• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi konsentrasi Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) sebagai polimer hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi konsentrasi Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) sebagai polimer hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KONSENTRASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE

(HPMC) SEBAGAI POLIMER HYDROCOLLOID MATRIX DIABETIC

WOUND HEALING DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN

Ignasia Handipta Mahardika

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia.

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 ignhandipta@gmail.com

ABSTRAK

Hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan polimer hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) dan bahan aktif ibuprofen, berpotensi dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi HPMC optimal dan sifat fisika kimia serta stabilitas dari hydrocolloid matrix ibuprofen. Hydrocolloid matrix ibuprofen dibuat dalam 3 konsentrasi HPMC yaitu 8,75%, 11%, dan 13,25%. Formula optimal dipilih berdasarkan uji yang dilakukan, yaitu: uji sterilitas; sifat fisik yang meliputi organoleptis, keseragaman bobot, ketebalan sediaan, pH larutan sediaan, persentase moisture content dan absorption, dan ketahan pelipatan; sifat kimia yang meliputi keseragaman kandungan obat dan pelepasan obat; iritabilitas serta stabilitas. Formula optimal yang dipilih adalah formula 1 (F1) dimana merupakan sediaan yang memiliki nilai DE 88,86%; CV keseragaman kandungan obat 15,78% dan keseragaman bobot 9,84%; persentase kandungan obat 77,30%; memiliki nilai persentase moisture content 12,36% dan moisture absorption 14,88%; ketebalan 0,5 mm; pH larutan sediaan 6,70; nilai ketahanan pelipatan 25; steril; tidak berwarna, jernih, dan halus; dan stabil secara kimia. Formula optimal yang dipilih kemudian diuji aktivitas dan uji histopatologi. Uji aktivitas dan histopatologi F1 menunjukkan hydrocolloid matrix ibuprofen dapat mempercepat penyembuhan luka diabetes.

(2)

ABSTRACT

Hydrocolloid matrix diabetic wound healing with hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) as polymer and ibuprofen as active ingredient can potentially accelerate healing in diabetic wound. This study aims to determine the optimal concentration of HPMC and the chemical and physical properties as well as the stability of the hydrocolloid matrix ibuprofen. Hydrocolloid matrix ibuprofen made in 3 HPMC concentration, 8,75%, 11% and 13,25%. Optimal formula selected based on tests conducted, that is: the sterility test; physical properties include organoleptic, weight uniformity, thickness, the pH of matrix solution, the percentage of moisture content and absorption, and folding endurance; chemical properties which include uniformity of drug content and drug release; irritability and stability. The selected optimal formula is Formula 1 (F1) which has DE values 88,86%; CV uniformity of drug content and uniformity of weight 15,78% and 9,84%; the percentage of drug content 77,30%; has a moisture content percentage 12,36% and moisture absorption percentage 14,88%; thickness 0,5 mm; pH of solution 6,70; folding endurance values 25; a sterile hydrocolloid matrix; colorless, clear, and smooth; and chemically stable. The selected optimal formula is then tested the activity and histopathological test. F1 activity and histopathology test showed hydrocolloid matrix ibuprofen can accelerate healing of diabetic wound.

(3)

OPTIMASI KONSENTRASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE

(HPMC) SEBAGAI POLIMER HYDROCOLLOID MATRIX DIABETIC

WOUND HEALING DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Ignasia Handipta Mahardika NIM : 138114069

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

OPTIMASI KONSENTRASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE

(HPMC) SEBAGAI POLIMER HYDROCOLLOID MATRIX DIABETIC

WOUND HEALING DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Ignasia Handipta Mahardika NIM : 138114069

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“One day left to life, do your best now or never.

And then, let God do the rest.”

Untuk semua yang selalu percaya dan mengatakan “kamu pasti bisa”,

Tuhan Yesus, Bunda Maria, Mama, Papa, Citta, dan

kamu,

yang tidak bisa disebutkan nama demi nama.

(8)
(9)
(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Konsentrasi Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) Sebagai Polimer Hydrocolloid Matrix Diabetic Wound Healing Dengan Bahan Aktif Ibuprofen dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi.

Melalui skripsi ini, penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca, menjadi sumber pengetahuan tentang formulasi hydrocolloid matrix ibuprofen sebagai sediaan penyembuh luka diabetik, dan menjadi inspirasi untuk melakukan penelitian yang lebih berkembang nantinya.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari banyak bantuan, dukungan, semangat, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, dukungan, dan saran dalam penelitian ini.

3. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran bagi penelitian ini.

4. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran bagi penelitian ini.

5. Bapak Enade Istyastono, Ph.D., Apt. dan Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. yang telah bersedia memberikan masukan dalam penelitian ini.

6. Bapak Yohanes Ratijo yang telah banyak mendukung dan meluangkan waktu untuk membantu penelitian ini.

(11)

viii

8. PT. Erela dan PT. Sanbe Farma selaku perusahaan industri farmasi yang telah bersedia membantu penelitian ini.

9. DP2M Dikti yang telah memberikan Grant penelitian untuk mendukung sebagian pendanaan penelitian ini berdasar kontrak Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah No. 010/HB/LIT/III/2016 tanggal 15 Maret 2016.

10. Keluarga penulis yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan.

11. Rekan kerja penelitian, Michael Ryanda, Benedicta Fidelia, dan Gracia Elwy yang menjadi partner seperjuangan.

12. Teman-teman penulis, Asti, Rency, Elin, Fenny, Herna, Eva, Kenny, Edwin, Dendi, KG, Indra, Imel, Lala, Richard, yang selalu menyemangati.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan selamat membaca.

Yogyakarta, 18 Januari 2017 Penulis,

(12)

ix

OPTIMASI KONSENTRASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE

(HPMC) SEBAGAI POLIMER HYDROCOLLOID MATRIX DIABETIC

WOUND HEALING DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN

Ignasia Handipta Mahardika

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia.

