• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Simaninggir dalam Ingatan Sejarah (1954-2002)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Simaninggir dalam Ingatan Sejarah (1954-2002)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian sejarah menurut R. Moh Ali dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah adalah

ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian atau peristiwa yang merupakan

realita kehidupan manusia.1 Berbagai aspek kehidupan manusia yang mempunyai dimensi

sosial; seperti soal pakaian, makanan, pemukiman, rumah tangga, kesehatan, pendidikan dan

kesenian serta upacara adat-istiadat juga kepercayaan dan lain sebagainya, merupakan sejarah

sosial. Hal ini membawa angin segar bahwa ada hal lain dalam kehidupan suatu komunitas

yang cukup menarik dan penting di samping kehidupan politik.2

Simaninggir merupakan daerah pedalaman

3

1

R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2005, hal. 6.

2

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1992, hal. 50

3

Daerah Pedalaman adalah suatu ranah pinggiran, yang secara sosial, ekonomi dan fisik jauh tersisih dari jalur utama, bersifat “tradisonal”, belum berkembang dan tertinggal. Tania Murray Li, Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002, hal 2.

yang berada di Kecamatan Parlilitan

Kabupaten Tapanuli Utara sampai 2002. Pemukiman di daerah Simaninggir ini sendiri belum

jelas sejak kapan mulai berdirinya, namun yang pasti di Simaninggir ini pernah ada aktivitas

kehidupan dari masyarakat Batak Toba. Dari hasil wawancara, jumlah penduduk Desa

Simaninggir pada tahun 1950-an adalah sekitar 90 kepala keluarga, yang masing-masing

keluarga mempunyai 9-10 anak (Sembilan sampai sepuluh anak) sehingga jumlah penduduk

(2)

terletak di pinggir atau puncak dari Dolog Pinapan (Bukit Pinapan)4

Penduduk yang berlindung di Simaninggir tersebut berasal dari Bakkara, Balige,

Sipintu-pintu, Dolok Sanggul, Parbuluan, Pandumaan dan lain sebagainya. Lama-kelamaan

penduduk makin banyak yang tinggal dan menetap di tempat itu sampai akhirnya mereka

membangun tempat tinggal seadanya dan menjadi sebuah pemukiman.

. Awalnya Simaninggir

merupakan tempat persembunyian bagi Sisingamangaraja, beserta ajudannya yang bermarga

Nainggolan dari daerah Samosir saat terjadi Perang Batak untuk menghindari serangan dari

penjajah yakni Kolonial Belanda. Simaninggir merupakan tempat yang dapat melindungi

mereka karena letak geografisnya yang mendukung yakni tepat di atas bukit dengan lembah

yang curam dan hutan belantara sehingga sulit bahkan tidak dapat diketahui oleh penjajah.

Pada masa itu Sisingamangaraja bersembunyi di salah satu gua, di mana sekarang

ini gua tersebut diberi nama “Liang Sisingamangaraja”. Setelah perang Batak usai dengan

tertangkap dan meninggalnya Sisingamangaraja, maka ajudannya yang bermarga Nainggolan

dari Samosir tersebut kehilangan seorang pemimpin, maka beliau tidak ada pilihan lain selain

tinggal menetap di Simaninggir, karena beliau merasa situasi di luar Simaninggir sebagai

tempat persembunyian yang aman masih sangat dikuasai oleh Belanda. Lama-kelamaan

marga Nainggolan tersebut mendirikan tempat tinggal seadanya dan memulai aktivitas

sehari-harinya dengan membuka lahan untuk bertani serta memanfaatkan hasil alam

Simaninggir. Marga Nainggolan inilah yang kemudian menjadi Raja Huta atau Sipukka Huta

yang dalam bahasa Sejarah kita sebut sebagai Primus interpares.

4

(3)

Dari pada menerima keterpinggiran daerah pedalaman itu sebagai suatu kenyataan

“alami”, penulis berusaha menempatkan kondisi keterpinggiran itu dari segi ingatan historis

dan dalam proses khusus yang menyebabkan daerah tersebut menjadi ditinggalkan oleh

penduduknya. Sebagai latar kehidupan sosial yang pernah ada oleh penulis menarik untuk

menelitinya dalam konteks kajian sejarah sosial.

