• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATIKA PUSPITA HAPSARI G0009031

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ATIKA PUSPITA HAPSARI G0009031"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL 2012

PADA SISWA SMA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ATIKA PUSPITA HAPSARI G0009031

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 20 Juli 2012

(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Atika Puspita Hapsari, G0009031, 2012. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional 2012 pada Siswa SMA. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional. Kecemasan siswa yang terlewat tinggi dalam menghadapi ujian akan menurunkan kinerja otak siswa dalam belajar. Jika kecemasan itu sampai mengacaukan emosi, mengganggu tidur, menurunkan nafsu makan, dan kebugaran tubuh, maka kemungkinan gagal ujian semakin besar.Jika seseorang dapat mengenali, meregulasi, dan mengelola emosi yang muncul, maka persoalan yang terjadi dalam kehidupannya dapat dengan lebih mudah terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA.

Metode: Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan deskriptif analitik yang dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung, Kabupaten Brebes, tahun pelajaran 2011/2012. Digunakan teknik sampling secara purposive sampling. Jumlah subyek penelitian sebanyak 287 siswa dan sebanyak 51 siswa memenuhi kriteria ketentuan inklusi yang ditetapkan untuk dianalisis. Data diolah dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows.

Hasil: Analisis uji korelasi Product Moment dari Pearson didapatkan hasil r =

-0,681 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian α<0,01 ; r = negatif,

Hipotesis diterima.

Simpulan: Terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

Atika Puspita Hapsari, G0009031, 2012. The Relationship between Emotional Quotient with Anxiety in the face of National Examination 2012 on High School Students. Mini Thesis. Facultyof Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Anxietycan be experiencedby the students, especially theanxietyin the face ofthe NationalExam. Studentswithhigh anxietyin the examwill degradethe performance ofthe brainin learning.Ifanxiety isto disturbemotions,interfere insleep, decrease appetite, and decrease physical fitness, thepossibility offailing the exam is greater. If someone canidentify, regulate, and managethe emotions, the problems that occurin lifecan bemore easilyresolved. This studyaimed todetermine the relationshipbetween emotional quotientwithanxietyin the face ofthe National Examination2012 onhigh school students.

Methods: The research was crosssectional descriptive analytical approach undertaken in the class XII students of SMA Negeri 1 Tanjung, Brebes, school year 2011/2012. Purposive sampling technique used insampling. The number of study subjects as much as 287 students, and as many as 5 students who meet the inclusion criteria established provisions to be analyzed. Data were processed using SPSS17.0 for Windows.

Ressults: Analysis of test from Pearson Product Moment Correlation results obtained r = -0,681 and a significance value is 0.000. Thus α<0.01 ; r = negative, the hypothesis is accepted.

Conclusion: There is a negative relationship between emotional quotient with anxiety in the face of the National Examination 2012 in high school students. Keywords: Emotional Quotient, Anxiety, National Examination of High School

(6)

commit to user

vi PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional 2012 pada Siswa SMA.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Mardiatmi Susilohati, dr., Sp. KJ (K) selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran,dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini. 4. Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.Park., Ph.D selaku Pembimbing Pendamping

yang telah memberikan bimbingan dan saran.

5. Makmuroch, Dra., MS selaku selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ratih Puspita Febrinasari, dr., M.Sc. selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak, Ibu, Bunga, dan Mbak Endahyang selalu memberikan semangat dan motivasiserta teman-teman angkatan 2009.

8. Bagian SMF Kedokteran Jiwa RSUD Dr. Moewardi Surakarta, para dosen beserta segenap staf.

9. Tim skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.

10. Drs. Masrukhi, M.Pd. selaku Kepala Sekolah yang telah memberikan izin melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Tanjung Brebes, para guru dan segenap staf beserta adik-adik kelas XII tahun ajaran 2011/2012.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, 20Juli 2012

(7)

commit to user

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

(8)

commit to user

viii

BAB V PEMBAHASAN ... .. 42

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... .. 46

A. Simpulan ... .. 46

B. Saran ... .. 46

DAFTAR PUSTAKA ... .. 48

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Inventori EQ ... 35

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Inklusi ... 39

Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Skala L-MMPI ... 39

Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Eksklusi ... 40

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Data Pribadi dan Identitas Siswa Lampiran 2 Kuesioner Skala L-MMPI

