PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA SOFT SKILL MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Disertasi
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Doktor
Pendidikan Matematika
Oleh
Kurniati
NIM 0808078
SEKOLAH PASCASARJANA
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Kurniati (2014). The Enhancement of Critical and Creative Thinking Ability
in Mathematics and Soft Skills of Primary School Teacher Education Students through Contextual Teaching and Learning Approach.
This research aimed to examine the effect of the application of contextual teaching and learning (CTL) approach to the enhancement of critical thinking ability in mathematics (CTAM), creative thinking ability in mathematics (VTAM), as well as the soft skills of Primary School Teacher Education Students (PSTES). This research was quasi experimental study with the population of all PSTES in one university in the city of Bogor. The samples were PSTES who took algebra. There were two groups of samples used in the study. The first group was the experimental group, while the second group was the control group. The experimental group was given contextual teaching and learning (CTL) approach, while the control group was given conventional (CA) approach. The design of this study was a pretest-posttest control group design. The instruments used in this study were: student prior knowledge (SPK) test, pretest and posttest of CTAM and VTAM, scale of soft skills, student journals, interview and observation sheets. The scale of soft skills involved self-assessment and peer-assessment of soft skills. Student prior knowledge consists of three groups, namely high SPK, middle SPK and low SPK. The statistical analysis used to test the hypothesis of this study were the t-test, t'-test, two-way ANOVA with interaction, Mann-Whitney test, Kruskal-Wallis test, and the average of normalized gain. The results show the students’enhancement of CTAM, VTAM and soft skills who obtained CTL are better than the students who obtained CA. There are differences in CTAM and VTAM enhancement between the students in the groups of high SPK, middle SPK, and low SPK, both the students who obtained the CTL approach and CA approach. There are differences in the students’ enhancement in CTAM and VTAM based on students’SPK. There is no interaction between learning factors and SPK factors on the students’enhancement in CTAM and VTAM. The categories of CTAM and VTAM enhancement of the students who obtained CTL is higher than students who obtained CA. There is no correlation between the students’enhancement in CTAM and the students’soft skill. There is no correlation between the students’enhancement in VTAM and the students’soft skill. The students who obtained CTL are more active in asking and answering questions, and doing tasks, compared to the students who earned CA. The students who obtained CTL also have the ability to answer the questions related to CTAM and VTAM systematically.
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Kurniati (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis
serta Soft Skill Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
ABSTRACT i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iii
UCAPAN TERIMA KASIH v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 11
C.Rumusan Masalah 13
D. Tujuan Penelitian 14
E. Manfaat Penelitian 16
BAB II KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF
MATEMATIS, SOFT SKILL MAHASISWA, SERTA
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
A. Berpikir Kritis Matematis
(Critical Thinking in Mathematics) 17
B. Berpikir Kreatif Matematis
(Creative Thinking in Mathematics) 21
C. Soft Skill 26
D. Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) 30
E. Teori Pendukung Pembelajaran Kontekstual 57
F. Hubungan antara KBKM, KBFM, Soft Skill dan
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
G. Penelitian yang Relevan 67
H. Kerangka Pemikiran 88
I. Hipotesis Penelitian 88
BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian 90
B. Populasi dan Sampel 91
C. Definisi Operasional 92
D. Instrumen Penelitian 93
E. Prosedur Penelitian 109
F. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 111
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 118
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
(KBKM) 119
2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
(KBFM) 129
3. Peningkatan Soft Skill 138
4. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis
dan Kreatif Matematis dengan Soft Skill 143
5. Perbedaan Aktivitas Mahasiswa 144
B. Pembahasan 144
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis (KBKM) 146
2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBFM) 149
3. Soft Skill Mahasiswa 151
4. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis dan Kreatif Matematis dengan Soft Skill 155
5. Aktivitas Mahasiswa 156
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Saran 160
DAFTAR PUSTAKA 161
LAMPIRAN-LAMPIRAN 171
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas,
Variabel Terikat dan Variabel Kontrol 90
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi dari Nurgana 95
Tabel 3.3 Validitas Butir Soal Tes KAM 99
Tabel 3.4 Indeks Kesukaran Tes KAM 99
Tabel 3.5 Daya Pembeda Tes KAM 100
Tabel 3.6 Validitas Butir Soal Pretes/Postes KBKM 100
Tabel 3.7 Indeks Kesukaran Pretes/Postes KBKM 100
Tabel 3.8 Daya Pembeda Pretes/Postes KBKM 102
Tabel 3.9 Validitas Butir Soal Pretes/Postes KBFM 102
Tabel 3.10 Indeks Kesukaran Pretes/Postes KBFM 103
Tabel 3.11 Daya Pembeda Pretes/Postes KBFM 103
Tabel 3.12 Validitas Butir Pernyataan Skala Soft Skill 104
Tabel 3.13 Klasifikasi Dua Arah dengan Beberapa Pengamatan per Sel 114
Tabel 3.14 Analisis Ragam bagi Nilai Postes KBKM dan KBFM 115
Tabel 3.15 Kriteria Gain Ternormalisasi 117
Tabel 4.1 Uji Normalitas Data Pretes KBKM 119
Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Pretes pada KBKM 120
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Skor Peningkatan KBKM 120
Tabel 4.4 Nilai Rata-rata Skor Peningkatan KBKM secara Keseluruhan 121
Tabel 4.5 Nilai Rata-rata dan Simpangan Baku Skor Peningkatan
KBKM Berdasarkan KAM 122
Tabel 4.6 Uji Normalitas Skor Peningkatan KBKM Berdasarkan KAM 123
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Skor Peningkatan KBKM 124
Tabel 4.8 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Analisis KBKM 126
Tabel 4.9 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Sintesis KBKM 126
Tabel 4.10 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Evaluasi KBKM 127
Tabel 4.11 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Pemecahan Masalah 127
Tabel 4.12 Klasifikasi Nilai Gain Rata-Rata Ternormalisasi <g>
pada KBKM 128
Tabel 4.13 Uji Normalitas pada Data Pretes KBFM 129
Tabel 4.14 Nilai Rata-Rata Pretes KBFM secara Keseluruhan 130
