CARBON TRACING KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG
Wulfram I. Ervianto
Mahasiswa Program Doktor, Manajemen dan Rekayasa Konstruksi ITB Bandung Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Abstrak
Setiap manusia selalu membutuhkan bangunan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan. Separuh waktu dalam sehari manusia berada di rumah untuk beraktivitas seperti istirahat dan sebagian waktunya berada di bangunan gedung sebagai tempat untuk bekerja. Pada umumnya bangunan diletakkan di permukaan tanah meskipun dibeberapa tempat di Indonesia menggunakan konsep rumah panggung dimana hanya beberapa komponen struktur bangunan yang bersentuhan langsung dengan tanah. Sadar atau tidak sadar semua bangunan berkaitan erat dengan aspek lingkungan baik pada saat pembangunan maupun operasional. Beberapa tahun terakhir, akibat pengaruh pembangunan mulai dirasakan oleh sebagian/semua manusia di Bumi. Dimana suhu bumi meningkat, terjadi perubahan iklim dengan ditandainya musim hujan sepanjang tahun. Tujuan studi ini adalah mengetahui kontribusi komponen bangunan dalam hubungannya dengan emisi yang ditakar dalam karbondioksida ekivalen. Obyek penelitian dalam studi ini adalah proyek Gedung Fakultas Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Total beton yang dibutuhkan dalam struktur adalah 888,66 m3, yang terdiri dari pondasi 200,73 m3 dan struktur atas berupa balok, kolom dan plat 687,93 m3. Emisi karbondioksida ekivalen yang dihasilkan dari komponen beton bertulang adalah 269.887,80 kg CO2e.
Kata kunci: carbon tracing; bangunan gedung
1. PENDAHULUAN
Global warming dan rumah kaca akhir-akhir ini menjadi populer dan sering diperbincangkan oleh berbagai elemen masyarakat, dari rakyat biasa, akademisi, politisi hingga pimpinan negara. Isu lingkungan seperti krisis energi sering muncul di permukaan di berbagai kesempatan. Wajar kiranya jika isu lingkungan disuarakan oleh banyak pihak yang berangkat dari keprihatinan terhadap bumi yang saat ini tengah mengalami masa krisis. Kondisi krisis tersebut ditandai dengan terjadinya perubahan musim dimana musim hujan terjadi sepanjang tahun tanpa ada kesempatan kepada musim kemarau untuk menjalankan fungsinya.
rangka menurunkan kadar CO2 diudara adalah 26% sampai dengan 41 % di akhir tahun 2020 (Emil Salim, 2010, halaman 11).
Sumber: Emil Salim, 2010, halaman 13
Gambar 1. Kadar CO2 sebelum dan sesudah revolusi industri
2. DASAR TEORI
Pembangunan pada saat ini diarahkan pada cara-cara yang bersentuhan dengan aspek lingkungan. Dengan demikian mau tidak mau semua hal yang berkaitan dengan proses membangun harus dirubah secara kontinu dengan meninggalkan cara-cara lama menuju cara baru yang lebih baik. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan manusia telah mencapai pada kondisi kritis.
2.1. Membangun Secara Ekologis
Pada prinsipnya pembangunan didasarkan pada teknologi bangunan lokal dan tuntutan ekologis alam. Pembangunan yang berkelanjutan memuat empat asas pembangunan berkelanjutan yang ekologis adalah: (1) menggunakan bahan baku alam tidak lebih cepat daripada alam mampu membentuk penggantinya; (2) menciptakan sistem yang menggunakan sebanyak mungkin energi terbarukan; (3) hasil sampingan yang berupa sisa ataupun sampah dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk produksi bahan lain; (4) meningkatkan fungsi dan keanekaragaman hayati.
Berdasarkan kebutuhan sumberdaya dalam pembangunan sudah selayaknya dipenuhi berbagai hal yang mengarah pada membangun secara ekologis. Pada tahap konstruksi yang menjadi perhatian adalah sebagai berikut: (a) penggunaan teknologi tepat guna yang berpihak bagi manusia, (b) menggantikan sumber energi tak terbarukan; (c) fokus pada perubahan iklim; (d) penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan; (e) sistem pengadaan dan pembuangan bahan bangunan dan air yang ramah lingkungan.