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 ignhandipta@gmail.com

ABSTRAK

Hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan polimer hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) dan bahan aktif ibuprofen, berpotensi dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi HPMC optimal dan sifat fisika kimia serta stabilitas dari hydrocolloid matrix ibuprofen. Hydrocolloid matrix ibuprofen dibuat dalam 3 konsentrasi HPMC yaitu 8,75%, 11%, dan 13,25%. Formula optimal dipilih berdasarkan uji yang dilakukan, yaitu: uji sterilitas; sifat fisik yang meliputi organoleptis, keseragaman bobot, ketebalan sediaan, pH larutan sediaan, persentase moisture content dan absorption, dan ketahan pelipatan; sifat kimia yang meliputi keseragaman kandungan obat dan pelepasan obat; iritabilitas serta stabilitas. Formula optimal yang dipilih adalah formula 1 (F1) dimana merupakan sediaan yang memiliki nilai DE 88,86%; CV keseragaman kandungan obat 15,78% dan keseragaman bobot 9,84%; persentase kandungan obat 77,30%; memiliki nilai persentase moisture content 12,36% dan moisture absorption 14,88%; ketebalan 0,5 mm; pH larutan sediaan 6,70; nilai ketahanan pelipatan 25; steril; tidak berwarna, jernih, dan halus; dan stabil secara kimia. Formula optimal yang dipilih kemudian diuji aktivitas dan uji histopatologi. Uji aktivitas dan histopatologi F1 menunjukkan hydrocolloid matrix ibuprofen dapat mempercepat penyembuhan luka diabetes.

(13)

x ABSTRACT

Hydrocolloid matrix diabetic wound healing with hydroxypropyl methylcellulosa (HPMC) as polymer and ibuprofen as active ingredient can potentially accelerate healing in diabetic wound. This study aims to determine the optimal concentration of HPMC and the chemical and physical properties as well as the stability of the hydrocolloid matrix ibuprofen. Hydrocolloid matrix ibuprofen made in 3 HPMC concentration, 8,75%, 11% and 13,25%. Optimal formula selected based on tests conducted, that is: the sterility test; physical properties include organoleptic, weight uniformity, thickness, the pH of matrix solution, the percentage of moisture content and absorption, and folding endurance; chemical properties which include uniformity of drug content and drug release; irritability and stability. The selected optimal formula is Formula 1 (F1) which has DE values 88,86%; CV uniformity of drug content and uniformity of weight 15,78% and 9,84%; the percentage of drug content 77,30%; has a moisture content percentage 12,36% and moisture absorption percentage 14,88%; thickness 0,5 mm; pH of solution 6,70; folding endurance values 25; a sterile hydrocolloid matrix; colorless, clear, and smooth; and chemically stable. The selected optimal formula is then tested the activity and histopathological test. F1 activity and histopathology test showed hydrocolloid matrix ibuprofen can accelerate healing of diabetic wound.

(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN... 1

METODE PENELITIAN ... 2

Pembuatan sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen ... 3

Uji sterilitas ... 3

Evaluasi sifat fisik ... 3

Evaluasi sifat kimia ... 4

Uji iritasi akut dermal ... 4

Uji stabilitas ... 5

Penentuan formula optimal... 5

Uji aktivitas sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen ... 5

(15)

xii

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Formulasi sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen ... 6

Uji sterilitas ... 6

Evaluasi Sifat Fisik ... 7

Evaluasi sifat kimia ... 10

Uji iritasi akut dermal ... 11

Uji stabilitas ... 12

Penentuan formula optimal... 13

Uji aktivitas sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen ... 13

Uji histopatologi ... 15

KESIMPULAN ... 15

UCAPAN TERIMA KASIH ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN ... 18

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula hydrocolloid matrix ibuprofen ... 3

Tabel II. Hasil evaluasi sifat fisika kimia hydrocolloid matrix ibuprofen ... 8

Tabel III. Hasil uji iritasi basis hydrocolloid matrix ... 12

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Proposal Penelitian ... 18

Lampiran 2. Ethical Clereance Penelitian ... 43

Lampiran 3. Certificate of Analysis Bahan-bahan Penelitian ... 45

Lampiran 4. Data Pembuatan Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 50

Lampiran 5. Data Hasil Uji Sterilitas Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 51

Lampiran 6. Data Hasil Uji Sifat Fisika Kimia Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 52

Lampiran 7. Verifikasi Metode Analisis ... 54

Lampiran 8. Data Hasil Uji Pelepasan Obat Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 56

Lampiran 9. Data Hasil Uji Iritasi Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 57

Lampiran 10. Data Hasil Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 59

Lampiran 11. Data Hasil Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 71

Lampiran 12. Data Hasil Uji Statistik Hydrocolloid Matrix Ibuprofen ... 73

Lampiran 13. Hasil Uji Histopatologi ... 107

(19)

1 PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) di Indonesia memiliki prevalensi penyakit sebesar 6,2% pada tahun 2015 (IDF, 2015). Peningkatan populasi penderita DM akan berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 5-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik (Singh et al., 2005), dan diantaranya 84% penderita mengalami amputasi kaki (Brem and Tomic-Canic, 2007). Ibuprofen dengan mekanisme penghambatan produksi prostaglandin (Rainsford, 2009), dapat menurunkan aktivitas enzim matrix metalloproteinases 9 (Yen et al., 2008), sehingga berpotensi mempercepat penyembuhan luka kronis pada penderita DM.

Hydrocolloid matrix merupakan sediaan pembalut luka yang diperoleh dari bahan koloidal (agen pembentuk gel) yang dikombinasikan dengan bahan lain seperti elastomer dan adhesif. Hydrocolloid matrix dapat digunakan pada luka eksudat ringan hingga moderat, dan juga pada pengelolaan ulkus kaki (Boateng et al., 2008).

Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) merupakan polimer yang biasa digunakan dalam formulasi sediaan oral, optalmik, nasal, dan juga topikal (Rowe et al., 2009). HPMC sering digunakan sebagai agen pengental, penstabil, pengemulsi, penampung air, film-forming, yang penting pada preparasi bahan pembalut luka (Uslu and Aytimur, 2012). Sebagai agen film-forming, konsentrasi HPMC yang dibutuhkan adalah 2-20% b/b (Rowe et al., 2009). HPMC dapat digunakan sebagai polimer yang mengontrol laju pelepasan obat dan juga sebagai agen penstabil (Amjad et al., 2011). HPMC dapat berfungsi sebagai penghambat pembentukan kristal pada ibuprofen (Iervolino et al., 2001). HPMC merupakan polimer hidrofilik (Tiwari and Rajabi-Siahboomi, 2008), sementara ibuprofen merupakan senyawa yang sukar larut dalam air (Pubchem, 2016). HPMC diharapkan dapat meningkatkan interaksi ibuprofen dengan pelarut sehingga kelarutannya dalam air meningkat (Tiwari and Rajabi-Siahboomi, 2008, Pubchem, 2016).