Tabel 4.15 Uji Normalitas Distribusi Data Skor Peningkatan KBFM 130
Tabel 4.16 Nilai Rata-Rata Skor Peningkatan pada KBFM secara
Keseluruhan
131
Tabel 4.17 Nilai Rata-Rata Skor Peningkatan KBFM Berdasarkan KAM 132
Tabel 4.18 Uji Normalitas Skor Peningkatan KBFM Berdasarkan KAM 132
Tabel 4.19 Hasil Uji ANOVA Dua Arah dengan Interaksi pada Skor
Peningkatan KBFM 134
Tabel 4.20 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Flexibility
KBFM 135
Tabel 4.21 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Fluency
KBFM 135
Tabel 4.22 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Elaboration
KBFM 136
Tabel 4.23 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Originality
KBFM 136
Tabel 4.24 Perolehan Gain Nilai Rata-Rata Ternormalisasi <g> pada
KBFM 137
Tabel 4.25 Rata-rata Nilai Skor SSPD Awal secara Keseluruhan 139
Tabel 4.26 Rata-Rata Skor Skala SSPD Awal dan Akhir secara
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.27 Uji Perbedaan Skor SSPD Awal dan SSPD Akhir
Kelompok PK 140
Tabel 4.28 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Skor SSPD Akhir antara KAM
Tinggi, KAM Sedang, dan KAM Rendah 141
Tabel 4.29 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata SSPD Berdasarkan KAM 142
Tabel 4.30 Uji Korelasi Spearman antar Hasil Instrumen 142
Tabel 4.31 Korelasi antara Skor Skala SPPD dan Skala SSPT 143
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian 110
Gambar 4.1 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Faktor KAM
terhadap KBKM 125
Gambar 4. 2 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Faktor KAM
terhadap KBFM 134
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Rencana Pembelajaran 171
Bahan Ajar 220
LAMPIRAN B Tes KAM 287
Pretes dan Postes 297
Skala Soft Skill 318
Jurnal Mahasiswa 338
Lembar Wawancara 341
Format Observasi 345
LAMPIRAN C Hasil Uji Coba Tes KAM 350
Hasil Uji Coba Pretes dan Postes 358
LAMPIRAN D Analisis Data Pretes
Analisis Data Postes
389
397
Analisis Data SSPD Awal
Analisis Data SSPD Akhir
408
419
LAMPIRAN E Perijinan 456
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menuntut adanya reformasi guru agar memiliki kompetensi dengan
tingkat yang lebih baik. Kompetensi yang dibutuhkan oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya mencakup kompetensi: pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang harus dimiliki guru
berkenaan dengan karakteristik peserta didik ditinjau dari berbagai aspek seperti
fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Kompetensi profesional
adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran. Kemampuan kepribadian adalah sifat dan perilaku seorang guru yang
berhubungan dengan tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu
pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi
dan sebagai anggota masyarakat. Kemampuan sosial merupakan kemampuan
seorang guru berhubungan dengan masyarakat, lingkungan sekolah dan
lingkungan keluarga, meliputi kemampuan melakukan komunikasi, bekerja sama,
memimpin, memecahkan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat, sekolah dan keluarga.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan bahwa hasil
rata-rata UKA guru secara nasional adalah 42 dari nilai maksimal 100 (Akuntono,
2012b). Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan guru masih belum seperti
yang diharapkan. Hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) yang pertama kali
diselenggarakan sebagai syarat dalam mengikuti Pendidikan dan Latihan Guru
(PLPG) tahun 2012 menunjukkan bahwa kemampuan guru di Indonesia masih
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Fakta lain yang menunjukkan masih rendahnya kompetensi guru di
Indonesia diketahui dari nilai rata-rata Uji Kompetensi Guru (UKG) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. UKG diikuti
oleh guru-guru yang telah bersertifikat dengan tujuan untuk mendapatkan peta
kompetensi dalam rangka melakukan pembinaan selanjutnya. UKG dilaksanakan
dalam dua gelombang. Menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, nilai rata-rata UKG untuk gelombang pertama adalah 4,5
(Akuntono, 2012a). Nilai rata-rata UKG gelombang kedua yang dilakukan secara
online menunjukkan nilai rata yang belum lebih baik dibandingkan nilai
rata-rata UKG gelombang pertama (Sobri, 2012).
Hasil observasi terhadap guru-guru peserta PLPG Rayon 35 tahun 2012
menunjukkan bahwa sebagian besar guru sekolah dasar menganggap bahwa
soal-soal matematika adalah soal-soal yang tersulit yang ditemukan dalam soal-soal UKA. Bagi
para guru, soal-soal matematika dalam UKA termasuk ke dalam soal non rutin
yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan menerapkan rumus, melainkan harus
menggunakan kemampuan berpikir matematis yang lebih tinggi seperti analisis,
sintesis dan evaluasi. Soal-soal matematika yang dianggap sulit oleh peserta
adalah soal-soal mengenai pola penalaran dan soal perbandingan. Kondisi seperti
ini menunjukkan bahwa guru-guru sekolah dasar di Indonesia belum mampu
menyelesaikan soal-soal jenis non rutin yang memerlukan kemampuan berpikir
matematis tingkat tinggi. Guru-guru hanya terbiasa membuat dan menyelesaikan
soal-soal rutin seperti yang biasa diberikan kepada para peserta didik mereka di
sekolah dasar. Ketidakmampuan guru dalam menyelesaikan soal-soal non rutin
yang terdapat dalam tes UKA dan tes UKG menunjukkan bahwa guru-guru belum
memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, termasuk diantaranya
adalah kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis. Dengan kata lain,
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis guru-guru sekolah dasar di
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebagai peletak dasar kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis pada
peserta didik, guru sekolah dasar hendaknya memiliki kemampuan berpikir kritis
dan kreatif matematis agar dapat menumbuhkembangkan
kemampuan-kemampuan tersebut kepada para peserta didik. Rendahnya kemampuan-kemampuan berpikir
kritis dan kreatif matematis pada guru-guru di sekolah dasar diduga menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif
peserta didik Indonesia.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif guru diduga terjadi karena
guru tidak terbiasa melakukan kegiatan penyelidikan (inkuiri) untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang sulit. Guru-guru hanya terbiasa
menggunakan pembelajaran biasa (ekspositori) yang biasanya hanya melibatkan
soal-soal rutin, padahal untuk memecahkan soal-soal non rutin diperlukan
pembelajaran yang lebih inovatif, misalnya inkuiri. Inkuiri merupakan salah satu
prinsip dalam pendekatan Pembelajaran Kontekstual yang penting, karena melalui
kegiatan inkuiri diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya
sendiri (konstruktivisme).
