• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI - Analisis Perbandingan Pengaruh Beban Seimbang Dan Tidak Seimbang Terhadap Regulasi Tegangan Dan Efisiensi Pada Berbagai Hubungan Belitan Transformator Tiga Fasa (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II DASAR TEORI - Analisis Perbandingan Pengaruh Beban Seimbang Dan Tidak Seimbang Terhadap Regulasi Tegangan Dan Efisiensi Pada Berbagai Hubungan Belitan Transformator Tiga Fasa (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Umum

Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1].

Transformator adalah suatu komponen yang sangat penting peranannya dalam sistem tenaga listrik. Keberadaan transformator merupakan suatu langkah maju dan penemuan terbesar bagi kemajuan sistem tenaga listrik [2].

Di dalam bidang elektronika, transformator banyak digunakan antara lain untuk:

1. Gandengan impedansi antara sumber dan beban.

2. Menaikkan dan menurunkan tegangan AC serta mentransformasikannnya.

(2)

2.2 Konstruksi Transformator

Berdasarkan konstruksinya, transformator umumnya terdiri dari 2 tipe, yaitu tipe inti (Core Type) dan tipe cangkang (Shell Type).

2.2.1 Transformator Tipe Inti (Core Type)

Disebut tipe inti karena belitan pada tipe ini terletak pada kaki-kaki inti besinya, biasanya tipe inti terdiri dari sebuah inti besi yang berbentuk persegi. Konstruksi ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 :

V1 V2

Gambar 2.1. Transformator Tipe Inti (Core Type)

2.2.2 Transformator Tipe Cangkang (Shell Type)

Disebut tipe cangkang karena belitan pada tipe ini berada ditempat yang dianggap merupakan inti dari kerangka inti besi. Konstruksi ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

V1

V2

(3)

2.3 Prinsip Kerja Transformator

Skematik Diagram Transformator 1 Fasa dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.3. Skematik Diagram Transformator 1 Fasa

Berikut uraian prinsip kerja transformator menggunakan prinsip induksi elektromagnetik :

1. Tegangan bolak – balik V1 diberikan pada belitan N1, maka pada belitan

N1 akan mengalir I1.

2. Arus bolak balik I1 yang mengalir pada belitan N1 akan menghasilkan gaya

gerak magnet pada belitan, yang akan menghasilkan fluks bolak balik dalam inti besi.

3. Akibat timbulnya fluks bolak balik di dalam inti besi, maka akan menghasilkan gaya gerak listrik sebesar (E1).

4. Akibat adanya fluks di N1 maka N1 terinduksi (self induction) dan terjadi

pula induksi di kumparan sekunder N2 karena pengaruh induksi dari

kumparan primer N1 (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya

(4)

5. Jika belitan N2 dihubungkan ke beban, maka pada N2 timbul I2 akibat E2.

Hal ini mengakibatkan timbulnya gaya gerak magnet pada N2 dan

akibatnya pada beban timbul V2 [2].

2.4 Diagram Fasor Transformator

2.4.1 Transformator Dalam Keadaan Tidak Berbeban

Transformator disebut tanpa beban jika kumparan sekunder dalam keadaan terbuka (open circuit). Berikut gambar skematik diagram transformator 1 fasa tanpa beban dapat dilihat pada Gambar 2.4 :

Gambar 2.4. Skematik Diagram Transformator 1 Fasa Tanpa Beban

2.4.2 Keadaan Transformator Ideal

Transformator dikatakan ideal apabila transformator tersebut tidak mempunyai rugi-rugi sehingga perbandingan tegangan masuk dan keluaran dapat ditulis pada Persamaan berikut [6] :

V1/V2 = N1/N2

(1.1)

Dimana : V1 = Tegangan Masukan (Volt)

(5)

N1 = Belitan Primer

N2 = Belitan Sekunder

Diagram fasor untuk keadaan ini digambarkan pada Gambar 2.5. Keadaan transformator ideal merupakan keadaan dimana transformator tidak mempunyai rugi-rugi.

