BAB II
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT
MENURUT UU NO.10 TAHUN 1998
A. Dasar Hukum Perjanjian Kredit.
Negara Indonesia merupakan Negara hukum, yang menganut sistem hukum
Eropa Kontinental, di dalam sistem hukum Eropa Kontinental peraturan
Perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber
hukum. Setiap kegiatan dalam lalu lintas bisnis dan perbankan memerlukan
adanya suatu landasan hukum dalam pelaksanaannya. Demikian juga terhadap
perbuatan hukum pemberian kredit memerlukan adanya suatu dasar hukum yang
kuat.
Jika ditelusuri pasal demi pasal dalam Buku III KUH Perdata yang
mengatur tentang perikatan pada umumnya dan Perjanjian Khusus, tidak dijumpai
istilah kredit.6 Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit selalu diidentikkan dengan utang atau pinjaman apakah berupa uang atau barang. Orang yang
memperoleh kredit adalah orang yang mendapat kepercayaan7
6
Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa Latin “credere”, bahasa Belanda “vertrouwen”, bahasa Inggris “believe” atau “trust of confidence”, yang berarti kepercayaan. Kata “credere” atau “creditum” berasal dari kata “credo” berarti mempercayakan. Lihat K. Prent, cm, dkk., Kamus Latin-Indonesia, Semarang: Yayasan Kanisius, 1969, hal. 102.
5
Mengapa orang dipercayai? Secara moral, orang tersebut memiliki tingkah laku dan kepribadian yang baik; secara ekonomi, orang tersebut mampu untuk membayar utangnya; secara yuridis, orang tersebut bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya.
bank yang telah memberikan pinjaman untuk jangka waktu tertentu dan pihak
yang meminjam akan mengembalikan utangnya sesuai dengan perjanjian yang
disepakati. Dalam praktik bisnis, pengembalian utang diikuti dengan bunga atau
imbalan tertentu.
Berbeda dengan pengertian kredit dalam pandangan hukum, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan rumusan “kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.”
Molenaar mengatakan kredit adalah “het verrichten van een prestatie in
ruil voor een uit gestelde tegen prestatie” (artinya memberikan prestasi untuk
ditukar dengan imbalan prestasi setelah jangka waktu tertentu). Johnson
mengatakan “credit is the power to obtain goods or service by givina promise to
pay money (or goods) on demand or at a specified date in thefuture.”8
Rumusan Molenaar lebih menekankan kepada aspek perikatan
(verbintenis) yaitu kredit sebagai obyek perikatan. Hal ini terlihat dalam Pasal
6
Lihat Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui
Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum USU, Medan: 2006, hal.14.
7
Pasal 1234 KUH Perdata berbunyi “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Lihat terjemahan R.Subekti
dan R. Tjitrosdibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PradnyaParamita, 1981, hal.
1234 BW yang berbunyi “Zij strekken om iets te geven, te doen, of niet te
doen”.9Jadi obyek perikatan atau disebut juga prestasi ada 3 (tiga) jenis yaitu memberikan sesuatu (iets te geven), berbuat sesuatu (iets te doen), dan tidak
berbuat sesuatu (iets niet te doen). Pengertian yang diberikan oleh Molenaar
masih bersifat umum, belum menunjukkan adanya hal-hal khusus dari kredit itu
sendiri termasuk ke dalam jenis prestasi yang mana. Menurut Tan Kamello, kredit
bank termasuk dalam jenis prestasi berbuat sesuatu.10
Rumusan yang lebih spesifik dapat dilihat dari Undang-Undang Perbankan
dengan menitik beratkan bahwa kredit merupakan suatu perjanjian antara bank
dengan nasabah debitor. Di sini secara jelas subyek hukumnya telah ditentukan
dan perjanjian tersebut lahir dari kesepakatan pinjam meminjam. Momentum
yuridis yang melatar belakangi hubungan hukum antara bank dengan nasabah
debitor adalah asas konsensualisme, yang tercermin dalam Pasal 1320 angka 1
KUH Perdata bahwa kata sepakat merupakan salah satu syarat subyektif untuk
melahirkan perjanjian, sedangkan uang atau yang dipersamakan dengan itu
merupakan obyek perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan Prestasi berbuat sesuatu
diatur dalam Pasal 1235 KUH Perdata berbunyi “Tiap-tiap perikatan berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi
kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
penggantian biaya, rugi, dan bunga”.
