• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Pemanfaatan Modal Sosial dan Kekuasan Dalam Strategi Pemenangan Kepala Desa (Studi Deskriptif : di Desa Bahapal Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Pemanfaatan Modal Sosial dan Kekuasan Dalam Strategi Pemenangan Kepala Desa (Studi Deskriptif : di Desa Bahapal Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah Negara Kesatuan

yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahannya daerah

Indonesia terdiri atas beberapa daerah/ wilayah propinsi dan setiap daerah terdiri atas

beberapa Kabupaten/Kota yang terdapat satuan pemerintahan terendah yang disebut

Desa dan Kelurahan. Desa dan Kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah

dengan status berbeda. Desa adalah satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi

adat sehingga merupakan badan hukum sedangkan Kelurahan adalah satuan

pemerintah administrasi yang hanya merupakan perpanjangan tangan dari

pemerintahan kabupaten atau kota. Jadi, Kelurahan bukan badan hukum melainkan

hanya sebagai tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari pemerintah

Kabupaten/Kota di wilayah Kelurahan setempat. Sedangkan desa adalah wilayah

dengan batas-batas tertentu sebagai satuan masyarakat hukum (adat) yang berhak

mengatur dan mengurus urusan masyarkat setempat berdasarkan asal-usulnya

(Nurcholis, 2011: 4-5).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa dan peraturan pelaksanaanya maka, desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,

hak asal dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sitem pemerintahan

(2)

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam

sistem pemerintahan NKRI atau Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu

Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa.

Dengan adanya paham Indonesia yang menganut paham desentralisasi

kekuasaan maka secara langsung desa memiliki otonomi tersendiri sehingga berhak

mengatur dan memenuhi kebutuhannya sendiri dengan kebjakan yang telah

ditetapkan oleh Kepala Desa (Pangulu) dan BPD (Badan Perwakilan Desa).

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Penyelengaraan Desa dan Peraturan Pelaksanaanya yang menjadikan pedoman

umum pengaturan mengenai desa menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran

serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan

keanekaragaman daerah.

Dalam pelaksanaanya untuk menentukan posisi sebagai Kepala Desa maka

selalu dilakukan pemilihan Kepala Desa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

6 tahun 2014 dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 maka pemilihan Kepala Desa dilaksanakan

secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota. Kemudian Pemerintahan

daerah Kabupaten dan Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala

Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. Setelah dilakukannya pemilihan Kepala Desa maka dibentuk juga

Badan Perwakilan Desa (BPD), dimana Pemerintah Desa terdiri atas: Sekretariat

Desa, Pelaksana Kewilayahan dan Pelaksana Teknis sedangkan Badan Perwakilan

Desa (BPD) adalah wakil penduduk yang dipilih dari dan oleh penduduk desa yang

(3)

mengawasi penyelenggaraan pemerintah desa. Untuk itu BPD dan Kepala Desa

menetapkan Peraturan Desa (PERDES).

Menurut UU NO 6 tahun 2014 Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan

penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan

dengan masa jabatan 6 tahun terhitung sejak pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat

paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.

Khusus mengenai pemilihan kepala desa dalam Undang-Undang ini diatur agar

dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan maksud

menghindari hal negatif dalam pelaksanaanya.

Melihat adanya kewenangan penuh yang dimiliki oleh Kepala Desa dengan

pemerintahannya maka banyak masyarakat yang berminat dalam memenangkan

pemilihan Kepala Desa sehingga elit politik di pedesaan berusaha menyebarkan

pengaruhnya di kehidupan masyarakat desa pada saat pemilihan Kepala Desa. Secara

lebih pasti mereka akan bisa bersaing dengan kompetitor lain yang juga bermaksud

untuk meraih kursi Kepala Desa, maka dari itu elit politik di pedesaan menggunakan

modal sosial sebagai dasar dalam strategi pemenangan Kepala Desa dan didukung

seberapa kuat pengaruh kekuasaan mereka di desa tersebut.