Akibat dari masih banyaknya guru yang memiliki kompetensi yang rendah
membawa dampak terhadap peserta didik di sekolah. Dampak negatif bagi para
peserta didik diantaranya adalah: peserta didik hanya memiliki kemampuan
berpikir yang rendah; peserta didik tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis
dan kreatif; peserta didik tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang
terjadi dalam kehidupan; peserta didik tidak siap memasuki dunia kerja dan
bersaing dengan pekerja dari luar negeri. Dampak lain dari rendahnya kemampuan
guru bagi pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru menjadi kurang kondusif sehingga tidak menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, menarik, membangkitkan motivasi dan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif, serta menumbuhkembangkan soft skill peserta didik.
Rendahnya kemampuan berpikir matematis peserta didik di Indonesia,
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Beberapa studi menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh para peserta didik
Indonesia masih rendah dalam menyelesaikan soal-soal yang disajikan dalam
kompetisi internasional yang memuat soal-soal yang memerlukan kemampuan
berpikir tingkat tinggi, seperti kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.
Hasil studi The Trend in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) tahun 2011 menunjukkan bahwa skor kemampuan matematis peserta
didik Indonesia adalah 386 di bawah rata-rata skor internasional 500 (Mullis,
Martin, Foy dan Arora, 2012). Tidak berbeda dengan hasil studi TIMSS, hasil
penelitian Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2012
menunjukkan bahwa skor kemampuan matematis peserta didik Indonesia adalah
375, berada di bawah rata-rata skor internasional sebesar 494 (National Center for
Education Statistics, 2013). Hasil studi TIMSS dan PISA ini menunjukkan bahwa
kemampuan peserta didik Indonesia masih jauh di bawah kemampuan peserta
didik internasional.
Materi yang diujikan dalam PISA tidak hanya kemampuan dalam kurikulum
sekolah, melainkan memuat kemampuan dalam menggunakan keterampilan dan
pengetahuan mereka untuk menghadapi masalah dalam kehidupan nyata (Yusuf,
2012). Peserta didik Indonesia hanya mampu menyelesaikan soal-soal rutin yang
hanya memerlukan kemampuan berpikir yang rendah. Hal ini berarti bahwa
kemampuan berpikir matematis peserta didik Indonesia masih berada pada
kemampuan matematis tingkat rendah. Peserta didik Indonesia belum memiliki
kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi seperti kemampuan berpikir kritis
dan kreatif matematis karena menurut Sumarmo (1987), kemampuan berpikir
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis termasuk kemampuan berpikir
tingkat tinggi dalam matematika.
Untuk menumbuhkan kemampuan berpikir matematis perlu dilakukan oleh
peserta didik mulai dari awal perkembangannya terutama pada saat anak duduk di
sekolah dasar (Wimbarti, 2012). Ini berarti bahwa pembelajaran matematika yang
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terjadi awal perkembangan kemampuan kognitif peserta didik. Perkembangan
awal kognitif peserta didik dalam matematika akan mempengaruhi perkembangan
berpikir matematis selanjutnya dan mempengaruhi penguasaan pelajaran lain.
Mengingat begitu besarnya dampak negatif yang terjadi pada peserta didik
akibat dari rendahnya kompetensi guru sekolah dasar di Indonesia, perlu suatu
upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir berpikir kritis dan kreatif
matematis, serta soft skill para guru di sekolah dasar. Agar seorang guru dapat
membelajarkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif kepada peserta didiknya,
dibutuhkan guru yang memiliki kemampuan dalam membelajarkan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif matematis peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ruseffendi (2006, h. 1) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
peserta didik dalam belajar adalah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru.
Kompetensi pedagogik dan kompetensi professional berkenaan dengan
pengetahuan guru terhadap materi pelajaran, psikologi anak dan pembelajaran.
Pengetahuan ini dapat diperoleh guru melalui materi selama mengikuti
perkuliahan. Oleh karena itu, kemampuan mengenai pengetahuan terhadap materi
pelajaran, karakteristik siswa dan pembelajaran termasuk ke dalam hard skill.
Tingkat hard skill guru yang dibutuhkan akan semakin meningkat seiring dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu pendidikan.
Oleh karena itu diperlukan hard skill yang lebih tinggi agar dapat menyesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi. Dibutuhkan kemampuan berpikir matematik
tingkat tinggi agar guru-guru memiliki kompetensi pedagogik dan kompetensi
professional agar memiliki hard skill yang baik, termasuk kemampuan berpikir
kritis dan kreatif matematis.
Pada kompetensi profesional, seorang guru tidak cukup hanya memiliki
pengetahuan tentang materi pelajaran, psikologi anak dan pembelajaran, namun
termasuk juga kemampuan untuk mengelola kelas. Kemampuan yang dibutuhkan
guru dalam mengelola kelas adalah kemampuan komunikasi, kemampuan
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keempat kemampuan ini termasuk ke dalam soft skill pendidik. Hal ini berarti
bahwa dalam kompetensi profesional juga dituntut soft skill.
Kemampuan kepribadian berkenaan dengan sifat dan perilaku seorang guru,
sedangkan kompetensi sosial mencakup kemampuan guru untuk berhubungan
dengan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial termasuk dalam Soft skill, sebagaimana dikemukakan oleh
Schulz (2008) bahwa soft skill adalah sekelompok sifat personal, kepedulian
sosial, kecakapan dalam bahasa, hubungan pertemanan, dan optimisme.
Soft skill yang dibutuhkan oleh seorang guru/pendidik adalah: kemampuan
komunikasi (communication skills), kemampuan kepemimpinan (leadership
skills), kemampuan bekerja sama (team work capability), dan kemampuan
pemecahan masalah (problem solving skills). Kemampuan komunikasi mencakup
kemampuan: menyampaikan ide dengan jelas, runtut, menggunakan bahasa baku,
dapat menyimak informasi dengan aktif dan memberi tanggapan yang sesuai.