Awalnya, lingkungan tempat tinggal mereka tersebut dipimpin oleh seorang Raja

ihutan (primus interparesnya) bermarga Nainggolan.5

Tradisi ini menjadi adat kebiasaan mereka setiap kali mata air menjadi kering atau

pun keruh. Sampai pada periodisasi penulisan ini, kehidupan di Simaninggir masih sangat

terbelakang, disebabkan faktor letak dan kondisi geografis. Lokasi ini tidak dapat dijangkau

oleh transportasi dan penerangan listrik sampai pada akhir penulisan skripsi ini. Hal inilah

yang menjadi penghambat interaksi dengan lingkungan lain dan perkembangan ilmu

pengetahuan. Dari keterangan di atas menunjukkan Desa Simaninggir tergolong desa

tertinggal

Dari persamaan nasib yang mereka

alami menumbuhkan rasa solidaritas yang kuat di antara mereka, sehingga terjadi akulturasi

budaya yang melahirkan kebudayaan baru yang berbeda dari sebelumnya. Seperti pada saat

mual atau mata air di desa tersebut tiba-tiba menjadi kering bahkan pernah menjadi keruh,

raja huta dan raja adat akan mengumpulkan penduduk untuk memanggil roh leluhur yang

mereka percayai sebagai penjaga mual tersebut dan menyiapkan sesajen sambil meminta

untuk mengembalikan kejernihan mata air tersebut.

6

5Wawancara

dengan Tiomina Marbun, Hutari, 19 Agustus 2012.

. Dilihat dari isolasi geografisnya, juga rendahnya kualitas sumber daya dan

6

(4)

potensi manusianya, selain Desa Simaninggir bukan hanya kriterianya sebagai desa

tertinggal, bahkan ditinggalkan sama sekali oleh penduduknya setelah beberapa di antara

warga berhasil dalam kehidupan pendidikan dan ekonominya, kemudian perlahan-lahan

menarik anggota keluarga lainnya meninggalkan Desa Simaninggir. Hasil suatu proses

transformasi pendidikan tidak pernah bersifat seluruhnya positif, yaitu kemajuan bahkan

telah menjadi negatif yaitu kemunduran.

Secara teoritik perubahan dalam kehidupan masyarakat dapat berdampak

kemunduran (regress) dan kemajuan (progress).7

Ada satu motto hidup dalam masyarakat Batak Toba yang dituangkan dalam syair

lagu ciptaan Nahum Situmorang yaitu “Anakkonhi do na Ummarga di Ahu”. Artinya: anak

adalah harta yang paling berharga bagi saya. Realisasinya adalah biarlah orang tua menderita

yang penting dapat menyekolahkan anaknya. Setelah melihat lingkungan dan pengalaman,

hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak mendapat tempat dan nilai yang lebih tinggi

dari nilai yang lainnya. Tidak dapat diingkari pula, salah satu cara yang cukup penting dalam

upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Dorongan Faktor pendidikan telah mengakibatkan

dampak yang sangat kontras bagi Desa Simaninggir yaitu perubahan. Bahwa ada

perubahan-perubahan yang merupakan hasil dari pendidikan yakni, membuka kemajuan bagi penduduk

Desa Simaninggir sekaligus membawa kemunduran bagi Desa Simaninggir itu sendiri, yang

mana saat ditinggalkan daerah tersebut kembali menjadi semak belukar dan telah menjadi

saksi bisu dari kehidupan penduduk Desa Simaninggir yang pernah ada.

keduanya. Rumah tangga yang terisolasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa. Robert, Chambers, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Jakarta: LP3ES, 1988, hal. 56.

