• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang - Ideologi Upacara Melengkan Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Gayo Takengon Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang - Ideologi Upacara Melengkan Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Gayo Takengon Aceh Tengah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku (ethnic group) dan terkenal dengan Negara yang kaya dengan budaya. Setiap suku atau etnik mempunyai budaya dan bahasa daerah masing-masing dan kekhasannya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997) kata etnik bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dsb. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan sebagai bahasa sarana komunakasi dan interaksi antar anggota masyarakat dari suku-suku atau kelompok-kelompok etnis di daerah-daerah dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Kep. Mentri Dalam Negeri No.40 tahun 2007).

Suku Gayo merupakan salah satu suku atau etnik bangsa di Indonesia terdiri atas tiga sub-suku utama atau kelompok, yaitu (1) Gayo Lut (Gayo Deret), yang mendiami Kabupaten Aceh Tengah (Takengon) dan Kabupaten Bener Meriah (Simpang Tiga Redelong) merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, (2) Gayo Lues (Gayo Blang), yang mendiami Kabupaten Gayo Lues (Blangkejeren) merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane), dan (3) Gayo Serbejadi (Lokop, Lukup) adalah sub-suku Gayo yang berdiam di kabupaten Aceh Timur provinsi Aceh.

(2)

digambarkan kedalam suatu peta etnografi. Sebuah kelompok etnik menurutnya memiliki batas-batas yang jelas (well defined boundries) memisahkan suatu kelompok etnik dengan yang lain. Secara defacto masing-masing kelompok ini memiliki budaya yang padu (cultural homogeneity). Oleh karena itu menurut Malinowski suatu kelompok etnik dapat dibedakan dengan kelompok etnik lain baik dalam organisasi sosial (kekerabatan), bahasa/sastra, dan budaya, kesenian, ekonomi dan politik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa masyarakat Gayo adalah suatu kelompok etnik sendiri yang berbeda dengan kelompok etnik lain yang terdapat di provinsi Aceh dan provinsi lainnya di seluruh nusantara.

(3)

Masyarakat Gayo di daerah Kabupaten Aceh Tengah (Takengon), mengenal beberapa bentuk tradisi lisan berupa seni bertutur diantaranya adalah seni bertutur dalam budaya atau adat istiadat upacara melengkan dalam perkawinan masyarakat Gayo Takengon. Upacara melengkan dikenal dengan pidato adat dalam perkawinan masyarakat Gayo, merupakan warisan leluhur (cultural heritage). Dalam kamus Gayo-Indonesia (1985) kata atau istilah melengkan adalah pidato secara adat dengan menggunakan kata pilihan. Pidato adat yang lazimnya disampaikan oleh seorang atau dua orang pelaku seni melengkan yang saling berhadapan dari pihak calon pengantin laki-laki (aman mayak) dan dari pihak pengantin perempuan (inen mayak). Pelaku seni melengkan dari kedua pihakbiasanya mengungkapkan isi pidatonya berupa kata-kata pilihan secara adat dengan pola tertentu menggunakan pilihan kata-kata (bahasa) yang khas budaya Gayo yang tidak dapat dilakukan semua orang, boleh dikatakan seperti prosa liris. Sebagai contoh yang terdapat dalam teks upacara melengkan dalam penelitian ini dikutip berikut ini, “Pemulo padih rahim bismillah, kin perberkat ni delah” yang berarti “diawal kata dengan ucapan rahim bismillah sebagai pemberkat diujung lidah”.

(4)

penggunaan pola dan pilihan kata yang diungkapkan oleh pelaku seni melengkan

diatas merupakan kekhasan suatu budaya tersendiri sebagai akar budaya dan poros ideologi bangsa.

Melengkan lahir dari realitas kehidupan sosial kemasyarakatan dan merupakan kearifan lokal bagi masyarakat Gayo. Dalam konteks budaya melengkan

dikatakan sebagai kearifan lokal karena melengkan merupakan budaya lokal yang mengatur nilai luhur tradisi budaya secara arif dan bijaksana. Sibarani (2012:112-113) menyatakan bahwa kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana (The local wisdom is the value of local culture having been applied to wisely manage the community’s social order and social life).