(a)Resistif (b)Lagging (c) Leading

Gambar 2.5. Diagram Fasor Transformator 1 Fasa Berbeban Dalam Keadaan Tidak Mempunyai Rugi-Rugi (a) Berbeban Resistif (b) Berbeban Induktif (c)

Berbeban Kapasitif

2.4.3 Transformator Dalam Keadaan Berbeban

(6)

Apabila kumparan sekunder N2 dihubungkan dengan beban, maka arus I2

akan mengalir pada kumparan sekunder N2 dimana arus beban I2 ini akan

menimbulkan gaya gerak magnet [2].

2.4.4 Keadaan Transformator Sebenarnya

Transformator secara praktek atau sebenarnya mempunyai rugi-rugi akan tetapi pada keadaan berbeban rugi-rugi tembaga sangat kecil apabila dibandingkan dengan rugi-rugi inti dan pengaruh bocor fluks pada transformator itu sendiri. Diagram fasor untuk keadaan ini dapat digambarkan pada Gambar 2.7 :

-E1

(a)Resistif (b)Lagging (c)Leading

Gambar 2.7. Diagram Fasor Transformator 1 Fasa Berbeban Dalam Keadaan Sebenarnya (a) Berbeban Resistif (b) Berbeban Induktif (c) Berbeban Kapasitif

2.5 Pengukuran Pada Transformator

(7)

2.5.1 Pengukuran Beban Nol

Pengukuran beban nol di lakukan untuk mengetahui parameter Xm dan Rc.

Pada pengukuran ini kumparan transformator yang bekerja sebagai tegangan rendah berfungsi sebagai kumparan primer sedangkan kumparan transformator yang bekerja sebagai tegangan tinggi berfungsi sebagai kumparan sekunder. Rangkaian percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut :

AC V

W A

LV HV

Gambar 2.8. Rangkaian Pengukuran Beban Nol

Tegangan yang di berikan di sisi primer dibaca dari voltmeter (V1), arus

pada beban nol dibaca dari amperemeter (I0) dan daya pada saat beban nol dibaca

dari wattmeter (P0). Ketika tegangan diberikan pada sisi primer wattmeter akan

membaca rugi-rugi inti dan rugi-rugi tembaga, di karenakan pada keadaan ini rugi-rugi tembaga nilainya sangat kecil dibanding dengan rugi-rugi inti, maka nilai rugi-rugi tembaga dapat diabaikan. Dikarenakan itu pengukuran pada wattmeter menunujukkan besarnya rugi-rugi inti pada transformator.

Keterangan Gambar 2.13 :

P0 = Pengukuran Wattmeter = Rugi-Rugi Inti

(8)

A = Pengukuran Amperemeter I0 = Arus beban nol

P0 = V1 I0cosθ0 (1.2)

Cosθ0

=

𝑃0

𝑉1𝐼0

(1.3)

I

0

= I

c

+ I

m

(1.4)

Ic = I0cosθ0

(1.5)

Im = I0sinθ0 (1.6)

R

c

=

𝑉1

𝐼𝑐

(1.7)

X

m

=

𝑉

1

𝐼𝑚

(1.8)

Gambar rangkaian ekivalen pendekatan pada pengukuran beban nol dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut :

Xm

Rc

Ic Im

I0

V1

(9)

2.5.2 Pengukuran Hubung Singkat

Pengukuran hubung singkat dilakukan untuk mengetahui parameter Re

dan Xe dari rangkaian ekivalen, dimana Re = R1+a2 R2 dan Xe = X1+a2X2.