Kadar CO2 setelah revolusi industri
315 330 360
1920 1940 1960 1980 2000 2020 2040 2060 2080 2100 2120
BAHAN MENTAH
sumber: Steiger, Peter, Bauen und Oekologie im Dialog. Dalam: Dasar-dasar arsitektur ekologis, Frick H, Suskiyanto B., Penerbit Kanisius, Yogyakarta 2007
Gambar 2. Rantai bahan, penggunaan energi, dan pencemaran lingkungan
2.2. Emisi Material Bangunan
Emisi yang dihasilkan dalam produksi semen adalah setiap produksi satu ton semen menimbulkan ± 500 kg CO2 dan merupakan salah satu kontributor yang signifikan (selain pembakaran bahan bakar fosil) sebagai penyumbang emisi CO se2 besar 8-10% dari total emisi (Wolly T., Kimmins S., Harrison R., Harrison P., 1997, halaman 258).
Produksi batuan berupa pasir dan kerikil tidak menimbulkan emisi terhadap pemanasan global karena material ini diproduksi oleh alam melalui mekanisme kerja gunung berapi, demikian juga pasir. Emisi yang diperhitungkan adalah emisi pembakaran bahan bakar selama transportasi dari sumber pengambilan sampai di lokasi pekerjaan.
Kayu olahan yang berupa multipleks banyak digunakan dalam proses pembangunan khususnya sebagai cetakan beton. Dalam proses produksinya, kayu olahan ini menimbulkan emisi sebesar 1,3 kg CO2 (Heinz Frick, 2007).
Tabel 1. Daya serap CO2 berbagai jenis pohon
No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap CO2
(kg/pohon/tahun)
1 Trembesi Samanea saman 28.448,39
2 Cassia Cassia sp 5.295,47
3 Kenanga Canangium odoratum 756,59
4 Pingku Dysoxylum exelsum 720,49
5 Beringin Ficus benyamina 535,90
6 Krey payung Fellicium decipiens 404,83
7 Matoa Pornetia pinnata 329,76
8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73
9 Saga Adenanthera pavoniana 221,18
10 Bungur Lagerstroema speciosa 160,14
11 Jati Tectona grandis 135,27
12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51
13 Johar Cassia grandis 116,25
14 Sirsak Annona muricata 75,29
15 Puspa Schima wallichii 63,31
16 Akasia Acacia auriculiformis 48,68
Sumber: http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=125688&page=1 diunduh tanggal 4 januari 2011
Baja tulangan adalah salah satu material penting yang dibutuhkan dalam membentuk komponen struktur beton bertulang. Emisi CO2 ekivalen yang ditimbulkan selama proses produksi baja adalah antara 0,43 - 0,9 ton CO2/ton produk baja, sedangkan energi yang diperlukan selama proses produksi berkisar antara 1.468-3.120 juta kalori/ton (sumber: http://news.okezone.com/read/2010/11/23/320/396263/320/50-perusahaan-siap-kurangi-emisi, diunduh 5 Januari 2011).
2.3. Emisi transportasi
Emisi yang ditimbulkan selama proses transportasi ditentukan oleh jenis bahan bakar, konsumsi bahan bakar moda transportasi yang digunakan untuk memindahkan sejumlah material yang digunakan dari lokasi pengambilan sampai dengan lokasi proyek.
Tabel 2. Faktor Emisi Bahan bakar Minyak
Input Proses lb CO2/gal Kg CO2/liter Keterangan
Motor Gasoline 19.37 2.32
Diesel Fuel 22.23 2.66
LPG (HD-5) 12.7 1.52
1 pound = 453.59 gram; 1 gal = 3.785 liter.
3. TUJUAN PENELITIAN
Belum adanya informasi tentang emisi CO2 ekivalen yang ditimbulkan oleh bangunan gedung di Indonesia dirasa perlu untuk menggali besarnya kontribusi komponen pembentuk bangunan gedung di tingkat lokal.