Melengkan sebagai kearifan lokal menjadi bagian sub-sistem dari sarak opat

dalam adat perkawinan masyarakat Gayo. Dalam kamus Gayo-Indonesia (1985) kata

Sarak berarti badan atau wadah, kata opat berarti kekuasaan yang empat (terdiri dari

raja, petue, imam, rakyat). Adapun salah satu fungsi sarak opat dalam upacara

melengkan adalah sebagai pemangku adat dan berkewajiban dalam pelaksanaan kemasyarakatan, (seperti pelaksanaan upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo). Keempat pilar sarak opat tersebut berkewajiban menciptakan hubungan yang harmonis dan demokratis serta objektif dalam menyelesaikan proses adat istiadat dalam kehidupan masyarakat dalam konteks sosial budaya.

(5)

adat perkawinan masyarakat Gayo. Terkait dengan beberapa pandangan terhadap ideologi, berikut ini diutarakan beberapa aspek bagaimana ideologi dilihat dalam aspek atau perspektif budaya dalam masyarakat. Sebagai karakter bangsa dan budaya, ideologi merupakan landasan berpikir dan instrumen untuk menginterpretasikan dan merealisasikan hal yang dilihat, didengar atau dibaca. Sebagai karakter bangsa, kita ketahui bahwa ideologi bangsa Indonesia adalah pancasila. Pancasila dapat dijadikan pedoman hidup masyarakat agar terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, dan dapat dikembangkan untuk kehidupan lebih harmonis dalam bermasyarakat dan bernegara agar tetap kokoh menjadi landasan hidup masyarakat. Budaya sebagai karakter bangsa, karena kebudayaan merupakan akar dari terbentuknya ideologi bangsa Indonesia. Misalnya gotong royong sebagai akar kebudayaan utama dari setiap wilayah yang ada di Indonesia dan sangat penting untuk menguatkan ideologi bangsa Indonesia. Istilah gotong royong adalah salah satu bentuk akar budaya bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi dari segi adat istiadat, kebudayaan dan agama merupakan aspek terpenting untuk terbentuknya sebuah ideologi bangsa Indonesia.

(6)

Terkait dengan beberapa pandangan tentang ideologi yang diuraikan diatas, peneliti dalam hal ini berupaya untuk dapat mengungkap makna ideologi sebagai karakter suatu budaya melalui teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo Takengon, Aceh Tengah.

Adapun kajian dalam penelitian ini adalah Ideologi Upacara Melengkan

Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Gayo Takengon Aceh Tengah. Sampaisaat ini, menurut pengamatan peneliti belum ada kepustakaan yang meneliti tentang Ideologi dalam upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo. Terkait dengan upaya untuk mengkaji ideologi dalam teks upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo di Takengon, ada beberapa alasan peneliti secara pragmatis yang dapat dikemukakan antara lain : (1) peniliti sebagai putra daerah ingin mengkaji apa yang mendasari ideologi yang terdapat dalam teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo. (2) untuk melestarikan upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo, sebagai identitas dan warisan budaya (cultural heritage) masyarakat Gayo. Karena dewasa ini upacara tersebut hampir punah dan sangat jarang dilakukan oleh kalangan masyarakat Gayo, disebabkan pelaku seni

(7)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kerangka teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) yang dikembangkan oleh Halliday (1992). Adapun alasan peneliti menggunakan teori LFS, karena lebih relevan dengan tujuan dari penelitian ini dimana berfokus pada kajian teks secara fungsional. Dan teori ini memandang bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut (Saragih, 2003). Dalam teori LFS bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial. Semiotik sosial dalam teks upacara melengkan akan berimplikasi pada ideologi budaya yang terdapat dalam teks tersebut. Dalam analisis data penelitian ini menggunakan teori LFS dalam perspektif makna antarpersona (interpersonal meaning) Teori analisis ini yang dikembangkan oleh Martin,dkk (1995) bertujuan mengidentifikasi empat fungsi ujar dalam teks, yaitu 1) pernyataan (statement) 2) pertanyaan (question) 3) perintah (command) dan 4) Tawaran (offer). Dalam teks upacara melengkan keempat fungsi ujar tersebut direalisasikan oleh tiga jenis modus (mood) dalam bentuk tata bahasa (lexicogrammar) 1) modus deklaratif, 2) modus pertanyaan, dan 3) modus introgatif.