Pengukuran ini biasanya menghubung singkat sisi tegangan rendah dan memasang alat pengukuran pada sisi tegangan tinggi seperti yang terlihat pada Gambar 2.10 dibawah ini :

AC V

W A

LV HV

Gambar 2.10. Rangkaian Pengukuran Hubung Singkat

Tegangan pada sisi tegangan tinggi dinaikkan perlahan-lahan sampai mencapai Vsc, sehingga arus akan mengalir pada sisi primer (I1) dan sisi sekunder

(I2) dengan perbandingan 𝐼2 𝐼 1 =

𝑁1

𝑁2 . Pada kondisi ini tidak mempunyai

(10)

Hasil pengukuran ini diperoleh:

Psc = Isc2 Re (1.9)

Re =

𝑃

𝑠𝑐

𝐼

𝑠𝑐2

(2.0)

Ze =

𝑉

𝑠𝑐

𝐼

𝑠𝑐

(2.1)

Xe = 𝑍𝑒2− 𝑅𝑒2

(2.2)

Wsc = Vsc. Isc. Cos θsc (2.3)

Dimana :

Psc = Hasil Pengukuran Wattmeter = Rugi-Rugi Tembaga

Isc = Hasil Pengukuran Amperemeter = Arus Hubung Singkat Vsc = Hasil Pengukuran Voltmeter = Tegangan Hubung Singkat

Re

= Hambatan Ekivalen Patokan Primer

Ze

= Impedansi Ekivalen patokan Primer

Xe

= Reaktansi Ekivalen Patokan Primer

Rangkaian ekivalen hubung singkat dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut :

Re = R1+a2 R2 Xe = X1+a2X2

Vsc Isc

(11)

2.6 Transformator Tiga Fasa

Pada umumnya sistem kelistrikkan diseluruh dunia menggunakan sistem 3 fasa, oleh karena itu transformator juga harus dapat bekerja dengan sistem 3 fasa. Transformator 3 fasa dapat dibentuk dengan menggunakan 2 cara yaitu dengan menggunakan 3 buah transformator 1 fasa yang identik dan menghubungkan belitan ketiga transformator tersebut dan bisa juga membuat transformator dari 3 buah belitan primer, 3 buah belitan sekunder yang dihubungkan dengan 1 inti besi.

Transformator 3 fasa ini dikembangkan dengan alasan ekonomis, biaya lebih murah karena bahan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan 3 buah transformator satu fasa dengan jumlah daya yang sama dengan satu buah transformator daya tiga fasa. Pada prinsipnya transformator 3 fasa sama dengan transformator satu fasa [2].

2.6.1 Konstruksi Transformator Tiga Fasa

2.6.1.1 Konstruksi Dengan Menggunakan 3 Buah Transformator 1 fasa

(12)

NP1 NS1

NP2 NS2

NP3 NS3

Gambar 2.12. Transformator Tiga Fasa Dengan Menggunakan Tiga Buah Transformator Satu Fasa

2.6.1.2 Konstruksi Dengan Menggunakan 3 Buah Belitan Primer, 3 Buah

Belitan Sekunder dan 1 Inti Besi

Konstruksi ini lebih umum digunakan, dikarenakan konstruksi ini lebih mudah dalam hal instalasinya dibanding dengan konstruksi 3 buah transformator 1 fasa. Seperti halnya dengan transformator 1 fasa, konstruksi transformator 3 fasa ini mempunyai 2 tipe juga yaitu tipe inti dan tipe cangkang. Konstruksi ini dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 berikut :

Np1 Np2 Np3

NS1 NS2 NS3

(13)

Np1

NS1

NP2

NS2

NP3

NS3

Gambar 2.14. Tiga Buah Belitan Sekunder Dan Satu Inti Besi Tipe Inti (Core Type)

2.6.2 Hubungan Belitan pada Transformator Tiga Fasa

2.6.2.1 Hubungan Wye

Hubungan wye sering disebut juga hubungan bintang, hubungan ini dibuat dengan menghubungkan titik awal atau titik akhir dari ketiga phasa ke 1 titik yang dinamakan netral. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut:

(14)