(20)

2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi optimal HPMC dan mengetahui sifat fisika kimia serta stabilitas hydrocolloid matrix ibuprofen sebagai diabetic wound healing yang dibuktikan dengan uji aktivitas untuk melihat potensi sediaan dalam mempercepat penyembuhan luka diabetes. Hipotesis penelitian ini adalah konsentrasi polimer HPMC tertentu menghasilkan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen yang optimal serta peningkatan konsentrasi HPMC berpengaruh terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen.

METODE PENELITIAN

Jenis dan rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain ibuprofen (Shasun Pharmaceuticals Limited), etanol 96% (Aldrich), hypromellose 2910 (ShinEtsu), propylene glycol, gliserol, akuades (Tirta Investama), methanol pro analysis (Merck), NaCl, Na2HPO4, KH2PO4, ibuprofen working standar (Strides Shasun), etil asetat, aloksan monohidrat (Sigma), etanol 70%, ketamin 10%, krim depilatori (Reckitt Bensckiser), Nutrient Agar (Oxoid), formalin 10% (Aldrich), larutan Harris Hematoxylin, larutan acid alkohol, larutan ammonium, larutan stok Eosin alkohol 1%, larutan working Eosin, heparin, reagen Glucose GOD FS (Diasys, Germany), akuabides, larutan standar glukosa (Diasys, Germany), dan darah subjek uji.

Alat dan instrumen yang digunakan pada penelitian ini meliputi gelas beaker, gelas ukur, cawan porselen, kaca arloji, labu ukur, pipet gondok, corong, batang pengaduk, pipet tetes, cawan petri, tabung reaksi, aluminium foil, plastic wrap, kabinet LAF, jarum ose, tabung sentrifugasi, kuvet, spuit injeksi, pinset, gunting, biopsy punch 5 mm, kapas, kaca objek dan kaca penutup, hotplate magnetic stirrer, stirrer, sentrifugator, MicroLab-200 (Merck), mikropipet (Socorex), timbangan analitik (Ohaus), pH meter, pH meter portable, sonikator, spektrofotometer UV-Visibel, vortex (Wilten), mikroskop cahaya Olympus tipe BH-2 (Olympus Corp., Jepang), Franz Diffusion Cell, dan membran Milipore.

(21)

3

Tabel I. Formula hydrocolloid matrix ibuprofen

Formula BF1 BF2 BF3 F1 F2 F3 Keterangan: BF1 (basis formula 1); BF2 (basis formula 2); BF3 (basis formula 3); F1 (formula 1); F2

(formula 2); F3 (formula 3).

Pembuatan sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen

Konsentrasi HPMC yang digunakan pada hydrocolloid matrix ibuprofen adalah 8,75% (F1), 11% (F2), dan 13,25% (F3). Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan terdapat pada Tabel I. HPMC ditimbang sesuai dengan formula, kemudian dilarutkan dalam akuades dan diaduk dengan stirrer hingga terbentuk gel dalam suhu 40°C. 0,175 gram ibuprofen yang sudah ditimbang dilarutkan dalam 15 mL propylene glycol dan 14 mL etanol, kemudian ditambahkan ke dalam gel HPMC dan diaduk dengan stirrer hingga homogen. Selanjutnya ditambahkan 3,78 gram gliserol seiring dilakukannya pengadukan dengan stirrer. Campuran gel tersebut kemudian dituang ke dalam tabung reaksi bertutup sebanyak 12,5 gram, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 115oC selama 15 menit. Setelah itu, gel dituangkan ke cawan petri secara aseptis dalam kabinet LAF, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 45°C dan selama minimal 48 jam hingga mencapai ketebalan 0,5 mm. Sediaan kemudian dicetak dalam bentuk lingkaran dengan diameter 1 cm. Sediaan disimpan di suhu ruang dengan dibungkus aluminium foil dalam wadah plastik yang diberi silika gel (Thu et al., 2012). Uji sterilitas

Uji sterilitas dilakukan dengan meletakkan sediaan di atas media Nutrien Agar pada cawan petri. Setiap petri dibungkus plastic wrap dan diinkubasi selama 24 jam. Evaluasi sifat fisik

Uji organoleptis Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati dan meneliti warna, kejernihan dan kehalusan dari sediaan hydrocolloid matrix yang telah dibuat (Shirsand et al., 2012).

(22)

4

Uji ketebalan Uji ketebalan dilakukan dengan menghitung rata-rata tebal sediaan tiap formula pada 5 titik berbeda dengan jangka sorong (El-Gendy et al., 2009).

Uji pH larutan sediaan Sediaan direndam dalam 20 mL akuades pada suhu 36,5OC- 37,5OC selama 24 jam, kemudian diukur pH larutan (British Pharmacopoeia, 1993).

Uji persentase moisture content Sediaan diletakkan dalam desikator berisi silika selama 24 jam, kemudian bobot sediaan ditimbang (Toshkhani et al. 2013).

Uji persentase moisture absorption Sediaan diletakkan dalam climatic chamber dengan kelembaban 85% RH dan suhu 28°C selama 24 jam, kemudian bobot sediaan ditimbang (Toshkhani et al. 2013).

Uji ketahanan pelipatan Sediaan dilipat secara berulang pada posisi yang sama hingga rusak (Shirsand et al., 2012).

Evaluasi sifat kimia

Pembuatan kurva baku ibuprofen Larutan standar ibuprofen dibuat dalam rentang 0,2 µg/mL – 20 µg/mL dengan mengambil 0,1; 0,2; 0.3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8 0,9; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9 mL dari larutan intermediet ibuprofen dengan konsentrasi 20 µg/mL ke dalam labu takar 10 mL. Pelarut yang digunakan ada metanol p.a. dan PBS pH 6,4. Panjang gelombang maksimal ditentukan dengan pengukuran seri larutan konsentrasi 20 µg/mL yang dibaca menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 200-400 nm (Garg et al., 2014).

Uji keseragaman kandungan obat Sediaan dari tiap formula dilarutkan dalam 15 mL metanol p.a., dan 35 mL PBS pH 6,4. Larutan kemudian disonikasi selama 10 menit dan diuji menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Shirsand et al., 2012).

Uji pelepasan obat secara in vitro Sediaan diuji menggunakan Franz Diffusion Cell pada suhu 36,5 ± 1oC dengan menggunakan medium PBS pH 6,4 sebagai aseptor dan membran Millipore yang sebelumnya direndam dalam larutan aseptor selama 1 jam. Larutan aseptor disampling sebanyak 2,5 mL pada menit tertentu yaitu 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360. Larutan kemudian dibaca menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Pudyastuti et al., 2014). DE dihitung dengan rumus:

, dimana hasil yang didapat dibandingkan dengan dosis sediaan yang terukur (Fudholi, 2013).