7

(5)

hamajuon“ (kemajuan) yang menjadi semboyan orang Batak Toba pada akhir abad XIX

sampai pertengahan abad ke XX bahkan sampai sekarang. Telah dapatnya masyarakat Batak

Toba membaca dan menulis menyebabkan informasi tulisan melalui media pun dapat segera

diketahui sehingga mempengaruhi sikap dan pemikiran mereka.8

Dalam tradisi orang Batak Toba, saat mereka sukses diperantauan tidak kembali

membangun kampung halaman, melainkan membangun harajaon (kerajaan) di tempat

mereka merantau. Produk dari pendidikan tersebut menimbulkan mobilitas sosial (vertikal

dan horizontal). Secara vertikal menimbulkan golongan elit yang berperan dalam segala

bidang kehidupan (politik, sosial, ekonomi) dan horizontal menimbulkan perpindahan

penduduk (tetap dan sementara) dari tempat asal ke tempat baru yang lebih menjanjikan

untuk menuntut pendidikan yang lebih baik dan atau kehidupan yang lebih mapan. Berbeda

dengan masyarakat Minangkabau khususnya yang lebih mengutamakan pembangunan

kampung halamannya. Padahal dalam semboyan masyarakat Batak Toba ada disebutkan

Dorongan “hamajuon” keterbukaan tanah Batak Toba, serta berita yang sampai ke

Tapanuli mengenai sumber penghasilan baru di Sumatera Timur yaitu adanya perkebunan

tembakau, Berita ini sampai ke Desa Simaninggir dengan sebutan “panombangan”. Inilah

awalnya masyarakat Simaninggir mulai berkompetisi untuk menyekolahkan anaknya demi

meraih tingkat hidup yang lebih tinggi dan untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi

semakin gencar. Motif pandang untuk kehidupan masa depan yang lebih cemerlang dan

makmur merupakan pendorong bagi orang tua di Simaninggir. Setelah sukses dalam

pendidikan dan berhasil di perantauan, anak-anak mereka malah meninggalkan kampung

halamannya di Simaninggir.

8Ibid.

(6)

“MARTABE” (Marsipature Hutana Be) yang artinya, membangun kampung halaman

masing-masing. Realisasinya, masyarakat Simaninggir yang notabene adalah orang Batak

Toba malah meninggalkan kampung halamannya demi kehidupan dan pendidikan yang

mapan. Mengingat daerah pedalaman Simaninggir, telah tersisih melalui perjalanan sejarah

dengan keterlibatan “pendidikan” sebagai pencerahan yang membawa kemajuan menjadi

faktor penyebab utamanya, sebagai aktivitas kehidupan sosial yang pernah ada, oleh penulis

menarik untuk menelitinya.

Migrasi penduduk ini dimulai sejak tahun 1947 dan mencapai puncak perpindahan

pada tahun 1954 serta berakhirnya mobilisasi pada tahun 2002. Simaninggir setelah ditinggal

pergi oleh penduduknya pada tahun 2002 kembali menjadi semak belukar yang menyimpan

album kehidupan seperti puing-puing perumahan penduduk dan akses jalan setapak menuju

desa tersebut serta lahan pertanian yang berubah menjadi padang ilalang sebagai tempat

pengembalaan hewan ternak yaitu kerbau milik masyarakat Banuarea selaku desa tetangga

Simaninggir.

Supaya dalam pembabakan waktu tidak meluas, maka penulis menentukan

periodisasi yang tepat, di mana penelitian dimulai dari tahun 1954 di mana sejak tahun inilah

penduduk mulai mengecap pendidikan yang merupakan sarana satu-satunya yang dapat

dipergunakan penduduk untuk meningkatkan kemajuan masyarakat tersebut pada saat itu.

Sebab ilmu pengetahuan itu tak lain merupakan suatu pola perkembangan yang cukup pesat

dan kuat. Penulisan penelitian diakhiri pada tahun 2002 yang menunjukkan berakhirnya

(7)

1.2Rumusan Masalah

Dalam rangka melakukan sebuah penelitian yang menjadi landasan dari penelitian

itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Berangkat dari latar belakang di

atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai

landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga sinkronisasi dalam uraian penelitian.

Untuk mempermudah penulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka

pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut :

1. Apa yang melatarbelakangi sejarah terbentuknya Desa Simaninggir sebelum tahun

1954?

2. Bagaimana dinamika kehidupan sosial penduduk Simaninggir sampai periode 2002?

3. Mengapa kemudian Desa Simaninggir ditinggalkan oleh penduduknya selama

periode 1954-2002?

