• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN TBC . docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN TBC . docx"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS (TBC)

RUANG KENANGA

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SEMESTER 1

AYU FEBRIANI

I4B017018

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Indonesia sendiri menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina yang menjadi negara dengan kasus TB tertinggi. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan) (Depkes, 2011). Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini dan mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC . Untuk itu sebagai seorang tenaga kesehatan kita harus lebih memahami lebih lanjut tentang penyakit TBC.

2. Tujuan

a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian TB Paru b. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab TB Paru c. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi TB Paru d. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala TB Paru

e. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang TB Paru f. Mahasiswa mampu mengetahui pathway TB Paru

g. Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian pada pasien TB Paru

h. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul TB Paru

(3)

BAB II ISI 1. Pengertian

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2011). Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

Menurut Depkes (2011), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan: a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif.

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

(4)

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

2. Etiologi

(5)

suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet.

Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan :

a. Faktor host terdiri dari:

1) Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB.

2) Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan membatasi pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum akan meningkatkan risiko terinfeksi TB.

3) Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk terkena TB.

4) Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko untuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga memiliki risiko untuk terkena TB.

5) Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak anak.

b.

Faktor lingkungan

(6)

terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB. Selain itu sosio ekonomi juga berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB dimana sosio ekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB.

3.

Tanda Dan Gejala

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2011).

a) Gejala sistemik/umum

 Penurunan nafsu makan dan berat badan.  Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b) Gejala khusus

 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.  Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

(7)

4. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

(8)
(9)

5. Pathway (Ulfa, 2012)

mual

hiperter

(10)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS).

1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua

2) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.

3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari.

Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana `pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan)

(11)

b. Pemeriksaan Bactec

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT)

c.

Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.

d.

Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:

1)

Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

(12)

2)

Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikro bakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.

3)

ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

e.

Pemeriksaan Cairan Pleura

(13)

Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

f.

Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.

g.

Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

h.

Uji tuberkulin

(14)

infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).

a. Pengkajian

Menurut Soemantri (2008), pengkajian keperawatan pada tuberkulosis adalah:

a.

Data pasien: Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim.

b.

Riwayat kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

1)

Demam: subfebris, febris (40-410 C) hilang timbul.

2)

Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus.

3)

Sesak napas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-paru.

4)

Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5)

Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.

6)

Sianosis, sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala atelektasis.

7)

Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

(15)

Pada tahapan dini sulit diketahui, ronchi basah kasar dan nyaring, hipersonor/ timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik, pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal dan fibrosa.

d.

Pemeriksaan Penunjang

1)

Sputum Kultur yaitu untuk memastikan apakah keberadaan Mycrobacterium Tuberculossepada stadium aktif.

2)

Darah: leukositosis, LED meningkat.

Pada program TB nasional, diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asan (BTA) pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

a.

S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

b.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

c.

S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.

(16)

a.

Bila hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

b.

Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan lain misalnya biakan.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kontrimoksazol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu bila tidak ada perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TB maka ulangi pemeriksaan dahak SPS.

a.

Bila SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Bila hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB.

b.

Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, maka penderita tersebut bukan TB

7. Diagnosa Keperawatan

a.

Hipertermia

b.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

c.

Resiko penyebaran infeksi

d.

Gangguan pertukaran gas

e.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

f.

Nyeri

g.

Gangguan pola tidur

h.

Intoleransi aktivitas 8. Intervensi

a.

Hipertermia

(17)

Suhu dalam batas normal

Tidak ada keluhan demam

Turgor kulit kembali > 2 detik

Tanda-tanda vital dalam rentang normal Intervensi:

Monitor tanda-tanda vita terutama suhu

Monitor intake dan output setiap 8jam

Berikan kompres hangat

Anjurkan banyak minum

Anjurkan memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, bersihan jalan napas kembali normal dengan riteria hasil:

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal).

Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas.

Intervensi (NIC):

Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

(18)

Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan

Monitor repirasi status O2

c.