Lampiran 3 Skala Inventori EQ Lampiran 4 Skala T-MAS

Lampiran 5 Daftar Hadir Penelitian

Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Kuesioner EQ Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Kuesioner T-MAS Lampiran 8 Frekuensi Statistika dan Histogram

Lampiran 9 Analisis Data dengan Uji Korelasi Product Moment dari Pearson Menggunakan SPSS 17.0 for Windows

Lampiran 10 Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran UNS Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari

(11)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan yang dialami siswa dalam suatu sekolah adalah kecemasan menghadapi ujian. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar, siswa tidak dapat terlepas dari ujian sebagai bahan evaluasi dari hasil belajar.

Turmudhi (2004) menyatakan bahwa kecemasan siswa yang terlewat tinggi dalam menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) ataupun Ujian Akhir Semester (UAS) justru akan menurunkan kinerja otak siswa dalam belajar. Daya ingat, daya konsentrasi, maupun daya kritis siswa dalam belajar justru akan berantakan. Jika kecemasan itu sampai mengacaukan emosi, mengganggu tidur, menurunkan nafsu makan, dan menurunkan kebugaran tubuh, bukan saja kemungkinan gagal ujian justru semakin besar, tetapi juga kemungkinan siswa mengalami gangguan psikomatik dan problem dalam berinteraksi sosial.

(12)

commit to user

Sieber menyatakan kecemasan dalam ujian merupakan faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi psikologis seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, takut gagal, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan (Sudrajat, 2008).

Sedangkan Hasan (2007) menyatakan bahwa siswa mungkin membayangkan tingkat kesulitan soal yang sangat tinggi, sehingga memicu kecemasannya yang tidak hanya soal yang sulit saja yang tidak dapat dijawab, tetapi juga soal-soal yang mudah yang sebenarnya sudah dikuasai. Wujud dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung berdebar lebih keras, keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa berkonsentrasi, kesulitan dalam mengingat, gelisah, atau tidak bisa tidur malam sebelum tes.

(13)

commit to user

bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil UN tersebut akan digunakan sebagai pemetaan mutu satuan pendidikan, seleksi masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya, penentuan kelulusan siswa, dan pertimbangan dalam pembinaan serta pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan secara nasional.

Meskipun UN masih dalam ruang yang kontroversial, namun kenyataannya harus tetap diikuti dan tetap berfungsi sebagai pertimbangan yang dapat memutuskan seorang siswa bernasib baik (lulus) atau buruk (tidak lulus). Siswa yang bernasib buruk konsekuensinya mengulang satu tahun lagi untuk selanjutnya mengikuti UN tahun berikutnya atau mengikuti paket C. Dalam situasi seperti ini, akan muncul perasaan tertekan, kekhawatiran, dan ketakutan akan kegagalan dalam mengerjakan UN. Tentu saja derajat kecemasan siswa berbeda-beda. Namun prinsipnya, tinggi rendahnya kecemasan seorang siswa terhadap sesuatu ditentukan oleh berat ringannya konsekuensi yang akan diterimanya jika mengalami kegagalan. Kenyatan tidak lulus dan harus mengulangi kelas XII lagi jika gagal ujian adalah konsekuensi yang sangat berat bagi siswa yang berkecenderungan besar menimbulkan kecemasan (Winarsunu, 2009).

(14)

commit to user

disebabkan oleh situasi dan suasana ujian yang membuat cemas. Sebaliknya, para siswa ini memperlihatkan hasil yang lebih baik jika berada pada kondisi yang lebih optimal, dalam arti unsur-unsur yang membuat siswa berada di bawah tekanan dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa tersebut menguasai materi yang diujikan tapi gagal memperlihatkan kemampuannya yang sebenarnya karena kecemasan yang dirasakan saat menghadapi Ujian (Hasan, 2007).

