kreatif yang sudah terbentuk dan berkembang dengan karakteristiknya masing-masing. Menuju pengokohan citra Bandung sebagai Kota Kreatif, belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan proses pembentukan ruang kreatif tersebut. Penelitian ini akan meninjau proses yang dilakukan dalam pembentukan kampung kreatif sebagai pembentuk kota kreatif dan aktor yang terlibat didalamnya. Sebagai kerangka tahap pembentukan kampung kreatif adalah lima tahap dalam cycle of urban creativity. Untuk menganalisis tahapan yang dilakukan tersebut digunakan metode analisis isi. Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa Kampung Kreatif Dago Pojok dan Cicukang terbentuk melalui lima tahapan sesuai dengan teori cycle of urban creativity. Walaupun melewati tahapan yang sama, namun dari segi waktu yang dibutuhkan terdapat perbedaan. Kemudian, untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam proses pembentukan kampung kreatif, digunakan metode analisis stakeholder. Dari analisis tersebut diketahui bahwa terdapat tiga kategori stakeholder yang terlibat, yakni inisiator pembentukan, kelompok pendukung pembentukan, dan masyarakat kampung kreatif. Berdasarkan tinjauan keterkaitan di antara ketiganya, diketahui bahwa inisiator pembentukan kampung kreatif memiliki peran sentral dalam menghubungkan peran dari seluruh stakeholder.

Kata-kunci : kampung kreatif, kota kreatif, stakeholder, tahapan pembentukan

Pengantar

Kota merupakan wadah bagi penduduk didalamnya untuk beraktivitas. Aktivitas tersebut akan menciptakan interaksi antarindividu yang heterogen. Interaksi yang terjadi di dalam kota ini dapat menciptakan ide-ide baru yang tentunya dapat memicu kekreativitasan (Landry dan Bianchini, 1995). Kota Bandung merupakan salah satu kota yang diakui sebagai kota kreatif di Indonesia. Pengakuan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga yang berasal dari dalam dan luar negeri. Kota Bandung menjadi salah satu

kota yang diusulkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk masuk ke dalam jaringan kota kreatif di dunia milik UNESCO. Pengakuan dari luar negeri terlihat dengan terpilihnya Kota Bandung sebagai Pilot Project Kota Kreatif di Asia ketika diselenggarakannya pertemuan internasional kota-kota berbasis ekonomi kreatif di Yokohama, Juli 2007.

(2)

PROSES PEMBENTUKAN KAMPUNG KREATIF (STUDI KASUS: KAMPUNG DAGO POJOK DAN CICUKANG, KOTA BANDUNG)

(2010) adalah sebuah konsep yang terus berkembang, berdasarkan aset kreatif yang potensial mengasilkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Pengertian tersebut diberikan penjabaran sebagai berikut:

1. Dapat mendorong peningkatan pendapatan, penciptaan lapangan kerja, dan eskpor laba sekaligus mempromosikan kepedulian sosial, keberagaman budaya, dan pengembangan manusia.

2. Mencakup aspek ekonomi, budaya, dan sosial dalam pengembangan teknologi, Hak Kekayaan Intelektual, dan pariwisata. 3. Kumpulan aktivitas ekonomi berbasiskan

pengetahuan dengan dimensi pengembangan dan keterhubungan lintas sektoral pada level ekonomi mikro dan makro secara keseluruhan.

4. Suatu pilihan strategi pengembangan yang membutuhkan tindakan lintas kementerian dan kebijakan yang inovatif dan multidisiplin.

5. Di jantung ekonomi kreatif terdapat industri kreatif.

Pertumbuhan Bandung sebagai kota kreatif ditunjukkan oleh data Bappeda Kota Bandung tahun 2008 (dalam Fitriyana 2012), bahwa perekonomian Kota Bandung sebagain besar bersumber dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang kontribusinya mencapai 36,4% dari nilai PDRB Kota Bandung pada tahun 2010, yaitu sebesar Rp 51,3 Triliyun. Kontribusi ekonomi kreatif Kota Bandung terhadap PDRB adalah 11% dari tahun 2008 dan memiliki tren yang semakin baik.

Untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif, Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan Roadmap Bandung Kota Kreatif berisikan langkah-langkah yang berprinsip pada suatu pembangunan kota yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip berkelanjutan tersebut menurut Budihardjo (1998) adalah sebagai berikut:

 Ekonomi, yaitu ketersediaan lapangan kerja yang memadai untuk segenap lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

 Ekologi, yaitu terjaminnya kelestarian keseimbangan lingkungan, demi kelangsungan seluruh makhluk hidup.