1.3Tujuan dan Manfaat Penulisan

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang telah dikaji oleh

penulis maka yang menjadi permasalahan adalah apa yang menjadi tujuan penulis dalam

penelitian ini, serta manfaat yang didapatkan dari hasil penulisan. Memang masa lampau

manusia tidak dapat ditampilkan dalam konstruksi seutuhnya, namun rekonstruksi manusia

perlu dipelajari sehingga diharapkan mampu memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia

di masa kini dan akan datang.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui latar belakang sejarah terbentuknya Desa Simaninggir sebelum tahun

(8)

2. Mengetahui dinamika kehidupan sosial penduduk Desa Simaninggir sampai periode

2002 .

3. Mengetahui sebab penduduk berangsur-angsur meninggalkan Desa Simaninggir

selama periode 1954-2002 .

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan pembaca mengenai sejarah kehidupan masyarakat di Desa

Simaninggir.

2. Menambah pengetahuan sekaligus memotivasi peneliti dan para pembaca dalam

menghasilkan karya-karya historiografi yang berkaitan dengan sejarah daerah yang

lebih lengkap, sehingga dapat memberikan referensi literatur yang berguna terhadap

dunia akademis, terutama dalam studi Ilmu Sejarah.

3. Menjadi suatu deskripsi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat Simaninggir

dalam menyelenggarakan proses pembangunan sarana dan prasarana untuk desa

tersebut.

1.4Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat

dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka.

Tania Murray Li (2002) dalam bukunya yang berjudul Proses Transformasi Daerah

Pedalaman di Indonesia menjelaskan tentang perubahan yang berlangsung pada masyarakat

pedalaman secara umum di Indonesia. Buku ini membahas sejarah dan ciri-ciri masyarakat

(9)

mencari nafkah, dan bergesernya hubungan dengan sumber daya alam, pasar, dan dengan

negara. Buku ini membantu penulis mengetahui persoalan-persoalan mengenai proses

perubahan dalam masyarakat pedalaman di Desa Simaninggir yang diteliti oleh penulis,

yakni dalam perubahan ciri-ciri masyarakat pedalaman, khususnya dengan kaitan mencari

nafkah.

Buku Sejarah Nasional Indonesia IV karya Marwati Djoened Poesponegoro dan

Nugroho Notosusanto (1984), menguraikan tentang Perlawanan Daerah Sumatera Utara

terhadap Kolonialisme Belanda, khususnya perang di Tanah Batak melawan penjajah. Buku

ini menjelaskan perlawanan yang dilakukan oleh Sisingamangaraja beserta pasukannya dari

berbagai daerah di Tapanuli Utara. Setiap kampung-kampung di Tapanuli Utara memiliki

pemerintahan sendiri, dan di setiap kampung Sisingamangaraja mempunyai ajudan.

Dalam buku ini juga membahas setiap tindakan Pemerintah Belanda, terutama

keganasan Kolonial Belanda yang mereka luapkan melalui pembakaran rumah-rumah

penduduk, pemaksaan kepada kepala kampung untuk menyerahkan pajak dan lain

sebagainya. Buku ini menjadi referensi bagi penulis dalam memahami latar belakang historis

terbentuknya Desa Simaninggir. Dari Buku ini juga penulis ketahui faktor apa saja yang

menyebabkan Masyarakat Batak Toba akhirnya memilih Desa Simaninggir sebagai tempat

persembunyian dan lama-kelamaan menjadi tempat pemukiman mereka.

Buku Pemikiran tentang Batak : Setelah 150 Tahun Agama Kristen di Sumatera

Utara karya Bungaran Antonius Simanjuntak (2001), menguraikan tentang pengenalan

sistem pendidikan modern bagi orang Batak, yang pada mulanya adalah untuk

(10)

bahwa pendidikan menjadi faktor pendorong dan perangsang sifat dinamika orang Batak

memang terjadi. Terutama dengan dukungan munculnya sumber-sumber mata pencaharian

yang baru di tanah perantauan. Buku ini menjadi referensi penulis dalam memahami

permasalahan yang penulis teliti, yakni saat masyarakat Simaninggir telah mampu menulis

dan membaca, berarti dapat mengetahui hal-hal baru dan berita di luar daerah Tapanuli Utara

seperti gerakan melepaskan diri dari penjajah, pemberontakan, dan penindasan di negara lain.