Uji iritasi akut dermal

(23)

5

pada jam ke 1, 24, 48 dan 72 jam. Standar pengiritasi yang digunakan adalah etil asetat (BPOM, 2014).

Uji stabilitas

Sediaan diletakkan dalam paparan 2 suhu yang berbeda yaitu 37°C dan 45°C, kemudian diobservasi selama 4 minggu. Sediaan disimpan dalam cawan petri yang ditutup dengan aluminium foil. Dilakukan analisis fisik dan kandungan obat pada sediaan di setiap akhir minggu (Amjad et al., 2011).

Penentuan formula optimal

Formula optimal ditentukan dengan pengujian sifat fisika kimia dan stabilitas sediaan. Hasil uji kemudian diuji secara statistik dan ditentukan dengan cara menganalisis hasil uji. Prioritas uji yang dianalisis dalam penentuan formula optimal dari yang utama adalah hasil uji pelepasan obat, keseragaman kandungan obat dan keseragaman bobot, persentase moisture content dan moisture absorption, ketebalan, pH larutan sediaan, ketahanan pelipatan, sterilitas, organoleptis, dan stabilitas.

Uji aktivitas sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen

Perlakuan pemberian luka dan pemberian hydrocolloid matrix ibuprofen pada tikus

Subjek uji tikus dibagi 2 kelompok yaitu 3 ekor pada kelompok perlakuan (memiliki kadar glukosa > 250mg/dl) dan 3 ekor pada kelompok kontrol. Tikus perlakuan diinjeksikan larutan aloksan monohidrat 5% secara intraperitonial dengan dosis 150 mg/kgBB selama 2-3 hari berturut sebelumnya. 48 jam sebelum pemberian luka, setiap tikus dicukur bulunya. Setelah 48 jam, setiap tikus diinjeksi ketamin sebagai anastesi dosis 80 mg/kgBB secara intramuscular. Setiap tikus diberikan 5 luka eksisi menggunakan biopsy punch diameter 5 mm. Perlakuan pada luka eksisi tikus yaitu kontrol (tanpa perlakuan), 2 basis, dan 2 formula optimal, yang diberikan setiap 24 jam sekali hingga sembuh. Setiap 24 jam luka diobservasi dan dihitung persentase penutupan luka. Setelah sembuh (penutupan luka 100%), tikus dieutanasia dengan injeksi ketamin dosis 100 mg/kgBB. Kulit punggung tikus kemudian diambil sebesar luka dan disimpan dalam pot berisi larutan pengawet (Tunggal, 2016). Persentase penutupan luka (wound closure) dihitung dengan rumus:

(Thu et al., 2012)

(24)

6

secara mikroskopis dengan mikroskop cahaya Olympus tipe BH-2 yang terhubung dengan kamera Optilab v.2.1 (Micronos, Indonesia). Pembuatan preparat sampel jaringan kulit dilakukan oleh bagian Patologi Anatomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tata cara analisis hasil

Analisis kuantitatif Data keseragaman bobot, moisture content, moisture absorption, keseragaman kandungan obat, pelepasan obat, persen penyembuhan luka, dan stabilitas diuji statistik menggunakan software R i.386 3.2.5 dengan uji ANAVA dan Post Hoc test (untuk data evaluasi sifat fisika dan kimia) serta uji T dua sampel berpasangan (untuk data stabilitas). Uji statistika dilakukan dalam taraf kepercayaan 95%.

Analisis kualitatif Dilakukan pengamatan pada uji histopatologi untuk mendapatkan perbandingan mikroskopis struktur kulit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen

Formula hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian Thu et al. (2012) yang kemudian dimodifikasi. Konsentrasi HPMC yang digunakan adalah 8,75%, 11%, dan 13,25%, yang didapatkan dari hasil orientasi. Hasil orientasi menunjukkan semakin rendah konsentrasi HPMC maka ibuprofen menjadi semakin sukar larut sehingga terdispersi. Semakin tinggi HPMC, viskositas larutan yang dibentuk juga semakin tinggi sehingga larutan semakin susah untuk dituang. Konsentrasi HPMC 8,75% dipilih menjadi konsentrasi terendah karena telah dapat melarutkan ibuprofen, sementara konsentrasi HPMC 13,25% dipilih menjadi konsentrasi tertinggi di mana larutan masih mudah untuk dituangkan.

Sebelum dilakukan pengeringan, sediaan hydrocolloid matrix yang masih berbentuk gel disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115°C dengan tekanan 1kgf/cm2, selama 15 menit. Penuangan sediaan ke cawan petri dilakukan dengan teknik aseptis di dalam kabinet LAF dengan nyala api bunsen. Pengeringan sediaan dilakukan dalam oven yang telah disterilkan dengan etanol 70%. Pengeringan dilakukan pada suhu 45°C selama 2 hari.

Uji sterilitas

(25)

7

a b

c d

Gambar 1. Hasil uji sterilitas hydrocolloid matrix

Keterangan: (a) F1; (b) F2; (c) F3; dan (d) BF1, BF2, BF; lingkaran putih: lokasi letak sediaan Evaluasi Sifat Fisik

Evaluasi sifat fisik yang dilakukan meliputi uji organoleptis, keseragaman bobot, ketebalan, pH larutan sediaan, persentase moisture content dan moisture absorption, dan ketahanan pelipatan.

Uji organoleptis

Pengamatan visual sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen yang dihasilkan secara keseluruhan berwarna bening tidak berwarna, jernih, dan halus. Namun pada BF3, formula F2, dan formula F3 terdapat gelembung. Gelembung tersebut muncul akibat pengadukan menggunakan stirrer yang menyebabkan adanya udara yang masuk.

Uji keseragaman bobot

Sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen yang dihasilkan memenuhi kriteria (coefficient of variation) CV yang ditentukan oleh British Pharmacopoeia, (1993) yaitu kurang dari 10% (Tabel II). Hal tersebut artinya pengeringan sediaan sudah optimal sehingga sediaan yang dihasilkan memiliki bobot yang seragam. Uji statistik yang dilakukan menyatakan bahwa bobot antar formula sediaan tidak berbeda. Pada basis, bobot BF1 berbeda dibandingkan kedua basis lainnya.