Santrock menjelaskan bahwa beberapa siswa yang berhasil dalam ujian adalah siswa-siswa yang memiliki taraf kecemasan yang moderat atau sedang. Sedangkan siswa yang memiliki taraf kecemasan yang tinggi berhubungan dengan rendahnya nilai ujian yang diperolehnya. Pada penelitian meta-analitik mengenai kecemasan terhadap ujian yang dilakukan Hembree ditemukan bahwa 1) siswa perempuan mengalami kecemasan lebih tinggi dari pada yang laki-laki; 2) kecemasan terhadap ujian secara langsung berhubungan dengan perasaan tidak suka terhadap tes, ketakutan dalam mengikuti ujian, dan ketrampilan belajar yang tidak efektif (Winarsunu, 2009).

(15)

commit to user

pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam Winkel (1997) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, di antaranya adalah kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

(16)

commit to user

menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis, dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002).

Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002).

Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

(17)

commit to user

masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosinya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, sering merasa cemas, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stres. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.

Jika seseorang dapat mengenali, meregulasi, dan mengelola emosi yang muncul, maka persoalan yang terjadi dalam kehidupannya dapat dengan lebih mudah terselesaikan. Kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih, dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual didefinisikan sebagai kecerdasan emosi (Salovey, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalan menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMA.

B. Perumusan Masalah

(18)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

a. Menambah wawasan psikiatri mengenai apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan

b. Memberikan tambahan informasi ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan

2. Manfaat Aplikatif

(19)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecerdasan Emosi

a. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis (Goleman, 2002).

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tetapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia (Prawitasari, 1995).

(20)

commit to user

joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga

macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan), love (cinta). Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu : 1) Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

2) Kesedihan : pedih, sedih, muram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

3) Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri

4) Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

5) Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih 6) Terkejut : terkesiap, terkejut

7) Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka 8) malu : malu hati, kesal

(21)

commit to user

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

b. Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi dikendalikan oleh proses pematangan dan proses belajar. Perkembangan emosi sesuai dengan pertumbuhan fisik dan psikis, semakin bertambahnya usia seseorang diharapkan semakin mampu mengontrol emosi yaitu adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi yang merupakan bagian integral dari keseluruhan pribadi sehingga mampu menyatakan emosi secara tepat dan wajar (Hurlock, 1999).

c. Pengertian Kecerdasan Emosi

Istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada

tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi atau yang sering disebut EQ sebagai :

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan

(22)

commit to user

kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998).

Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosi.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998).

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosi diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000).

(23)

commit to user

spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosi.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari:

”kecerdasan antarpribadi yaitu kemampuan untuk memahami

orang lain, apa yang memotivasi dirinya, bagaimana dirinya bekerja, bagaimana bekerja bahu-membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri-sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.”

(Goleman, 2002).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antarpribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antarpribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, kecerdasan mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.

(24)

commit to user

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 2002) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosi pada diri individu. Menurutnya, kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

(25)

commit to user

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosi adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Goleman mengutip Salovey (2002) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu : 1) Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

(26)

commit to user 2) Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan orang (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri-sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

3) Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis, dan keyakinan diri.

4) Mengenali Emosi Orang Lain

(27)

commit to user

kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga dirinya lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosi, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka (Goleman, 2002). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

5) Membina Hubungan

(28)

commit to user

dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002).

e. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Menurut Salovey dan Mayer, kualitas emosi yang tercakup dalam kecerdasan emosi (EQ) meliputi: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat (Saphiro, 1997). Sedangkan Reuver Bar On membagi kecerdasan emosi ke dalam lima area atau ranah, yaitu intrapribadi, antarpribadi, penyesuaian diri, pengendalian stres, dan ranah suasana hati (optimisme dan kebahagiaan) (Stein, 2002).

(29)

commit to user

waktu ke waktu; 2) mengelola emosi sehingga perasaan dapat terungkap dengan tepat, ini merupakan sebuah kecakapan yang tergantung pada kesadaran diri; 3) memotivasi diri sendiri, kendali diri dari emosi, menahan diri terhadap kepuasan, dan mengendalikan dorongan hati; 4) mengenali emosi orang lain, misalnya empati yang merupakan keterampilan dalam bergaul sangatlah bergantung pada kecerdasan emosi; dan 5) membina hubungan yang sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain (Goleman, 2002).