 Equity, yaitu pemerataan, termasuk diantaranya pemerataan akses terhadap segenap fasilitas perkotaan.

 Engagement atau partisipasi, yaitu keterlibatan secara aktif dari berbagai pelaku pembangunan, khususnya masyarakat secara luas.

 Energy Conservation, yaitu perencanaan tata ruang dan pembangunan yang hemat energi, tidak menguras habis sumberdaya yang dimiliki.

Kegiatan-kegiatan kreatif di Kota Bandung dijalankan oleh masyarakat golongan creative class. Salah satu wadah berkumpulnya creative class tersebut adalah komunitas-komunitas kreatif. Munculnya creative class tersebut merupakan salah satu faktor pembentuk kota kreatif. Ada beberapa faktor menurut Landry dan Hyams (2012) yang membuat sebuah kota dapat dikatakan sebagai kota yang kreatif. Faktor-faktor tersebut meliputi adanya ruang-ruang kreatif di berbagai sudut kota, kalangan terdidik yang sadar untuk mengekspresikan ide kreativitasnya, adanya pemimpin dan kebijakan yang memberi ruang bagi terbukanya kemudahan mengembangkan berbagai industri kreatif, adanya pengaturan kewilayahan, toleransi, dan aksesibilitas termasuk bagaimana agar para penghuni kota dapat melakukan perjalanan mudah, murah, dan nyaman.

(3)

Faktor pembentuk kota kreatif berupa ruang-ruang kegiatan kreatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah kampung kreatif. Kampung kreatif tersebut lahir dari gagasan komunitas-komunitas serta individu-individu kreatif di Kota Bandung yang menginginkan lebih banyak ruang kreatif. Pembentukan kampung kreatif ini juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk mengembangkan potensi kampungnya masing-masing.

Sebutan kampung kreatif bisa dikatakan fiktif, dengan kata lain kreatif yang dimaksudkan adalah bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyakarat di area kampung, sebagai bagian dari pengembangan ekonomi wilayah dan upaya penyelesaian menghasilkan solusi permasalahan.

Wilayah kampung, yang dijadikan ruang pengembangan kreativitas, menurut Patton dan Subanu (1988), terdiri dari dua macam. Pertama, wilayah yang terus menerus mengalami kemiskinan, sangat padat penduduk, dan terletak di tengah kota. Jenis kampung yang kedua adalah tidak terlalu padat, terletak di pinggiran kota, dan masyarakatnya berpendapatan lebih tinggi. Kampung jenis yang pertama dapat dikategorikan sebagai permukiman informal. Kampung yang ada di Kota Bandung terdiri dari dua macam kampung tersebut.

Sudah ada lima kampung di Kota Bandung yang dikembangkan menjadi kampung kreatif. Pembentukan tersebut merupakan kerja sama antara Rahmat Jabari dari Komunitas Taboo Dago Pojok dengan Bandung Creative City Forum (BCCF). Dalam penelitian ini akan diangkat studi kasus pada dua kampung dari lima kampung kreatif yang sudah berkembang. Kampung kreatif tersebut adalah Kampung Kreatif Dago Pojok dan Cicukang. Kampung Dago Pojok sudah lebih dulu dibentuk dengan inisiasi yang dilakukan oleh Rahmat Jabaril pimpinan komunitas Taboo. Berbeda dengan Kampung Dago Pojok, Kampung Cicukang yang memiliki karakter lebih urban dan kelompok pemuda yang aktif berpartisipasi, merupakan kampung kreatif yang digagas melalui kolaborasi Rahmat Jabaril dengan BCCF.

Pembentukan kampung kreatif yang sudah dikembangkan di Kota Bandung tersebut dapat dijadikan contoh metode pembentukan ruang kreatif yang dapat diterapkan di kota-kota kreatif lainnya. Saat ini, publikasi ilmiah mengenai bahasan ruang kreatif ataupun publikasi lainnya yang dapat digunakan sebagai referensi masih sedikit jumlahnya. Padahal proses ini merupakan proses esensial dalam rangka pembangunan suatu kota menuju kota kreatif. Dibutuhkan suatu penelitian untuk mengkaji proses yang dilakukan dalam membentuk suatu kampung kreatif tersebut.