10
undang, kesusilaan atau ketertiban umum sebagaimana yang ditegaskan dalam
Pasal 1320. Persoalan hukum lainnya, apakah kata kredit dalam Undang-Undang
Perbankan dapat diidentikkan dengan kata pinjam meminjam atau pinjam
mengganti dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Dalam rumusan kredit yang tercantum
pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kata pinjam
meminjam merupakan elemen yang dikhususkan terjadi pada hubungan hukum
antara bank dengan nasabah debitor, sehingga maknanya lebih sempit dari
pengertian kredit.
Arti yuridis dari pinjam meminjam atau pinjam mengganti sebagai
terjemahan dari verbruikleening dalam Pasal 1754 B.W adalah: “Verbruikleening
is eene overeenkomst, waarbij de eene partij aan de andere eene zekere
hoeveelheid van verbruikbare zaken afgeeft, onder voorwaarde dat de laatst
gemelde haar even zo veel van gelijke soort en hoedanigheid terug geve.” 11
Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya
adalah perjanjian konsensuil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat konsensuil
apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan
perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata sepakat masih (Pinjam meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula).9
11
diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi
obyeknya.
Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti
adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal
kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak
yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan
sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara
teoretis, antara terciptanya kesepakatan dengan terjadinya penyerahan (levering)
dapat dipisahkan. Dapat saja terjadi penyerahan barang dilakukan belakangan.
Adapun pendapat ahli hukum tentang pinjam meminjam , antara lain
adalah :
1. Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa peminjaman uang lazimnya
dianggap sebagai suatu persetujuan yang bersifat “reel”, tidak
“consensueel”.12
2. Mariam Darus mengatakan bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian
pendahuluan yang bersifat konsensuil sedangkan penyerah uangnya bersifat
riil. Dalam aspek konsensuil dan riil perjanjian kredit memiliki identitas
12
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung, Sumur, 1981, hal. 137.
11
sendiri dengan sifat-sifat umum sebagai berikut:13
3. Asser-Kleyn mengatakan bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian
pendahuluan dari perjanjian pinjam uang. Windscheid mengemukakan bahwa
perjanjian kredit adalah perjanjian dengan syarat tangguh (condition
potestative). Felt berpendapat bahwa perjanjian pinjam mengganti adalah
bersifat riil. Perjanjian kredit baru lahir pada saat dilakukannya realisasi
kredit. Konsekuensinya, perjanjian kredit bersifat riil. Goudeket mengatakan
bahwa perjanjian kredit yang di dalamnya terdapat perjanjian pinjam uang
adalah perjanjian yang bersifat konsensuil.
pertama, merupakan
perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari perjanjian penyerahan uang;
kedua, perjanjian kredit bersifat konsensuil; ketiga, perjanjian penyerahan
uangnya bersifat riil; keempat, perjanjian kredit termasuk dalam jenis
perjanjian standar; kelima, perjanjian kredit banyak dicampuri pemerintah;
keenam, perjanjian kredit lazimnya dibuat secara rekening koran; ketujuh,
perjanjian kredit harus mengandung perjanjian jaminan; kedelapan, perjanjian
kredit dalam aspek riil adalah perjanjian sepihak; kesembilan, perjanjian
kredit dalam aspek konsensuil adalah perjanjian timbal balik.
14
4. Remy Sjahdeini mengemukakan bahwa perjanjian kredit tidak identik dengan
perjanjian pinjam uang dalam KUH Perdata. Ada ciri khusus dari perjanjian
kredit yang membedakannya dari perjanjian pinjam uang biasa. Ciri khusus
tersebut adalah: ada beberapa bank yang memuat dalam perjanjian kreditnya
14
klausul yang dinamakan condition precedent yakni peristiwa atau kejadian
yang harus dipenuhi atau terjadi terlebih dahulu setelah perjanjian
ditandatangani oleh para pihak sebelum penerima kredit dapat menggunakan
kreditnya. Perjanjian kredit yang mengandung condition precedent adalah
perjanjian konsensuil dan bukan perjanjian riil, sedangkan perjanjian kredit
yang tidak memuat condition precedent dikatakan perjanjian riil.15
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ajaran tentang
sifat perjanjian kredit bank terbagi atas 3 (tiga) yaitu: pertama, ajaran yang
mengatakan perjanjian kredit bank dan perjanjian pinjam uang merupakan satu
perjanjian yang bersifat konsensuil-obligatoir; kedua, ajaran yang mengatakan
perjanjian kredit bank dan perjanjian pinjam uang merupakan dua perjanjian yang
bersifat konsensuil dan riil; ketiga, ajaran yang mengatakan perjanjian kredit bank
merupakan perjanjian dengan syarat tangguh.