2. Kecemasan

a. Definisi

Istilah kecemasan atau anxietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar anxietas dalam bahasa Indo Jerman adalah “angh” yang dalam bahasa Latin berhubungan dengan kata “angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina.”

Kesemuanya mengandung arti “sempit” atau “konstriksi” (Idrus,

2006).

(30)

commit to user

penyerta psikologis meliputi perasaan-perasaan akan ada bahaya, tidak berdaya, terancam, dan takut (Dorland, 2006).

Menurut Hutagalung (2007) kecemasan adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu, dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan satu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala, rasa ingin buang air kecil atau buang air besar, perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak atau gelisah.

Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau resah), maupun respon fisiologis tertentu. Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang dengan ditandai dengan adanya kekhawatiran karena tidak dapar memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang (Durland dan Barlow, 2007).

(31)

commit to user

dari luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005). Walaupun merupakan hal yang normal dialami, tetapi kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama-kelamaan dapat menjadi neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak disadari. Adanya stres pencetus dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan mekanisme untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas (Maramis, 2005).

b. Epidemiologi

Beberapa kelompok yang mempunyai risiko mengalami gangguan kecemasan adalah usia muda, wanita, mempunyai masalah sosial, dan yang sebelumnya pernah mempunyai masalah psikiatrik (House dan Stark, 2002).

Survai terkini di Amerika pada tahun 1996 melaporkan bahwa 15-33% pasien yang datang berobat ke dokter nonpsikiater merupakan pasien dengan gangguan mental. Dari jumlah tersebut minimal sepertiganya menderita gangguan kecemasan (Romadhon, 2002).

(32)

commit to user

Klender Jakarta Timur, menunjukkan prevalensi gangguan anxietas sebesar 9,8%. Penelitian lainnya yang dilakukan pada sejumlah karyawan pada tingkat eksekutif di beberapa instansi pemerintah, maupun instansi swasta di Jakarta, menunjukkan prevalensi fobia sosial (satu di antara gangguan anxietas), sebesar 10-16%. Penelitian yang dilakukan pada kelompok laki-laki dan perempuan pada murid SMA di dua kawasan Jakarta yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Utara, prevalensi anxietas sebesar 8-12% (Ibrahim, 2002).

Paparan di atas menunjukkan bahwa gangguan anxietas di Indonesia terutama di Kota Jakarta, menunjukkan prevalensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata umum (Ibrahim, 2002). c. Etiologi

Menurut Trismiati (2004), sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan bersifat lebih umum. Dapat berasal dari berbagai kejadian dalam kehidupan atau dalam diri seseorang itu sendiri.

Beberapa macam teori penyebab kecemasan yaitu :

(33)

commit to user

pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain misalnya konvensi.

2) Teori perilaku: teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh: seseorang dapat belajar untuk dapat memiliki respon kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan orang tuanya.

3) Teori eksistensial: konsep dan teori ini adalah bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan tentang kenyataan/kematian seseorang yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.

4) Sistem saraf otonom: stimuli sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu. Sistem kardiovaskular: takikardi, muskular nyeri kepala; gastrointestinal: diare.

5) Neurotransmiter: tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid.

(34)

commit to user

sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita gangguan.

7) Penelitian pencitraan otak: contohnya pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis, oksipital, temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para hipokampus (Hutagalung, 2007).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Dalam kehidupan, siswa dipengaruhi oleh keluarganya. Pada berbagai penelitian telah dikemukakan bahwa siswa yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik akan mengalami gangguan kepribadian yang menjadi kepribadian anti sosial dan berperilaku menyimpang dibandingkan dengan siswa yang dibesarkan dalam lingkungan harmonis (Hawari, 1997).

Kriteria keluarga yang tidak sehat menurut para ahli adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh (broken home by death or

separation).

2) Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah.

(35)

commit to user

4) Jumlah saudara yang terlalu banyak menjadikan kasih sayang orang tua tercurahkan semakin sedikit (Hawari, 1997).