Dalam mengkaji proses yang dilakukan dalam membentuk suatu kampung kreatif, digunakan konsep The Cycle of Urban Creativity. Konsep tersebut dikatakan sebagai mekanisme untuk menilai kekuatan dan kelemahan proyek-proyek kreatif pada suatu kota di berbagai tahapan perkembangannya (Landry, 2008). Konsep siklus ini disebutkan sebagai salah satu strategi yang bisa digunakan dalam pembangunan perkotaan.

Dalam teori tersebut terdapat lima tahapan. Tahap pertama adalah pembentukan ide kreatif, yaitu tahapan pengenalan dan pengembangan kreativitas pada masyarakat sebagai solusi permasalahan. Tahap kedua adalah realisasi ide kreatif, yaitu tahapan realisasi ide kreatif di masyarakat menjadi produk-produk yang dapat dipasarkan. Tahap ketiga adalah penguatan sistem pendukung, yaitu tahapan penguatan sistem pendukung aktivitas kreatif yang berkelanjutan. Tahap keempat adalah penyediaan ruang basis aktivitas kreatif, yaitu tahapan penyediaan ruang basis pengembangan kreativitas. Tahap kelima adalah evaluasi penyebaran aktivitas kreatif, yaitu tahapan evaluasi penyebaran aktivitas kreatif pada lokasi yang diperuntukkan sebagai ruang kreatif.

(4)

Kreatif Dago Pojok dan Cicukang serta peran mereka masing-masing.

Metode

Untuk mencapai tujuan dari studi yang dilakukan, terdapat tiga metode yang dipisahkan berdasarkan pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Berikut adalah penjelasan mengenai dua metode yang digunakan di dalam studi yang dilakukan.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara kualitatif. Pendekatan kualitatif di diharapkan akan memberikan gambaran yang lebih eksploratif ketika menjelaskan tahapan yang dilakukan dalam proses membentuk kampung kreatif. Begitupun dalam menjelaskan aktor-aktor yang terlibat, aktivitas yang mereka jalankan, dan interaksi yang dilakukan antaraktor.

Pada penelitian tahapan pembentukan kampung kreatif, juga digunakan pendekatan penelitian studi kasus pada dua kampung kreatif dengan karakteristik yang berbeda. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus digunakan agar didapatkan hasil penelitian tahapan pembentukan kampung kreatif secara mendalam dan rinci dalam suatu jangka waktu penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer terdiri dari dua metode, yaitu wawancara dan observasi. Untuk data sekunder didapatkan dari studi literatur dari berbagai sumber.

Metode wawancara menurut Esterberg (2002) terdiri dari wawancara terstruktur, semi-terstruktur, dan tidak terstruktur. Pada penelitian ini, wawancara tidak terstruktur dilakukan pada tahap awal penelitian untuk mendapatkan informasi awal mengenai isu atau permasalahan yang terjadi pada kampung kreatif. Hasil dari wawancara awal ini adalah didapatkannya rekomendasi kampung kreatif yang akan diteliti serta isu yang sedang mengemuka. Setelah itu, digunakan metode

wawancara tidak terstruktur yang dilakukan di tengah penelitian. Ditujukan kepada narasumber yang diketahui berhubungan erat atau mengetahui dengan pasti tahapan yang terjadi pada pembentukan kampung kreatif. Wawancara tersebut dilakukan secara mendalam.

Dalam menentukan responden, peneliti menggunakan metode purposive sampling. Maka dari itu, terpilih narasumber dalam penelitian yaitu inisiator Kampung Kreatif Dago Pojok, ketua BCCF, anggota BCCF, masyarakat Dago Pojok, dan masyarakat Cicukang. Kemudian responden dikembangkan jumlahnya dengan menggunakan metode snowball sampling.

Penelitian ini juga menggunakan metode observasi. Observasi dilakukan di dalam cakupan wilayah kampung kreatif Dago Pojok dan Cicukang. Objek observasi adalah produk kreativitas, aktivitas aktor-aktor terkait di dalam kampung kreatif, serta interaksi antar masing-masing aktor tersebut.

Metode pengumpulan data sekunder yang dilakukan yaitu studi literatur berdasarkan buku-buku, naskah akademik, jurnal, artikel, serta dokumen-dokumen yang terkait milik komunitas. Studi literatur berdasarkan buku, naskah akademik, jurnal, dan artikel meliputi teori mengenai pemahaman, perkembangan, dan faktor-faktor pembentuk kota dan kampung kreatif.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif ini ada dua, yaitu analisis isi dan analisis stakeholder.