Pandangan Tan Kamello mengutip pendapat Mariam Darus 16
13
St.Remy Sjahdeini, Beberapa Masalah Hukum di Sekitar Perjanjian Kredit Bank, Simposium Perbankan, Medan, 1990, hal. 10.
14
Lihat Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan II, Bandung: Aditya Bhakti, 2001, hal.36 – 41.
mengenai
hal ini adalah bahwa perjanjian kredit bank adalah suatu proses perjanjian untuk
permufakatan dan diakhiri dengan penyerahan. Momentum terjadinya 2 (dua)
hubungan hukum tersebut berbeda. Perjanjian kredit lahir pada saat
ditandatangani formulir perjanjian kredit bank, yang memiliki sifat
konsensuil-obligatoir, sedangkan penyerahan uang (levering) menyusul kemudian setelah ada
pernyataan dari bank bahwa nasabah debitor dibolehkan mengambil uang
(pinjaman), yang sifatnya riil. Jadi, antara permufakatan dengan penyerahan uang
terdapat waktu tunggu yang menangguhkan untuk kesempurnaan perjanjian kredit
bank seperti yang diatur dalam Pasal 1253 KUH Perdata tentang perikatan
bersyarat dan Pasal 1263 KUH Perdata tentang perikatan dengan syarat tangguh.
Dalam Pasal 1253 KUH Perdata ditentukan syaratnya adalah peristiwa yang
masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, sedangkan dalam Pasal
1263 KUH Perdata, pemenuhan perikatan hanya dapat dituntut oleh kreditor
apabila syarat tangguh itu telah terpenuhi. Selama syarat itu belum terpenuhi,
maka kewajiban berprestasi oleh debitor belum lagi ada, walaupun hubungan
hukum antara para pihak tetap ada.
Dilihat dari jenis perjanjian, perjanjian kredit bank merupakan perjanjian
timbal balik, artinya jika pihak bank dan nasabah debitor tidak memenuhi isi
perjanjian maka salah satu pihak dapat menuntut pihak lainnya sesuai dengan
jenis prestasinya. Penyerahan uang dalam perjanjian kredit bank merupakan
perjanjian sepihak, artinya jika pihak tidak merealisasikan pinjaman uang maka
nasabah debitor tidak dapat menuntut bank dengan alasan ingkar janji, demikian
juga sebaliknya kalau nasabah debitor tidak mau mengambil pinjaman uang
Secara yuridis normatif, perjanjian kredit bank yang sudah disepakati
menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg) yang mengikat dan harus dijalankan
dengan itikad baik. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1320 jo Pasal
1338 KUH Perdata. Dilihat dari aspek jenis perjanjian lainnya, perjanjian kredit
bank tergolong dalam jenis perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst,
innominaat contracten). Hal ini didasarkan pada Pasal 1319 KUH Perdata,
sedangkan perjanjian pinjam mengganti merupakan perjanjian bernama.
Dilihat dari bentuk perjanjian, KUH Perdata hanya menentukan pedoman
umum bahwa perjanjian harus dibuat dengan kata sepakat kedua belah pihak. Kata
sepakat tersebut dapat berbentuk isyarat, lisan, dan tertulis. Dalam bentuk tertulis,
perjanjian dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan dan akta otentik. Dalam
praktik bank, bentuk perjanjian kredit dapat dibuat dengan akta otentik (akta
notaris). Kedua bentuk perjanjian kredit tersebut dibuat dalam bentuk perjanjian
baku, yaitu suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi atau
klausul-klausulnya oleh bank dalam suatu formulir tercetak.17
17
Lihat St. Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 182.
Dalam bentuk perjanjian
kredit yang demikian, pada hakikatnya kehendak yang sebenarnya belum
terwujud dalam perjanjian kredit. Kehendak nasabah debitor hanya diberikan
secara formal disebabkan adanya ketergantungan akan kebutuhan kredit. Di
sinilah letaknya kedudukan nasabah debitor menjadi lemah secara
nasabah debitor tidak mempunyai pilihan lain dan terpaksa untuk menerima
persyaratan perjanjian yang disodorkan kepadanya.18Menurut Ruitinga, kekuasaan ekonomis itu terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu, pertama, terdapatnya kebutuhan bagi
salah satu pihak untuk bertransaksi; kedua, kekuatan posisi ekonomis dari pihak
lainnya.19J.M. van Dunne dan Gr. van der Burght mengatakan bahwa kedudukan ekonomis yang lebih kuat ini sering tampak pada perjanjian-perjanjian baku.20 Dilihat dari sisi perlindungan hukum konsumen, perjanjian baku yang ditetapkan
bank sebagai pelaku usaha, maka klausul yang diperlakukan terhadap debitor
(nasabah debitor) dalam perjanjian tersebut adalah batal demi hukum (nietig, null
and void).21
Di dalam pelaksanaan perjanjian kredit akan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak yaitu kreditur dan debitur memiliki beberapa
hak dan terikat pada beberapa kewajiban yang wajib dipenuhi guna menjamin rasa
B. Hak dan Kewajiban Kreditur dan Debitur dalam Perjanjian Kredit
16
Wahyono Hardjo, Masalah Kedudukan Pihak yang Lemah Secara Ekonomis dalam Perjanjian, Himpunan Laporan Hasil Pengkajian Bidang Hukum Perdata Tahun 1982/1983 dan 1983/1984, Jakarta, BPHN, 1985, hal. 139.