Kualitas kesehatan siswa juga mempengaruhi timbulnya kecemasan, antara lain :

1) Gaya hidup, misalnya merokok, olah raga, penggunaan alkohol.

2) Status ekonomi sosial dimana terdapat hubungan yang positif antara status ekonomi dan kesehatan mental.

3) Jenis kelamin, dimana wanita lebih sering mencari pelayanan kesehatan daripada laki-laki.

4) Lingkungan, gangguan mental bisa timbul misalnya dari masyarakat pinggiran kota yang berpindah ke kota (Kaplan dan Saddock, 1997).

e. Manifestasi Klinis

(36)

commit to user

Gangguan kecemasan menimbulkan sejumlah gejala pada: 1) Sistem urogenital dengan sering ingin kencing, atau bahkan

sulit kencing.

2) Sistem kardiovaskuler (jantung dan sistem pembuluh darah) dengan gejala darah tinggi, keringat dingin, debaran jantung berdetak lebih kencang, sakit kepala, kaki, dan tangan terasa dingin.

3) Sistem gastrointestinal: diare, kembung, lambung terasa perih, perasaan sebah. Kemungkinan dapat terjadi obstipasi.

4) Sistem respiratorius ditandai dengan gejala susah bernapas dan hidung tersumbat.

5) Gangguan pada sistem muskuloskeletal dalam bentuk kejang-kejang pada otot, gangguan pada sendi (mirip gejala rematik).

6) Gangguan psikologis dengan tanda-tanda akan pingsan, takut sekali akan menjadi gila, dan takut mati. Gejala psikologis lainnya berupa derealisasi (merasa apa yang di luar dirinya berubah menjadi lain), serta dengan gejala depersonalisasi (dirinya bukan dirinya).

(37)

commit to user

kemampuan untuk memusatkan perhatian dan kemampuan asosiatif (Ibrahim, 2002).

f. Diagnosis

Diagnosis kecemasan dapat ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang muncul sesuai dengan kriteria Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi III atau dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA), The Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS), dan instrumen lainnya.

B. Kerangka Pemikiran

 Mempertahankan sikap positif masa sulit  Bertahan meghadapi stress

 Mengendalikan impuls  Optimisme

(Reuven Bar On – Stein, 2000)

Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung Brebes Menghadapi Ujian Nasional

Kecerdasan Emosi Rendah

(38)

commit to user C. Hipotesis

(39)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (efek) yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurohman, 2004). Dalam studi ini, variabel bebas dan terikat dinilai secara simultan pada suatu saat. Jadi, tidak ada follow up pada studi ini (Pratiknya, 2001).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Tanjung Brebes dengan alasan :

1. SMA Negeri 1 Tanjung Brebes belum pernah menjadi sampel dalam penelitian sejenis

2. Kemudahan akses dalam pengambilan data

C. Subjek Penelitian

(40)

commit to user 1. Kriteria inklusi :

a. berjenis kelamin laki-laki atau perempuan

b. usia 17-20 tahun

c. masih mempunyai dua orang tua secara lengkap

d. tidak terjadi kecelakaan atau kematian anggota keluarga dalam kurun waktu 3 bulan

e. jumlah saudara kandung tidak lebih dari 3 orang

f. tidak ada masalah ekonomi dalam keluarga

2. Kriteria eksklusi :

a. siswa memiliki skor L-MMPI ≥ 10

b. siswa dengan stressor psikososial yang tinggi/psikotik/depresi berat

c. siswa dengan cacat tubuh, penyakit fisik yang berat atau menahun

D. Teknik Sampling

(41)

commit to user

Menurut patokan umum atau rule of thumb, setiap penelitian yang dianalisis dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 sampel subjek penelitian (Murti, 2006).

E. Desain Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : kecerdasan emosi

2. Variabel terikat : kecemasan

Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung Brebes

Purposive Sampling

Subjek Penelitian

Kecerdasan Emosi dengan Menggunakan Skala Inventori Kecerdasan Emosi dan Kecemasan dengan Menggunakan Skala T-MAS

Analisis Korelasi  Product Moment dari Pearson

(42)

commit to user 3. Variabel luar

a. Terkendali : kelengkapan orang tua, penyakit menahun, kecacatan tubuh, jumlah saudara kandung, masalah ekonomi keluarga, dan kematian anggota keluarga.

b. Tidak terkendali : faktor genetik, gaya hidup, stressor psikososial yang tinggi/psikotik/depresi berat.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan baik diri sendiri maupun orang lain dan kemampuan mengendalikan perasaan dengan baik sehingga mampu untuk melakukan hubungan sosial yang sehat dengan orang lain dan mampu mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.

Nilai kecerdasan emosi diperoleh dari skor jawaban subjek pada skala EQ. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi kecerdasan emosi, demikian pula sebaliknya.

Skala kecerdasan emosi termasuk dalam skala interval. 2. Variabel Terikat

(43)

commit to user

atau yang tak terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak diketahui.

Nilai kecemasan diukur dengan menggunakan skala TMAS, sebagai cut off point yaitu:

a. cemas : bila skor TMAS ≥ 21

b. tidak cemas : bila skor TMAS < 21

Skala kecemasan termasuk dalam skala interval.

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Mengingat pengukuran dalam penelitian ini adalah kuantitatif maka kuesioner yang digunakan merupakan skala psikologi sehingga setiap respon terhadap jawaban dapat diberi skor melalui proses penskalaan (scalling) (Saifuddin, 2003).

1. Kuesioner data pribadi dan identitas siswa

2. Skala L-MMPI

Kuesioner Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI) merupakan skala validitas yang berfungsi utuk

(44)

commit to user

pernyataan tersebut sesuai dengan dirinya dan “tidak” bila sebaliknya. Menurut Handi (2004), nilai batas skala adalah 10, sehingga jika responden memiliki skor ≥ 10, maka data yang diukur dari responden

tersebut dinyatakan invalid dan tidak diolah/diikutkan dalam penelitian.

3. Skala Inventori Kecerdasan Emosi/Emotional Quotient (EQ)

Peneliti menggunakan Skala Inventori EQ yang telah digunakan oleh Martina (2007) yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Salovey dan Mayer (2007), yaitu meliputi kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri-sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Skala ini telah divalidasi oleh Martina (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan antara Pola Attachment dengan Kecerdasan Emosi pada Remaja dengan item valid sebanyak 40 item. Pada penelitian Martina (2007) didapatkan koefisien korelasi validitas rxy = 0,507 dengan p <

0,05 dan koefisien reliabilitas r xx = 0,878.

(45)

commit to user

Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Inventori EQ

Jenis Item Nomor Item Jumlah

Favourable

Unfavourable

1, 2, 3, 4, 5, 11, 12, 13, 14, 15, 21,

22, 23, 24, 25, 31, 32, 33, 34, 35

6, 7, 8, 9, 10, 16, 17, 18, 19, 20, 26,

27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 40

20

20

Total 40

Dalam alat ukur ini digunakan skala: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor untuk setiap subjek didasarkan atas sifat pernyataan dan alternatif jawaban yang dipilih. Untuk pernyataan yang bersifat favourable adalah Sangat Setuju bernilai 4, Setuju bernilai 3, Tidak Setuju bernilai 2, dan Sangat Tidak Setuju bernilai 1. Sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavourable adalah Sangat Setuju bernilai 1, Setuju bernilai 2, Tidak Setuju bernilai 3, dan Sangat Tidak Setuju bernilai 4.

4. Skala T-MAS

(46)

commit to user

dirinya, dengan memberi tanda () pada kolom jawaban “ya” atau tanda (X) pada kolom jawaban “tidak”. Kuesioner T-Mas terdiri atas 13

pernyataan unfavourable (pernyataan no. 3, 4, 8, 12, 15, 18, 20, 25, 29, 38, 43, 44, 50) dan 37 pernyataan favourable (pernyataan no. 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45, 46, 47, 48, 49). Setiap jawaban dari pernyataan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban “tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk

jawaban “tidak” dan 0 untuk jawaban “ya”. Sebagai cut off point adalah

sebagai berikut:

a. Skor < 21 berarti tidak cemas b. Skor ≥ 21 berarti cemas

Suatu skala atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut. T-MAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi, tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya (Azwar, 2007).