(5)

para aktor dalam rangka membentuk suatu kampung kreatif.

Analisis stakeholder digunakan dalam menjelaskan aktor atau stakeholder mana saja yang berperan dalam masing-masing tahapan pembentukan kampung kreatif. Selain itu, melalui analisis ini juga ingin diperlihatkan aktor mana yang menjadi aktor kunci pada proses ini dan keterkaitan aktor tersebut dengan aktor-aktor lainnya. Aktor yang terlibat dalam proses pembentukan ini merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pembentukan kampung kreatif. Kategori dari stakeholder itu sendiri menurut Crosby (1992), dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Stakeholder utama, yaitu yang menerima dampak positif ataupun negatif (di luar kerelaan) dari suatu kegiatan.

2. Stakeholder pendukung, yaitu yang beperan sebagai perantara dalam membantu proses penyampaian kegiatan. Mereka dapat digolongkan atas pihak penyandang dana, pelaksana, pengawas, dan organisasi advokasi seperti organisasi pemerintahan, LSM, dan pihak swasta. Dalam beberapa kegiatan, stakeholder pendukung dapat merupakan perorangan atau kelompok kunci yang memiliki kepentingan baik formal maupun informal.

3. Stakeholder kepentingan kunci, yaitu yang memiliki pengaruh kuat atau penting. Pengaruh tersebut berkaitan dengan masalah, kebutuhan, dan perhatian terhadap kelancaran kegiatan.

Diskusi

Program kampung kreatif saat ini merupakan salah satu program yang berada di bawah naungan BCCF dan bekerja sama dengan tokoh-tokoh pegiat kampung kreatif lokal, seperti Rahmat Jabaril. Program tersebut dinamakan akupuntur kota. Program akupuntur kota sebenarnya lebih dari sekedar program perbaikan infrastruktur, tapi merupakan perpaduan dari tiga program besar yang dimiliki oleh BCCF, yakni infrastruktur, ekonomi, dan

kreativitas. Program tersebut, menurut Fiki Satari, selaku Ketua BCCF, merupakan penggabungan ketiga program yang dimiliki oleh BCCF dan bersifat sustainable.

Pembentukan Kampung Kreatif

Berdasarkan teori The Cycle of Urban Creativity, proses pembentukan kampung kreatif, yang merupakan suatu program kreatif di perkotaan harus meliputi lima tahapan. Pada tahap pertama, ide pembentukan kampung kreatif muncul sebagai aksi konkrit dari golongan kreatif Kota Bandung dalam menanggapi permasalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Kampung Kreatif Dago Pojok diinisiasi pada tahun 2009 oleh Rahmat Jabari bersama Komunitas Taboo dan Kampung Kreatif Cicukang pada tahun 2012 setelah adanya kerja sama dengan BCCF. Di awal munculnya gagasan pembentukan kampung kreatif, tidak sedikit masyarakat yang kontra terhadap gagasan tersebut, disebabkan oleh sikap pragmatis yang masih melekat.

(6)

Pada tahap kedua, seharusnya sudah mulai dilakukan fasilitasi terhadap kreativitas masyarakat dan munculnya produk hasil kreativitas masyarakat. Kegiatan mengembangkan kapasitas menghasilkan produk di masyarakat sudah dilaksanakan di kedua kampung sebagai upaya memunculkan ekonomi kreatif masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah pelatihan dan workshop yang diadakan oleh komunitas-komunitas, mahasiswa, seniman, maupun kelompok pemuda dari kampung itu sendiri. Hasil dari pelatihan dan workshop tersebut adalah munculnya produk kreatif khas masing-masing kampung. Produk yang dikembangkan di Kampung Kreatif Dago Pojok adalah kesenian tradisional sunda, mulai dari seni musik, tari, dan permainan. Selain itu, produk makanan tradisional juga sedang dikembangkan. Di Kampung Dago Pojok, produk unggulannya adalah musik dapur yang dimainkan oleh kelompok ibu-ibu “Mekar Asih”. Produk lainnya adalah karya-karya seni yang dihasilkan dari barang-barang bekas.

