TINJAUAN PUSTAKA
Penggerek umbi (Phthorimaea operculella)
Menurut Kalshoven (1981), hama penggerek umbi kentang
(Phthorimaea operculella) diklasifikasikan ke dalam ordo Lepidoptera dan famili
Gelechiidae.
P. operculella merupakan salah satu hama perusak kentang di lapangan
dan di dalam penyimpanan dan paling penting biasanya pada saat iklim panas.
Walaupun pihak karantina berpengalaman dalam menangani umbi kentang,
ngengat ini melanjutkan penyebarannya ke daerah yang baru. Hama ini berasal
dari negara Amerika Selatan yang merupakan penghasil kentang dan tembakau
sebagai tanaman inangnya. Reproduksi terjadi antara 2-12 generasi per tahun
tergantung iklim (Gopal dan Paul, 2006).
Telur berwarna putih abu-abu, berukuran 0,5 mm dan diletakkan satu
per satu di permukaan bawah daun, batang, umbi, dan tempat penyimpanan
atau kotak (Gopal dan Paul, 2006). Selain itu telur juga diletakkan di tanah
atau limbah dekat dengan umbi-umbian. Telur menetas setelah 5 hari
(International Potato Center dan FAO, 2006).
Larva membuat terowongan di daun, kadang-kadang di batang dan dapat
menyebabkan kematian tanaman. Dari daun, larva pindah untuk makan dalam
umbi, bergerak secara perlahan terus ke celah dalam tanah. Larva dapat
menyebabkan kerusakan, muncul dalam waktu 5 hari. Diakhir perkembangannya,
larva berukuran 10 mm panjangnya (Gambar 1). Warna larva bervariasi mulai dari
larva berakhir kira-kira 14 hari. Larva tumbuh dan berkembang lambat pada
suhu yang dingin tetapi berlanjut pada temperatur lebih tinggi dari 11oC
(Gopal dan Paul, 2006).
Gambar 1: Larva P. operculella Zell.
Sumber:
Photo University of California
Pupa berwarna coklat, berukuran 6 mm dan tertutup dalam sebuah kokon
warna putih abu-abu yang ditemukan di atas umbi dekat permukaan tanah
atau di tempat penyimpanan seperti celah di dinding penyimpanan, di lantai,
dan di kotak atau peti kayu (Gambar 2). Stadia pupa berakhir kira-kira 8 hari
(Gopal dan Paul, 2006).
Gambar 2: Pupa P. operculella Zell.
Sumber:
Photo International Potato Center
Imago berukuran 15 mm, sayap depan warna coklat kelabu dengan bintik
dewasa 10-15 hari. Mudah dikenal karena daya terbangnya pendek ketika
diganggu (Gopal dan Paul, 2006). Ngengat P. operculella aktif pada malam hari,
pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah tempat penyimpanan atau di
bawah tumpukan umbi yang disimpan dalam gudang (International Potato Center
dan FAO, 2006).
Gambar 3: Ngengat P. operculella Zell. betina (kiri) dan jantan (kanan)
Sumber:
Photo Rondon, Oregon State University
Serangga P. operculella memiliki siklus hidup lengkap dengan 4 tahap
perkembangan dan memiliki kisaran hidup antara 29-48 hari. Betina
P. operculella melakukan perilaku memanggil (calling behavior) mulai umur 1
hari dan mencapai maksimum pada hari ke 3 pada periode 7-8 jam setelah
kopulasi (Susanto dan Santosa, 2001).
Suhu yang paling ideal untuk perkembangan P. operculella adalah
20-25oC. Selama musim panas, hama ini dapat menyempurnakan generasinya
kira-kira dalam 3 minggu (Gopal dan Paul, 2006).
Gejala Serangan
P. operculella menyerang di lapangan maupun di penyimpanan. Hama ini
P. operculella terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan tanaman kentang.
Populasi tertinggi terjadi pada bulan Juni-Agustus (Setiawati dan Tobing, 1998).
Larva menyerang batang dan daun tanaman kentang. Larva menggerek daun dan
meninggalkan hanya kulit luar sampai kering. Infestasi yang parah terjadi pada
daerah yang sama, namun kehilangan hasil umumnya terbatas. Larva juga
menyerang umbi baik di lapangan atau area penyimpanan. Namun, infestasi berat
umumnya terjadi pada penyimpanan (Gambar 4). Gejala yang terlihat yaitu
adanya kotoran larva di dekat lubang gerekan (International Potato Center dan
FAO, 2006).
