• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung di semua bidang kehidupan. Apa yang disebut dengan globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke-20, yakni pada saat terjadi revolusi transportasi dan elektronika yang menyebarluaskan dan mempercepat perdagangan antar bangsa, disamping pertambahan kecepatan lalu lintas barang dan jasa.1

Berkenaan dengan pembangunan teknologi, dewasa ini seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi melalui internet (interconnection network), peradaban manusia dihadapkan pada fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia. 2 Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia.3

1

Juwono Sudarsono, Globalisasi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia, artikel dalam Majalah Prisma, No.8 Tahun XIX 1990, LP3ES, Jakarta., seperti dikutip oleh Didik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal.1.

2Ibid.,

hal.2.

3

Ibid.

(2)

perkembangan internet. Secara umum, jaringan komputer ialah gabungan komputer dan alat perangkatnya yang terhubung dengan saluran komunikasi yang memfasilitasi komunikasi di antara pengguna dan memungkinkan para penggunanya untuk saling menukar data dan informasi.4

Menurut Soerjono Soekanto, kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perilaku, organisasi dan susunan lembaga kemasyarakatan.5 Salah satu perubahan pola perilaku masyarakat saat ini adalah mudahnya mendapatkan informasi dan melakukan transaksi menggunakan teknologi komputer dan jaringan internet. Hampir dalam setiap kegiatan manusia menggunakan teknologi komputer, mulai dari yang bentuknya sederhana sampai yang bentuknya rumit. Secara khusus, perkembangan teknologi komputer dan internet memberikan implikasi-implikasi yang signifikan terhadap pengaturan atau pembentukan regulasi dalam ruang siber dan hukum siber serta terhadap perkembangan kejahatan dalam cyberspace, (cybercrimes).6

4

Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: PT Tatanusa, 2012), hal. 20

5

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta Rajawali Pers, 1980), hlm.87-88., seperti dikutip oleh Didik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op.cit., hal. 3.

6

Josua Sitompul, Op.Cit., hal.26.

(3)

kontrol administrator yang ketat. Sistem administrator mengontrol secara penuh sistem dan perangkat keras serta perangkat lunak jaringan. Pengguna awal internet adalah anggota komunitas yang dapat diidentifikasi sehingga dalam hal pengguna melakukan penyalahgunaan jaringan atau perangkat, sistem administrator dapat segera mengetahuinya dan dapat memberikan sanksi.7

Penggunaan kata cyber dalam cyberspace, cybercrime, dan cyberlaw serta istilah lain yang menggunakan kata cyber seperti cyberpatrol, cyberterrorism, dan

cybersex berkembang dari penggunaan terminologi cybernetics oleh Norbert Wiener. Esensinya, Cybernetics ialah ilmu pengetahuan tentang mengatur atau mengarahkan sistem mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks dengan cara memahami sistem dan perilakunya terlebih dahulu dan mengaturnya dari luar sistem melalui berbagai alat, cara, dan metode. Oleh karena itu, dalam konsep cybernetics, kontrol merupakan kunci penting dalam suatu sistem.8

Perkembangan teknologi dan internet yang dipengaruhi oleh konsep

cybernetics telah melahirkan dunia baru yang dikenal dengan cyberspace,

globalvillage, atau internet yang menandakan dimulainya era baru, yaitu era digital atau era informasi.9

7

Josua Sitompul, Op.Cit., hal.27.

8Ibid

., hal. 4.

9

Ibid., hal.31.

(4)

akan menjadi “global village” yang menyatu, saling tahu dan terbuka, serta saling bergantung satu sama lain.10 Menurut McLuhan, Global Village ini kemudian dikenal dengan cyberspace.11Cyberspace, global village atau internet, merupakan suatu dunia baru yang tercipta karena penyatuan antara manusia dan teknologi berdasarkan ilmu pengetahuan, dan menandakan dimulainya era digital. Sama seperti dalam dunia konvensional, maka dalam cyberspace ‘hidup’ masyarakat (cybersociety) yang terdiri dari jutaan pengguna internet dari segala penjuru dunia yang berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain melalui jaringan komputer.12