Kemampuan kepemimpinan mencakup kemampuan: merancang dan
mengorganisasi suatu kegiatan, menerima pendapat orang lain, memotivasi
anggota kelompok, bersikap adil, dan dapat mengambil keputusan cepat.
Kemampuan bekerja sama meliputi kemampuan: berinteraksi dalam kelompok,
berperan dalam kelompok, memberi sumbangan ide, dan menghargai pendapat
orang lain. Kemampuan pemecahan masalah mencakup kemampuan: mampu
mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, merancang strategi dan
melakukan pemecahan masalah, melakukan generalisasi, dan melakukan refleksi.
Di antara empat kemampuan tersebut di atas, kemampuan komunikasi
adalah soft skill terpenting yang harus dimiliki seorang pendidik. Kemampuan
komunikasi diperlukan seorang pendidik untuk melakukan transfer ilmu
pengetahuan kepada peserta didik (Listyani, 2012). Seorang pendidik harus dapat
menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik dengan jelas dan terstruktur
serta menggunakan bahasa baku sehingga peserta didik dapat memahami materi
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang dikemukakan oleh peserta didik dengan aktif dan dapat memberikan
tanggapan yang sesuai terhadap persoalan yang dikemukakan oleh peserta didik.
Selain keempat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdapat
kemampuan soft skill lainnya yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Soft skill
ini yang dikelompokkan dalam intrapersonal skill. Intrapersonal skill mencakup
sifat-sifat personal (atribut pribadi) seperti jujur, percaya diri, kepedulian sosial,
tanggung jawab, sopan-santun, etika, dan rasa emphati.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta
soft skill guru-guru di sekolah dasar dapat dilakukan dengan melatih kemampuan
berpikir kritis dan kreatif serta soft skill mahasiswa calon guru pada saat
mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Salah satu cara yang diperkirakan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis adalah
dengan melaksanakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Dalam Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual, terdapat tujuh prinsip yang diduga dapat
menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta
soft skill mahasiswa calon guru. Tujuh prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual
yang diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis, serta soft skill mahasiswa adalah prinsip: konstruktivisme, inkuiri,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.
Penerapan prinsip konstruktivisme dalam Pembelajaran Kontekstual
menuntut peserta didik agar dapat membangun pengetahuannya sendiri.
Pengetahuan ini dibangun melalui pengalaman nyata dengan cara memecahkan
masalah, menemukan sesuatu dan menumbuhkan ide. Kemampuan memecahkan
masalah, menemukan, dan menumbuhkan ide termasuk dalam kemampuan
berpikir kritis dan kreatif. Diperlukan daya imajinasi, keseriusan, ketekunan, dan
kemandirian (pengaturan diri) dalam memecahan masalah, menemukan sesuatu
dan menumbuhkan ide. Peserta didik dapat membangun pengetahuan mereka
melalui keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, penerapan
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan kreatif matematis serta soft skill seperti: daya imajinasi, keseriusan,
ketekunan, pengaturan diri, rasa tanggung jawab dan keterampilan pemecahan
masalah.
Penerapan metode inkuiri diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
penyelidikan (inkuiri) pada peserta didik. Kemampuan menyelidiki dalam
matematika mencakup kemampuan: mengidentifikasi masalah, membuat prediksi,
menyusun hipotesis (mencari strategi pemecahan), menguji hipotesis
(melaksanakan strategi pemecahan), memeriksa kembali pemecahan, mencari
alternatif pemecahan lain dan menyusun teori (kesimpulan). Dengan demikian,
kegiatan penyelidikan memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti
kemampuan: analisis, sintesis, evaluasi, pemecahan masalah, generalisasi yang
termasuk dalam kemampuan berpikir kritis matematis. Pada kegiatan inkuiri juga
dibutuhkan kepekaan terhadap masalah, kelancaran dalam memecahkan masalah
(fluency), kemampuan untuk berpindah dari satu jawaban ke jawaban lain jika
terjadi kebuntuan dengan suatu cara (flexibility), melakukan eksplorasi terhadap
permasalahan (elaboration), dan melakukan dapat menemukan cara baru atau
memodifikasi cara yang sudah ada (originality). Kemampuan-kemampuan
tersebut termasuk dalam kemampuan berpikir kreatif matematis. Soft skill yang
dapat dikembangkan melalui metode inkuiri adalah: daya imajinasi, keseriusan,
tanggung jawab, etika dan tata krama, pengaturan diri dan waktu, keterampilan
komunikasi, kemampuan sosial, kerja sama, dan keterampilan pemecahan
masalah. Jadi, pada kegiatan inkuiri dapat dilatih kemampuan berpikir kritis
kreatif matematis serta soft skill mahasiswa.
Prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual selanjutnya adalah bertanya.
Kegiatan bertanya dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh informasi dan
mengkonfirmasi hal-hal yang sudah diketahui dalam kegiatan inkuiri. Dalam
menyusun suatu pertanyaan, peserta didik harus berusaha memahami
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pertanyaan yang sesuai dengan apa yang ingin diketahui dengan kalimat yang
santun dan mendengarkan jawaban dari pendidik dengan tekun.
Kegiatan bertanya yang dilakukan oleh pendidik adalah untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik. Pertanyaan terbuka
digunakan agar peserta didik dapat memberikan jawaban yang memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berikut ini adalah contoh pertanyaan
terbuka: Bagaimana cara menyelesaikan persamaan kuadrat
Pertanyaan ini dapat menghasilkan beberapa jawaban karena terdapat beberapa
cara untuk menyelesaikan suatu persamaan kuadrat, yaitu menggunakan cara
pemfaktoran, menggunakan rumus, melengkapkan persamaan kuadrat menjadi
kuadrat sempurna, dan menggunakan grafik.