2.6.2.2 Hubungan Delta

Hubungan delta sering disebut juga hubungan mesh, hubungan ini dibuat dengan menghubungkan titik awal belitan dan titik akhir belitan lainnya. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.16 :

Gambar 2.16. Hubungan Delta

Dan jika dikombinasikan maka hubungan belitan pada transformator tiga phasa terdiri dari:

2.6.3 Berbagai Hubungan Belitan Pada Transformator

Pada transformator tiga fasa antara tegangan primer dan tegangan sekunder perbedaan fasa dapat diatur dengan metode aturan hubungan jam belitan transformator. Satu putaran jam dibagi dalam 12 bagian. Jika satu siklus sinusoidal 360◦maka setiap jam berbeda fasa 30◦ (360◦/12).

2.6.3.1 Hubungan YY0

(15)

seimbang, tetapi apabila beban tidak seimbang maka pembagian tegangan sekunder dimasing-masing fasa akan berbeda.

Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.17: A

B

C

a

b

c

Gambar 2.17. Hubungan Belitan Transformator Tiga Fasa YY Vector grup untuk hubungan ini seperti pada Gambar 2.18 [7] :

Gambar 2.18. Vektor Diagram Hubungan Belitan Yy0

2.6.3.2 Hubungan Y∆11

(16)

Trafo jenis ini sering digunakan di substation untuk menurunkan tegangan (Step Down). Hubungan ini juga lebih stabil terhadap beban yang tidak seimbang, karena kumparan segitiga secara terpisah mendistribusikan kembali ketidakseimbangan yang terjadi [3].

Yang menjadi masalah adalah adanya beda fasa antara sisi primer dan sekunder sebesar 300 atau kelipatannya. Dikarenakan adanya beda sudut fasa tersebut transformator tipe ini tidak dapat diparalelkan dengan transformator hubungan Y-Y dan Δ-Δ. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut :

A

B

C

a

b

c

Gambar 2.19. Hubungan Belitan Transformator Tiga Fasa Y∆ Vektor grup untuk hubungan ini seperti pada Gambar 2.20 berikut [7] :

(17)

2.6.3.3 Hubungan ∆∆0

Menunjukkan huruf D pertama belitan primer dalam hubungan delta. Belitan sekunder juga dalam hubungan delta. Angka 0 menunjukkan beda fasa tegangan primer dan sekunder 0◦. Pada transformator ini tidak beda sudut fasa antar fasanya dan tidak mempunyai masalah dengan beban tidak seimbang. Apabila hubungan ini mengalami kerusakan pada salah satu transformatornya maka transformator ini dapat tetap bekerja dengan hubungan open delta, akan tetapi beban yang dapat dilayani dengan hubungan ini hanya 58% dari beban penuh hubungan ΔΔ [2]. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.21 :

A

B

C

a

b

c

Gambar 2.21. Hubungan Belitan Transformator Tiga Fasa ΔΔ

Vektor grup untuk hubungan ini seperti pada Gambar 2.27 berikut [7] :

(18)

2.6.3.4Hubungan ∆y5

Menunjukkan belitan primer dalam hubungan delta. Belitan sekunder dalam dalam hubungan wye. Beda fasa antara tegangan primer dan sekunder yaitu 5x30◦= 150◦. Hubungan ini banyak dipakai untuk menaikkan tegangan.Hubungan ini dilihat pada Gambar 2.23 berikut:

A

B

C

a

b

c

Gambar 2.23. Hubungan Belitan Transformator Tiga Fasa ∆Y

Vektor grup untuk hubungan ini seperti pada Gambar 2.24 [7] :

(19)

2.6.4 Hubungan Transformator Dalam Keadaan Beban Seimbang

Gambar 2.25. Besar Tegangan dan Arus pada Hubungan Wye pada Sisi Sekunder

Hubungan wye dibuat dengan menghubungkan titik awal atau titik akhir ketiga belitan ke suatu titik (titik netral). Hubungan ini juga dinamakan hubungan bintang. Hubungan ini mempunyai titik netral sehingga dapat dibentuk dengan 3 kawat (tanpa netral) dan 4 kawat (dengan netral).