Di samping itu, perkembangan teknologi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless)13, yaitu mengecilnya atau bahkan hilangnya batas-batas wilayah negara dimana informasi dapat dengan cepat diketahui oleh negara lain. Namun disisi lain, dengan mudahnya komunikasi yang terjadi, maka kejahatanpun semakin mudah terjadi. Sehingga teknologi informasi menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.14

Salah satu aspek kehidupan manusia yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi adalah lalu lintas perdagangan. Kemajuan teknologi mempermudah masyarakat melakukan transaksi keuangan antar negara melalui jasa perbankan tanpa membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, kegiatan

10

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.1.

11

Josua Sitompul, Op.Cit., hal. 31.

12Ibid

., hal. 31

13

H. Ahmad Ramli, Cyber Law Dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hal.1.

14

(5)

transfer dana (pemindahan/ pengiriman/ pembayaran uang) merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan modern saat ini. Perkembangan globalisasi di berbagai bidang kehidupan yang ditunjang dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan elektronik telah memunculkan sistem transfer dana elektronik (electronic Funds transfer system, disingkat EFTS). 15 Berkembangnya sistem transfer dana elektronik diikuti pula dengan berkembangnya kejahatan teknologi canggih (high tech crime). Dikenallah antara lain istilah cybercrime, EFTcrime, cybankcrime, internetbankingcrime,

onlinebusinesscrime, cyber/electronicmoneylaundering.16

Kejahatan transfer dana elektronik (electronic funds transfer crime) tidak hanya ditujukan pada pencurian dana (theft of funds), tetapi juga pada penggunaan, pengungkapan, penghapusan, pencurian atau perusakan data (use, disclosure, alteration, theft, or destruction of data), atau bertujuan untuk mengganggu/mengacaukan atau merusak sistem transfer dana elektroniknya itu sendiri (disruption or destruction of the EFT system).17 Sistem transfer dana elektronik juga dapat membantu menyembunyikan atau memindahkan hasil kejahatan, sehingga sering juga disebut kejahatan pencucian uang yang dilakukan secara elektronik.18

15

Makalah Pada Seminar Nasional Problematika Perkembangan Hukum Ekonomi dan Teknologi, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 29 Mei 2004, seperti dikutip oleh Barda Nanawi Arief, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 51-52.

16

Ibid., hal. 52.

17

Library Of Congress Catalog, Selected Electronic Funds Transfer Issues: Privacy, Security, And Equity (Washington D.C: U.S Government Printing Office, 1982), hal. 48., seperti dikutip oleh Ibid., hal.54.

18

Ibid.

(6)

yang dikatakan melakukan tindak pidana pencucian uang, yaitu perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain.Dalam melakukan perbuatan yang dikatakan tindak pidana pencucian uang tersebut, seringkali menggunakan transaksi elektronik.

Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindak (perilaku) seseorang dan masyarakat yang terhadap pelanggarannya dikenakan sanksi oleh negara. Meskipun dunia siber ialah dunia virtual, hukum tetap diperlukan untuk mengatur sikap tindak masyarakat, setidaknya karena dua hal. Pertama masyarakat yang ada di dunia virtual ialah masyarakat yang ada di dunia nyata; masyarakat memiliki nilai dan kepentingan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang harus dilindungi. Kedua, walaupun terjadi di dunia virtual, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata, baik secara ekonomis maupun non ekonomis.19

Hukum akan selalu ketinggalan dengan perkembangan masyarakat. Begitu juga dengan kejahatan. Hukum baru muncul setelah ada kejahatan. Dengan munculnya kejahatan yang baru dan dengan modus operandi yang baru, penegak hukum harus memiliki cara untuk mengungkap kejahatan tersebut. Awalnya,

Kondisi inilah yang membuat harus ada pengaturan hukum mengenai aktivitas di cyberspace (dunia virtual/maya) termasuk juga pengaturan atas segala dampak yang ditimbulkannya, baik dampak positif maupun dampak negatif.