Gambar 4: Gejala serangan P. operculella Zell. Sumber: Foto Langsung
Di lapangan, P. operculella dapat merusak 25 % umbi tetapi di
penyimpanan dapat mencapai 100 %. Larva merusak daun, batang, dan umbi,
walaupun kerusakan pada daun tidak mengurangi hasil, tetapi gangguan dalam
umbi dapat menurunkan nilai pasar kentang. Kerusakan banyak terjadi sebelum
panen, terutama ketika tanaman mati secara alami. Larva P. operculella
meninggalkan daun-daun mati. Selain kentang, ngengat ini juga memakan
beberapa tanaman Solanaceae lain termasuk tomat, terung, dan lada
Pengendalian
Pengendalian yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran dan
serangan hama tersebut yaitu:
1. Secara kultur teknis: menggunakan umbi bibit sehat; rotasi tanaman
(International Potato Center dan FAO, 2006); penggunaan mulsa (Abn, 1996);
sanitasi host alternatif, irigasi yang baik, pembumbunan tanah, cara panen dan
penyimpanan yang baik (Hamilton, 2003).
2. Secara mekanik: penggunaan feromonoid seks dapat menekan serangan
P. operculella (Setiawati dan Tobing, 1998).
3. Secara hayati: menggunakan Lantana camara (International Potato Center dan
FAO, 2006); melestarikan musuh alami seperti parasitoid Apanteles
(Hymenoptera: Braconidae), Copidosoma desantisi (Hymenoptera:Encyrtidae),
C. koehleri (Hymenoptera: Encyrtidae) dan Orgilus lepidus (Hymenoptera:
Braconidae), pemangsa ngengat kentang termasuk laba-laba, Brumoides
suturalis (Coleoptera: Coccinellidae), dan kumbang Dicranolaius bellulus
(Coleoptera: Melyridae). Selain itu, larva dapat dikendalikan oleh virus
granulosis (Hamilton, 2003); menggunakan jamur Beauveria bassiana
(Hafez dkk, 1994); dengan menggunakan Bacillus thuringiensis yang
disemprotkan ke tanaman sehingga tanaman resisten terhadap P. operculella
(Douches dkk, 2004).
Insektisida Botani
Insektisida botani adalah insektisida yang berasal dari tanaman dan
cenderung tidak mengganggu atau membunuh musuh alami, aman bagi
lingkungan (International Potato Center dan FAO, 2006).
Teknologi pengendalian dengan memanfaatkan bahan alami bioaktif
tanaman merupakan alternatif pengendalian yang aman bagi organisme bukan
sasaran dan non persisten terhadap lingkungan sehingga dapat dipadukan dengan
teknik-teknik pengendalian lainnya. Selain bersifat toksik penggunaan bahan
alami tanaman juga bersifat menghambat aktifitas makan, menolak (repellent),
menarik (attraktan), maupun menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama
(Sjam, 2003 dalam Sjam dkk, 2011).
Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
Insektisida botani mimba adalah insektisida yang ramah lingkungan,
sehingga diperbolehkan penggunaannya dalam pertanian organik (tercantum
dalam SNI Pangan Organik), serta telah dipergunakan di berbagai negara,
termasuk Amerika yang dikenal sangat ketat peraturannya dalam penggunaan
pestisida, yaitu diawasi oleh suatu badan yang disebut EPA (Environmental
Protection Agency) (Kardiman, 2006).
Mimba adalah jenis pohon yang banyak diteliti karena merupakan pohon
yang beracun dan penolak hama terutama serangga larva, kutu daun dan thrips.
Semua bagian tanaman ini beracun, toksisitas tertinggi ada pada biji (International
insektisida botani biji mimba efektif mengendalikan populasi ulat daun tembakau
dan ramah lingkungan.
Kematian hama akibat dari penggunaan mimba terjadi pada proses
metamorfosis. Mimba tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh
terhadap hama pada daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti
kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat perkawinan dan
komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, menghambat pembentukan kitin
dan sebagai pemandul (Kardinan, 2004).
Daun dan biji mimba mengandung beberapa komponen aktif pestisida
antara lain azadirakhtin, salanin, azadiradion, salannol, salanolacetat, 3-deasetil
salanin, 14-epoksi-azadiradion, gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari
beberapa komponen tersebut ada empat senyawa yang diketahui sebagai pestisida,
yaitu azadirakhtin, salanin, nimbin, dan meliantriol (Horbone, 1982 dalam
Subiyakto, 2009).
Mimba ditanam untuk berbagai keperluan, seperti hutan industri, kayu
bakar, tanaman pinggir jalan, tanaman peneduh, dan penghasil bahan baku
industri (medis, pestisida, sabun, minyak, pupuk, pakan ternak, dan kayu) (Benge,
1986 dalam Subiyakto, 2009). Insektisida alami yang terbuat dari mimba
merupakan alternatif insektisida kimia bagi petani. Produk mimba juga dapat
dipakai sebagai obat anti nyamuk, obat cacing untuk ternak, dan mencegah hama
pada makanan selama penyimpanan (Agus dan Rahayu, 2004).