I. Cara Kerja

1. Responden mengisi kuesioner data pribadi dan identitas siswa.

(47)

commit to user

3. Responden dengan skor L-MMPI < 10 dan memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai subjek penelitian.

4. Responden mengisi kuesioner EQ dan T-MAS sehingga bisa diketahui kecerdasan emosi dan tingkat kecemasannya.

5. Semua data primer dianalisis. Skor dari skala tiap variabel dilakukan uji korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17.0 for Windows.

J. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan, dilakukan analisis statistik dengan analisis korelasi product moment dari Pearson. Analisis korelasi ini ditujukan untuk

(48)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pengambilan data pada penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Tanjung Kabupaten Brebes, dilakukan pada kelas XII IPA sebanyak 2 rombongan belajar dan kelas XII IPS sebanyak 5 rombongan belajar. Jumlah responden atau subjek penelitian sebanyak 287 siswa. Pelaksanaan pengambilan data yaitu pada hari Selasa tanggal 10 April 2012, dilakukan satu minggu sebelum pelaksanakan Ujian Nasional 2012. Waktu pelaksanaan yaiu dari pukul 08.30 s.d. pukul 11.30 dengan dibantu oleh dua orang bapak Ibu guru pengajar SMA Negeri 1 Tanjung Brebes.

Pengambilan data meliputi: Kuesioner Biodata Responden yaitu data identitas siswa dan data pribadi siswa, Kuesioner L-MMPI, Skala Inventori Kecerdasan Emosi/EQ, dan Kuesioner T-MAS.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling setelah memenuhi kriteria siswa kelas XII berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, berusia 17-20 tahun, masih mempunyai dua orang tua secara lengkap, tidak terjadi kecelakaan atau kematian anggota keluarga dalam kurun waktu 3 bulan, jumlah saudara kandung tidak lebih dari 3 orang, dan tidak ada masalah ekonomi dalam keluarga.

(49)

commit to user A. Karakteristik Subjek Penelitian

1. Kriteria Inklusi

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Inklusi

No Uraian Kriteria Frekuensi Persentase (%)

1 Usia responden 17-20 tahun 287 100

2 Masih mempunyai dua orang tua secara lengkap

272 94,77

3 Tidak terjadi kecelakaan atau kematian anggota keluarga dalam kurun waktu 3 bulan

276 96,17

4 Jumlah saudara kandung tidak lebih dari 3 orang

218 75,96

5 Tidak ada masalah ekonomi dalam keluarga

183 63,76

2. Skala L-MMPI

Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Skala L-MMPI

No Skala Frekuensi Persentase (%)

1 L-MMPI < 10 203 70,73

(50)

commit to user 3. Kriteria Eksklusi

Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Eksklusi

No Uraian kriteria Frekuensi Persentase (%)

1 Siswa memiliki skor L-MMPI ≥ 10 84 29,27

2 Siswa dengan stressor psikososial yang tinggi/psikotik/depresi berat

15 5,23

3 Siswa dengan cacat tubuh atau penyakit fisik yang berat dan menahun

23 8,01

B. Analisis Hasil

Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung Brebes yaitu sebanyak 287 siswa, dimana yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 siswa dan yang memenuhi skor Skala Inventori L-MMPI < 10 sebanyak 51 siswa. Jadi, jumlah data yang danalisis sebanyak 51 subjek penelitian. Data diolah dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Output Frekuensi Statistika disajikan dalam Lampiran 8. 1. Deskripsi Statistika Hasil Penelitian Masing-Masing Variabel

Tabel 4.4 Deskripsi Statistika Hasil Penelitian

No Variabel Frek. Rata-rata Std Deviasi Minim. Maks.

1 Kecerdasan Emosi

51 117,31 9,02 97 135

(51)

commit to user

2. Hasil Uji Korelasi Product Moment dari Pearson

Analisis uji korelasi Product Moment dari Pearson didapatkan hasil r = - 0, 681 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian α < 0,01; r = negatif, Hipotesis diterima.