19

(7)

masyarakat tidak mengenal apa yang dimaksud dengan cybercrime, namun dengan perkembangan kejahatan di dunia virtual (cyberspace), maka muncullah istilah baru dalam hukum. Sama seperti di dunia konvensional yang penuh dengan permasalahan hukum, cyberspace juga memunculkan permasalahan hukum sehingga diperlukan cyberlaw.

Salah satu permasalahan dalam dunia virtual (cyberspace) adalah mengenai pembuktian, karena harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai maya, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Alat buktinya bersifat elektronik, yaitu dalam bentuk dokumen elektronik, yang belum diatur dalam hukum acara sebagai hukum formal, namun dalam praktek telah dikenal dan banyak digunakan. Bukti merupakan hal mendasar dalam setiap perkara pidana. Oleh karena itu, alat bukti menjadi hal yang sangat menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana. Cara yang dipergunakan dalam mencari, memeriksa, mengumpulkan dan menyimpan bukti tersebut dapat saja berbeda antara satu penegak hukum dengan penegak hukum lainnya, namun demikian prosedur untuk melakukan hal tersebut tetap diatur oleh suatu Hukum Acara Pidana yang berlaku dan tentunya harus ditaati. Terjadinya kesalahan dalam mengumpulkan, mengolah dan mempresentasikan bukti dalam persidangan dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi usaha pembuktian terjadinya suatu tindak pidana,20

20

Mohamed Chawki, “The Digital Evidence In The Information Era”, Makalah disampaikan pada Cybercrime Conference 2003, Washington, 2003, hal.3.,seperti dikutip oleh Apreza Darul Putra, “Pengaturan Penggeledahan Dan Penyitaan Bukti Elektronik Dalam Kerangka Pembaruan Hukum Acara Pidana Indonesia,”(Tesis, Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2013), Hal. 1.

(8)

2012, yang telah diperiksa oleh Pengadilan Negeri Purwakarta menyatakan bahwa terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana pencucian uang, dimana tindak pidana awalnya adalah tindak pidana penipuan di bidang komputer. Dilihat dari fakta-fakta dipersidangan, terdakwa telah menempatkan dan membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan karena terdakwa telah menempatkan uang hasil penjualan pulsa yang didapatnya dengan jalan masuk ke dalam sistem elektronik milik PT. Telkomsel ke dalam transaksi keuangan yang ditempatkannya di rekening BCA KCU Purwakarta atas nama Ahmad Hanafi. Selain itu, terdakwa membeli sebuah mobil Toyota Avanza Veloz dan mentransfer uang kepada saudara iparnya. Oleh majelis hakim, terdakwa diyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dengan barang bukti berupa kartu ATM Mandiri Syariah dan alat bukti berupa hasil cetak transaksi transfer dana yang dilakukan oleh terdakwa.

(9)

apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah. Sehingga penulis tertarik mengangkat judul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBUKTIAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DIKAITKAN DENGAN UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan mengenai bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum pidana Indonesia?

2. Bagaimana aspek hukum pembuktian elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana pencucian uang dikaitkan dengan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan memahami pengaturan mengenai bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum pidana Indonesia.

(10)

Adapun manfaat yang diharapkan dan akan diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Sebagai bahan informasi sehingga memperkaya literatur di Indonesia dengan memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang pembuktian elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam tindak pidana pencucian uang.

2. Manfaat praktis

Memberikan masukan bagi aparat penegak hukum dalam hal pembuktian elektronik dipandang sebagai alat bukti yang sah dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang.

D. Keaslian Penulisan

(11)

Oleh sebab itu, tulisan ini merupakan karya asli yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa skripsi yang disusun ini merupakan asli dan belum pernah di tulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sepanjang yang di telusuri dan diketahui oleh penulis. Kalaupun ada judul yang sama ataupun menyerupai, penulis yakin substansi dan isinya berbeda.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana. Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagimana akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan hakim, padahal tidak benar. Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal.

