Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Kematian karena kanker akan terus berkembang hingga mencapai 6,7 juta pada tahun 2015 dan 8,9 juta pada tahun 2030 (WHO, 2010).
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang umum menyerang wanita di dunia. Menurut GLOBOCAN (2012) kejadian kanker payudara menempati posisi pertama yaitu 25,2% dengan 14,7% kematian dan prevalensi dalam 5 tahun yaitu 36,4%. Namun demikian, kanker payudara tidak hanya menyerang wanita, melainkan juga bisa menyerang pria. 1 diantara 100 kasus kanker payudara muncul pada pria ( Lewis & Dirksen, 2000). Kanker payudara adalah kanker yang umum diderita oleh wanita Amerika. Sekitar 1 dari 8 (12%) wanita di Amerika akan mengembangkan kanker payudara infasif selama seumur hidup mereka. Menurut American Cancer Society (ACS, 2014) diperkirakan pada 1 Januari 2024 penderita kanker payudara di Amerika Serikat akan terus bertambah dari 1 Januari 2014 sebesar 3.131.440 (41%) menjadi 3.951.930 (41%).
ganas payudara disusul neoplasma ganas serviks uterus dan neoplasma ganas hati dan saluran intra hepatik. Berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi kanker payudara di Indonesia yaitu 0,5%, berada dibawah kanker serviks dengan prevalensi sebesar 0,8%. Di Sumatera Utara prevalensi kanker payudara yaitu 0,4% dan lebih rendah dibanding dengan prevalensi kanker serviks yaitu 0,7%.
Kanker payudara adalah ancaman menakutkan yang mengintai wanita. Payudara merupakan salah satu organ yang menjadi identitas kesempurnaan wanita. Jika organ tersebut terserang kanker maka kesempurnaan seorang wanita menjadi berkurang. Sehingga seorang wanita yang terserang kanker payudara akan berusaha mencari pengobatan (Mahleda & Hartini, 2012). Banyak cara yang bisa dilakukan dalam pengobatan kanker payudara, seperti: kemoterapi, terapi hormon, radiasi, dan pembedahan. Salah satu cara pengobatan yang paling umum disarankan adalah mastektomi, yaitu pengangkatan seluruh payudara lewat pembedahan (Magee, 2000). Kemajuan ilmu pengetahuan memberikan berbagai jenis pilihan pembedahan tergantung tingkat penyakit, seperti: modifikasi mastektomi radikal, terapi konservasi payudara dan mastektomi total (Dorothy, 2009).
Selama ini komplikasi yang bersifat fisik masih tinggi (10% - 50%). Komplikasi fisik ini terutama dirasakan pada daerah bekas operasi lengan atas dan lengan bawah (Van de Velde,et al, 1999 dalam Sudarto, 2002). Keterbatasan gerak bahu sedikitnya bisa muncul dalam 2 minggu immobilisasi. Mobilitas lengan dan bahu adalah salah satu yang harus diperhatikan karena akan berdampak pada aktivitas kehidupan sehari- hari penderita kanker payudara (Delburck, 2007). Box, et al (2002) menyebutkan bahwa fungsi bahu jauh berkurang setelah dilakukan operasi yang disebabkan karena gangguan pada saat penyembuhan setelah operasi sehingga akan berdampak pada kualitas hidup.
Sebuah tinjauan sistematis meneliti gejala yang terjadi pada ekstremitas atas setelah operasi dan terapi radiasi dan menemukan variasi yang luas antara studi prevalensi yang dilaporkan dari gangguan range of motion (ROM) pada bahu (<1% sampai 67%), kelemahan lengan (9% sampai 28%), bahu / nyeri lengan (9% sampai 68%), dan lymphedema (0% sampai 34%) ( Lee, 2008 dalam McNeely 2010). Data lain menyebutkan bahwa nyeri (12%-51%), gangguan pada ROM (2%-51%), edema (6%-41%), penurunan kekuatan otot (17%-23%), lymphedema (8%-56%), gangguan fungsi seksual (12%) (Shin, 2014).
Fungsi bahu berkurang setelah menjalani operasi terjadi karena gangguan pada saat pemulihan fungsi lengan yang dioperasi sehingga bisa mempengaruhi kualitas hidup seorang penderita kanker payudara. Untuk mencegah hilangnya fungsi lengan dan mencapai cepat kembali ke kehidupan sosial yang aktif setelah operasi kanker payudara, program rehabilitasi progresif diperlukan untuk mempertahankan fleksibilitas dan elastisitas otot-otot sekitar sendi bahu yang dioperasi ( Box,et al2002 dalam Yan,et al2005).
Kaelin & Coltrera (2005) menyebutkan bahwa latihan merupakan komponen yang penting bagi kesehatan. Latihan juga memiliki peranan penting terhadap penyembuhan setelah operasi pengangkatan payudara. Operasi pengangkatan payudara dan rekonstruksi memiliki efek fisik yang spesifik, seperti masalah skin tightness, masalah postur, ketidakseimbangan otot, dan keterbatasan RGS dan fleksibilitas. Latihan adalah kunci untuk mengurangi efek ini, sehingga bisa kembali pada kondisi mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa.
Latihan membantu pasien post mastektomi untuk mengembalikan ROM, menjaga tonus otot, mencegah kontraktur sendi dan meningkatkan sirkulasi darah dan limph (Dell, 2001). Latihan bisa membantu pasien mengembalikan kualitas hidup setelah mastektomi (Anonymous, 2008). Latihan seperti “memanjat
peningkatan kompikasi pasca operasi (Cinar, et al, 2008). Menurut Breast Cancer Care (2010) idealnya sebuah program latihan dimulai pada hari kedua setelah operasi.
Menurut Andreia Cismas, Loredena Masina, Alexandra Lionte, dan Lucian Hoble (2011), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada 4 dari 8 test mobilitas yang dilakukan pada pasien setelah mastektomi total. Skor meningkat saat dilakukan test berupa menyisir rambut pada sisi yang tidak dioperasi, latihan seperti memasang bra di punggung, membentuk posisi seperti patung liberti dan menghapus objek dari sisi yang berlawanan dengan sisi yang dioperasi. Terminologi skor total, perbaikan juga mengalami peningkatan yang signifikan. Nilai lingkar juga mengalami kemajuan yang signifikan pada lengan atas(arm), lengan bawah (forearm),dan level pergelangan tangan (wrist).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas latihan range of motion (ROM) bahu terhadap peningkatan ROM pada pasienpostmastektomi di RSUP HAM Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana efektifitas latihan range of motion (ROM) bahu terhadap peningkatan terhadap ROM pada pasienpostmastektomi?
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Bagaimana nilai ROM sebelum dilakukan latihan ROM bahu? 1.3.2 Bagaimana nilai ROM sesudah dilakukan latihan ROM bahu? 1.3.3 Bagaimana efektivitas latihan ROM bahu terhadap peningkatan
ROM pada pasienpostmastektomi?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi efektivitas latihan ROM bahu terhadap peningkatan ROM pada pasienpostmastektomi di RSUP HAM Medan.
1.4. 2 Tujuan Khusus
1.5 Manfaat Penelititan
1.5.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pendidikan keperawatan untuk dapat dijadikan sebagai suatu materi skill lab latihan pada pasienpostmastektomi.
1.5.2 Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti akan efek latihan bahu terhadap peningkatan range of motion (ROM) sehingga dapat dijadikan sebagai suatu intervensi keperawatan bagi pasienpostmastektomi.
1.5.3 Penelitian Keperawatan