Dalam beberapa ikhwal yang dipaparkan diatas bahwa dalam penelitian ideologi teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo, tentu saja

tidak terlepas dari fungsi bahasa dalam budaya. Dengan kata lain, bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa Gayo dalam konteks sosial budaya. Dalam hal

ini bahasa Gayo merupakan bahasa daerah yang digunakan oleh pelaku seni

melengkan dalam teks upacara melengkan.

(8)

mengacu pada Bab XV, pasal 36. Berdasarkan uraian di atas, mengisyaratkan bahwa bahasa – bahasa daerah mempunyai fungsi dan kedudukan yang penting dalam konteks budaya dan bangsa. Dikatakan sangat penting karena bahasa daerah dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap perkembangan bahasa Indoenesia, selain untuk kepentingan daerahnya masing – masing.

Bahasa daerah sebagai sarana pemerkayaan bahasa Indonesia perlu dilakukan pembinaannya dan pengembangannya dalam berbagai usaha, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kegiatan penelitian bahasa Gayo yang merupakan salah satu bahasa daearah di Indonesia yang tetap memegang peranan penting dalam masyarakat. Zainuddin (2001 : 2), mengatakan, bahasa Gayo berfungsi aktif sebagai alat perhubungan dalam masyarakat Gayo. Bahasa Gayo juga cukup berperan terutama dalam konteks sosial budaya, yakni sebagai pengungkap perasaan individual dan juga sebagai sarana penalaran, seperti dalam acara – acara adat sinte murip

(perkawinan) dan sinte mate (kematian). Moeliono (1985 : 75), menegaskan setiap bahasa dapat dianggap memadai syarat sebagai alat perhubungan masyarakatnya, sebagai pengungkap perasaan seorang, dan sebagai sarana penalaran di dalam wadah sosial budaya. Akbar, dkk. (1985 : 21) mengatakan bahwa,

Sebagai suatu bahasa yang hidup, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi di dalam keluarga dan masyrakat. Di samping itu, bahasa Gayo merupakan lambang identitas dan kebanggaan serta pendukung seni budaya yang hidup di dalam

(9)

lembaga-lembaga pendidikan formal tingkat dasar, dari kelas 1 hingga 3, sedangkan pada dayah dayah (pesantren) hingga di kelas-kelas tertinggi.

Setiap kajian bahasa secara fungsional berdasarkan suatu pendekat

(approach). Ini berarti bahwa tidak ada kajiaan bahasa yang bebas dari nilai atau anggapan dasar (Halliday, 1994: xvii). Dalam persfektif linguistik fungsional sistemik (LFS) bahasa adalah sistem arti dan sistem lain yakni sistem bentuk dan ekspresi untuk me realisasikan arti tersebut Saragih, (2003 :1).

Salah satu sifat bahasa yang fungsional adalah fungsi sosial dan budaya dalam masyarakat, karena hampir semua kegiatan manusia tidak terlepas dari penggunaan bahasa untuk menyampaikan ide dan buah pikiran seseorang, terhadap orang lain (mitra bicara). Dalam fungsi sosial bahasa dapat dipandang sebagai ungkapan psikologis dan sebagai realitas mental. Dalam pemakaian bahasa sistem semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (genre) dan konteks situasi (register). Ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya, direalisasikan oleh konteks situasi. Sedangkan fungsi bahasa secara budaya ialah berkenaan dengan bentuk norms (norma – norma) perilaku peserta percakapan dan juga berhubungan dengan genre, yaitu yang menunjukan pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan dalam masyarakat, seperti variasi dialek.

Disamping itu bahasa Gayo berperan dalam upacara adat kematian dan

(10)

dilakukan oleh semua orang karena bahasa yang digunakan bersifat puitis (melengkan). Disamping itu bahasa Gayo berfungsi sebagai alat penalar dalam kesenian seperti kesenian didong, dan saer sebagai media pemersatu masyarakat Gayo. Sibarani (2004) menyatakan budaya dapat dipelajari melalui bahasa dan bahasa dapat dipelajari dalam konteks budaya. Menurut Nababan (1986 :38) salah satu fungsi bahasa adalah kebudayaan dan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Ideologi apakah yang mendasari upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo Takengon Aceh Tengah ?

2. Bagaimanakah ideologi upacara melengkan direalisasikan dalam teks bahasa Gayo ?

3. Bagaimanakah implikasi ideologi itu direalisasikan dalam bahasa Gayo?

1.3 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk.