Prinsip masyarakat belajar menghendaki adanya kegiatan belajar dalam
suatu komunitas. Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada komunikasi dua arah,
setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bertanya maupun
mengemukakan pendapat. Pembentukan pemahaman suatu pengetahuan dapat
diperoleh melalui sharing idea antar peserta didik, dari yang sudah paham ke
peserta didik yang belum paham. Oleh karena itu, prinsip masyarakat belajar
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta soft skill berupa:
penghargaan diri, rasa tanggung jawab, kemampuan sosial, etiket dan tata krama,
serta sopan santun, kerja sama, serta keterampilan komunikasi.
Prinsip pemodelan dalam Pembelajaran Kontekstual menuntut adanya
pemberian contoh yang dapat dilakukan oleh pendidik, peserta didik atau ahli
yang didatangkan ke kelas. Untuk menjadi seorang model diperlukan
kemampuan penguasaan konsep, keterampilan mengkomunikasikan konsep dan
mendemonstrasikan suatu prosedur dengan lancar.
Prinsip refleksi pada Pembelajaran Kontekstual menghendaki adanya
kegiatan berpikir mengenai apa yang telah dipelajari atau yang telah dilakukan
untuk mengetahui apa yang sudah baik dan apa yang perlu diperbaiki. Berpikir
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sintesis dan evaluasi, serta kemampuan berpikir kreatif matematis untuk mencari
alternatif pemecahan masalah lain. Kegiatan refleksi dapat dilakukan dengan cara
memberi pertanyaan langsung atau dengan cara tertulis secara serius, jujur dan
bertanggung jawab. Diperlukan keterampilan komunikasi untuk mengemukakan
pendapat mengenai kegiatan yang telah dilakukan. Dengan demikian, penerapan
prinsip refleksi diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif serta soft skill seperti: daya imajinasi, keseriusan, kejujuran, rasa
tanggung jawab, etiket, dan sopan santun.
Prinsip penilaian autentik dalam Pembelajaran Kontekstual menuntut
pendidik untuk mengumpulkan data berupa nilai untuk mengetahui kemajuan
belajar peserta didik untuk mengetahui apakah peserta didik mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Penilaian dilakukan terhadap seluruh kegiatan yang
dilakukan peserta didik selama proses pembelajaran. Mengingat penilaian
dilakukan selama proses pembelajaran, peserta didik akan mengikuti
pembelajaran dengan serius, tekun, mandiri, berpikir kritis dan kreatif, jujur, dan
penuh rasa tanggung jawab.
Pembelajaran Kontekstual diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif matematis, serta soft skill mahasiswa. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian tentang penerapan Pembelajaran Kontekstual pada
mahasiswa calon guru untuk membuktikan dugaan tersebut. Pelaksanaan
Pembelajaran Kontekstual pada penelitian ini didasarkan pada tujuh prinsip yang
telah disebutkan. Berkenaan dengan prinsip inkuiri, pada tahap awal penelitian
dilakukan menggunakan metode inkuiri terbimbing, kemudian secara bertahap
intervensi pendidik dikurangi sampai akhirnya menggunakan metode inkuri
bebas. Penerapan inkuiri bebas dimungkinkan mengingat bahwa perkembangan
kognitif peserta didik calon guru dianggap telah berada pada tahap berpikir
formal sehingga dapat melakukan penalaran deduktif matematis.
Untuk meningkatkan kemampuan dalam berpikir kritis dan kreatif
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sampai pada tahap mahasiswa dapat mengajukan soal Kontekstual dan mampu
melakukan kegiatan inkuiri sendiri dengan sedikit sekali bimbingan dari pendidik.
Kemampuan untuk membuat soal jenis kontekstual perlu dimiliki oleh calon guru
sekolah dasar agar dapat melaksanakan pendekatan Pembelajaran Kontekstual
pada saat mengajar di sekolah.
Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok dengan perlakuan yang
berbeda. Kelompok pertama adalah kelompok yang memperoleh pendekatan
Pembelajaran Kontekstual sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok
yang mendapat pendekatan Pembelajaran Konvensional. Pada kelompok yang
pertama, mahasiswa calon guru sekolah dasar memperoleh pendekatan
Pembelajaran Kontekstual. Pada tahap awal penelitian, kelompok ini
menggunakan metode inkuiri terbimbing sehingga soal (berupa soal Kontekstual)
diberikan oleh pendidik dan mahasiswa diberi bimbingan selama proses inkuiri,
selanjutnya intervensi pendidik dikurangi (metode inkuiri yang dimodifikasi),
yaitu dengan mengurangi pembimbingan selama proses inkuiri walaupun soal
tetap diberikan oleh pendidik. Pada akhirnya digunakan metode inkuiri bebas,
yaitu soal dibuat oleh mahasiswa dan pendidik hanya sedikit memberi bimbingan.
Pada kelompok kedua, peserta didik memperoleh Pembelajaran Konvensional.
Berdasarkan kajian mengenai prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
yang memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis pada peserta didik, maka diduga bahwa pendekatan Pembelajaran
Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis
serta soft skill mahasiswa calon guru sekolah dasar yang lebih baik dibandingkan
dengan pendekatan Pembelajaran Konvensional.
Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis, serta soft skill dilakukan terhadap kelompok mahasiswa secara
keseluruhan dan berdasarkan kemampuan awal mahasiswa (KAM) tinggi, sedang
dan rendah. Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengetahui apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan KAM
dalam kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif matematis
sehingga dapat diketahui pada kelompok mana Pembelajaran Kontekstual ini
memberikan peningkatan yang paling baik dan apakah Pembelajaran Kontekstual
dapat diterapkan pada ketiga kelompok kemampuan awal mahasiswa tersebut.
Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis serta soft skill mahasiswa PGSD telah dilakukan. Hasil-hasil penelitian
yang diperoleh selanjutnya ditulis dalam laporan ini berupa disertasi berjudul
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis serta Soft Skill Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran Kontekstual”.
B.Identifikasi Masalah
Hasil UKA dan UKG yang dicapai guru pada tahun 2012 yang masih
rendah sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah, menunjukkan
bahwa kompetensi guru-guru di Indonesia belum sesuai seperti yang diharapkan
dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 (Akuntono, 2012b). Undang-undang
tersebut menuntut adanya peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan
tugasnya mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial. Soal-soal pada UKA dan UKG memuat
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Rendahnya nilai UKA dan
UKG guru ini berarti bahwa kompetensi guru-guru di Indonesia terutama dalam
kemampuan pedagogik dan kemampuan profesional masih rendah.