Pada tahap ketiga, dibutuhkan interaksi dengan pihak-pihak yang dapat membantu membawa program kampung kreatif menjadi program yang berkelanjutan. Untuk mendukung keberlangsungan program kampung kreatif, diperlukan organisasi atau kelompok khusus yang bertugas sebagai pengelola atau fasilitator lokal. Kemudian diperlukan adanya kerjasama dengan pihak-pihak di luar kampung kreatif. Diperlukan pula adanya sumber pendanaan dan sistem pemasaran produk.

Di Dago Pojok maupun Cicukang belum memiliki tim khusus yang bertanggung jawab mengelola dan memfasilitasi kegiatan di masing-masing kampung. Pengelolaan kegiatan kampung kreatif masih dilakukan bersama-sama antara tim advokasi dan kelompok pemuda. Sejauh ini pula, kerjasama telah dilakukan dalam rangka penggalangan dukungan pelaksanaan program dan tenaga pengadaan pelatihan. Kerjasama tesebut dilakukan dengan pemerintah, serta komunitas-komunitas dan sukarelawan.

Dalam mendukung pendanaan kegiatan kampung kreatif, BCCF memberikan aliran dana

sebagai stimulus. Dana stimulus tersebut bersumber dari dana hibah Pemerintah Kota Bandung dan CSR perusahaan swasta. Kampung Kreatif Dago Pojok juga sempat menerima dana PNPM Mandiri Pariwisata. Pengelola lokal Kampung Dago Pojok dan Cicukang harus mulai merencanakan kegiatan mandiri untuk mengupayakan dana yang masuk secara konstan. Terakhir, untuk mendukung kemandirian program kampung kreatif, dibutuhkan sebuah sistem pemasaran produk. Hal ini juga dapat dilakukan untuk mendukung kemandirian pendanaan kampung kreatif. Saat ini belum terdapat sistem pemasaran yang terintegrasi. Beberapa metode yang digunakan dalam memasarkan produk adalah melalui penjualan langsung di area kampung dan penjualan secara online. Salah satu wadah utama dalam mengenalkan produk-produk kampung kreatif adalah melalui festival yang diadakan sekali setahun.

Pada tahap keempat, pembentukan kampung kreatif ditandai dengan adanya ruang yang digunakan sebagai basis kegiatan kreatif. Di Dago Pojok dan Cicukang terdapat ruang yang digunakan sebagai tempat berkumpul dan pelatihan. Ruang yang digunakan di Dago Pojok adalah sekretariat Komunitas Taboo, sedangkan di Cicukang menggunakan rumah ketua RT. Keduanya juga menggunakan fasilitas lapangan di area kampung.

(7)

pembuatan bank sampah dalam pengelolaan sampah di lingkungan mereka.

Stakeholder Pembentukan Kampung

Kreatif

Aktor yang berperan pada proses pembentukan kampung kreatif dapat dikategorikan sebagai masyarakat kampung kreatif itu sendiri dan kelompok yang mendukung terjadinya proses pembentukan, di luar masyarakat asli kampung tersebut. Pada kategori pendukung pembentukan kampung kreatif, termasuk didalamnya adalah Rahmat Jabaril dan Tim BCCF sebagai inisiator.

Insiator kampung kreatif di sini terdiri dari Rahmat Jabaril dan BCCF. Rahmat Jabaril lebih dulu menggagas Kampung Kreatif Dago Pojok dan kemudian bersama BCCF menggagas kampung-kampung kreatif lainnya di Kota Bandung melalui program akupuntur kota, dan salah satunya adalah Kampung Kreatif Cicukang. Melalui program akupuntur kota, BCCF mengalirkan dana stimulus kepada setiap kampung. Kedua inisiator membentuk tim advokasi yang memiliki beberapa tugas, yakni (1) memberikan sosialisasi/memperkenalkan gagasan kampung kreatif, (2) mengidentifikasi permasalahan dan potensi setiap kampung, (3) mengakomodasi kebutuhan pelatihan bagi masyarakat, dan (4) mendampingi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan.

Kelompok kedua adalah pendukung pembentukan kampung kreatif. Pertama, komunitas dan sukarelawan. Berasal dari jejaring tim advokasi, mereka ikut serta mengembangkan ide kreatif masyarakat melalui pelatihan, workshop, dan diskusi. Kedua, swasta dan donatur. Mereka berperan dalam membantu pendanaan program kampung kreatif. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan operasional pelatihan, perbaikan infrastruktur, serta penyelenggaraan festival. Ketiga, pemerintah. Pemerintah di tingkat kota hingga nasional berperan memberikan dukungan secara politis untuk menjaga kelangsungan pelaksanaan program.