Serai wangi (Andropogan nardus L.)
Serai wangi merupakan tumbuhan herba menahun dan jenis
rumput-rumputan dengan tinggi antara 50-100 cm. Daun tunggal berumbai, tepi kasar dan
tajam, tulang daun sejajar, permukaan atas dan bawah berambut, serta berwarna
hijau muda. Batang tidak berkayu, beruas-ruas pendek, dan berwarna putih.
Bunga majemuk terletak dalam satu tangkai dan berwarna putih. Buah pipih dan
berwarna putih kekuningan. Biji bulat panjang berwarna coklat. Akar serabut.
Perbanyakan dengan pemisahan tunas atau anakan (Kardinan, 2004).
Kardinan (2004) juga menyatakan kandungan aktif tanaman serai wangi
lebih banyak terdapat pada batang dan daun. Serai wangi mengandung minyak
atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farsenol
methil heptenon, dan dipentena. Campuran abu daun serai wangi dapat
membunuh serangga hama gudang dan menghambat peletakan telur. Abu daun
serai wangi mengandung sekitar 49% silikat yang bersifat sebagai penyebab
desikasi pada tubuh serangga, yaitu apabila serangga terluka maka serangga akan
terus-menerus kehilangan cairan tubuhnya.
Suprianto (2008) menyatakan bahwa ekstrak etanol dan ekstrak air batang
dan daun serai wangi memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri
S. mutans. Hardi dan Kurniawan (2007) menunjukkan bahwa aplikasi insektisida
serai wangi dengan konsentrasi 2% dapat mengendalikan hama rayap. Makal dan
Turang (2011) menyatakan bahwa konsentrasi ekstrak batang serai 80 gr/50 ml
dapat digunakan sebagai insektisida botanis untuk mengendalikan hama
Crocidolomia binotalis pada kondisi laboratorium.
Petai cina (Leucaena leucocephala)
Tanaman petai cina merupakan tanaman perdu dan mempunyai ketinggian
2-5 m. Daunnya berbentuk majemuk dan menyirip dengan anak daun berbentuk
bulat telur, ujung runcing, tepi rata, dan berwarna hijau. Buahnya dalam bentuk
polong dengan panjang polong 8-18 cm berwarna hijau sampai hitam jika sudah
tua. Biji terdapat dalam polong dengan bentuk bulat telur berwarna hijau hingga
coklat jika telah tua (Hutapea dan Hidayat, 1991).
Kandungan kimia yang dimiliki tanaman ini adalah alkaloid, saponin,
mengobati cacingan (Sastroamidjojo, 1988). Daun lamtoro mengandung mimosin
sebagai asam amino beracun. Secara umum efek negative mimosin adalah
kehilangan nafsu makan, pembesaran kelenjar gondok, performa reproduksi
buruk, menekan pertumbuhan, dan kematian hama (Haque dkk, 2008 dalam
Laconia dan Widiyastuti, 2010).
Gambar 7: Tanaman petai cina (Leucaena leucocephala) Sumber: Foto Langsung
Sejak lama petai cina telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh,
pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Daun-daun dan ranting
muda petai cina merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik,
khususnya bagi ruminansia. Petai cina yang ditanam cukup rapat dan dikelola
dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi.
Daun-daunnya juga kerap digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau. Daun-daun petai
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di gudang UPT.BBI.Kutagadung Berastagi
dengan ketinggian tempat ± 1320 meter di atas permukaan laut. Dilaksanakan
mulai Agustus-November 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi kentang varietas
Granola R, daun mimba, daun serai wangi, daun petai cina, aquadest dan detergen.