1. Mendeskripsikan ideologi upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo

(11)

3. Mendeskripsikan implikasi ideologi direalisasikan dalam bahasa Gayo

1.4 Batasan Masalah

Mengingat banyak karya dalam bentuk tradisi lisan, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya ideologi dalam upacara melengkan

(perkawinan) adat perkawinan masyarakat Gayo, yang diperoleh dari data tulisan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Temuan penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat untuk :

1) menjadikan kajian yang menerapkan kerangka teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) , dan teori ini bermanfaat untuk menganalisis ideologi dalam teks tradisi lisan dan tulisan dalam upacara melengkan (perkawinan) adat Gayo Takengon.

2) menjadikan model untuk mengungkapkan ideologi dalam upacara melengkan

adat perkawinan masyarakat Gayo. 1.5.2 Manfaat Praktis

Temuan penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat untuk :

(12)

2) acuan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ideologi dalam karya sastra di Indonesia, khususnya ideologi dalam upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo.

1.6 Definisi Istilah 1.6.1 Melengkan

Menurut Melalatoa, dkk (1985:219) melengkan adalah pidato secara adat dengan menggunakan kata pilihan. Contoh (dalam teks berikut). Susun kite bilang

belo, reriyah kite rerige, enta kune galakte (L.II.123)“Bersatu kita seperti sirih, dan musyawarah kita bersama bagaimana baiknya”.

Dengan kata lain melengkan adalah pidato secara adat yang digunakan pada kegiatan adat, seperti pidato adat melengkan memgantar mas kawin (turun caram), pidato adat ngunduh mantu (munenes), dan pidato adat melengkan malam berguru (malam pemberian nasihat kepada calon pengantin), dari pihak famili dan orang tua menjelang akad nikah, pada adat perkawinan mayarakat Gayo Takengon Aceh Tengah pada umumnya dan masyarakat Gayo lainnya.

1.6.2 Pemelengkan

Menurut Melalatoa, dkk (1985:219) pemelengkan adalah seseorang yang bemelengkan, berpidato secara adat. Seperti pidato dalam upacara melengkan adat perkawinan, upacara melengkan turun caram (mengantar emas kawin), upacara

(13)

1.6.3 Sarak Opat

Melalatoa, dkk (1985:315) mengatakan sarak opat adalah kekuasaan yang empat (terdiri dari raja, petue, imam, rakyat). Sarak berarti badan atau wadah Opat

kekusasaan yang empat. Sarak opat adalah pemegang tampuk kekuasaan di dalam tatanan pemerintahan etnik Gayo seperti tiap klen ada sarak opat-nya.

1.6.4 Aman Mayak dan Inen Mayak

Aman mayak sebutan kepada calon mempelai laki-laki dan Inen mayak

Referensi

Dokumen terkait

Melebih-Iebihkan (hyperbole).. Eufemisme Tipe dan Makna FiguratifPada Upacara Perkawinan adat Melayu Langkat Ungkapan figuratif adalah cara berkomunikasi dengan mengunakan

Implikasi yang dirasakan oleh pengantin dari komunikasi pada upacara perkawinan adat Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah cukup positif, yaitu

Keunikan tersendiri dalam upacara perkawinan adat Jawa di Desa Kunir Kidul yaitu masih menggunakan upacara lingkar jagad. Upacara lingkar jagad yaitu memutari ranupada

Kalau hal ini terjadi maka menurut adat harus di asingkan dari kampung asal belah tapi adat gayo sendiri memberikan solusi atau jalan keluar untuk mengatasi masalah perkawinan

Selanjutnya akan diurai makna motif yang terdapat pada motif kerawang Gayo pada upacara kerje mungerje (perkawinan) yaitu motif mun berangkat (awan berarak), puter tali

Alasan penulis memilih lokasi ini karena dalam sejarah hidup penulis baru pertama kali nya melihat pesta atau upacara perkawinan adat suku Jawa yang begitu lengkap dan istimewa

Wawancara dengan Bapak Abu Samah (telangkai) di kediaman beliau (di Desa Sei Limbat kecamatan Selesai kabupaten Langkat Sumatera utara) Tentang Eufemisme dalam Upacara Adat

Marhata dalam upacara adat Batak Toba adalah membicarakan serta mewujudkan tujuan suatu upacara adat perkawinan Batak Toba dengan menggunakan bahasa tutur