Kelompok ketiga adalah masyarakat kampung kreatif itu sendiri. Kelompok ini dibagi menjadi kelompok pemuda, pengurus RT/RW, dan kelompok orangtua dan anak-anak. Kelompok pemuda merupakan penggerak masyarakat lainnya dalam berkegiatan. Menjadi rekan kerja tim advokasi dalam memantau pelaksanaan kegiatan kampung kreatif. Kemudian, pengurus RT/RW berperan dalam memberikan dukungan perizinan bagi pelaksanaan kegiatan di lingkungan kampung. Terakhir, orangtua dan anak-anak. Mereka berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di dalam kampung kreatif.

Stakholder-stakeholder tersebut berinteraksi agar dapat bekerja secara sinergis dalam proses pembentukan kampung kreatif. Seperti ditunjukkan gambar 1 berikut.

Gambar 1. Skema interaksi antaraktor pembentukan kampung kreatif

Keterangan gambar:

(8)

2. Tim advokasi yang terbentuk dari gabungan inisiator berinteraksi langsung dengan masyarakat. Komunikasi dilakukan secara dua arah. Tim advokasi menggali permasalahan dan potensi kampung melalui diskusi dengan masyarakat. Kemudian tim advokasi memfasilitasi masyarakat untuk mengurangi permasalahan dan mengembangkan potensinya.

3. Tim advokasi membutuhkan pihak-pihak seperti komunitas-komunitas kreatif dan sukarelawan mahasiswa melalui jaringan BCCF yang dapat membantu mengembangkan kapasitas kreatif masyarakat. Kemudian tim advokasi juga mengupayakan dukungan finansial melalui dana CSR swasta, donasi dana hibah pemerintah, dan sumber lainnya. Terakhir, tim advokasi berhubungan baik dengan pemerintah untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan program pembentukan dan pengembangan kampung kreatif.

4. Selain tim advokasi, yang berhubungan langsung dengan masyarakat kampung kreatif adalah komunitas-komunitas dan para sukarelawan. Keduanya berinteraksi dengan masyarakat dalam pelatihan dan workshop. Interaksi tersebut penting dalam mengembangkan kemampuan produksi masyarakat.

5. Interaksi masyarakat di dalam kampung terjadi sebagai kebutuhan manusia yang tinggal dalam lingkup wilayah yang sama. Kemudian dengan adanya program kampung kreatif interaksi masyarakat juga terjadi karena adanya dorongan untuk mencapai tujuan bersama.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, tahapan yang dilalui dalam proses pembentukan Kampung Kreatif Dago Pojok dan Cicukang secara garis besar sesuai dengan teori cycle of urban creativity. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahapan pembentukan ide kreatif, tahapan realisasi ide kreatif, tahapan penguatan sistem pendukung,

tahapan penyediaan ruang basis kreatif, dan evaluasi.

Proses pembentukan kampung kreatif yang terjadi pada Kampung Dago Pojok dan Cicukang dapat dikatakan sama, yaitu melewati kelima tahapan tersebut, namun untuk mencapai satu siklus proses pembentukan kampung kreatif tersebut kedua kampung tersebut membutuhkan jangka waktu yang berbeda. Kampung Cicukang lebih cepat dalam mencapai satu siklus. Dengan begitu, jangka waktu yang digunakan untuk melewati satu tahapanpun berbeda antara Kampung Dago Pojok dan Cicukang. Kelima tahapan pembentukan dilakukan dengan tidak selalu linear atau berurutan.

Seperti pengembangan ide kreatif di tahapan realisasi ide, masih terus dilakukan di kedua kampung. Kegiatan-kegiatan seperti pelatihan dan workshop yang dilakukan pada tahap itu akan selalu dibutuhkan untuk melahirkan produk-produk baru dari masyarakat. Kemudian, untuk mendukung berjalannya tahap tersebut diperlukan pelaksanaan tahap penguatan sistem pendukung juga, sehingga kedua tahap tersebut seringkali dilaksanakan bersamaan.