Dari Gambar 2.25 (a) terlihat bahwa ggl yang dihasilkan pada masing-masing phasa itu adalah ERN, ESN, ETN, karena sistem 3 fasa ini dalam keadaan

seimbang maka ggl pada masing-masing phasa itu sama besarnya (selanjutnya akan sebut dengan EPH). Akan tetapi terdapat perbedaan sudut fasa sebesar 1200

pada masing-masing phasa [5].

2.6.5.1Hubungan Antara Tegangan Line Dan Tegangan Phasa

Dilihat dari Gambar 2.25 (a) phasa R dan S, dan tegangan line VRS

merupakan selisih phasor antara ERN dan ESN. Besarnya phasor ERN dan -ESN sama

(20)

VRS = 2 EPH cos (600 / 2) = 2 EPH cos 300 = √3 EPH (1.9)

Seperti halnya VRS

VST = √3 EPH (2.0)

VTR = √3 EPH (2.1)

Tegangan pada masing-masing line VRS=VST=VTR=VL-L, sehingga

tegangan line untuk hubungan wye

VL-L = √3 EPH (2.2)

2.6.5.2Hubungan Antara Arus Line dan Arus Phasa

Dilihat dari Gambar 2.25 (b) pada hubungan wye arus line dan arus phasa itu sama besarnya, tetapi arus line mempunyai beda sudut fasa sebesar 30 ±  terhadap tegangan line. Dimana jika faktor dayanya lagging maka nilainya 30 +  sebaliknya apabila faktor dayanya leading maka nilainya 30 - .

IL = IPH (2.3)

Apabila hubungan wye ditanahkan maka arus pada netral besarnya merupakan jumlah dari arus masing-masing fasa, dikarenakan dalam keadaan beban seimbang arus pada masing-masing phasa sama besarnya tetapi sudut fasa sebesar 1200. Sehingga resultan pada arus masing-masing fasa akan bernilai 0.

IN = IR + IS + IT (2.4)

2.6.5.3Daya

(21)

Untuk Hubungan Wye,

(22)

Hubungan delta merupakan hubungan yang menghubungkan titik awal belitan dan titik akhir belitan lainnya, sehingga membentuk loop seperti Gambar 2.26 diatas. Dinamakan delta dikarenakan bentuk rangkaian yang terbentuk seperti huruf delta pada bahasa latin. Hubungan ini juga dinamakan hubungan mesh hal ini dikarenakan hubungan ini membentuk loop. Hubungan ini tidak mempunyai netral dan dibentuk hanya menggunakan 3 kawat.

2.6.6.1Hubungan Antara Tegangan Line dan Tegangan Fasa

Dikarenakan dalam keadaan beban seimbang, tegangan pada masing-masing phasa besarnya sama (VPH) tetapi berbeda sudut phasa sebesar 1200 setiap

phasanya. Pada hubungan ini tegangan line dan tegangan phasa itu besarnya sama (lihat Gambar 2.26 a)

VL-L = VPH (3.1)

2.6.6.2Hubungan Antara Arus Line dan Arus Fasa

Dalam keadaan beban yang seimbang arus pada masing-masing fasa akan mempunyai besar yang sama (IPH), akan tetapi mempunyai beda sudut sebesar

1200. Arus pada line 1 merupakan selisih fasor antara IR adan IT. Besarnya IR dan

-IT adalah sama dan mempunyai beda sudut fasa satu sama (IPH) lain sebesar 600.