Uji ketebalan

(26)

8

Warna Kejernihan Kehalusan CV (%)

% Keterangan: a=dalam suhu 37°C; b=dalam suhu 45°C; *=hasil uji statistik stabilitas berbeda (p-value<0,05); **=hasil uji statistik stabilitas tidak berbeda

(p-value≥0,05)

(27)

9

ketebalan yang lebih dari yang diharapkan (Tabel II). Dari hasill uji yang didapat, ditemukan hubungan antara ketebalan dengan nilai persentase moisture content. Nilai persentase moisture content basis relatif lebih tinggi dibandingkan dengan formula. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai persentase moisture content maka sediaan semakin tebal.

Uji pH larutan sediaan

Nilai pH larutan sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen yang dihasilkan dapat diterima pada rentang yaitu 4-7,4 (Tabel II). Nilai tersebut merupakan pH yang dapat diterima oleh kulit normal manusia.

Uji persentase moisture content

Peningkatan persen moisture content berhubungan dengan peningkatan viskositas matriks, semakin besar HPMC maka rantai polimer yang terbentuk semakin banyak dan rapat, yang memperlambat penguapan air Pudyastuti et al., (2014). Nilai persen yang didapat menunjukkan berapa banyak lembab yang dimiliki sediaan. Urutan persen moisture content dari yang tertinggi pada basis adalah B1>B3>B2, sedangkan pada

formula F1>F2>F3 (Tabel II). Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori. Hal tersebut diduga disebabkan karena kondisi lingkungan penyimpanan dan kemampuan penyerapan air oleh silika dalam desikator yang kurang dapat dikendalikan.

Uji persentase moisture absorption

Nilai persen moisture absorption menunjukkan banyaknya lembab yang dapat diserap oleh hydrocolloid matrix ibuprofen. Apabila semakin tinggi konsentrasi polimer maka sediaan semakin lembab, sehingga semakin sedikit lembab yang dapat diserap oleh sediaan tersebut. Urutan persen moisture absorption dari yang tertinggi pada basis adalah BF1>BF2>BF3, sedangkan pada formula F2>F1>F3, dengan kecepatan penyerapan lembab pada basis BF1>BF2>BF3 dan pada formula F3>F2>F1 (Tabel II). Semakin besar nilai kecepatan penyerapan lembab artinya semakin cepat sediaan menyerap lembab. Hasil pada basis telah sesuai dengan teori, sementara pada formula tidak. Hal tersebut diduga disebabkan starting point sediaan yang berbeda saat uji, dikarenakan sediaan yang digunakan adalah sediaan yang telah melalui uji persentase moisture content, di mana uji ini dilakukan berturutan.

Uji ketahanan pelipatan

(28)

10

ketahanan pelipatan sediaan kurang akibat kurangnya penambahan plasticizer sehingga nilai ketahanan pelipatan yang didapatkan kecil. Dari hasil yang didapat, ditemukan hubungan yang linear antara ketahanan pelipatan dengan ketebalan dan nilai persentase moisture content. Ketebalan basis lebih tebal dan nilai persentase moisture content basis relatif lebih besar jika dibandingkan dengan formula. Hal tersebut menunjukkan semakin tebal dan tinggi nilai persentase moisture content maka nilai ketahanan pelipatan akan semakin besar. Hal tersebut ditunjukkan pula pada data uji stabilitas minggu ke-empat pada suhu 45ºC, dimana formula menunjukkan peningkatan nilai ketahanan pelipatan dengan nilai persentase moisture content yang semakin besar pula.

Evaluasi sifat kimia

Evaluasi sifat kimia yang dilakukan meliputi uji keseragaman kandungan obat dan uji pelepasan obat secara in vitro.

Pembuatan kurva baku ibuprofen

Dari pengukuran larutan seri baku ibuprofen, didapatkan panjang gelombang maksimum ada pada 224 nm. Persamaan linear yang dihasilkan adalah y=0,0404x–0,0053 dengan nilai linearitas r=0,9996. Linearitas dari kurva baku yang dihasilkan mendekati 1, maka hubungan kenaikan kadar dengan absorbansi sudah proporsional. Dari kurva baku didapat pula nilai LOD sebesar 0,1875 µg/mL dan nilai LOQ sebesar 0,5683 µg/mL.

Uji keseragaman kandungan obat

Hasil uji keseragaman kandungan obat ditunjukkan dengan kandungan obat yang terukur kembali dari sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen. Secara perhitungan dari ibuprofen yang ditambahkan saat pembuatan, kandungan obat pada sediaan berurutan dari F1, F2 dan F3 adalah 693,761 µg; 669,217 µg; dan 695,347 µg. Hasil uji keseragaman kandungan ditunjukkan dari nilai persen perolehan kembali kandungan obat dari F1, F2 dan F3 dan juga ditunjukkan dengan nilai CV (Tabel II).

(29)

11

Gambar 2. Kurva persen pelepasan obat vs waktu

jadi masih harus dicetak kembali dalam ukuran yang kecil, juga meningkatkan resiko ketidakseragaman kandungan obat. Hal tersebut dikarenakan terdapat migrasi dari bahan aktif saat pengeringan serta laju pengeringan yang tidak sama pada setiap titiknya, sehingga ketika dicetak menjadi ukuran kecil kandungan obat dalam tiap sediaanya dapat berbeda.

Uji pelepasan obat secara in vitro

Uji ini dilakukan untuk melihat kecepatan disolusi obat dalam suatu medium. Digunakan membran Milipore untuk menggambarkan kulit dan digunakan larutan aseptor berupa PBS pH 6,4 yang menggambarkan kondisi kulit luka. Dari uji ini didapatkan nilai dissolution efficiency (DE) pada waktu 360 menit. Semakin besar nilai DE maka pelepasan obat semakin baik. Formula F1 memiliki pelepasan obat yang paling baik, diikuti formula F2 dan F3 (Tabel II). Hal ini menunjukkan, semakin tinggi konsentrasi polimer, semakin lambat pelepasan obat karena matriks dalam sediaan semakin rapat (Pudyastuti et al., 2014). Selain itu, semakin tinggi konsentrasi polimer maka waktu yang dibutuhkan untuk mengembang semakin lama dan viskositasnya setelah larut oleh air juga semakin tinggi, hal tersebut menyebabkan difusi obat semakin lama. DE yang didapatkan dalam waktu 6 jam belum mencapai 100%. Hal tersebut dapat dikarenakan sediaan memiliki ketebalan yang cukup besar serta dikarenakan dosis yang tidak mencapai 100% karena sediaan kurang homogen. Persentase pelepasan obat tiap formula dibanding waktu ditunjukkan pada Gambar 2.