Rendahnya kemampuan pedagogik guru berarti bahwa pemahaman guru
yang berkenaan dengan siswa dan karakteristiknya masih kurang. Demikian pula
dengan rendahnya kompetensi guru dalam kemampuan profesional berarti bahwa
kemampuan guru dalam melaksanakan tugas mencakup kegiatan merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, belum mencapai standar minimal
yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemampuan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran berkenaan
dengan penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan kemampuan guru dalam
mengelola kelas selama pembelajaran. Kemampuan guru dalam penguasaan
materi pelajaran termasuk ke dalam hard skill, sedangkan kemampuan dalam
mengelola kelas selama pembelajaran termasuk ke dalam kemampuan soft skill
seperti kemampuan dalam komunikasi, kepemimpinan, kerjasama, dan
kemampuan pemecahan masalah. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan
kemampuan guru dalam bidang hard skill maupun soft skill.
Rendahnya kompetensi guru membawa dampak yang luas terhadap peserta
didik. Dampak negatif yang dapat terjadi adalah peserta didik hanya memiliki
kemampuan berpikir tingkat rendah, tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis
dan kreatif; tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam
kehidupan; tidak siap memasuki dunia kerja dan tidak mampu berkompetisi
dengan pekerja lain. Selain berdampak terhadap kemampuan peserta didik,
rendahnya kemampuan guru menyebabkan pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru menjadi kurang kondusif sehingga tidak menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, menarik, membangkitkan motivasi serta serta guru tidak mampu
menumbuhkembangkan kemampuan soft skill peserta didik.
Prestasi peserta didik Indonesia di dunia internasional yang masih rendah
merupakan bukti bahwa produk pendidikan yang dihasilkan oleh guru-guru
selama ini masih memiliki kemampuan rendah. Hasil studi PISA dan TIMSS
menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia masih jauh di bawah
kemampuan peserta didik internasional. Rendahnya prestasi peserta didik
Indonesia di dunia internasional menunjukkan bahwa peserta didik Indonesia
masih memiliki tingkat berpikir matematis yang rendah, belum memiliki
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.
Besarnya dampak dari rendahnya kemampuan guru terhadap peserta didik
merupakan masalah yang perlu dipecahkan. Apabila hal ini dibiarkan terus
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dunia internasional. Perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan
rendahnya kemampuan berpikir para guru tersebut.
Penelitian ini merupakan upaya untuk memecahkan masalah rendahnya
kemampuan guru-guru di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta soft skill mahasiswa
calon guru melalui Pembelajaran Kontekstual. Penelitian dilakukan pada
mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang mengambil Mata Kuliah
Aljabar. Topik-topik yang diambil dalam penelitian meliputi konsep: persamaan
dan pertidaksamaan linier, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, barisan dan
deret aritmetika, serta barisan dan deret geometri.
C.Rumusan Masalah
Rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah:
Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis (KBKM), kemampuan
berpikir kreatif matematis (KBFM), dan soft skill peserta didik yang memperoleh
Pembelajaran Kontekstual (PK) lebih baik daripada peserta didik yang
memperoleh Pembelajaran Konvensional/Biasa (PB) ditinnjau secara keseluruhan
dan berdasarkan Kemampuan Awal Mahasiswa (KAM)?
Rumusan masalah umum diuraikan secara terperinci sebagai berikut:
1) Apakah peningkatan KBKM peserta didik yang memperoleh PK lebih baik
daripada peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga
KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; (d) KAM rendah?
2) Apakah peningkatan KBFM peserta didik yang memperoleh PK lebih baik
daripada peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga
KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; (d) KAM rendah?
3) Apakah peningkatan soft skill peserta didik yang memperoleh PK lebih baik
daripada peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4) Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB)
dengan kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan
KBKM peserta didik?
5) Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB)
dengan kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan
KBFM?
6) Apakah terdapat perbedaan klasifikasi peningkatan KBKM antara peserta didik
yang mendapat PK dengan peserta didik yang mendapat PB ditinjau: (a) secara
keseluruhan; (b) pada setiap indikator KBKM?
7) Apakah terdapat perbedaan klasifikasi peningkatan KBFM antara peserta didik
yang mendapat PK dengan peserta didik yang mendapat PB ditinjau: (a) secara
keseluruhan; (b) pada setiap indikator KBFM?
8) Apakah terdapat perbedaan peningkatan soft skill antara peserta didik yang
mendapat PK dengan peserta didik yang mendapat PB ditinjau: (a) secara
keseluruhan; (b) pada setiap indikator soft skill?
9) Apakah terdapat korelasi antara KBKM dan KBFM dengan kemampuan soft
skill pada peserta didik?
10) Apakah terdapat perbedaan aktivitas peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran dan cara menjawab soal postes yang memperoleh PK dan PB?
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1) Menganalisis perbedaan peningkatan KBKM antara peserta didik yang
memperoleh PK dengan peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan:
(a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; dan
(d) KAM rendah.
2) Menganalisis perbedaan peningkatan KBFM antara peserta didik yang
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; dan
(d) KAM rendah.
3) Menganalisis perbedaan peningkatan soft skill antara peserta didik yang
memperoleh PK dengan peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan:
(a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; dan (d) KAM
rendah.
4) Menganalisis interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB) dengan
kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan KBKM
peserta didik.
5) Menganalisis interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB) dengan
kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan KBFM
peserta didik.
6) Menganalisis perbedaan klasifikasi peningkatan KBKM antara peserta didik
yang mendapat PK dengan PB, ditinjau: (a) secara keseluruhan (b) pada
setiap indikator KBKM.
7) Menganalisis perbedaan klasifikasi peningkatan KBFM peserta didik yang
mendapat PK dengan PB, ditinjau: (a) secara keseluruhan (b) pada setiap
indikator KBFM.
8) Menganalisis perbedaan peningkatan soft skill peserta didik yang mendapat
Pembelajaran Kontekstual dengan pembelajaran biasa, ditinjau: (a) secara
keseluruhan (b) pada setiap indikator soft skill.
9) Menganalisis korelasi antara KBKM dengan soft skill peserta didik dan
korelasi antara KBFM dengan soft skill peserta didik.
10) Menganalisis perbedaan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
dan cara menjawab soal postes yang memperoleh PK dan PB.
E.Manfaat Penelitian
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a) Peserta didik
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif matematis, serta meningkatkan soft skill peserta didik
yang bermanfaat dalam melaksanakan studi maupun ketika memasuki dunia
kerja.
b) Pengajar
Pembelajaran Kontekstual dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi
pengajar di tingkat perguruan tinggi.
c) Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti untuk menganalisis
teori tentang kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, soft skill peserta
didik, dan pengembangan Pembelajaran Kontekstual di perguruan tinggi.
d) Pembuat Kebijakan
Pembelajaran Kontekstual diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif
pembelajaran di perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan berpikir
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi ekperimen dengan desain
kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design) sebagai
berikut:
A O X O
A O O
Keterangan:
X : Perlakuan dengan Pembelajaran Kontekstual
A : Pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling)
O : Pemberian pretes atau postes.
Pada penelitian ini terdapat satu kelompok ekperimen dan satu kelompok
kontrol. Kelompok eksperimen diberi Pembelajaran Kontekstual (PK), sedangkan
kelompok kontrol diberi Pembelajaran Biasa (PB). Setiap kelompok diberi pretes
dan postes yang sama. Keterkaitan antara variabel bebas (PK dan PB) dengan
variabel kontrol kelompok kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) pada
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill peserta didik
disajikan dengan Model Weiner.
Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol
Tingkat Kemampuan Peserta didik
Pembelajaran Kontekstual (A)
Pembelajaran Konvensional (B)
K F S K F S
Tinggi (H) KHA FHA SHA KHB FHB SHB
Sedang (M) KMA FMA SMA KMB FMB SMB
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keterangan:
K : Kemampaun Berpikir Kritis Matematis (KBKM)
F : Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBFM)
A : Pembelajaran Kontekstual (PK)
B : Pembelajaran Konvensional/Biasa (PB)
KHA : KBKM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PK.
KMA : KBKM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PK.
KLA : KBKM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PK.
FHA : KBFM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PK.
FMA : KBFM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PK.
FLA : KBFM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PK.
SHA : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PK.
SMA : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok sedang menggunakan PK.
SLA : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok rendah menggunakan PK.
KHB : KBKM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PB.
KMB : KBKM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PB.
KLB : KBKM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PB.
FHB : KBFM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PB.
FMB : KBFM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PB.
FLB : KBFM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PB.
SHB : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PB.
SMB : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok sedang menggunakan PB.
SLB : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok rendah menggunakan PB.
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD) di salah satu universitas di Kota Bogor, sedangkan sampel
yang diambil adalah mahasiswa yang mengontrak mata kuliah Aljabar sebanyak
70 orang. Alasan dipilihnya peserta didik PGSD dalam penelitian ini adalah:
a) Tingkat perkembangan kognitif peserta didik diperkirakan telah berada pada
tingkat berpikir formal karena sudah mampu berpikir logis dan abstrak.
Mahasiswa dianggap dapat menerima tugas-tugas dengan tingkat kemampuan
tinggi seperti membuat soal jenis kontekstual dan menyusun scaffolds.
b) Calon guru sekolah dasar perlu memiliki kemampuan untuk melaksanakan
PK, misalnya mampu menyusun soal kontekstual, dapat membimbing peserta
didik dalam melaksanakan kegiatan inkuiri, dan menyusun scaffolds.
c) Calon guru sekolah dasar perlu memiliki hard skill dan soft skill yang tinggi
agar dapat melaksanakan tugas dengan baik setelah mengajar di sekolah dasar.
Sampel penelitian terdiri dari dua dua kelompok yang berbeda. Kelompok
Eksperimen adalah kelompok mahasiswa yang memperoleh Pembelajaran
Kontekstual, sedangkan Kelompok Kontrol adalah kelompok mahasiswa yang
memperoleh Pembelajaran Biasa. Kelompok Eksperimen terdiri dari 30 orang
mahasiswa dan Kelas Kontrol terdapat 40 orang mahasiswa. Pemilihan sampel
dilakukan dengan cara acak kelompok. Karakteristik peserta didik program studi
PGSD di perguruan tinggi swasta tersebut diasumsikan homogen berdasarkan usia
dan asal sekolah.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional untuk setiap variabel dalam penelitian ini adalah:
1) KBKM adalah kemampuan yang mencakup kemampuan melakukan analisis,
sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah.
2) KBFM adalah kemampuan mencakup: kefasihan (fluency), fleksibilitas
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3) Soft skill mahasiswa PGSD adalah keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
sebagai seorang pendidik, yaitu: atribut pribadi, kemampuan komunikasi,
kemampuan kepemimpinan, kemampuan bekerjasama, dan kemampuan
pemecahan masalah. Atribut pribadi mencakup sifat: jujur, percaya diri,
kepedulian sosial, tanggung jawab, sopan-santun, etika, dan rasa emphati.
Kemampuan komunikasi mencakup: mampu menyampaikan ide dengan jelas
dan runtut, menggunakan bahasa baku, menyimak informasi dengan aktif dan
memberi tanggapan yang sesuai. Kemampuan kepemimpinan mencakup
kemampuan: merancang dan mengorganisasi suatu kegiatan, menerima
pendapat orng lain, memotivasi anggota kelompok, bersikap adil, dan dapat
mengambil keputusan cepat. Kemampuan bekerja sama meliputi kemampuan:
berinteraksi dalam kelompok, berperan dalam kelompok, memberi sumbangan
ide, dan menghargai pendapat orang lain. Kemampuan pemecahan masalah
mencakup kemampuan: mampu mengidentifikasi masalah, menganalisis
masalah, merancang strategi dan melakukan pemecahan masalah, melakukan
generalisasi, dan melakukan refleksi.
4) Pembelajaran Kontekstual (PK) adalah pembelajaran yang mengaitkan antara
materi yang diajarkan di kelas dengan situasi dunia nyata peserta didik yang
mempunyai tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment).