Desa Bahapal Raya merupakan salah satu desa yang berada di wilayah

Kabupaten Simalungun tepatnya di Kecamatan Raya, desa ini berjarak 4 km dari

ibukota Simalungun. Desa ini terdiri dari 2.015 jiwa penduduk yang mata

pencaharian mereka 90% adalah petani, Desa ini juga terdiri dari empat Nagori

(Dusun) dengan Suku yang mendiami daerah ini didominasi Suku Simalungun dan

(4)

Desa dalam hal ini sudah menjadi arena sosial yang menjadi ajang untuk

mencuri hati warga desa sehingga nantinya bisa memenangkan calon Kepala Desa di

pemilihan. Arena menurut Bourdieu dalam Halim (2004: 124) suatu arena sosial

yang di dalamnya perjuangan atau manuver terjadi untuk memperebutkan sumber

atau pertaruhan dan akses terbatas. Arena didefinisikan sebagai taruhan yang

dipertaruhkan-benda kultural (gaya hidup), perumahan, kemajuan intelektual

(pendidikan), pekerjaan, tanah, kekuasaan (politik), kelas sosial, prestise atau lainnya

dan mungkin berada pada tingkatan yang berbeda dangan spesifikasi dan derajat

kekonkretan. Setiap arena, karena isinya, memiliki logika berbeda dan struktur

keharusan dan relevansi yang diterima sebagaimana adanya yang merupakan produk

dan produsen habitus yang bersifat spesifik dan menyesuaikan diri dengan arenanya.

Arena pertarungan politik menurut Sjaf: dkk, 2012: 174) dibutuhkan aktor

dalam menjalankan strategi pemenangan Kepala Desa ini. Aktor yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah elit desa. Di arena politik desa, aktor lebih mendominasi

dibandingkan dengan massa (terdominasi) dengan mereproduksi identitas etnik untuk

kepentingan politik desa. Mendominasinya golongan elit dan terdominasinya

golongan massa tersebut, disebabkan arena politik desa merupakan tempat

terdapatnya hierarki ganda yang berada pada posisi dikotomis antar golongan massa.

Adapun hierarki yang dimaksud, sebagai berikut: ukuran kesuksesan aktor dinilai

berdasarkan jumlah jabatan (kekuasaan) yang dimiliki dan kekayaan yang dipunyai.

Penghargaan pada diri seseorang (aktor), linear dengan kekuasaan (jabatan) dan

kekayaan yang dimiliki dalam diri aktor. Dari uraian di atas posisi aktor di arena

(5)

Arena politik dalam tingkat desa dalam hal ini menjadi realitas dimana terjadi

pertarungan antar aktor untuk memperebutkan sumber-sumber modal yang dapat

diakumulasikan untuk bisa memiliki kekuasaan politik. Pertarungan dalam hal ini

diambil dari konsep Pierre Bourdieu dalam Sjaf (2012:172) yang merujuk kepada

konsep arena, menurutnya arena dalam hal ini adalah ranah perjuangan, dimana para

aktor berjuang meningkatkan posisi nyata para aktor. Dalam pertarungan dalam

arena para aktor menerapkan berbagai strategi tetapi pilihan strategi yang dimiliki

setiap aktor dibatasi realitas yang terbatas. Arena menjadi tempat distribusi modal

yang akan diperebutkan oleh aktor dengan menerapkan strategi yang telah disusun

oleh masing-masing aktor.

Identitas aktor bisa dilihat dalam habitus yang melekat pada diri aktor dan

tercermin dari hasil konstruksi terkait pengalaman aktor memaknai realitas yang

dihadapinya sehingga membentuk identitas diri aktor (habitus). Terkait dengan aktor

yang juga sebelum mencalonkan diri sebagai calon Kepala Desa maka aktor juga

tentunya telah sejak lama membentuk dan membangun citra diri yang baik tentang

dirinya di masyarakat. Hal inilah yang dapat melanggengkan wacana yang dominan

kekuasaan simbolik oleh aktor sehingga yang berdampak terhadap semakin

kokohnya legitimasi dan kekuasaan aktor di dalam masyarakat. Setelah legitimasi

dan kekuasaan yang terbentuk tadi memiliki fondasi yang kuat dalam posisinya

dalam pertarungan politik maka aktor mengharapkan posisi strategis dan berada pada

posisi yang tidak didominasi lagi sehingga bisa melakukan mobilisasi yang menekan

posisi aktor lain kedalam keadaan yang terjepit. Aktor yang telah memiliki posisi

strategis akan terus berusaha mempertahankan posisinya dengan menguatkan pada

(6)