Dengan demikian, kaitannya dengan permasalahan penulis bahwa andai kata

pendidikan modern tidak diperkenalkan oleh misionaris kepada orang Batak Toba khususnya

masyarakat Simaninggir, ada persepsi bahwa masyarakatnya tetap terisolasi terutama dari

berita nasional dan internasional.

Menurut Soetomo dalam bukunya Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat

(2008), dalam implementasi beberapa pengaturan tata ruang secara hirarkis melalui kebijakan

spasial yang terintegrasi, meski dapat mengurangi pemusatan perkembangan sosial ekonomi

di kota-kota besar, disparitas desa-kota dan disparitas antar wilayah, namun demikian tidak

jarang dijumpai masih adanya warga masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan baik

di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Masyarakat yang hidup dalam kondisi

kemiskinan berada pada satu kawasan tertentu yang seolah-olah merupakan kantung atau

kluster wilayah kemiskinan.

Dilihat dari pendekatan wilayah, kawasan yang merupakan kantung-kantung atau

kluster tersebut adalah suatu wilayah yang sudah cukup lama dikembangkan bersama-sama

dengan wilayah lain, tetapi karena berbagai sebab kawasan itu tetap belum dapat

dikembangkan sebagaimana diharapkan, sehingga kondisi kehidupan sosial ekonomi

(11)

Salah satu faktor penyebab utama mengapa kawasan tersebut masih belum berkembang

adalah karena terbatasnya potensi dan sumber daya manusia, maka kondisi kemiskinan yang

diakibatkan sering disebut sebagai kemiskinan alamiah. Di antara beberapa langkah yang

dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan demikian misalnya dengan mengembangkan

kualitas sumber daya manusianya agar dapat bersaing dalam mencari peluang kerja di daerah

lain.9

Robert Chambers (1988) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Desa Mulai

dari Belakang, mendeskripsikan tentang kondisi golongan masyarakat miskin di pedesaan.

Dari gambaran tersebut, membantu penulis untuk menggolongkan penduduk desa

Simaninggir ke dalam golongan rumah tangga tersisih dari arus kehidupan, karena

keberadaannya yang jauh terpencil, atau tidak memadainya sumber daya, atau karena

keduanya. Rumah tangga yang terisolasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah

pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat

perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa.10

9

Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal. 276-279.

10

Robert Chambers, Memahami Desa secara Partisipatif, Yogyakarta: Kanisius, 1996, hal. 41-48.

Robert Chambers (1996) dalam buku selanjutnya dengan judul Memahami Desa

secara Partisipatif, menyebutkan kecakapan dan pengetahuan warga desa. Warga desa

memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membuat peta, model, perkiraan, rangking atau

urutan, saling berbagi, menyebarkan pengalaman dan pengetahuan. Informasi tersebut

mendukung penulis mengetahui bahwa melalui bentuk saling berbagi pengalaman dan

pengetahuan serta kecakapan yang dimiliki oleh warga desa maka terjadilah penyebaran

(12)

Sumber yang membantu penulis selanjutnya yakni, skripsi dari Ade Putera Arif

Panjaitan dengan judul Jejak Kehidupan Masyarakat Pedalaman Mariah Dolog Kecamatan

Raya Kabupaten Simalungun (1960-2005). Penulis jadikan sebagai bahan perbandingan dan

refrensi dalam penelitian yang penulis laksanakan, karena topik yang kami angkat sama-sama

tentang perubahan yang terjadi akibat pendidikan. Perbedaan penelitian yang penulis lakukan

yakni: penelitian ini lebih berfokus pada pemukiman yang ditinggalkan dan berbagai dampak

yang terjadi terhadap Desa Simaninggir setelah ditinggalkan oleh penduduknya, sedangkan

skripsi dari Ade Putera lebih berfokus pada masyarakatnya yang meninggalkan desa Mariah

Dolog.

1.5Metode Penelitian

Tahap pertama heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung sumber

objek yang diteliti. Dalam hal ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan

penelitian lapangan. Sebelum melakukan penelitian lapangan, terlebih dahulu penulis

lakukan studi kepustakaan. Penulis mulai mengumpulkan sumber pada bulan pertama, hal ini

untuk memperoleh konsep-konsep dan teori-teori yang ada relevansinya dengan masalah

yang penulis teliti. Dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan beberapa

literatur, artikel-artikel, skripsi dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya berkaitan

dengan permasalahan yang dikaji.