Alat yang dipergunakan adalah keranjang plastik berukuran 32x22x6cm,
kain kasa, beaker glass, alat pengaduk, saringan kawat kasa, blender, ember,
timbangan, label nama, alat tulis dan alat pendukung.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 2 faktorial yang terdiri dari:
Faktor I: Jenis insektisida botani (P)
P0 = Kontrol
P1 = Mimba 50 gr
P2 = Mimba 75 gr
P3 = Mimba 100 gr
P4 = Serai wangi 50 gr
P6 = Serai wangi 100 gr
P7 = Petai cina 50 gr
P8 = Petai cina 75 gr
P9 = Petai cina 100 gr
Faktor II: Metode aplikasi (A)
A1 = Daun kering
Untuk menentukan banyaknya ulangan digunakan rumus berikut:
(t-1) (r-1) ≥15
(20-1) (r-1) ≥15
19 (r-1) ≥ 15
19 r ≥ 34
Jumlah perlakuan : 20 x 3 = 60 perlakuan
Jumlah umbi kentang setiap perlakuan : 20 buah (berat 40-60 gr/umbi)
Jumlah seluruh umbi kentang : 1200 buah
Model linier dari rancangan yang digunakan sebagai berikut:
Yij = µ + αi+ βj + (αβ)ij + ∑ij
Dimana :
Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan jenis ekstrak taraf ke-i, perlakuan ke-j
µ = Rataan atau nilai tengah
αi = Efek perlakuan jenis pestisida (P) taraf ke-i
βj = Efek perlakuan metode aplikasi (A) taraf ke-j
(αβ)ij = Interaksi antara faktor perlakuan P pada taraf ke-i dan perlakuan A pada
taraf ke-j
∑ij = Efek error
(Bangun, 1990).
Selanjutnya bila hasil sidik ragam menunjukkan berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan.
Pelaksanaan Penelitian Penyediaan Keranjang
Keranjang yang telah disiapkan sebanyak 60 keranjang disusun sesuai
perlakuan.
Penyediaan Umbi Kentang
Umbi diperoleh langsung dari pertanaman kentang yang berasal dari
Balai dan disimpan di dalam gudang. Dipilih umbi yang sehat berukuran M
Penyediaan Serangga Uji
Hama diperoleh dengan memasukkan umbi kentang yang sudah terlihat
serangan P. operculella ke dalam toples. Pada umumnya kentang yang terlihat
gejala, terdapat ulat didalamnya kemudian dibiarkan beberapa hari sehingga
berubah menjadi imago. Sebanyak 20 ekor imago dimasukkan ke dalam ruangan
sebagai sumber inokulum. Disediakan madu untuk pakan serangga dewasa.
Penyediaan Bahan Tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun mimba, daun serai wangi,
dan daun petai cina.
Pembuatan Insektisida Botani
Untuk aplikasi metode daun kering : Disiapkan daun mimba, daun serai
wangi, dan daun petai cina yang masih segar. Masing-masing bahan tumbuhan
dicuci bersih, lalu dijemur sampai kering, kemudian ditimbang sesuai dengan
masing-masing perlakuan dan siap untuk diaplikasikan.
Untuk aplikasi metode pencelupan : disiapkan daun mimba, daun serai
wangi, dan daun petai cina yang masih segar. Masing-masing bahan tumbuhan
dicuci bersih, lalu dikering-anginkan, ditimbang sesuai perlakuan, kemudian
dihaluskan dengan blender, ditambahkan 1 liter air. Lalu rendam dari
masing-masing bahan tumbuhan selama 1 malam (12 jam). Setelah itu, rendaman disaring
dengan menggunakan saringan kain kasa, dan larutan hasil penyaringan dari
masing-masing bahan tumbuhan dicampur dengan detergen selanjutnya diaduk
Aplikasi Insektisida Botani
Pengujian insektisida botani dilakukan dengan metode daun kering dan
pencelupan (dipping). Untuk aplikasi daun kering, daun-daun ditaburkan di atas
umbi kentang sesuai dosis dari masing-masing perlakuan yaitu 50 gr, 75 gr, dan
100 gr. Sedangkan untuk aplikasi pencelupan, dengan menggunakan kain kasa,
umbi kentang dicelupkan ke dalam ember yang berisi ekstrak sesuai perlakuan
selama 5 menit. Umbi kentang yang telah diuji kemudian dimasukkan ke dalam
keranjang setelah dikering-anginkan ± 2-3 menit.
Peubah Amatan
1. Persentase Serangan P. operculella
Persentase serangan P. operculella yaitu dengan mengamati gerekan pada
umbi kentang, dihitung dengan menggunakan rumus :
P = x 100 %
Keterangan:
P = Persentase serangan P. operculella (%)
a = Jumlah umbi kentang yang terserang
b = Jumlah umbi kentang yang sehat
2. Morfologi Umbi Kentang
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan yang
terjadi pada kulit luar dan tampilan umbi kentang yaitu dari warna kulit, bentuk
umbi, daya kecambah, dan perubahan berat kentang setelah insektisida botani
a-b a
Susut bobot bahan dapat dihitung dengan rumus:
S = x 100%
Ket: a = berat awal
b = berat akhir
3. Populasi P. operculella
Pengamatan jumlah populasi P.operculella dilakukan dengan cara
menghitung lubang yang terdapat pada umbi. Umbi yang terserang ditandai
dengan adanya lubang gerekan dan adanya kotoran yang berwarna coklat sampai