Berdasarkan hasil analisis, kategori aktor yang ikut berperan dalam pelaksanaan kampung kreatif di kedua tempat tersebut sama. Aktor-aktor yang terlibat dalam pembentukan dan pengembangan kampung kreatif terdiri tiga kelompok, yaitu kelompok inisiator, kelompok pendukung pembentukan dan pengembangan, serta seluruh elemen masyarakat kampung kreatif itu sendiri. Dilihat dari kegiatan yang dilakukan masing-masing aktornya, tim advokasi yang berada dalam kelompok inisiator memiliki peran sentral karena mereka yang berinteraksi secara langsung dengan aktor-aktor lainnya. Mereka juga yang menghubungkan peran antaraktor.

(9)

yang akan menerapkan konsep kampung kreatif pada kota-kota lainnya di Indonesia, khususnya dalam upaya menumbuhkan ruang- ruang kreatif.

Perlu diketahui pula bahwa terdapat catatan kelemahan pada penelitian ini, yaitu adanya perbedaan waktu pelaksanaan antara Kampung Kreatif Dago Pojok dengan Cicukang. Waktu pelaksanaan di Kampung Kreatif Cicukang yang terbilang baru tersebut menyebabkan kurang dapat dilakukan eksplorasi mengenai perkembangan pelaksanaan kegiatan. Penelitian ini juga menitikberatkan sudut pandang komunitas dalam proses pembentukan kampung kreatif dan kurang memasukkan unsur pandangan pemerintah yang juga memiliki peran dalam proses ini.

Daftar Pustaka

Budihardjo, Eko. 1998. Kota yang Berkelanjutan (Sustainable City). Jakarta: UI Press.

Crosby, B. L. 1992. Stakeholder Analysis: A Vital Tool for Strategic Managers. Technical Notes, No. 2. Washington DC: Agency for

International Development.

Esterberg, Kristin G. 2002. Qualitative Methods in Social Research. New York: Mc Graw Hill. Evans, Graeme. et al. 2006. Strategies for

Creative Spaces and Cities: Lesson Learned. Hasil penelitian Cities Institute, London Metropolitan University dan Munk Centre for International Studies, University of Toronto. Tersedia:

http://www.utoronto.ca/progris/imagineatoron to/Creative_Cities_Lessons_Learned.pdf. Diakses pada: Agustus 2013.

Fitriyana, Freska. 2012. Peran Komunitas Kreatif Dalam Pengembangan Kota (Studi Kasus: Identifikasi Kekuatan Kolaboratif Bandung Creative City Forum (BCCF)). Tesis Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Bandung.

Landry, Charles. 2008. The Creative City: a Toolkit for Urban Innovators. Comedia. Landry, Charles dan Franco Bianchini. 1995. The

Creative City. London: Demos.

Landry, Charles dan Jonathan Hyams. 2012. The Creative City Index: Measuring The Pulse of The City. Comedia.

Patton, C. V. dan L. P. Subanu. 1988. Meeting Shelter Needs to Indonesia. Spontaneus Shelter: International Perspective and Prospects, 168-190. Temple University Press: Philadelphia.

Gambar

Gambar 1. Skema interaksi antaraktor pembentukan kampung kreatif

Referensi

Dokumen terkait

Tata tertib dan tatakrama sekolah dimaksudkan sebagai rambu-rambu bagi siswa, guru dan staf tata usaha dalam bersikap, berucap, bertindak dan melaksanakan

Pada kutipan novel diatas nilai moral yang diambil yaitu tania yang baik dan santai baginya semua masalah bisa di tanggapi dengan santai itu mengajarkan bagi kita

PENGARUH TINGKAT PERTUMBUHAN PENJUALAN TERHADAP STRUKTUR MODAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Kecenderungan untuk latah meniru program acara/ yang konon terbukti menarik perhatian penonton/ menjadi jurus jitu/ bagi stasiun televisi/ untuk meraih keuntungan

Badan Kredit Desa merupakan salah satu bagian dari perbankan, hal ini karena Badan Kredit Desa memiliki kegiatan yang sama dengan perbankan yakni simpan pinjam.Keberadaan

akar peringatan hari ibu bermula pada kongres perempuan indonesia pada 22-23 des 09/ di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama// Dihadiri organisasi-organisasi perempuan/

Cara merancang dan membangun aplikasi pembelajaran faktorisasi prima bilangan bulat positif yang dapat mengembangkan pengetahuan mengenai pohon faktor berbasis

Perlakuan waktu tanam, konsentrasi, varietas (konsentrasi) dan interaksi waktu tanam dengan konsentrasi menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot