v Universitas Kristen Maranatha Abstrak
P-kom (pembimbing KOMIT) dalam suatu gereja sebenarnya diharapkan memiliki religiusitas yang tinggi, agar dapat dijadikan role model bagi anggotanya, namun masih ditemukan P-kom yang tidak dapat dijadikan panutan dalam hal religiusitas seperti masih memiliki keraguan terhadap apa yang tidak dilihat langsung oleh mata, jarangnya melakukan saat teduh, kurang bersyukur atas apa yang dimilikinya, serta masih belum dapat menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menggunakan teori Religiusitas (Glock & Stark, 1965) dengan tujuan ingin mengetahui bagaimana derajat dimensi-dimensi religiusitas P-kom di Gereja ”X” kota Bandung.
Sebanyak 56 P-kom dikumpulkan menggunakan teknik purposive sampling , mengisi inform consent dan diukur religiusitasnya menggunakan (Glock & Stark, 1965) yang dibuat oleh peneliti. Dimensi I terdiri dari 24 item, dimensi II 10 item, dimensi III 20 item, dimensi IV 14 item, dan dimensi V 18 item.Skor yang masuk median atas dikategorikan tinggi sedangkan skor yang masuk median bawah dikategorikan rendah. Berdasarkan pengolahan data secara statistik menggunakan distribusi frekuensi didapatkan hasil sebagian besar dari P-kom gereja “X”kota Bandung memiliki derajat dimensi religiusitas yang tinggi. Data lain yang ditemukan significant berupa jenis kelamin dimana perempuan memiliki derajat yang lebih tinggi daripada laki-laki, dan SSE dimana P-kom yang menghayati status sosial ekonominya menengah kebawah cenderung memiliki derajat dimensi yang tinggi.
Diharapkan dengan gambaran ini, gereja “X”dapat mengusahakan strategi yang
vi Universitas Kristen Maranatha Abstract
P-Kom (Preceptor of KOMIT) in a church should have a high sense of religiosity, so that other members could look up to them. However, there are still several P-Kom that do not fit to be role models in terms of religiosity such as having doubts toward unseen things, seldom doing reflection moment, not really being grateful about thing that they owned, and still cannot apply the Christianteaching in daily lives. For the purpose of analyzing religiosity dimensions degree of P-Kom at
Church “X” Bandung-we use The Theory of Religiosity (Glock&Stark, 1965).
Purposive sampling was used to gather 56 consented P-Kom and we measure each of their Religiosity Dimensions by using ourtests which based on Glock and Stark (1965).The test consist of 24 items for the first dimension, 10 items for the second dimension, 20 items for the third, 14 items for the fourth, and 18 items for the fifth dimension. All that scores above the median are categorized as high, while those below it categorized as low. According to the statistical analysis using Frequency Distribution, it was found that most of the P-Kom at Church “X” havehigh sense of religiosity. Other significant findings including that the majority of female have higher sense of religiosity than male, P-Kom that percept themselves as having middle-to-low socioeconomic status tend to have a high sense if religiosity. From this
research, we hope that Church “X” can develop more effective strategy to main the
vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN...ii
PERNYATAAN ORISINALITAS...iii
ABSTRAK...v
ABSTRACT...vi
KATA PENGANTAR...v
DAFTAR ISI...x
DAFTAR TABEL...xiii
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR LAMPIRAN...xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Identifikasi Masalah...5
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...5
1.4 Kegunaan Penelitian...5
1.4.1 Kegunaan Teoritis...5
1.4.2 Kegunaan Praktis...6
1.5 Kerangka Pemikiran...6
viii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Religiusitas………....……….13
2.1.1 Pengertian religiusitas……...………...………...13
2.1.2 Lima Dimensi Religiusitas..………….………....………....13
2.1.3 Faktor yang memengaruhi religiusitas...16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian………...17
3.2 Bagan Prosedur Penelitian...………...17
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………...17
3.3.1 Variabel Penelitian………...…...17
3.3.2 Definisi Konseptual………...17
3.3.3 Definisi Operasional………...19
3.4 Alat Ukur………...21
3.4.1 Kisi-kisi Alat Ukur dan Sistem Penilaian...21
3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang...24
ix Universitas Kristen Maranatha
3.4.3.1 Validitas Alat ukur...25
3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur...26
3.5 Populasi...28
3.6 Teknik Analisis Data...28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil & Pembahasan...29
4.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian...29
4.3 Gambaran Hasil Penelitian...31
4.3.1 Hasil...31
4.3.2 Data Hasil Pengukuran Derajat Dimensi-Dimensi Religiusitas...31
4.4 Pembahasan...33
4.5 Diskusi...39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...40
5.2 Saran...41
5.2.1 Saran Teoretis...41
5.2.2 Saran Praktis...41
DAFTAR PUSTAKA...43
DAFTAR RUJUKAN...44
x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Dimensi Ideologis...23
Cara penilaian kuesioner Dimensi Ideologis...23
Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Dimensi Ritualistik...24
Cara penilaian kuesioner Dimensi Ritualistik...24
Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Dimensi Eksperiensial...24
Cara penilaian kuesioner Dimensi Eksperiensial...25
Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Dimensi Pengetahuan...25
Cara penilaian kuesioner Dimensi Pengetahuan...25
Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Dimensi Konsekuensial...25
Cara penilaian kuesioner Dimensi Konsekuensial...26
Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan jenis kelamin...31
Gambaran Subyek penelitian berdasarkan Pendidikan Terakhir...32
Gambaran Subyek Penelitian berdasarkan penghayatannya mengenai status sosial ekonomi...32
Gambaran derajat dimensi Ideologis...33
Gambaran derajat dimensi Ritualistik...33
Gambaran derajat dimensi Eksperiensial...34
Gambaran derajat dimensi Intelektual...34
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Kata Pengantar Kuesioner...L-1 Lembar Pernyataan...L-2
Data Pribadi...L-3 Kuesioner Religiusitas I...L-4 Kuesioner Religiusitas II...L-7
Kuesioner Religiusitas III...L-8 Kuesioner Religiusitas IV...L-19
Kuesioner Religiusitas V...L-12 Kisi-Kisi Kuesioner...L-14 Lampiran data Mentah Pribadi...L-21
Lampiran data mentah dimensi I...L-23 Lampiran data mentah dimensi II...L-25
Lampiran data mentah dimensi III...L-26 Lampiran data mentah dimensi IV...L-29 Lampiran data mentah dimensi V...L-30
Lampiran data SPSS...L-33 Lampiran data validitas dan realibilitas...L-37
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut
kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang kesemuanya berpusat pada persoalan – persoalan yang dihayati sebagai paling maknawi. Pengakuan terhadap
agama di Indonesia telah dituangkan dalam dasar negara yaitu Pancasila, sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut hasil revisi dari UUD Administrasi Kependudukan
(Adminduk) nomor 23 tahun 2006, Indonesia memiliki enam agama yang diakui oleh pemerintahnya yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghuchu.
Salah satu agama yang diakui Indonesia adalah agama Kristen dengan persentase
sebesar 6,96 % (Badan Statistik Daerah, 2010). Terkait pentingnya mengaktualisasikan agama dalam diri manusia, terdapat beberapa upaya yang dilakukan umat Kristiani untuk lebih
mengenal Tuhan melalui agamanya. Agama Kristen menyediakan fasilitas untuk individu dapat mengenal Tuhan, salah satunya melalui tempat ibadah yaitu Gereja. Kata Gereja berasal
dari kata Portugis: igreja dan bahasa Yunani: ekklesia yang berarti suatu perkumpulan atau lembaga dari agama Kristen.
Salah satu Gereja yang mencoba menjadi fasilitator agar umat Kristiani dapat mendalami agama adalah Gereja “X” di kota Bandung. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada salah seorang pengurus Gereja “X” di Kota Bandung, diperoleh informasi
2
Universitas Kristen Maranatha dengan menerapkan konsep pemuridan. Konsep pemuridan di Gereja “X” kota Bandung
menerapkan salah satu amanat agung dari Tuhan yaitu “Karena itu pergilah, jadikanlah bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Konsep pemuridan diwujudkan melalui salah satu bentuk komunitas di Gereja “X”
Kota Bandung yang dikenal dengan KOMIT (Komunitas Otentik Murid Tuhan). KOMIT adalah suatu komunitas pelayanan di Gereja “X” Kota Bandung dengan metode pertemuan
yang dilakukan setiap dua minggu sekali dan menerapkan proses mentoring time, proses KOMIT dilakukan dengan cara didampingi oleh seorang pembimbing yang membagikan bahan-bahan Alkitab untuk sama-sama direnungkan serta mendiskusikan mengenai
permasalahan-permasalahan yang sedang digumulkan oleh anggota KOMIT.
Menurut salah seorang pengurus Gereja “X” di Kota Bandung, KOMIT tidak dapat
berjalan dengan baik apabila tidak ada seorang pembimbing untuk anggotanya. Pembimbing dalam KOMIT di Gereja “X” ini disebut P-kom. P-kom adalah orang yang membimbing
anggotanya dengan menerapkan konsep pemuridan sesuai dengan amanat agung Tuhan kepada pemeluk agama Kristen. P-kom adalah pelayanan seumur hidup, dan tidak mendapatkan insentive. Jumlah P-kom di gereja “X” saat ini adalah 60 orang (wanita 29 orang
dan pria 31 orang). Sebelum menjadi P-kom, maka seseorang akan mendapatkan pelatihan khusus berupa kelas persiapan yang dilakukan selama 10 kali pertemuan. Materi yang
diberikan selama pelatihan yaitu pengenalan pelayanan P-kom di KOMIT, panduan untuk memulai dan menjalankan KOMIT, hal-hal yang harus dimiliki seorang P-kom, bagaimana
cara menghadapi anggota ketika sedang mengalami permasalahan, dan dilakukan sharing mengenai pengalaman dari P-kom sebelumnya.
Berdasarkan wawancara lebih lanjut dengan salah seorang pengurus Gereja “X” di Kota
3
Universitas Kristen Maranatha pribadi, berdoa, memunyai integritas dalam keseharian, rendah hati, menyatakan kasih
terhadap sesama, menjadi pendengar yang baik, dapat sama-sama bertumbuh secara rohani, memiliki komunitas yang benar, yakin bahwa Tuhan Yesus adalah juru selamat, dan membawa pengaruh yang positif bagi anggotanya. Harapan tersebut sejalan dengan konsep
dari dimensi-dimensi religiusitas.
Menurut Glock & Stark (1965) religiusitas dapat tergambar melalui 5 dimensi, pertama
adalah seberapa yakin individu terhadap kebenaran agamanya (ideological dimension/ dimensi ideologis). Dimensi kedua adalah seberapa sering individu menjalankan ritual-ritual keagamaan yang telah ditetapkan oleh agamanya (ritualistic dimension/ dimensi ritualistik).
Dimensi ketiga, berkaitan dengan seberapa besar pengalaman dan pengharapan individu pada ajaran agamanya ( experiential dimension/ dimensi eksperiensial). Dimensi keempat, seberapa
besar pengetahuan atau informasi individu mengenai agama yang dianutnya (intellectual
dimension/ dimensi intelektual). Dimensi terakhir yaitu dimensi yang dapat dibedakan dari
perilaku umum yang ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari apakah sesuai dengan ajaran
agama yang telah dianutnya atau tidak (Consequential dimension/ dimensi konsekuensial). Berdasarkan hasil wawancara dengan P-kom Gereja “X” di Kota Bandung diperoleh hasil
bahwa beberapa P-kom merasa bersyukur, bersukacita dan bisa mendapatkan banyak pelajaran tentang banyak hal dari anggota KOMIT nya, selain itu P-kom merasa diingatkan
kembali untuk tidak melakukan hal yang dianggap kurang baik karena P-kom merasa bahwa dirinya harus menjadi teladan untuk anggota KOMIT nya, sesekali P-kom merasa sulit menangani anggota KOMIT yang dianggap menyebalkan dan sulit diatur. Ditemukan pula
kesulitan yang dihadapi P-kom yaitu terdapatnya anggota KOMIT yang sulit terbuka mengenai permasalahannya sehingga perlu waktu khusus tersendiri dengan anggota tersebut.
4
Universitas Kristen Maranatha merasa sudah berusaha untuk dapat menyelaraskan apa yang dikatakan dengan perilaku yang
ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak di buat-buat. Menurut P-kom menjadi role
model cukup penting karena terdapat pula P-kom yang tidak dapat dijadikan sebagai panutan
oleh anggotanya dan akhirnya memutuskan untuk berhenti pelayanan atau munculnya konflik
yang terjadi antara P-kom dan anggotanya. Menurut P-kom apabila tidak memiliki potensi untuk menjadi role model dalam hal ini menjadi panutan sebagai orang yang religius, maka
P-kom akan mengalami kesulitan dalam membangun anggota KOMITnya agar dapat mengetahui dan memahami hal-hal yang bersifat penting dalam agama serta apa yang dikatakan kurang memiliki power untuk dapat membantu anggotanya menjadi seorang murid
yang identik dengan Tuhan.
Menjadi seorang P-kom diharapkan memiliki derajat dimensi-dimensi religiusitas yang
tergolong tinggi untuk dapat dijadikan role model bagi anggotanya agar tidak memunculkan rasa kurang percaya anggota terhadap apa yang disampaikan P-kom pada saat memulai KOMIT serta agar mampu sama-sama menjadi seorang murid yang identik dengan Tuhan.
Tidak hanya menghayati dan mengerti doktrin-doktrin agama Kristen, namun memiliki pengetahuan yang luas mengenai kekeristenan, serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. P-kom yang memiliki religiusitas yang tinggi akan mendapatkan manfaat untuk diri sendiri seperti memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan, memiliki pemahaman yang utuh
mengenai agama Kristen, dan menerapkan nilai-nilai Kristiani untuk mendasari tingkah laku yang akan ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari.P-kom yang memiliki dimensi-dimensi religiusitas dengan derajat yang rendah berarti akan kurang menghayati perannya sebagai
pembimbing yang seharusnya dapat dijadikan role model bagi anggotanya. Selain itu ketika P-kom memiliki religiusitas yang rendah, P-kom akan merasa tidak bersukacita dalam
5
Universitas Kristen Maranatha Dengan mengetahui derajat dari dimensi-dimensi religiusitas ini, diharapkan P-kom dapat
mengembangkan kembali dimensi-dimensi yang masih berada dalam derajat rendah atau dapat memertahankan dimensi-dimensi yang tergolong tinggi yang nantinya akan berguna untuk Gereja, anggota P-kom, serta P-kom sendiri. Oleh karena itu, peneliti tertarik melihat
gambaran mengenai derajat dimensi-dimensi religiusitas P-kom Gereja “X” di kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat dimensi-dimensi religiusitas P-kom di Gereja ”X” kota Bandung.
1.3 Maksud
Untuk memperoleh gambaran tentang derajat dimensi religiusitas P-kom di
Gereja ”X” kota Bandung.
1.4 Tujuan
Untuk mengetahui derajat dimensi-dimensi religiusitas pada P-kom di Gereja ”X” kota
Bandung.
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Teoretis
a. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi di bidang psikologi, khususnya psikologi agama Kristen.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang serupa sehingga penelitian
6
Universitas Kristen Maranatha 1.5.2 Kegunaan Praktis
a. Memberikan informasi kepada Gereja “X” di kota Bandung mengenai derajat dimensi-dimensi religiusitas dari P-kom. Informasi ini juga dapat digunakan untuk memertimbangkan keefektifan dari pembekalan yang sudah diberikan kepada
P-kom.
b. Memberikan saran kepada Gereja “X” kota Bandung untuk meningkatkan derajat
dimensi-dimensi religiusitas pada P-kom yang berada pada kategori rendah, sehingga dapat melakukan pelayanannya lebih baik lagi.
1.6 Kerangka Pemikiran
P-kom memikul peran untuk dijadikan role model bagi anggotanya, oleh karena
itu seorang P-kom diharapkan memiliki religiusitas yang tinggi yang dapat tercermin melalui tingkah laku sehari-hari. Religiusitas adalah tingkat konsepsi dan tingkat
komitmen individu terhadap ajaran agamanya (Glock dan Stark, 1966). Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya dan tingkat komitmen adalah suatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh dalam
menjalankan ajaran agamanya.
Religiusitas pada P-kom di gereja “X” kota Bandung adalah bagaimana tingkat
konseptualisasi dan tingkat komitmen P-kom terhadap ajaran agama Kristen. Menurut Glock dan Stark, (1965), religiusitas dapat dimanifestasikan melalui lima dimensi
yaitu ideological dimension (dimensi ideologis), ritualistic dimension (dimensi ritualistik), experiential dimension (dimensi eksperensial), intellectual dimension (dimensi intelektual) dan consequential dimension (dimensi konsekuensial).
7
Universitas Kristen Maranatha kebenaran doktrin – doktrin tersebut. Dimensi ini menyangkut seberapa yakin P-kom
di gereja “X” kota Bandung terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama Kristen yang
bersifat fundamental dan dogmatis, serta memahami keyakinan mengenai doktrin Allah, surga dan neraka, kisah para nabi dan mukjizatnya, dosa, dan keselamatan.
P-kom di Gereja “X” Kota Bandung yang mempunyai tingkat ideologis yang tinggi akan
percaya sepenuhnya terhadap semua ajaran dan kepercayaan agama Kristen tanpa
keraguan sedikitpun.
P-kom ini telah mencapai tahap meyakini kebenaran ajaran Kristen secara
menyeluruh sebagai suatu kebenaran yang mereka yakini dan ketika menjalankan KOMIT, P-kom akan memiliki keyakinan terhadap ajaran agama Kristen. Sebaliknya, P-kom di Gereja “X” Kota Bandung dengan ideologis yang rendah cenderung masih
memunyai keraguan atas sebagian atau keseluruhan ajaran agama Kristen. P-kom di
Gereja “X” Kota Bandung yang memunyai dimensi yang rendah masih
memertanyakan tentang kebenaran-kebenaran ajaran agama Kristen khususnya pada hal-hal yang masih belum terlihat langsung melalui pancaindera serta ketika menjalankan KOMIT, P-kom akan memiliki keraguan terhadap ajaran agama Kristen
seperti sering memertanyakan kebenaran dari ajaran agama Kristen.
Dimensi kedua adalah ritualistik yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan
hal – hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Ritualistik pada P-kom Gereja “X” di Kota Bandung mencangkup seberapa
sering P-Kom di Gereja “X” kota Bandung melakukan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang dianjurkan oleh agamanya, seperti melakukan “saat teduh”, berdoa syafaat, membaca Alkitab, mengikuti setiap aktivitas kegiatan rohani didalam
8
Universitas Kristen Maranatha perjamuan kudus, membaca Alkitab, “saat teduh” dan juga doa – doa harian ketika
menjalani kehidupan beragama dan tidak pernah lalai untuk melakukan ritual tersebut, P-kom akan menjadi model bagi anggotanya untuk menjalankan ritual agama Kristen, sedangkan P-kom yang memiliki derajat dimensi ritualistik yang rendah akan jarang
serta lalai untuk melakukan perjamuan kudus, membaca Alkitab secara rutin, “saat teduh” dan juga doa – doa harian serta P-kom kurang menjadi model bagi anggotanya
untuk menjalankan ritual keagamaan Kristen.
Dimensi yang ketiga adalah experiential dimension (dimensi eksperensial) melibatkan proses afektif. Dimensi ini berkaitan dengan perasaan-perasaan serta
pengalaman-pengalaman keagamaan yang dialami oleh P-kom Gereja “X” di Kota Bandung. Dimensi ini berkaitan dengan seberapa positif penghayatan P-Kom di
Gereja “X” Bandung untuk menghayati ajaran agama Kristen dan dalam berelasi
dengan Tuhan, seperti merasakan ketenangan dan sukacita didalam setiap pelayanan yang dilakukan sebagai pembimbing KOMIT, perasaan doa-doa yang sering terkabul,
perasaan berserah dan bersyukur kepada Tuhan. P-kom Gereja “X” di Kota Bandung yang mempunyai dimensi eksperensial tinggi akan mempunyai perasaan dan
pengalaman hidup yang semakin menambah keyakinannya terhadap agama Kristen. Pada P-kom yang mempunyai dimensi eksperensial yang tinggi pengalaman hidup
yang dialaminya telah mengkonfirmasi kebenaran ajaran-ajaran Kristen yang selama ini diyakininya. Sebaliknya, P-kom Gereja “X” di Kota Bandung yang mempunyai dimensi eksperensial yang rendah, pengalaman hidup yang dijalaninya belum atau
tidak mengkonfirmasi kebenaran yang diajarkan oleh agama Kristen. Sehingga berdasarkan pengalaman tersebut P-kom Gereja “X” di Kota Bandung akan cenderung
9
Universitas Kristen Maranatha Dimensi keempat adalah intelektual, mengacu kepada harapan bahwa orang
beragama paling tidak memiliki pengetahuan mengenai dasar - dasar keyakinan, ritus - ritus, kitab suci dan tradisi - tradisi. Dimensi intelektual mengacu pada harapan bahwa P-kom sekurang-kurangnya memiliki pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan,
ritus-ritus, alkitab dan tradisi-tradisi seperti isi Alkitab baik Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang disampaikan pada waktu melayani sebagai P-kom. P-kom di
Gereja ”X” Kota Bandung yang memiliki derajat dimensi intelektual yang tinggi
mengetahui dan memahami mengenai ajaran pokok agama Kristen secara keseluruhan, seperti isi Alkitab dan 10 perintah Allah, sedangkan P-kom di Gereja ”X” Kota
Bandung yang memiliki derajat dimensi intelektual yang rendah cenderung kurang mengetahui dan tidak memahami mengenai ajaran pokok agama secara keseluruhan,
seperti seperti isi Alkitab dan 10 perintah Allah.
Terakhir adalah dimensi konsekuensial, berkaitan dengan perilaku seseorang yang dimotivasi oleh ajaran Kristen atau bagaimana seseorang mengamalkan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam menjalani perannya sebagai pembimbing maupun kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh P-kom. Dimensi ini
berkaitan dengan perilaku P-kom yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau bagaimana kom mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
P-kom yang memiliki derajat dimensi konsekuensial yang tinggi dapat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari seperti seperti membantu sesama tanpa memandang agama sekalipun, saling mengasihi, jujur, menegakkan keadilan dan
kebenaran, melawat anggota komsel yang sedang mengalami kesulitan atau jarang pergi kegereja dan menjaga lingkungan sekitarnya.
10
Universitas Kristen Maranatha maupun di lingkungan sosialnya, melakukan kebohongan, membenci sesama termasuk
anggota KOMIT, tidak melakukan pelayanan agama dan tidak mampu memberikan pengampunan terhadap orang yang bersalah termasuk anggota KOMITnya.
Glock & Stark 1965; Stark 1972 menyatakan faktor yang memengaruhi religiusitas adalah status sosial ekonomi dari seseorang. Individu yang memiliki status sosial ekonomi yang kurang, dianggap lebih mampu membangun hubungannya
dengan Tuhan sebagai kompensasi dari kekurangan mereka dan memeroleh reward
yang biasanya tidak mampu mereka dapatkan.
Individu dengan status sosio ekonomi atas maupun bawah memohon kepada Tuhan karena mengetahui bahwa terdapat hubungan antara memohon/berdoa pada Tuhan dengan posisi atau kelas sosio ekonomi pribadi mereka. P-kom yang memiliki
status sosio ekonomi yang tergolong kurang akan lebih mampu membangun hubungannya dengan Tuhan sebagai kompensasi dari kekurangan mereka dan
memeroleh reward yang biasanya tidak mampu mereka dapatkan, sedangkan P-kom yang memiliki status sosio ekonomi yang tergolong tinggi akan kurang mampu untuk
11
Universitas Kristen Maranatha Guna memerjelas uraian diatas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir P-kom di
Gereja “X” Kota Bandung
Religiusitas
Dimensi Religiusitas :
12
Universitas Kristen Maranatha 1.7 Asumsi-Asumsi
1. Religiusitas dari P-kom diukur melalui masing-masing dimensinya, yaitu dimensi ideologis, ritualistik, eksperiensial, intelektual, dan konsekuensial.
2. Dimensi-dimensi religiusitas pada P-kom di Gereja “X” Kota Bandung mempunyai
derajat yang bervariasi.
3. Tinggi rendahnya tingkat religiusitas pada P-kom di Gereja “X” Kota Bandung
40
Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan simpulan mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang bernilai praktis yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.
5.1 Simpulan
Dari pembahasan mengenai derajat dimensi-dimensi Religiusitas pada P-kom gereja “X” kota Bandung, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Lebih dari setengah P-kom gereja “X” kota Bandung memiliki derajat dimensi
ideologis yang tergolong tinggi.
2. Lebih dari setengah P-kom gereja “X” kota Bandung memiliki derajat dimensi
ritualistik yang tergolong tinggi.
3. Lebih dari setengah P-kom gereja “X” kota Bandung memiliki derajat dimensi
eksperiensial yang tergolong tinggi.
4. Sebagian besar P-kom gereja “X” kota Bandung memiliki derajat dimensi
intelektual yang tergolong tinggi.
5. Sebagian besar P-kom gereja “X” kota Bandung memiliki derajat dimensi
konsekuensial yang tergolong tinggi.
6. Sebagian besar P-kom gereja “X” kota Bandung yang menghayati memiliki status
41
Universitas Kristen Maranatha 7. Sebagian besar P-kom gereja “X” kota Bandung yang berjenis kelamin perempuan
memiliki derajat religiusitas yang tingi pada dimensi ritualistik dan eksperiensial.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoretis
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, peneliti mengajukan beberapa saran teoretis sebagai berikut :
Disarankan bagi peneliti berikutnya yang hendak meneliti derajat dimensi-dimensi
religiusitas agar mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan variabel psikologis lainnya agar hasil penelitian lebih kaya seperti dalam hal pengambilan data kepada subjek yang lebih luas.
Disarankan bagi peneliti berikutnya yang hendak meneliti derajat dimensi-dimensi
religiusitas agar meneliti korelasi/keterkaitan antara faktor-faktor yang memengaruhi
derajat dimensi-dimensi religiusitas.
5.2.2 Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran dibawah ini kepada pihak gereja “X” kota Bandung
Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi ideologikal yang perlu dipertahankan,
Gereja disarankan dapat memberikan program-program yang mengutamakan kesaksian/ sharing dari jemaat atau dari praktisi sehingga P-kom dapat semakin percaya mesti tidak pernah melihat secara langsung.
Disarankan untuk P-kom gereja “X” di kota Bandung untuk memertahankan atau
42
Universitas Kristen Maranatha renungan, serta membaca Alkitab, agar dapat membantu memberikan role model
kepada anggota KOMIT, bahwa sebagai P-kom tetap tidak pernah lalai dalam menjalankan ritual agama tersebut. Memberikan buku renungan per tiga bulan sekali, serta mengajak anggota KOMIT untuk pergi ke gereja bersama-sama, maka akan
membantu P-kom untuk ingat dan tidak lalai dalam menjalankan ritualnya sebagai orang Kristen. Meskipun begitu, gereja perlu memerhatikan untuk tidak hanya fokus
menekankan kepada aspek pengetahuan agama yang di tanamkan saja.
Dikembangkannya program bible class dimana sesi didalamnya tidak hanya mengkaji
isi dari Alkitab, namun memberikan pemahaman yang mendalam mengenai konsep Alkitab apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan dimensi
ideologikal, pengetahuan, dan konsekuensial.
Disarankan adanya proses mentoring yang dilakukan oleh gembala gereja atau P-kom
senior untuk sama-sama berdiskusi bagaimana membawa KOMIT agar lebih ideal dan meningkatkan dimensi eksperiensial.
Disarankan adanya variasi dalam menyajikan materi pada kelas-kelas yang ditawarkan oleh pengurus bina di gereja “X”, sehingga minat dari P-kom lebih besar dalam
43 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Aiken Groth & Marnat. (2008). Pengetesan dan Pemeriksaan Psikologi Jilid 1.Jakarta: PT Indeks
Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and
Bacon.
Friedman. (2004). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Glock, C & R, Stark. (1965). Religion and Society in Social Tension. USA: Rand McNally and Company
Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Kaplan, R. M., Saccuzzo, D. P. 2099. Psychological Testing: Principles, Applications, and
Issues 7th ed. Wadsworth : Cengage Learning
Notoatmodjo. 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Stark. (1972). The Economics of Piety: Religious Commitment and Social Class. In: Thielbar
Gerald W., Feldman Saul D., editors. Issues in Social Inequality. Boston: Little, Brown
and Company; 1972. p. 483-503.
44 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
E-journal.uajy.ac.id BAB II Makna sebuah Gereja, Ibadah dan Iman Kristiani
Kepri.kemenag.go.id UU nomor 23 tahun 2006 tentang ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
diakses pada tanggal 3/5/2015 pukul 19:36
Wisnu, 2011. Studi Komparatif Mengenai Derajat Dimensi – Dimensi Religiusitas Pada Jemaat
Katolik Di Gereja Laurentius Bandung: Suatu Studi Perbandingan Antara Jemaat Katolik
Yang Mengikuti PDKK Dengan Jemaat Katolik Yang Tidak Mengikuti PDKK”. Skripsi.
Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
www.bps.go.id Badan Pusat Statistik diakses pada tanggal 3/5/2015 pukul 19.38
Donahue & Michael. 1985. Instrinstic an Extrinstic Religiousness: Review and Meta Analysis.
(online). Journal of Personality and Social Psychology Volume 48 (2). Diunduh dari
http://psycnet.apa.org/journals/psp/48/2/400/. Diakses pada tanggal 1 mei 2015
Sociology of Religionsocrel.oxfordjournals.org dengan judul Sociology of Religion (2010) 71