Struktur pembentukan identitas diri aktor dalam arena politik menjadikan

hubungan yang bertentangan antara aktor yang lebih kuat dan aktor yang berada

dibawahnya sehingga membentuk identitas bersama dan melekat dalam diri aktor,

yang dilandasi oleh banyaknya mobilisasi ataupun wacana yang dituangkan aktor

dalam pertarungan dengan aktor lain dalam arena politik tersebut. Namun seiring

berjalannya waktu ketika terjadi pengalaman baru dalam diri aktor. Sebagai misalnya

apabila kepentingan aktor untuk memperbesar atau memperluas kekuasaan yang

dimilikinya dalam konteks arena politik semakin kecil, maka aktor akan berusaha

melakukan pembentukan ulang identitas diri agar dapat mempengaruhi masyarakat

agar memenangkan pertarungan yang dilakukanya di arena politik desa (Sjaf, 2012:

176-177).

Arena yang menjadi ranah pertarungan aktor untuk mendapatkan legitimasi

ataupun posisi strategis yang bisa membantunya memenangkan pertarungan harus

diikuti oleh modal yang diperebutkan oleh aktor yang bertarung. Modal dalam hal ini

sifatnya variatif tetapi yang lebih harus bisa ditonjolkan oleh aktor adalah modal

sosial. Modal ini walaupun sering agak terabaikan karena ada praduga bahwa yang

menentukan kemenangan seorang aktor dalam pertarungan politik lebih kepada

modal ekonomi dan finansial. Modal ini memang tidak bisa dipungkiri vital

kaitannya dalam hal memobilisasi massa pendukung tetapi bagaimana kalau ada

beberapa aktor yang sama-sama kuat dalam modal ekonomi maka modal apa yang

harus diandalkan? Tentu modal yang harus mereka andalkan adalah modal sosial

karena modal ini adalah modal potensial yang ada di masyarakat hanya bagaimana

(7)

Pierre Bourdieu dalam Damsar (2011: 209) mendefinisikan modal sebagai

sumberdaya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan

sosial yang terlembaga serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan

perkenalan timbal balik (dengan kata lain, keanggotaan dalam kelompok sosial) yang

memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif. Dukungan ini

terbentuk karena masyarakat sudah merasa menjadi bagian dari aktor yang didukung

dan kepercayaan yang diberikan oleh massa pendukung inilah yang harus dijaga oleh

aktor sehingga pada saat pemilihan Kepala Desa maka, dukungan tersebut bisa

memenangkannya dalam pemilihan.

Gagasan Bourdieu dalam Anwartina (2013: 2) mengklasifikasikan modal

sosial menjadi empat bagian yaitu: modal ekonomi (economic capital), modal

budaya (cultural capital), modal sosial (social capital) dan modal simbolik (symbolic

capital). Keempat modal ini menjadi bagian penting dalam melegitimasi kepemilikan

kekuasaan. Modal sosial pada dasarnya terbentuk dari sebuah solidaritas sosial

sebagai usaha-usaha individu untuk berkelompok. Solidaritas tersebut lebih mengacu

pada perbedaan-perbedaan individu dengan keahliannya masing-masing yang terkait

sebagai suatu kelompok sosial karena masing-masing individu memerlukan

kemampuan individu lainnya, biasanya terdapat pembagian kerja. Dalam penelitian

ini modal sosial berkaitan dengan bangunan relasi dan kepercayaan kepada warga

desa. Termasuk didalamnya sejauh mana pasangan calon itu mampu menyakinkan

para pemilih (warga Desa) bahwa mereka itu memiliki kompetensi untuk memimpin

desa itu. Kepercayaan (trust) dalam hal ini yang harus benar-benar dimanfaatkan

sehingga nantinya bisa mengerakkan massa pendukung agar bisa memilih aktor

(8)

percaya pada diri aktor itulah yang menjadi modal besar yang dapat mengubah

persepsi diri masyarakat tentang aktor yang dalam hal ini memberikan dukungan

yang lebih banyak pada aktor dan nantinya juga akan memperluas pengaruh (power)

dalam kehidupan masyarakat desa.