Uji iritasi akut dermal

Uji iritasi akut dermal dilakukan dengan subjek uji berupa kelinci albino jantan. Uji iritasi ini hanya menggunakan basis sediaan Shirsand et al., (2012). Hasil uji

(30)

12

Tabel III. Hasil uji iritasi basis hydrocolloid matrix

Jam ke- Kelinci

Kesimpulan Semua basis tidak mengiritasi

menunjukkan bahwa basis sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen memberikan hasil negatif dengan indeks iritasi primer bernilai 0 (Tabel III). Menurut International Standar ISO 10993-10, (2002), indeks iritasi primer bernilai 0 menunjukkan bahwa iritasi sangat ringan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa basis sediaan ini tidak menimbulkan iritasi apabila diaplikasikan pada kulit. Tidak dilakukan uji iritasi akut dermal, pada sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen. Hal tersebut dikarenakan sediaan telah mengandung bahan aktif yang memiliki mekanisme anti-inflamasi dengan penghambatan enzim COX-2 (Rainsford, 2009), sehingga penambahannya pada basis tidak menimbulkan iritasi apabila diaplikasikan pada kulit.

Uji stabilitas

(31)

13

obat yang tidak homogen. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa dalam kondisi suhu tersebut, sediaan stabil secara kimia namun tidak stabil secara fisika.

Penentuan formula optimal

Hasil uji formula yang didapatkan dalam penelitian ini diuji secara statistik untuk menunjukkan ada tidaknya perbedaan. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan pada nilai persentase moisture content dan tidak terdapat perbedaan pada keseragaman kandungan obat dan keseragaman bobot, persentase moisture absorption, dan pelepasan obat (nilai DE). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua formula dapat dipilih menjadi formula yang optimal. Sesuai dengan prioritas hasil uji yang telah ditentukan untuk memilih formula optimal, formula yang dipilih adalah F1 dengan hasil uji: DE 88,86%; CV keseragaman kandungan obat 15,78% dan keseragaman bobot 9,84%; memiliki nilai persentase moisture content 12,36% dan moisture absorption 14,88%; ketebalan 0,5 mm; pH larutan sediaan 6,70; nilai ketahanan pelipatan 25; steril; tidak berwarna, jernih, dan halus; dan stabil secara kimia. Kelebihan F1 adalah memiliki nilai DE yang paling tinggi artinya pelepasan obatnya paling baik; memiliki nilai persentase moisture content dan moisture absorption yang baik sehingga dapat menyerap eksudat dengan maksimal; merupakan sediaan yang steril, sesuai dengan kriteria sediaan penyembuh luka; dan memiliki penampakan fisik yang baik.

Uji aktivitas sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen

F1 yang dipilih menjadi formula optimal kemudian diujikan pada subjek uji tikus. Dosis obat yang terkandung dalam sediaan telah terbukti dapat menyembuhkan luka diabetes dalam penelitian (Tunggal, 2016). Subjek uji tikus diamati setiap hari untuk memantau penutupan luka dan dihitung persen penutupan luka menggunakan software Image J. Setelah sembuh (penutupan luka 100%), dihitung lama waktu penyembuhan luka dalam hari (Tabel IV), kemudian kulit tikus diambil untuk diuji histopatologi.

(32)

14

Tabel IV. Interpretasi Hasil Uji Histopatologi

Tikus normal Tikus diabetes

Kontrol Lapisan epidermis tipis, jaringan granulasi masih luas, serat kolagen mulai terbentuk, jaringan ikat belum terbentuk, terdapat pembuluh darah, menunjukkan penyembuhan luka mencapai fase proliferasi.

Lama waktu penyembuhan: 15± 1,00 hari

Kontrol Lapisan epidermis tipis, jaringan granulasi masih luas, serat kolagen mulai terbentuk, jaringan ikat belum terbentuk, terdapat pembuluh darah menunjukkan penyembuhan luka mencapai fase proliferasi.

Lama waktu penyembuhan: 16 ± 0,58 hari

BF1 Lapisan epidermis tebal, jaringan granulasi masih luas, serat kolagen mulai terbentuk, jaringan ikat telah terbentuk dan rapat, terdapat pembuluh darah, menunjukkan penyembuhan luka mencapai fase remodeling.

Lama waktu penyembuhan: 15 ± 2,08 hari

BF1 Lapisan epidermmis tebal, jaringan granulasi masih luas, serat kolagen mulai terbentuk, jaringan ikat mulai terbentuk, terdapat pembuluh darah, menunjukkan penyembuhan luka mencapai fase

remodeling.

Lama waktu penyembuhan: 15± 1,00 hari

F1 Lapisan epidermis cukup tebal, jaringan granulasi sangat sedikit, serat kolagen telah terbentuk teratur, jaringan ikat telah terbentuk dan rapat, terdapat pembuluh darah, menunjukkan penyembuhan luka mencapai fase remodeling. Lama waktu penyembuhan: 15 ± 1,53 hari

F1 Lapisan epidernis tebal, jaringan granulasi masih luas, serat kolagen mulai terbentuk, jaringan ikat mulai terbentuk, terdapat pembuluh darah, menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap remodeling.

Lama waktu penyembuhan: 14 ± 1,00 hari

Bagian-bagian struktur kulit sehat tikus (tanpa jaringan granulasi karena tidak mengalami proses luka) Keterangan: 1 = lapisan epidermis; 2 = jaringan granulasi; 3 = serat kolagen; 4 = pembuluh darah; 5 = inti

sel; 6 = jaringan ikat; Kontrol: kulit tikus luka tanpa perlakuan; BF1: kulit tikus luka dengan perlakuan pemberian BF1; F1: kulit tikus luka dengan perlakuan pemberian F1

(33)

15

darah tikus diabetes yang telah turun sebelum tikus dieutanasia. Kandungan obat yang tidak homogen dengan nilai kurang dari 100% dosis sebenarnya yang menyebabkan nilai DE belum maksimal, dapat juga menjadi faktor pengaruh penyembuhan luka tikus. Faktor lain adalah besar luka eksisi yang dibuat masih relatif kecil sehingga perbedaan penyembuhan lukanya belum cukup terlihat.