Untuk mengumpulkan data lapangan, penulis menggunakan metode wawancara dan

pengamatan. Dalam wawancara berpedoman kepada instrumen yang telah dipersiapkan

(13)

Kemudian penulis juga menggunakan teknik snow ball (bola salju) yakni informan pertama

dapat menunjukkan informan-informan lain yang mengetahui lebih dalam, tentang penelitian

yang dibutuhkan dalam penulisan ini.

Tahap wawancara ini penulis lakukan pada bulan kedua setelah beberapa literatur

buku terkumpul. Tahap ini merupakan masa tersulit bagi penulis karena harus mencari dan

menemui informan ke beberapa desa yang berbeda-beda dengan tingkat ikatan emosional

yang berbeda pula. Wawancara awal dengan Kepala Desa Pusuk II Simaninggir, beliau

menjelaskan tentang letak administratif dari Desa Simaninggir dan juga perbatasannya,

beserta latar belakang historis dari Simaninggir sendiri. Beliau juga menunjukkan informan

selanjutnya yakni, Parisan Nainggolan selaku penduduk yang tumbuh dewasa dan

berkeluarga di Simaninggir. Mereka berdualah yang menjadi informan kunci bagi penulis

dalam melakukan wawancara selanjutnya.

Tahapan kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini kritik dilakukan

terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber tersebut baik dari

segi substansial atau isinya yakni dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis

misalnya buku-buku atau dokumen yang berkaitan, apakah sumber melaporkan fakta yang

sebenarnya. Kritik ini disebut kritik intern.

Mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsu kah sumber

tersebut agar diperoleh keautentikannya, kritik ini disebut kritik ekstern. Pengamatan akan

penulis lakukan untuk melihat sejauh mana informasi yang diberikan oleh para informan

(14)

mendukung data yang diperoleh melalui wawancara, dengan kata lain hasil pengamatan akan

penulis jadikan sebagai sumber untuk melengkapi data yang didapatkan melalui wawancara.

Tahapan ketiga adalah interpretasi, dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis

sehingga melahirkan satu analisis yang baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari

objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta

yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis

yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Tahap ini penulis kerjakan pada

bulan ketiga.

Tahap terakhir adalah historiografi. Pada tahap ini, penulis mulai melakukan

penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang

menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Pendekatan dalam

penelitian ini penulis lakukan secara kualitatif, dengan metode deskriptif analisis. Adapun

sejarah yang ”sebenarnya” atau ”asli” ialah jika dapat menjelaskan atau memberi jawaban

atas pertanyaan ”mengapa”. Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis

haruslah melalui tahapan demi tahapan. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta

yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah. Tahap ini berlangsung

selama tiga bulan, dan tahap ini juga merupakan masa-masa jenuh bagi penulis, karena

sulitnya memperhatikan penyusunan kesaksian berdasarkan aspek kronologis dan sebab

Referensi

Dokumen terkait

Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1473)

Sistem ini memberikan kemudahan bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan untuk mengetahui informasi sumber daya, rangkuman dan inti penting dari pencatatan setiap

Kesimpulan yang diperoleh dari teori perkembangan remaja di atas adalah untuk merencanakan dan membangun suatu bangunan yang diperuntukan bagi para remaja kita harus terlebih

(2014) menyatakan bahwa dengan menggunakan pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa, suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, kemampuan matematika

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dapat memberikan suatu karya penulisan baru yang dapat mendukung dalam pengolahan data pada sistem informasi inventori barang

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian unintended pregnancy pada remaja di Puskemas Gamping I Sleman 2016 yaitu

The results of this research are: first, the R1 treatment results the digestibility of dry material and organic material as well as the best performance;

harusnya Pak Hakim juga menyalahkan para pemilik pabrik miras itu.” Kata mereka sambil menunjuk kepada para pengusaha pabrik miras di sebelah mereka.. “Sebentar Pak Hakim,” kata