Dalam sebuah pertarungan politik, modal politik merupakan salah satu modal

yang harus dimiliki oleh para kontestan untuk maju bertarung dalam sebuah

pemilihan Kepala Desa. Untuk maju menjadi calon Kepala Desa dibutuhkan modal

politik, karena dengan adanya modal politik, maka calon Kepala Desa tersebut dapat

membangun relasi dengan pendukungnya karena ada wadah dalam menjalin

hubungan tersebut. Relasi ini meliputi hubungan jaringan dengan seluruh komponen

dari lembaga tradisional di desa sampai pada lembaga yang terstruktur di pedesaan

serta kelompok elit yang ada di desa tersebut.

Dalam pemilihan Kepala Desa ini, jelas membutuhkan biaya yang besar,

modal yang besar itu tidak hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan kampanye

tetapi juga untuk membangun relasi dengan pendukungnya, termasuk didalamnya

adalah memobilisasi dukungan pada saat menjelang dan berlangsung proses

pemilihan Kepala Desa. Strategi yang digunakan oleh setiap calon Kepala Desa

harus benar-benar efektif sehingga biaya dan relasi yang dibangun dengan

pendukungnya tidak sia-sia begitu saja.

Pertarungan untuk merebut sebuah kekuasaan dalam sebuah ruang sosial

(social space), modal ekonomi merupakan salah satu modalitas yang harus dimiliki

oleh individu atau kelompok tertentu untuk mendapatkan kekuasaan yang ada.

Artinya, membedah peran modal ekonomi, menurut Bourdieu dalam (Anwartina: 4)

(9)

(mesin, tanah, buruh), materi (pendapatan benda-benda yang dimiliki) dan uang yang

dengan mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke

generasi selanjutnya.

Modal sosial dapat menggunakan simbol-simbol budaya sebagai

petunjuk-petunjuk pembagian yang sekaligus memberi tanda dan membentuk posisi mereka

dalam struktur sosial. Dalam hal ini modal simbolik juga berupa akumulasi prestasi,

penghargaan, harga diri, kehormatan, wibawa, termasuk gelar akademis. Gaya hidup

masyarakat desa membuat gaya sarat akan simbol-simbol tertentu yang tentunya

memiliki makna yang dimengerti oleh mereka sendiri. Proses seseorang mencari

gaya hidup membuat seseorang menghasrati gaya hidup tertentu, kepemilikan

tertentu, komunitas pergaulan tertentu dimana pola hidup seseorang di dunia

diekspresikan dalam aktifitasnya.

Dalam setiap pertarungan politik yang terjadi dalam kaitannya dengan

kekuasaan yang dimiliki oleh aktor dalam hal ini calon Kepala Desa maka penting

adanya melihat mereka dalam memanfaatkan bentuk-bentuk kekuasaan yang ada

dalam masyarakat. Dengan memanfaatkan kekuasaan tersebut maka akan lebih

mudah untuk membantu masyarakat untuk memberikan persepsi bahwa aktor bisa

dijadikan pemimpin yang tepat untuk Desa tersebut. Bentuk kekuasaan tersebut ada

dua dan inilah yang harusnya bisa menjadikan aktor untuk lebih cepat menggerakkan

massa pendukung untuk memilihnya nanti dalam pemilihan Kepala Desa.