5) Pembelajaran Konvensional/Biasa (PB) adalah pembelajaran ekspositori yang
dilakukan dengan cara pendidik menerangkan materi pelajaran, memberi
contoh soal dan cara penyelesaiannya, memberikan soal-soal latihan untuk
dikerjakan peserta didik di kelas dan memeriksanya secara individual maupun
klasikal.
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Tes Kemampuan
Awal Mahasiswa (KAM), Tes KBKM dan Tes KBFM, Skala Soft Skill Model
Likert mencakup Skala Soft Skill Penilaian Diri (SSPD) dan Skala Soft Skill
Penilaian Teman (SSPT), lembar observasi, lembar wawancara, dan jurnal
mahasiswa. Perangkat alat pembelajaran yang dipergunakan dalam penelitian ini
mencakup: Silabus Mata Kuliah Aljabar, Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Mata
Kuliah Aljabar, Bahan Ajar Mata Kuliah Aljabar, Lembar Kerja Mahasiswa, dan
Media Pembelajaran. Pada bagian selanjutnya diuraikan mengenai penjelasan
setiap instrument yang dipergunakan.
a. Tes KAM, KBKM dan KBFM
Terdapat 3 perangkat tes berbeda yang dipergunakan dalam penelitian ini,
yaitu: tes kemampuan awal mahasiswa (KAM), Pretes/Postes KBKM, dan
pretes/postes KBFM. Setiap perangkat tes memiliki fungsi yang berbeda-beda
sesuai dengan nama tes tersebut.
Tes KAM adalah tes yang bertujuan untuk mengukur kemampuan awal
mahasiswa sebelum pembelajaran. Tes KAM memuat soal-soal tentang
konsep-konsep bilangan bulat dan operasi pada bilangan bulat sebagai prasyarat untuk
mengikuti materi yang akan diberikan. Hasil Tes KAM digunakan untuk
mengelompokkan mahasiswa ke dalam kelompok mahasiswa dengan kemampuan
tinggi, sedang dan rendah.
Pretes dan postes KBKM adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Pretes digunakan sebelum pembelajaran,
sedangkan postes digunakan setelah pembelajaran. Soal pretes dan postes KBKM
merupakan soal-soal ekivalen yang memuat konsep-konsep: persamaan linier dan
persamaan kuadrat, pertidaksamaan linier dan pertidaksamaan kuadrat, barisan
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pretes/postes KBFM adalah tes yang diberikan sebelum dan sesudah
pembelajaran yang ditujukan untuk mengukur KBFM mahasiswa. Pretes dan
postes KBFM juga merupakan soal-soal ekivalen. Pretes/postes KBFM memuat
soal-soal tentang konsep yang sama pada Pretes/Postes KBKM.
Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta pretes/postes KBFM merupakan tes
berbentuk uraian (essay). Soal berbentuk uraian dipilih agar proses yang
dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal dapat diamati, sehingga
kesulitan-kesulitan dan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal dapat
dianalisis.
Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mencakup sub
pokok bahasan, kemampuan yang akan diukur, indikator yang sesuai, dan jumlah
butir soal serta waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tes tersebut. Kemudian
dilanjutkan dengan penyusunan soal dan kunci jawaban beserta pedoman
pemberian skor tiap butir soal.
Sebelum digunakan dalam penelitian, Tes KAM, Pretes /Postes KBKM serta
Pretes/Postes KBFM terlebih dahulu diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan
indeks kesukarannya. Uji coba instrumen berbentuk tes diberikan kepada peserta
didik yang tidak termasuk subjek penelitian untuk menentukan apakah tes baik
untuk mengukur kemampuan awal mahasiswa, kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematis.
Uji validitas isi untuk Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta Pretes/Postes
KBFM dilakukan dengan melakukan konsultasi pada ahlinya sebelum uji coba,
dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Pengujian validitas butir soal pada Tes
KAM, Pretes/Postes KBKM, serta Pretes/Postes KBFM menggunakan uji korelasi
dari Pearson, yaitu:
(3.1)
Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diklasifikasikan menurut klasifikasi
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi dari Nurgana
Interval Klasifikasi
Tidak Berkorelasi
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi sekali
Sempurna
Pengujian Reliabilitas pada Tes KAM, Pretes/Ppostes KBKM, serta
Pretes/Postes KBFM menggunakan rumus Cronbach Alpha. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
(3.2)
Keterangan:
= koefisien reliabilitas
= variansi skor siswa perorangan
= variansi skor soal tertentu = banyaknya soal
Dengan: dan .
Untuk menentukan Indeks kesukaran Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta
Pretes/Postes KBFM digunakan rumus sebagai berikut:
(3.3)
Keterangan:
IK = indeks kesukaran
Kurniati, 2014
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill
mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
= banyaknya siswa lemah dari 25% yang menjawab benar
Daya pembeda Tes KAM, pretes dan postes KBKM, serta pretes dan postes
kemampuan KBFM ditentukan menggunakan rumus berikut:
(3.4)
Keterangan:
DP = daya pembeda soal
= banyaknya siswa pandai dari 25% yang menjawab benar
= banyaknya siswa lemah dari 25% yang menjawab benar.
Hasil uji coba Tes KAM, pretes dan postes KBKM, serta pretes dan postes
kemampuan KBFM selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
a) Hasil Uji Coba Tes KAM
Tes KAM terdiri dari 10 butir soal berbentuk uraian yang memuat konsep
bilangan bulat dan bilangan pecahan. Konsep ini digunakan mengingat bahwa
konsep-konsep tersebut merupakan konsep dasar sebelum membahas konsep
persamaan dan pertidaksamaan linier, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat,
barisan dan deret aritmetika, serta barisan dan deret geometri. Uji coba Tes KAM
dilakukan terhadap mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah Aljabar.
Setelah diujicobakan selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan
validitas, reliabilitas, indek kesukaran dan daya pembeda Tes KAM.
1. Validitas Tes KAM
Perhitungan terhadap validitas butir soal data hasil uji coba Tes KAM
menggunakan rumus korelasi Pearson. Nilai koefisien korelasi setiap butir soal uji
coba Tes KAM selanjutnya ditentukan klasifikasikan menggunakan klasifikasi
koefisien korelasi dari Nurgana (Ruseffendi, 2005, h. 160). Hasil interpretasi