(12)

terdakwa.Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat buktiyang dibenarkan oleh undang-undang dan boleh dipergunakan hakimmembuktikan kesalahan yang didakwakan (M.Yahya Harahap, 2005 :273).21

KBBI memberi arti pembuktian adalah proses, cara, perbuatan membuktikan; usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan 22 . Menurut para ahli seperti, Martiman Prodjohamidjojo, membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Pengertian dari pembuktian itu sendiri adalah cara-cara yang dibenarkan olehundang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkanundang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yangdidakwakan. 23 Sedangkan membuktikan itu sendirimengandung pengertian memberikandasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan gunamemberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.24

KUHAP sendiri tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memberikan jenis-jenis alat bukti yang sah menurut

21

Sekar Dianing Pertiwi Soetanto, Perkembangan Alat Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pada KUHAP dan Undang-Undang Khusus Di Indonesia, (Skripsi: Universitas Sebelas Maret, Surakarta), hal. 21.

22

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1997), hal. 151.

23

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,ed. 2, cet.3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 273

24

(13)

hukum. Oleh karena itu, beberapa ahli memberikan pengertian tentang pembuktian. Darwan Prinst menyatakan bahwa pembuktian adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwa yang bersalah melakukannya sehingga harus mempertanggungjawabkannya. 25 Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, pembuktian adalah pembuktian secara yuridis tidak lain merupakan pembuktian secara historis. Pembuktian yang bersifat yuridis ini mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkret. Baik dalam pembuktian secara juridis maupun ilmiah, maka membuktikan pada hakikatnya berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar. 26 Pembuktian dalam perkara pidana sangat menentukan apakah seseorang bersalah dan dapat dikenai pidana atau seseorang dinyatakan tidak bersalah dan tidak dapat dihukum. Dalam hal pembuktian ini, hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti, bahwa seseorang telah melanggar ketentuan hukum pidana (KUHP) atau undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan terdakwa, berarti bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa sehingga tidak ada seseorang yang tidak bersalah mendapat hukuman, atau kalau memang ia bersalah jangan sampai mendapat hukuman yang terlalu berat, tetapi hukuman itu harus seimbang dengan kesalahannya.27

25

Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, (Jakarta: Djambatan, 1998), hal.133.

26

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal.109.

27

(14)

2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

(15)

pidana.28 Pengertian lain dari moneylaundering menurut Sarah N. Welling (1992)29

Defenisi pencucian uang menurut David Fraser (1992) :

money laundering is the process by which one conceals the exixtence, illegal source, or illegal application of income, and then disguises that income to make it appear legitimate”. (Pencucian uang adalah proses dimana seseorang menyembunyikan keberadaan sumber (pendapatan) ilegal atau aplikasi pendapatan ilegal dan kemudian menyamarkan sumber (pendapatan) tersebut agar terlihat seperti sesuai dengan aturan atau hukum yang berlaku).

30

Pamela H.Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Cases and Materials, defenisi “money laundering” diberikan pengertian sebagai berikut

:

“Money laundering is quite simply the process through which “dirty” money (proceeds of crime), is washed through “clean” or legitimate sources and enterprises so that the “bad guys” may more safely enjoy their ill’ gotten gains”. (Pencucian uang kurang lebiih adalah proses di mana uang ‘kotor’ (hasil dari tindak pidana) dicuci menjadi “bersih”atau uang kotor yang dibersihkan melalui suatu sumber hukum dan perusahaan yang legal sehingga ‘para penjahat’ dapat dengan amanmenikmati hasil jerih payah tindak pidana mereka).

31

Apapun defenisinya, pada hakekatnya pencucian uang menunjuk pada upaya pelaku untuk mengurangi ataupun menghilangkan risiko ditangkap ataupun uang yang dimilikinya disita sehingga tujuan akhir dari kegiatan ilegal itu yakni memperoleh keuntungan, mengeluarkan serta mengkonsumsi uang tersebut dapat terlaksana, tanpa terjerat oleh aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian

:

“money laundering is the concealment of the existence, nature of illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered”

28

Aziz Syamsuddin, Op.Cit., hal. 17.

29

Sarah N. Welling, “Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal Law”, seperti dikutip oleh Adrian Sutedi, S.H., M.H., Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 13

30Ibid

.