Uji histopatologi

Induksi berlebih dari enzim MMP-9 oleh PGE2 menyebabkan penyembuhan luka terhambat. Hal tersebut terjadi akibat adanya kerusakan seluler yang mencegah terbentuknya fibroblas untuk membuat matriks ekstraseluler dan keratinosit dalam jumlah yang cukup untuk mengepitalisasi luka, yang menyebabkan adanya penurunan pembentukan dan pengaturan dari jaringan kolagen. Meskipun begitu, keberadaan MMP-9 tetap dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk mengontrol angiogenesis, proliferasi jaringan, dan keteraturan matriks ekstraseluler di fase remodelling.

Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa formula F1 dapat mengobati luka pada tikus normal dan diabetes lebih baik dibandingkan BF1 dan kontrol, ditunjukkan dengan struktur kulit yang lebih menyerupai struktur kulit normal tanpa luka (Tabel IV.). Terdapat perbedaan yang jelas dimana pada luka tikus normal serat kolagen yang terbentuk lebih banyak daripada pada luka tikus diabetes. Hal tersebut adalah akibat dari adanya ekspresi MMP-9 yang memperlambat proses penyembuhan pada luka tikus diabetes. Hasil uji histopatologi menunjukkan bahwa hydrocolloid matrix ibuprofen telah dapat mengobati luka tikus hingga mencapai fase remodelling, baik pada tikus normal maupun tikus diabetes. Hal tersebut menunjukkan bahwa hydrocolloid matrix ibuprofen telah mampu mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes menjadi sama dengan tikus normal, serta memberikan hasil penyembuhan luka yang lebih baik.

KESIMPULAN

(34)

16

Uji aktivitas dan histopatologi menunjukkan bahwa sediaan dapat mempercepat penyembuhan luka diabetes.

Saran bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan optimasi pembuatan, pencampuran dan pengeringan sediaan sehingga lebih homogen, uji persentase moisture content dapat menggunakan climatic chamber supaya lingkungan (suhu dan kelembaban) pada saat penyimpanan dapat lebih dikendalikan, dilakukan uji sterilitas pada formula sediaan, dan biopsy punch yang digunakan dapat dipilih dengan diameter yang lebih besar (7 mm) agar perbedaan lama penyembuhan luka dapat lebih terlihat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih ditujukan kepada PT. Erela dan PT. Sanbe Farma yang telah membantu dalam penelitian ini, serta DP2M Dikti yang telah mendanai sebagian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

10993-10; International Standar ISO, 2002. International Standar ISO 10993-10 - Biological Evaluation of Medical Devices, Part 10 – Tests for Irritation and delayed-type hypersensitivity.

7; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014. PerKBPOM No. 7 - Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo. 25 (Juni).

Amjad, M., Ehtheshamuddin, M. & Chand, S., 2011. Formulation and evaluation of transdermal patches of atenolol. Advance Research in Pharmaceuticals and Biologicals, 1.

Boateng, J.S., Matthews, K.H., Stevens, H.N. & Eccleston, G.M., 2008. Wound healing dressings and drug delivery systems: a review. Journal of pharmaceutical sciences, 97, 2892-2923.

Brem, H. & Tomic-Canic, M., 2007. Cellular and molecular basis of wound healing in diabetes. The Journal of clinical investigation, 117, 1219-1222.

British Pharmacopoeia, 1993. British Pharmacopoeia Addendum. London: Her Majesty’s Stationery Office.

British Pharmacopoeia, 2009. British Pharmacopoeia. London: The Stationary Office. El-Gendy, N., Abdelbary, G., El-Komy, M. & Saafan, A., 2009. Design and evaluation of a

bioadhesive patch for topical delivery of gentamicin sulphate. Current drug delivery, 6, 50-57.

Fudholi, A., 2013. Disolusi & Pelepasan Obat In Vitro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Garg, V., Singh, H. & Singh, S.K., 2014. Development and Validation of a Sensitive U.V.

Method for Piroxicam: Application for Skin Permeation Studies. International Journal of Recent Scientific Research, 5, 980-983.

International Diabetes Federation, 2015. IDF Diabetes Atlas, 7 ed. Belgium: International Diabetes Federation.

(35)

17

Lopes, C.M., Sousa Lobo, J.M., Pinto, J.F. & Costa, P.C., 2007. Compressed matrix core tablet as a quick/slow dual-component delivery system containing ibuprofen. AAPS PharmSciTech, 8, E195-E202.

Madhulata, A. & Ravikiran, N., 2013. Formulation and Evaluation of Ibuporfen Transdermal Patches. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 4, 351-362.

Pubchem, 2016. Ibuprofen (Online),

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/ibuprofen#section=Top/ accessed 05 Juni 2016.

Pudyastuti, B., Nugroho, A.K. & Martono, S., 2014. Formulasi Matriks Transdermal Pentagamavunon-0 dengan Kombinasi Polimer PVP K30 dan Hidroksipropil Metilselulosa. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 11, 44-49.

Rainsford, K., 2009. Ibuprofen: pharmacology, efficacy and safety. Inflammopharmacology, 17, 275-342.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J. & Quinn, M., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6 ed. London: Pharmacutical Press.

Shirsand, S., Ladhane, G., Prathap, S. & Prakash, P., 2012. Design and evaluation of matrix transdermal patches of meloxicam. RGUHS J Pharm Sci, 2, 58-65.

Shoaib, M.H., Tazeen, J., Merchant, H.A. & Yousuf, R.I., 2006. Evaluation of drug release kinetics from ibuprofen matrix tablets using HPMC. Pakistan journal of pharmaceutical sciences, 19, 119-124.

Singh, N., Armstrong, D.G. & Lipsky, B.A., 2005. Preventing foot ulcers in patients with diabetes. Jama, 293, 217-228.

Thu, H.-E., Zulfakar, M.H. & Ng, S.-F., 2012. Alginate based bilayer hydrocolloid films as potential slow-release modern wound dressing. International journal of pharmaceutics, 434, 375-383.

Tiwari, S.B. & Rajabi-Siahboomi, A.R., 2008. Modulation of Drug Release from Hydrophilic Martrices. Advancing Process Solutions: Pharmaceutical Technology, 1-8.

Toshkhani, S., Shilakari, G. & Asthana, A., 2013. Advancements in Wound Healing Biodegradable Dermal Patch Formulation Designing. Inventi Rapid: Pharm Tech. Tunggal, I., 2016. Optimasi Kadar Ibuprofen Dalam Sediaan Hidrogel Diabetic Wound

Healing pada Luka Tikus Diabetes. Universitas Sanata Dharma.