Ada beberapa bentuk kekuasaan yang sering terlihat dalam setiap pertarungan

kursi Kepala Desa. Kekuasaan itu menurut Halim (2014: 55-56) adalah kekuasaan

yang terlihat (visible power) dan kekuasaan tak terlihat (invisible power). Dalam

(10)

kepentingan di ruang-ruang publik. Para elit desa, tokoh adat, tokoh agama dan

lembaga kecil yang ada di desa merupakan contoh bentuk kekuasaan dalam

kehidupan desa. Lembaga-lembaga inilah yang banyak merumuskan kebijakan di

pedesaan. Lembaga, aktor, dan kepentingan (interest) merupakan unit penyusun

bentuk kekuasaan yang terlihat. Dengan kata lain visible power menjadikan

perwakilan kekuasaan yang terlihat dalam bentuk pertarungan aktor kekuasaan di elit

desa. Para calon dengan seluruh modal sosial, kekuasaan dan strategi pemenangan

yang telah dirumuskan bersama timnya saling bertarung merebut simpati dan

dukungan massa. Pada saat yang sama, massa bergerak dan menjatuhkan pilihan

masing-masing calon karena berada di bawah kendali pengaruh dan keinginan para

calon sendiri. Kemampuan menggerakkan massa adalah bentuk kekuasaan yang

terlihat, yang dimiliki oleh para calon, yang ditunjukkan di ruang publik.

Selain adanya kekuasaan yang terlihat maka ada juga kekuasaan yang tak

terlihat, dan melalui ideologi, penguasa bisa mengelabui dan menguasai kesadaran

masyarakat sehingga mereka terbuai dan terkendali tanpa disadari. Ideologi dan

nilai-nilai yang secara halus membius dan merasuki kesadaran masyarakat, merupakan

kekuasaan yang tak terlihat (invisible power). Di pedesaan, biasanya, ideologi yang

berbasis agama dan adat sangatlah menguasai. Dalam praktik invisible power di

pedesaan, keterlibatan para aktor dan elit desa adalah suatu keharusan pihak yang

menonjol dalam kekuasaan ini, biasanya adalah elit agama, tokoh adat dan aktor

dalam organisasi desa. Alasanya, nilai-nilai agama dan tradisi lokal masyarakat

masih menjadi faktor kuat untuk mengelabui masyarakat desa, tentu saja, praktik

invisible power lebih berbasis pada penguasaan dan ideologis, karena ia terkait

(11)

masyarakat desa dibius dengan kata-kata yang ideologis, mengandung

penafsiran-penafsiran keagamaan dan tampak mendukung nilai-nilai tradisi, maka tujuan-tujuan

yang murni politik jadi tenggelam, diabaikan publik dan tidak muncul kepermukaan

(Halim, 2014: 67-68).

Pada saat peneliti melakukan pra-observasi di Desa Bahapal Raya, peneliti

melihat sekilas tentang strategi yang diterapkan oleh Kepala Desa sehingga

memenangkan beliau dalam pemilihan Kepala Desa dalam penuturannya beliau

mengatakan:

Dalam membangun citra yang baik tentang saya di dalam masyarakat maka

saya cenderung aktif dalam banyak kegiatan sosial yang sering dilakukan di Desa ini

sehingga saya dianggap sosok panutan yang pantas dijadikan warga desa untuk

dijadikan sebagai Kepala Desa di Bahapal Raya ini. Karakter yang jelas sering saya

tonjolkan sebagai Kepala Desa adalah terlihat dari seringnya saya selalu

mengutamakan kepentingan bersama sebagai contoh yang bisa terlihat adalah

apabila ada musibah karena bencana, perampokan, kemalangan ataupun kejadian

yang dapat merugikan warga desa maka sebisa mungkin Kepala Desa dan aparatur

Desa yang menjadi menggalang bantuan sehingga mereka yang terkena musibah

berkurang bebannya. Hal ini juga lah yang yang menjadikan saya bisa menang dalam

pemilihan Kepala Desa dua periode berturut-berturut. Tetapi saya juga menjalin

hubungan yang baik dengan elit desa sehingga menjadikan dukungan terhadap saya

lebih mudah terhimpun. Dukungan elit desa yang yang saya himpu itu berasal dari

tokoh adat (Raja Parhata), tokoh agama (Porhanger/Pemimpin Gereja), tokoh

(12)

Desa yang kalah. Inilah yang menjadi dasar saya dalam memenangkan saya dalam

pemilihan Kepala Desa di Bahapal Raya.