31

(16)

menyimpan uang hasil kegiatan ilegal adalah sama dengan mencuci uang tersebut, walaupun si pelaku tindak pidana sendiri hanya menyimpan uang tersebut dan tidak mengeluarkan uang tersebut karena belum “dicuci”.32

Secara umum, tahap pencucian uang tersebut dibagi menjadi 3, yaitu: pertama, penempatan uang (placement). Placement merupakan upaya menempatkan uang tunai yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana dalam bentuk yang lebih mudah dipindahkan dan tidak dicurigai untuk selanjutnya diproses ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan, sehingga jejak seputar asal-usul dana tersebut dapat dihilangkan. Pada tahap placement ini, pelaku tindak pidana pencucian uang memasukkan dana ilegalnya ke rekening perusahaan fiktif seperti perusahaan bidang perhiasan batu berharga, atau mengubah dana menjadi monetary instruments seperti traveler’scheque,

moneyorder, dan negotiableinstruments lainnya kemudian menagih uang itu serta mendepositkannya ke dalam rekening-rekening perbankan (bank accounts) tanpa diketahui. Kedua, pelapisan uang (layering). Jumlah dana yang sangat besar dan ditempatkan pada suatu bank tertentu akan menarik perhatian dan menimbulkan kecurigaan pihak otoritas moneter negara bersangkutan akan asal-usulnya. Karena itu, pelaku melakukan pelapisan (layering) atau juga disebut heavy soaping

melalui tahap transaksi keuangan untuk memutuskan/ memisahkan hubungan antara dana yang tersimpan di bank dan tindak pidana yang menjadi sumber dana tersebut. Tujuannya, untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Ketiga, penyatuan uang (integration/ repatriation/ spin dry), yaitu upaya

32

(17)

menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah secara hukum, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, untuk membiayai kegiatan-kegiatan bisnis yang sah, atau bahkan untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.33Media atau sarana yang paling dominan dalam tindak pidana pencucian uang adalah sistem keuangan. Dalam hal ini perbankan banyak digunakan oleh para pelaku kejahatan tersebut menawarkan berbagai instrumen keuangan34

3. Pengertian Informasi dan Transaksi elektronik

, seperti deposito, giro, ataupun tabungan.

KBBImemberikan pengertian informasi sebagai penerangan; pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu.35 Jika dicermati, informasi bukanlah berasal dari bahasa Indonesia melainkan dari bahasa asing

“information” yang berasal dari kata dasar “inform” yang secara leksikal artinya adalah “to give, imbue or character to;” atau “be the formative principle of”, atau “to give, imbue or inspire with some spesific quality or character”.36

33

Ibid., hal.20-21.

34

Philips Darwin, Money Laundering, (Sinar Ilmu, 2012), hal. 49.

35 36

Lamgok Hertanto Silalahi, Pembuktian Tindak Pidana Di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, (Skripsi, Universtitas Sumatera Utara), hal. 24

Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 dalam Pasal 1 angka 1 memberikan pengertian informasi elektronik adalah

(18)

Menurut Turban, Rainer, dan Potter:

“Data are raw facts or elementary description of things, events, activities, and transactions that are captured, recoded, stored, and classified, but not organized to covey any specific meaning. Example of data would included bank balance”(Data adalah gambaran dasar, fakta-fakta awal yang belum terperinci dari perihal, peristiwa, kegiatan, dan transaksi yang ditangkap, direkam, disimpan dan terklasrifikasi tetapi tidak terorganisir untuk menyatakan arti khusus apapun. Contoh data ialah saldo rekening bank).37

F. Metode Penelitian

Sedangkan Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya (Pasal 1 angka 2 UU ITE)

Metode penelitian ilmiah merupakan realisasi dari rasa ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Seseorang akan yakin bahwa ada sebab bagi setiap akibat dari gejala yang tampak dan dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Oleh karena itu, perlu bersikap obyektif, karena kesimpulan yang diperoleh hanya akan dapat ditemukan bila dilandasi dengan bukti-bukti yang meyakinkan dan data dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis, dan terkontrol. 38

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

37

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003), hal. 31, seperti dikutip oleh Lamgok Hertanto Silalahi, Loc.Cit.,hal. 25.