2.6.6.3Daya

(23)

Untuk Hubungan Delta,

Z1 = ZR + Zs + ZT (3.2)

VPH = VL-L ; IPH = 𝐼𝐿

√3 (3.3)

P = 3 x VL-L x 𝐼𝐿3 x cos  (3.4)

POUTPUT = √3 VL-L IL cos  (3.5)

S = √3 VL-L IL (3.6)

S = 𝑃2+𝑄2 (3.7)

Faktor Daya, cos  = 𝑃 𝑄 (3.8)

Total Daya P = 3 x Daya Pada Masing-Masing Phasa

= 3 x VPH IPH cos  (3.9)

Dimana:

VPH = VL-L = Tegangan Line-Line (Volt)

IL = Arus Line (Ampere)

Cos ф = Faktor Daya Beban POUTPUT = Daya Keluaran (Watt)

2.6.7 Hubungan Transformator Dalam Keadaan Beban Tidak Seimbang

Yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah impedansi beban dari ketiga fase tidak sama, maka jumlah phasor dan arus netralnya (In) tidak sama

(24)

Kombinasi dari kedua ketidakseimbangan sangatlah rumit untuk mencari pemecahan permasalahannya, oleh karena itu hanya akan membahas mengenai ketidakseimbangan beban dengan sumber listrik yang seimbang [4].

2.6.8 Hubungan Wye

2.6.8.1 Hubungan Antara Arus Line dan Arus Phasa

Pada saat terjadi gangguan, saluran netral pada hubungan bintang akan teraliri arus listrik. Ketidakseimbangan beban pada sistem 3 fase dapat diketahui dengan indikasi naiknya arus pada salah satu fasa dengan tidak wajar, arus pada tiap fase mempunyai perbedaan yang cukup signifikan, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan [4].

2.6.8.2Daya

Total daya dari hubungan wye merupakan jumlah daya pada masing-masing phasa. Karena beban dalam keadaan tidak seimbang maka besar daya pada masing-masing fasa itu berbeda.

PR = VPH IZR cos = VL-L IZR cos (4.0)

PS = VPH IZS cos = VL-L IZS cos (4.1)

PT = VPH IZT cos = VL-L IZT cos (4.2)

POUTPUT = PTOTAL = PR + PS + PT (4.3)

Dimana :

PR = PS = PT = Daya pada Masing-Masing Phasa (Watt)

(25)

IZR = IZS = IZT = Arus pada Masing-Masing Phasa (Watt)

POUTPUT = Daya Keluaran (Watt) 2.6.9 Hubungan Delta

2.6.9.1 Hubungan Antara Arus

Pada saat arus di ketiga coil memiliki nilai berbeda, maka kondisi tersebut dikatakan tidak seimbang. Gambar 2.27 berikut mengilustrasikan sebuah sistem yang tidak seimbang [4].

Gambar 2.27. Ilustrasi Arus yang Berbeda Pada Setiap Coil Dengan Kondisi Beban Tidak Seimbang

2.6.9.2 Daya

Total daya dari hubungan delta merupakan jumlah daya pada masing-masing phasa. Karena beban dalam keadaan tidak seimbang maka besar daya pada masing-masing fasa itu berbeda pula.

(26)

2.7 Sifat – Sifat Beban Listrik

Dalam suatu rangkaian listrik selalu dijumpai suatu sumber dan beban. Dalam sumber listrik AC, beban dapat dibedakan menjadi 3 sebagai berikut :

2.7.1 Beban Resistif

Beban resistif yang merupakan suatu resistor murni, contoh : lampu pijar, pemanas. Beban ini hanya menyerap daya aktif dan tidak menyerap daya reaktif sama sekali. Tegangan dan arus sephasa. Secara matematis dinyatakan pada Persamaan berikut:

R = 𝑉

𝐼

(4.4)

2.7.2 Beban Induktif

Beban induktif adalah beban yang mengandung kumparan kawat yang dililitkan pada sebuah inti biasanya inti besi, contoh : motor-motor listrik, induktor dan transformator. Beban ini mempunyai faktor daya antara 0-1 “lagging”. Beban ini menyerap daya aktif (kW) dan daya reaktif (kVAR). Tegangan mendahului arus sebesar φ°. Secara matematis dinyatakan pada Persamaan berikut ini :