Melihat pemanfaatan modal sosial yang digunakan oleh Kepala Desa

menjadikan kita bisa melihat bahwa hubungan yang baik yang dibangun sejak lama

sehingga ada hubungan timbal balik yang menimbulkan kepercayaan warga desa

kepada Kepala Desa yang terpilih. Modal sosial dalam diri Kepala Desa ini

merupakan sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan moral serta

kekuatan yang menggerakkan atau memobilisasi bentuk dukungan terhadap Kepala

Desa sehingga seorang calon Kepala Desa itu bisa terpilih dalam sebagai Kepala

Desa.

Sumber daya sosial sebagai aspek statis dari kapital sosial harus kita pahami

sebagai dalam arti bahwa sumberdaya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan

norma merupakan kapital yang diperlukan dalam suatu struktur hubungan sosial,

investasi ini bisa terjadi jika aktor memiliki sumberdaya ini sehingga seorang Kepala

Desa sebagai aktor dalam pemenangan pemilihan tersebut bisa bertahan (survive)

dan konsisten dalam eksistensinya dalam pemilihan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang

jawabannya akan dicari penelitian. Dalam penelitian ini, dengan pemaparan dalam

latar belakang peneliti ingin mengarahkan masalah yang akan dicari sehingga lebih

bisa melihat fokus penelitian yang akan dilakukan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah

(13)

1. Bagaimana cara calon Kepala Desa memanfaatkan modal sosial dan

kekuasaannya dalam strategi pemenangan Calon Kepala Desa?

1.3 Tujuan Penelitian

Pertarungan politik yang terjadi di arena politik desa menjadi hal yang ingin

dilihat peneliti dalam penelitian ini. Penerapan strategi dan penggunaan kekuasaan

oleh setiap aktor menjadi objek penelitian sekaligus cara aktor menarik dukungan

masyarakat desa dalam pemilihan Kepala Desa. peneliti dalam hal ini membuat

beberapa pokok yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana bagaimana cara Kepala Desa dalam membangun

modal sosial sehingga bisa menang dalam pemilihan Kepala Desa di Desa

Bahapal Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara penerapan strategi modal sosial dalam

memenangkan pemilihan Kepala Desa di Desa Bahapal Raya, Kecamatan Raya,

Kabupaten Simalungun.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan

mengenai arena pertarungan politik dalam tingkat pemerintahan terendah yang

juga bisa sedikit merepresentasikan gambaran pertarungan politik dalam tingkat

Daerah maupun Nasional sehingga bisa menambah wawasan bagi orang yang

membacanya dan bermanfaat bagi mahasiswa sosiologi dan ilmu sosial lainnya

(14)

menjadi acuan dan memperkaya kajian ilmu sosiologi politik karena erat

kaitannya dengan kekuasaan dan polemik pertarungan yang dilakukan oleh aktor

(calon Kepala Desa).

2. Manfaat praktis

Penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta-fakta

temuan dilapangan dalam meningkatkan daya kritis dan analisis sehingga

memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut dan diharapkan

menjadi acuan penunjang bagi pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam

Referensi

Dokumen terkait

Nilai R-square pada persamaan ini adalah 0,742 yang berarti bahwa semua variabel independent yaitu umur, biaya bahan baku, keanggotaan koperasi, lama usaha, tingkat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan Economic Value Added terhadap return saham

Pertama, tahap proses pembuatan sebuah keputusan, berupa: (1) Pem buatan sebuah keputusan pelayanan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap w arga/ m asy

Itulah sebabnya mengapa jika Anda didiagnosis terjangkit penyakit ini Anda harus mengajak pasangan Anda ke klinik untuk mendapatkan pengobatan juga, atau paling tidak untuk

(1) Produk hortikultura yang dapat diberikan RIPH meliputi produk hortikultura segar untuk konsumsi, segar untuk bahan baku industri, olahan untuk bahan baku industri dan

yang dapat diambil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di Desa Pleret Panjatan Kulon Progo pada tahun

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Prilaku Politik

… gambaran dan uraian situasi bentuk; bagaimana cara memakainya; kapan dan dalam kesempatan apa alat tersebut dimainkan; siapa saja yang boleh memainkannya;