38

(19)

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.39

1. Jenis Penelitian

Sudah merupakan ketentuan dalam penyusunan serta penulisan karya ilmiah atau skripsi diperlukan metode penelitian dalam pengajarannya. Metode penelitian sebagai suatu hal yang mempunyai cara utama yang digunakan untuk mancapai suatu tujuan. Untuk memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, penulis dalam melakukan pengumpulan data menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang danteknologi informasi. Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinalresearch) atau hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku yang dianggap pantas.40

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, penelitian hukum normatif mencakup41

39

Soerjono Soekanto, PengantarPenelitianHukum, (Jakarta: UI Press, 1981), hal. 43.

40

Amiruddin dan Zainal Asikin, PengantarMetodePenelitianHukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal.1.

41

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif “Suatu Tinjauan Singkat”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada , 2004), hal. 15.

:

a. penelitian terhadap asas-asas hukum; b. penelitian terhadap sistematik hukum;

c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal; d. perbandingan hukum; dan

(20)

2. Sumber Data

Untuk menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, peneliti memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun sekunder.42 Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas43

a. Peraturan perundang-undangan;

:

b. Catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan; dan

c. Putusan hakim.

Sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi.44

1. Buku-buku yang berkaitan dengan topik ini,

Data sekunder ini mencakup:

2. Dokumen-dokumen resmi, 3. Berita-berita hukum di internet,

4. Undang-undang informasi dan transaksi elektronik, 5. Pendapat pakar teknologi informasi/telematika,

6. Hasil penelitian yang berwujud laporan majalah, artikel, dan seminar-seminar atau local karya yang berkaitan dengan topik ini.

Dalam menjawab permasalahan dalam skripsi ini, data-data yang akan dipakai adalah data sekunder yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

42

Peter Mahmud Marzuki, PenelitianHukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 141, seperti dikutip oleh Zainuddin Ali, Loc.Cit.

43Ibid

.

44

(21)

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun, mengkategorikan data, mencari pola atau thema, dengan maksud untuk memahami maksudnya. Menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola, thema atau kategori.45

G. Sistematika Penulisan

Data sekunder yang telah diperoleh dan disusun secara sistematis kemudian akan dianalisis secara kualitatif.

Skripsi ini diuraikan dalam 4 bab dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang digambarkan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, tujuan Penulisan dan

(22)

manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Pengaturan Mengenai Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Hukum Pidana Indonesia. Dalam bab ini berisi tentang teori pembuktian dan sistem pembuktian dalam hukum acara pidana Indonesia, ruang lingkup alat bukti dalam hukum pidana Indonesia, dan bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum pidana Indonesia.

BAB III: Aspek Hukum Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No.11 Tahun 2008. Dalam bab ini menjelaskan tentang Pembuktian dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan pembuktian elektronik dalam kasus tindak pidana pencucian uangmenurut UU No. 11 tahun 2008.

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN DIVERGENT DISCOVERY STYLE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TAKTIK MENYERANG DAN BERTAHAN DALAM PERMAINAN SEPAKBOLA PADA SISWA KELAS XII TP 1 SMK MURNI

Aplikasi pada siswa adalah bersaing dalam upaya memahami materi yang dipelajari dengan memperbanyak sumber literatur dari berbagai media (misalnya perpustakaan,

Penanganan pertolongan pertama penyakit jantung AMI pada keluarga pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebagian besar kategori baik sebanyak 33 orang (50,8%).

[r]

Dalam penelitian mendatang perlu menambahkan variabel-variabel lain dari tingkat kesehatan bank dengan metode Risk Based Bank Rating (RBBR) yang mempengaruhi Return On Asset

With 80% dependable surface water (irrigation releases at Kolar reservoir) and rainfall in the Kolar command area, the optimal cropping pat- terns corresponding to di€erent

Sektor UMKM yang berpotensi berperan besar menyumbang dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan di Indonesia khususnya Jawa Tengah adalah sektor usaha

Dengan musikalisasi puisi, pengabdian ini hadir untuk menjawab masalah yang ada, yakni bagaimana pelatihan musikalisasi puisi dapat menambah kosakata anak tunarungu