XL= 2πf.L (4.5)

2.7.3 Beban Kapasitif

(27)

Arus mendahului tegangan sebesar φ°. Secara matematis dinyatakan pada Persamaan berikut ini :

XC

=

1

2πf.C (4.6)

2.8 Efisiensi dan Regulasi Tegangan

2.8.1 Efisiensi

Efisiensi adalah perbandingan daya keluaran dan daya masukan, efisiensi dapat di rumuskan sebagai berikut [2] :

Efisiensi

η =

𝑃𝑜𝑢𝑡

𝑃𝑖𝑛

x100%

(4.7)

Karena Pout = V2 I2cosθ2 (4.8)

Pin = Pout + Rugi-Rugi

Pin = V2 I2cosθ2 + Pcu + Pi

Pin = V2 I2cosθ2 + I22 Rc2 + Pi (4.9)

Maka

η =

𝑉2𝐼2𝑐𝑜𝑠𝜃2

𝑉2𝐼2𝑐𝑜𝑠𝜃2+𝐼22𝑅𝑐2+𝑃𝑖

× 100%

(5.0) Dimana :

η = Effisiensi

V2 = Tegangan Keluaran Transformator (Volt)

I2 = Arus Keluaran Transformator (Ampere)

Cosθ2 = Faktor Daya Beban

RC2 = Tahanan Total Tembaga (Ohm)

(28)

Pi = Rugi-Rugi Inti (Watt)

Efisiensi pada transformator akan maksimum apabila nilai dari rugi-rugi tembaga sama dengan rugi-rugi inti.

2.8.2 Regulasi Tegangan

Regulasi tegangan adalah perbandingan antara perubahan tegangan keluaran pada saat tanpa beban dan pada saat beban penuh terhadap tegangan keluaran pada tanpa beban dengan tegangan primer konstan. Biasanya regulasi tegangan di nyatakan dalam persen, regulasi tegangan dapat dirumuskan sebagai berikut [2] :

VR = 𝑉𝑁𝐿−𝑉𝐹𝐿

𝑉𝑁𝐿

× 100%

(5.1)

Dimana:

VR = Regulasi Tegangan

VNL = Tegangan Keluaran Pada Saat Tanpa Beban

Gambar

Gambar 2.2 :
Gambar 2.3. Skematik Diagram Transformator 1 Fasa
Gambar 2.4. Skematik Diagram Transformator 1 Fasa Tanpa Beban
Gambar 2.5. Diagram Fasor Transformator 1 Fasa Berbeban Dalam Keadaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sekalipun besar daya yang diterima pada beban berkurang beberapa persen dari rating KVA transformator tiga fasa hubungan delta- nya, yaitu 0<cosΦ<0,866 pada

hubungan belitan Yy 0 dengan kenaikan suhu terendah dalam keadaan beban lebih.. yang di bebankan

“Analisis Pengaruh Beban Tidak Seimbang Terhadap Torsi dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa”.. Mesin Bolak-balik Yogyakarta:

Dengan memperhatikan perbedaan antara hasil analisa belitan perhitungan dan belitan pengukuran, maka didapat hasil bahwa pada beberapa transformator jumlah belitan primernya

Membahas mengenai analisis pengaruh perubahan beban terhadap kinerja generator sinkron tiga fasa yaitu dengan melaksanakan percobaan pada generator sinkron tiga fasa

Rotor generator sinkron yang terdiri dari belitan medan dengan suplai arus searah akan menghasilkan medan magnet yang diputar dengan kecepatan yang sama

Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan

Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa Bila sumber tegangan listrik tiga fasa yang seimbang, dihubungkan ke terminal belitan stator dari suatu motor induksi tiga fasa maka pada