4. DATA DAN ANALISIS DATA
Data penelitian diperoleh dari proyek Pengembangan Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pekerjaan Pembangunan Gedung Fakultas Teknologi Industri yang berlokasi di Jl. Babarsari No. 43 Yogyakarta. Kebutuhan data diperoleh dari perencana yang bersumber dari spesifikasi, rencana anggaran biaya termasuk bill of quantity. Carbon tracing dihitung didasarkan pada komponen struktur utama bangunan gedung, yang terdiri dari struktur bawah dan atas. Analisis untuk mendapatkan besarnya emisi CO2 ekivalen dikontribusi oleh pergerakan semua material dari hulu ke hilir. Emisi yang dihasilkan berasal dari aktivitas transportasi, produksi, dan implementasi. Jenis material pembentuk komponen struktur utama dalam proyek ini seperti dalam tabel 3.
Tabel 3. Jenis, volume, asal material, dan jarak
No Jenis material Volume Asal Jarak 1 Besi tulangan 132.393,00 kg Serang 662 km 2 Multipleks 846,00 lbr Kendal 144 km
3 Semen 7.285,00 sak Gresik 325 km
4 Pasir 650,57 m3 Krasak 23 km
5 Kerikil 907,37 m3 Krasak 23 km
Tabel 4.Volume material pembentuk stuktur utama
Komponen Besi tulangan (kg) Bekisting (m2) Semen (sak) Pasir (m3) Kerikil (m3) Kolom 43,062.95 338.78 1,398.11 124.86 174.15 Balok 39,055.88 845.40 1,582.89 141.36 197.16 Plat 17,858.44 1,249.78 1,956.19 174.70 243.66 TOTAL 99,977.26 2,433.95 4,937.20 440.92 614.97
Komponen Besi tulangan (kg) Bekisting (m2) Semen (sak) Pasir (m3) Kerikil (m3) Pondasi 9,632.88 894.19 850.51 75.96 105.94 Sloof 6,575.35 87.04 323.21 28.86 40.26 Total 16,208.23 981.23 1,173.72 104.82 146.20 TOTAL 32,416.46 1,962.46 2,347.45 209.64 292.40
TOTAL KEBUTUHAN
Komponen Besi tulangan (kg) Bekisting (m2) Semen (sak) Pasir (m3) Kerikil (m3) Struktur Atas 99,977.26 2,433.95 4,937.20 440.92 614.97 Struktur bawah 32,416.46 1,962.46 2,347.45 209.64 292.40 Jumlah 132,393.72 4,396.42 7,284.65 650.57 907.37 STRUKTUR BAWAH
4.1. Estimasi Emisi CO2 ekivalen yang Ditimbulkan Oleh Transportasi
Emisi yang ditimbulkan oleh proses transportasi oleh moda transportasi dari berbagai jenis material bergantung pada jarak antara sumber pengambilan jenis material pembentuk beton bertulang dengan lokasi proyek. Asal dari berbagai material tersebut adalah sebagai berikut:
Semen yang digunakan adalah semen Gresik. Lokasi pabrik berada di Sumatera, Jawa dan Sulawesi untuk memasok kebutuhan semen di seluruh tanah air. Semen Gresik, memiliki tiga pabrik dengan kapasitas terpasang 8,5 juta ton semen per tahun yang berlokasi di Tuban, Jawa Timur, dan memiliki dua pelabuhan khusus Semen Gresik di Tuban dan Gresik.
Baja tulangan yang digunakan adalah produksi dari Krakatau Steel yang proses produksinya dilaksanakan di Cilegon.
Sumber pengambilan material pasir, kerikil/split berada di Cangkringan, Muntilan, dan Klaten. Jarak ketiga sumber pengambilan dari lokasi proyek tidak jauh berbeda.
Kayu olahan/multipleks digunakan sebagai pembentuk cetakan beton, diasumsikan akan digunakan tiga kali setelah itu dianggap tidak dapat digunakan kembali. Sebaran pabrik yang memproduksi kayu olahan ini berada di beberapa daerah di Indonesia, sedangkan yang berada di Jawa terdapat di delapan kota. Jarak terdekat dengan lokasi proyek adalah pabrik yang berada di Kendal (144 km).