17
Ibid., hal. 140.
18
Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, opcit, hal.18.
19
Lihat Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
saling percaya oleh para pihak serta kegiatan perkreditan dapat dilaksanakan
dengan lancar. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Hak Kreditur antara lain :
1) Menerima jumlah pinjaman nasabah
2) Menerima bunga sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati
bersama;
3) Menetapkan nilai jaminan nasabah
4) Mengadakan pengawasan terhadap perusahan atau nasabah.
5) Menegur atau memperingatkan apabila dalam pembayaran angsuran
kredit dinyatakan kurang lancar atau diragukan.
6) Menerima administrasi dan provisi.
7) Membatalkan perjanjian sepihak apabila kewajiban nasabah tidak
dipenuhi.
8) Masuk ketempat di mana nasabah telah menyerahkan hak miliknya
oleh nasabah.
b. Kewajiban Kreditur antara lain :
1) Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada debitur.
2) Memberikan informasi mengenai kredit
4) Menyerahkan kembali hak milik debitur apabila telah melunasi hutangnya.
5) Mematuhi segala ketentuan yang termuat di dalam perjanjian kredit.
c. Hak Debitur antara lain:
1) Menerima kredit yang diberikan oleh Kreditur
2) Menerima tabungan di akhir pelunasan
3) Berhak mendapat kembali hak miliknya yang telah diserahkan kepada
bank apabila peminjaman telah melunasi hutangnya.
4) Debitur diasuransikan. Artinya, kredit yang ditanggung oleh pihak
asuransi. Yang dijaminkan adalah jumlah plafon kreditnya. Apabila
debitur meninggal dunia sebelum jatuh tempo pembayaran kredit maka
kredit dapat diklaim oleh pihak asuransi.
d. Kewajiban Debitur antara lain :
1) Melunasi jumlah hutang pokok berikut bunga atau denda
2) Menyerahkan jaminan kebendaan
3) Membayar biaya administrasi kredit
4) Membayar kredit tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang telah
diperjanjikan.
5) Membayar pajak, iuran, pungutan yang dikenakan pada jaminan
7) Membayar biaya sehubungan dengan penagihan pinjaman
8) Menjaga dan memelihara segala sesuatu yang diserahkan hak miliknya
9) Mematuhi segala ketentuan yang termuat di dalam perjanjian kredit 22
Dalam setiap pemberian kredit akan timbul hak dan kewajiban. Bank
hanya dapat mempertimbangkan pemberian kredit bila calon nasabah tersebut
merupakan subjek hukum karena subjek hukum merupakan pendukung hak dan
kewajiban artinya dapat menerima hak dan dibebankan kewajiban.
.
Di dalam Pasal 1131 KUH Perdata terdapat asas umum seorang kreditur
terhadap debiturnya, yang ditentukan bahwa : “segala kebendaan si berhutang,
baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun akan
ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya
perseorangan”. Jadi hak tagih seorang kreditur dijamin dengan :
1. Semua barang-barang debitor yang sudah ada, yang artinya sudah ada pada
saat hutang dibuat.
2. Semua barang yang akan ada disini berarti barang-barang yang pada saat
pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitor, tetapi kemudian
menjadi miliknya. Dengan kata lain hak kreditur meliputi barang-barang
yang akan menjadi milik debitor, asal kemudian benar-benar jadi miliknya,
baik barang bergerak maupun tidak bergerak.
C. Prosedur Pemberian Kredit Menurut UU No. 10 Tahun 1998
22
Sebelum memberikan kredit, bank melakukan analisa yang dikenal dengan
istilah The fives of credit atau 5 c,23
Watak atau character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang.
Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan
jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui risiko. Tidak
mudah untuk menentukan watak seorang debitur apalagi debitur yang baru
pertama kali mengajukan permohonan kredit. Untuk mengetahui watak seseorang
dapat mengetahui ciri-ciri orang tersebut seperti misalnya peminum minuman
keras, suka berjudi, suka menipu, dan lain sebagainya. Untuk petugas analis perlu
melakukan penyelidikan atau mencari berbagai informasi mengenai watak
seorang pemohon kredit karena watak dan tabiat menjadi dasar penilaian utama.
Meskipun analisa dari berbagai aspek baik tetapi kalau watak seorang pemohon
kredit jelek maka akibatnya risiko kredit menjadi besar. Watak dapat diartikan
sebagai kepribadian, moral dan kejujuran pemohon kredit. Debitor yang
mempunyai watak suka minuman keras, berjudi dan tidak jujur kemungkinan
besar akan melakukan penyimpangan dalam menggunakan kredit. Kredit
digunakan tidak sesuai sesuai tujuan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit
akibatnya proyek yang dibiayai dengan kredit tidak menghasilkan pendapatan
sehingga mengakibatkan kredit macet. Oleh karena itu seorang analis perlu
menyelidiki dan mencari informasi tentang asal-usul kehidupan pribadi pemohon
kredit.
yaitu :
1. Character (Watak)
23
2. Capital (Modal)
Seseorang atau badan usaha yang akan menjalankan usaha atau bisnis
sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seorang yang
akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau
konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Misalnya orang yang akan
mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk membeli sebuah rumah maka
pemohon kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka. Uang muka
itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki pemohon kredit sedangkan kredit
berfungsi sebagai tambahan.
3. Capacity (Kemampuan)
Seorang debitor yang mempunyai karakter atau watak baik selalu akan
memikir kan mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang
ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitor harus
memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika
debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitur berbentuk badan
usaha. Seorang analis harus mampu menganalisa kemampuan debitur untuk
membayar kembali hutangnya. Bagi debitor perorangan analis harus mendapat
informasi yang benar penghasilan atau pendapatan debitor. Apa pekerjaan, usaha
debitor yang mengindikasikan debitor memperoleh pendapatan sehingga
4. Collateral (Jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna
menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitor tidak melunasi
hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan
harta kekayaan yang dijadikan jaminan itu. Jaminan meliputi jaminan yang
bersifat materiil berupa barang atau benda (materiil) yang tidak bergerak seperti
tanah, bangunan, atau benda tidak bergerak misalnya mobil, motor, saham, dan
jaminan yang bersifat inmateriil merupakan jaminan yang secara fisik tidak dapat
dikuasai langsung oleh bank misalnya jaminan pribadi (Borgtocht), Garansi
Bank (Bank lain).
Fungsi jaminan guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk
mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur
tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
5. Condition of Economy (Kondisi ekonomi)
Selain faktor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analis
adalah kondisi ekonomi negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada
waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada
pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat
mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.
1) Dewasa. Ketentuan kedewasaan pada Bank adalah ketentuan dewasa
menurut batas umur 21 tahun untuk yang belum menikah dan 17 tahun jika
sudah kawin dengan persetujuan suami-istri.
2) Cakap hukum, dalam arti tidak berada atau dibawah pengampuan.
3) Ada jaminan, baik berupa jaminan benda maupun jaminan perorangan24
b) Untuk kepentingan Pemerintahan, bermanfaat untuk menjaring wajib pajak .
Syarat adminitrasi yang harus dipenuhi bagi calon debitur antara lain :
1) Identitas para pihak, dalam bentuk KTP, SIM, Paspor
2) Kartu keluarga, kegunaannya yakni :
a) Untuk mengetahui status kawin.
b) Untuk mengetahui dimana ia berada
c) Untuk mengetahui status dalam keluarga
NPWP dengan dilampiri KTP, ini bertujuan untuk kepentingan :
a) Untuk Kepentingan Bank, sebagai syarat permulaan sejarah kredit calon
debitur, ini dilakukan melalui online sistem.
25
24
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hal .69
25
Edy Putra Aman. Kredit Perbankan, suatu Yuridis, Liberty, Yogyakarta, Cet ketiga. 2001, hal. 45.
24 Ibid.
Adapun syarat badan hukum untuk calon debitur yaitu :
1) Surat Izin Pendirian Perusahaan (SIPP).
2) Akte Pendirian Perusahaan
3) Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
4) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5) NPWP Perusahaan
6) Identitas Pengelola Perusahaan (KTP Pengurus)
7) Struktur Organisasi Perusahaan
8) SPT Perusahaan
9) Dokumen Pendukung lainnya 26