Jadi, ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMA.

(52)

commit to user BAB V

PEMBAHASAN

Hasil uji hipotesis dengan korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan adanya hubungan negatif yang cukup kuat antara variabel nilai kecerdasan emosi/Emosional Quotient (EQ) dan kecemasan, karena r = - 0, 681 dan nilai signifikan 0,000 (α < 0,01). Korelasi negatif dan signifikan (r mendekati -1), menunjukkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Jadi, ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMA, yaitu bahwa jika semakin tinggi kecerdasan emosi maka tingkat kecemasan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosinya semakin tinggi kecemasannya.

Emotional Quotient (EQ) dalam literatur berbahasa Indonesia disebut sebagai Kecerdasan Emosi. Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

Istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh

(53)

commit to user

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan

memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan ” (Shapiro, 1998).

Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu, peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran

diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. (Goleman, 2002).

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia (Prawitasari, 1995).

(54)

commit to user

penyerta psikologis meliputi perasaan-perasaan akan ada bahaya, tidak berdaya, terancam, dan takut (Dorland, 2006).

Perasaan cemas bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau resah), maupun respon fisiologis tertentu. Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang dengan ditandai dengan adanya kekhawatiran karena tidak dapar memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang (Durland dan Barlow, 2007).

Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005). Walaupun merupakan hal yang normal dialami, tetapi kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama-kelamaan dapat menjadi neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak disadari. Adanya stres pencetus dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan mekanisme untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas (Maramis, 2005).

(55)

commit to user

perasaan, mengendalikan amarah, mandiri, mengenali dan mengelola emosi, mempertahankan sikap positif masa sulit mengendalikan impuls yang berarti Kecerdasan Emosi Rendah maka Kecemasan Tinggi sedangkan siswa SMA yang Kecerdasan Emosinya tinggi mampu memahami perasaan, mengendalikan amarah, mandiri, mengenali dan mengelola emosi, mempertahankan sikap positif masa sulit mengendalikan impuls maka kecemasan rendah.

(56)

commit to user

46 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA. Korelasi negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan pada 51 siswa SMA Negeri 1 Tanjung Brebes dalam menghadapai Ujian Nasional tahun pelajaran 2011/2012 dengan nilai koefisien korelasi r = - 0,681 dan nilai sig = 0,000 , karena r = - 0, 681 mendekati -1 menunjukkan hubungan ini cukup kuat. Jadi, semakin tinggi kecerdasan emosi maka tingkat kecemasan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi kecemasannya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran penulis adalah sebagai berikut :

(57)

commit to user

47

Gambar

Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Eksklusi ..................... 40
Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Inventori EQ
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Inklusi
Tabel 4.4  Deskripsi Statistika Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit mata menular memiliki gejala yang sangat bias antara jenis yang satu dengan yang lainnya, menyebabkan jenis-jenis penyakit mata menular sulit untuk

Berdasarkan penelitian di atas, maka dibuatlah sistem pendukung keputusan yang diharapkan berfungsi untuk membantu pihak JSC (Jakarta Smart City) untuk melakukan

Pada siklus II, siswa sudah mulai aktif bekerja kelompok, hal ini dapat dilihat dari keseriusan siswa saat diskusi baik di kelompok ahli maupun di kelompok asal ,

Berdasarkan penjelasan proses enkripsi dan dekripsi yang dilakukan menunjukkan perancangan kriptografi kunci simetri menggunakan fungsi Bessel dan fungsi Dawson

1) Sebaiknya pihak Lembaga PGSD dan Pusat Pengembangan PPL UNNES menjelaskan secara detail dan jelas tentang rangkaian pelaksanaan kegiatan PPL dan kriteria

Dari data prosentase kemandirian belajar mahasiswa pada tabel 6 dalam penerapan metode pembelajaran e -learning pada siklus II mahasiswa yang memiliki kemandirian dan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Strategi Pesan : dimana diawali dengan kegiatan mengumpulkan fakta mengenai produksi kapsul Tylenol di wilayah Chicago, bekerja sama secara penuh dengan badan POM, dan