26
Gambar 3. Produsen kayu olahan di Indonesia
2
537 583
670 144
330 337
345 312
Sukabumi Tangerang Serang Kendal Malang Pasuruan Gresik Probolinggo
Gambar 6. Jarak antara lokasi proyek dengan produsen kayu olahan di Pulau Jawa
Tabel 5. Jarak lokasi proyek dengan asal material (km)
Semen Pasir Kerikil split Multiple k Baja tulangan Kayu
Cilegon 662
Blora 218
Bojonegoro 223
Kali Gendol, Cangkringan 23 23 23
Gresik 325
Kendal 144
Kali krasak, Muntilan 25 25 25
Kali Woro, klaten 30 30 30
Sumber: http://www.google.co.id
Perhitungan emisi yang ditimbulkan oleh transportasi untuk setiap jenis material didasarkan data jarak dan kapasitas angkut dari berbagai jenis moda transportasi yang digunakan. Dari kelima jenis material pembentuk struktur utama bangunan, emisi terbesar dihasilkan oleh semen kemudian secara berturutan dihasilkan oleh kerikil, besi tulangan, pasir dan multipleks. Hasil emisi CO2 yang ditimbulkan oleh transportasi untuk berbagai jenis material seperti pada tabel 6.
4.2. Estimasi Emisi CO2 ekivalen yang Ditimbulkan Oleh Proses Produksi
Emisi CO2 yang ditimbulkan selama proses produksi dikalkulasi berdasarkan angka konversi emisi produksi yang diperoleh dari berbagai sumber . Sebagai contoh, emisi produksi yang dihasilkan oleh baja tulangan adalah 0,67 ton CO2 setiap produksi satu ton baja tulangan. Khusus material pasir dan kerikil tidak mengeluarkan emisi, hal ini dikarenakan kedua jenis material ini adalah hasil alam dari aktifitas gunung berapi. Informasi faktor konversi untuk berberapa material lain dapat dilihat pada tabel 7. Besarnya total emisi CO2 ekivalen untuk lima jenis material pembentuk struktur utama bangunan adalah 233.812,88 kg CO2 ekivalen.
Tabel 7. Emisi CO2 ekivalen yang ditimbulkan proses produksi
5. KESIMPULAN
Berdasarkan kalkulasi tersebut diatas maka dapat dirangkum dalam sebuah kesimpulan, bahwa dalam pembangunan struktur utama bangunan gedung potensi emisi yang dihasilkan 269.887,80 kg CO2 ekivalen. Jenis material yang menghasilkan emisi terbesar adalah semen sebesar 105.314,11 kg CO2 (lihat tabel 8). Dengan demikian layak dicarikan solusi untuk mereduksi besarnya emisi yang ditimbulkan oleh semen, dengan cara-cara yang lebih bijak terhadap lingkungan terutama pada proses produksi. Demikian juga untuk proses produksi besi tulangan. Jika dikalkulasi besarnya emisi CO2 ekivalen setiap m2 bangunan adalah 124,60 kg CO2/m2
Tabel 8. Emisi CO2 ekivalen yang ditimbulkan material bangunan
No Jenis Material CO2 ekivalen
DAFTAR PUSTAKA
Frick H., Suskiyanto B.,(2007), Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Green Building Council Indonesia, (2010)
http://news.okezone.com/read/2010/11/23/320/396263/320/50-perusahaan-siap-kurangi-emisi, diunduh 5 Januari 2011
http://organisasi.org/macam-jenis-hutan-di-indonesia-dan-fungsi-hutan-untuk-kehidupan-di-muka-bumi-ipa-geografi
http://www. Indonesia.go.id http://www.epa.gov/wastes/
http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=125688&page=1 Salim., E., (2010), Ratusan Bangsa Merusak satu bumi, halam 13.
United States Environmental Protection Agency, (2004): Unit Conversions, Emissions Factors, and Other Reference Data