Resiko penyebaran infeksi orang lain

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jan diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi dengan riteria hasil:

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

Mendeskripsikan proses penularan infeksi, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulmya infeksi

Jumlah leukosit dalam batas normal

Intervensi (NIC):

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

Monitor kerentanan terhadap infeksi

Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko

Pertahankan teknik isolasi

Dorong masukan nutrisi yang cukup

Instruksikan pasien untuk meminum antibiotik sesuai resep

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi d. Gangguan pertukaran gas

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil:

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2

Bebas dari gejala dan distress pernapasan Intervensi:

Kaji tipe pernapasan pasien

Evaluasi tingkat kesadaran, adanya sianosis, dan perubahan warna kulit

Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas

(19)

e.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi pada pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:

Adanya peningkatan berat badan

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda – tanda malnutrisi

Tidak ada penurunan berat badan yang berarti Intervensi (NIC):

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Berikan substansi gula

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

f.

Nyeri Intervensi:

kaji karakteristik nyeri meliputi penyebab, skala, kualitas, waktu, dan lokasi

ajarkan teknk nafas dalam

jamin pemberian terapi analgetik

observasi reaksi nonverbal

kaji tanda-tanda vital

g. gangguan pola tidur intervensi:

 Pantau keadaan umum pasien dan TTV

 Kaji Pola Tidur.

(20)

 Kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut, stress, ansietas, imobilitas, gangguan eliminasi seperti sering berkemih, gangguan metabolisme, gangguan transportasi, lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak adekuat).

 Catat tindakan kemampuan untuk mengurangi kegelisahan.

 Ciptakan suasana nyaman, Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan dan gangguan tidur.

 Batasi pengunjung selama periode istirahat yang optimal (mis; setelah

makan).

 Minta klien untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih sebelum tidur.

 Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis; hygiene

personal, linen dan baju tidur yang bersih).

 Gunakan alat bantu tidur (misal; air hangat untuk kompres rilaksasi otot, bahan bacaan, pijatan di punggung, music yang lembut, dll).

 Ajarkan relaksasi distraksi.

 Beri obat dengan kolaborasi dokter.

h. intoleransi aktivitas

Tujuan : Aktifitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil : kemampuan aktifitas bisa mandiri. Intervensi :

 Monitor suhu sesering mungkin

 Ajarkan mobilisasi aktifitas

 Atur posisi nyaman.

 Berikan pengetahuan tentang pentingnya beraktifitas

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Chandra. B., 2012, Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas, EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Penanggulangan Nasional TBC, Depkes RI, Jakarta.

PDPI, 2006, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Putra, A.K. 2010. Kejadian Tuberkulosis Pada Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah dengan Penderita TB Paru BTA Positif. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Somantri, I., 2008, Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan, Salemba Medika, Jakarta.

Ulfa, N.M., 2012, Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru Di Ruang Cempaka III RSUD Pandan Arang Boyolali, Tugas Akhir, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Werdhani, R.A., 2015, Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis, Departemen Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia

(22)

Referensi

Dokumen terkait

• Bagaimana hasil uji validitas pemeriksaan Humased 20 sebagai alat ukur LED baru dibandingkan dengan metode Westergren pada

Penelitian tentang faktor risiko yang yang berhubungan dengan infeksi TB pada anak yang tinggal serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa belum

Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit,

Penelitian ini akan menilai diagnostik alat uji TB Ag cepat untuk diagnosis tuberkulosis paru dengan “ persiapan ” yang sama dengan pemeriksaan dahak BTA yang sampai saat ini

Penelitian ini menggunakan rancangan uji diagnostik untuk membandingkan pemeriksaan ABI dan CIMT dengan angiografi koroner dalam mendeteksi PJK signifikan. Hasil Pemeriksaan

pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi.. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin

infeksi b.d prosedur pembedahan (kuretase) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan risiko infeksi teratasi dengan indikator:..

Pemeriksaan kadar IFN gamma dapat digunakan dalam kegiatan skrining untuk mendeteksi secara dini penularan pada kontak serumah dengan penderita Tb paru, sebagai