Uslu, İ. & Aytimur, A., 2012. Production and characterization of poly (vinyl alcohol)/poly (vinylpyrrolidone) iodine/poly (ethylene glycol) electrospun fibers with (hydroxypropyl) methyl cellulose and aloe vera as promising material for wound dressing. Journal of Applied Polymer Science, 124, 3520-3524.

(36)

18 LAMPIRAN

Lampiran 1. Proposal Penelitian

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu keadaan darurat kesehatan global terbesar pada abad ke 21 ini. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 menyatakan, jumLah total penderita DM di dunia mencapai 415 juta penderita. Indonesia memiliki prevalensi penyakit diabetes sebesar 6,2% pada tahun 2015 (IDF, 2015). Peningkatan populasi penderita DM akan berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka (Singh, Armstrong, & Lipsky, 2005), dan diantaranya 84% penderita mengalami amputasi kaki (Brem & Tomic-Canic, 2007).

DM berhubungan dengan kerusakan seluler yang mencegah terbentuknya fibroblas untuk membuat matriks ekstraseluler dan keratinosit dalam jumLah yang cukup untuk mengepitalisasi luka (Hamed et al., 2014), yang menyebabkan adanya penurunan pembentukan dan pengaturan dari jaringan kolagen (Asai et al., 2012). Kandungan kolagen pada kulit akan menurun sebagai hasil dari menurunnya biosintesis dan atau degradasi yang dipercepat pada kolagen yang baru disintesis (Gutierrez, 2006). Kolagen dapat didegradasi oleh matrix metalloproteinases (MMPs). Kadar gula yang tinggi dapat meningkatkan ekspresi dari MMP-9 (McLennan, Min, & Yue, 2008). Penghambatan induksi MMP-9 diharapkan mampu mempercepat proses penyembuhan luka bagi penderita diabetes (Asai et al., 2012; Gutierrez, 2006; Hamed et al., 2014; McLennan et al., 2008).

(37)

19

memproduksi prostaglandin (PGE2) pada inflamasi dan nyeri (Rainsford, 2009). Adanya PGE2 dapat secara signifikan meningkatkan regulasi ekspresi MMP-9 (Yen, Khayrullina, & Ganea, 2008). Ibuprofen berpotensi mempercepat penyembuhan luka kronis pada penderita DM dengan mekanisme penghambatan COX-2 yang menyebabkan turunnya produksi PGE2 sehingga ekspresi MMP-9 juga menurun (Asai et al., 2012; Rainsford, 2009; Yen et al., 2008). Pada penelitian Patricia (2015), ibuprofen dengan konsentrasi 5% dalam sediaan sudah memiliki aktivitas penghambatan enzim siklooksigenase.

Wound dressing atau pembalut luka menjadi hal yang penting dalam perawatan luka. Fungsi dari pembalut luka adalah untuk membuat luka tetap kering dengan mengeluarkan eksudat dari luka dan mencegah masuknya bakteri yang berbahaya ke dalam luka. Lingkungan luka yang lembab juga memungkinkan terjadinya penyembuhan luka yang cepat (Boateng, Matthews, Stevens, & Eccleston, 2008). Dalam memilih pembalut luka bagi ulkus kaki diabetik, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu adanya eksudat yang harus dikontrol sehingga mencegah luka menjadi basah, adanya bau karena infeksi, harus nyaman dan diterima oleh pasien saat digunakan, serta tidak menimbulkan rasa sakit apapun, terutama saat penggantian pembalut luka (Hilton, Williams, Beuker, Miller, & Harding, 2004).

Hydrocolloid matrix merupakan sediaan pembalut luka yang diperoleh dari bahan koloidal (agen pembentuk gel) yang dikombinasikan dengan bahan lain seperti elastomer dan adhesif. Hydrocolloid matrix dapat digunakan pada luka eksudat ringan hingga moderat, dan juga pada pengelolaan ulkus kaki (Boateng et al., 2008). Pembuatan hydrocolloid matrix dengan bahan aktif ibuprofen akan

memberikan lingkungan yang lembab pada luka sehingga proses penyembuhan luka dapat berjalan dengan baik dan optimal, serta sebagai sarana pengobatan yang cocok untuk penanganan ulkus kaki diabetik (Boateng et al., 2008; Hilton et al., 2004; Seaman, 2002).

(38)

20

basis dikarenakan polimer dapat membantu dalam melindungi luka dari mikroorganisme, menyerap eksudat, dan meningkatkan penampilan fisik sediaan (Kataria, Gupta, Rath, Mathur, & Dhakate, 2014).

Penelitian terkait formulasi ibuprofen dengan polimer sebagai pembawa telah banyak dilakukan. Penelitian (Madhulata & Ravikiran, 2013) menemukan perbandingan optimal polimer Chitosan dan HPMC dalam formulasi sediaan transdermal ibuprofen yaitu 75:25. Sementara dalam penelitian (Thu, Zulfakar, & Ng, 2012) menggunakan polimer Natrium Alginat dan Gelatin dalam formulasi sediaan pembalut luka hydrocolloid dengan perbandingan 3:2.

Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) atau hypromellose merupakan polimer yang biasa digunakan dalam formulasi sediaan oral, optalmik, nasal, dan juga topikal (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009). HPMC sering digunakan sebagai agen pengental, penstabil, pengemulsi, penampung air, film-forming, yang penting pada preparasi bahan pembalut luka (Uslu & Aytimur, 2012). Sebagai agen film-forming, konsentrasi HPMC yang dibutuhkan adalah 2-20% b/b (Rowe et al., 2009). HPMC dapat digunakan sebagai polimer yang mengontrol laju pelepasan obat dan juga sebagai agen penstabil (Amjad, Ehtheshamuddin, & Chand, 2011).

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi konsentrasi HPMC untuk mengetahui formula yang paling optimal pada sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen, agar dapat tercapai efek terapetik obat maksimal dalam durasi yang lebih lama dan pelepasan obat yang lebih terkontrol.

1.2. Rumusan Masalah

a. Berapa konsentrasi HPMC optimal pada hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen?

(39)

21 1.3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui konsentrasi HPMC optimal pada sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen.

b. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi HPMC terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix diabetic wound healing ibuprofen.

1.4. Urgensi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen sebagai sediaan diabetic wound healing yang dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes sehingga angka kejadian amputasi akibat ulkus kaki diabetik dapat menurun.

1.5. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu kefarmasian di Indonesia yang berkaitan dengan diabetes, khususnya bagi penanganan luka diabetes yang berpotensi menjadi ulkus kaki diabetik, dengan sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

1.6. Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkan konsentrasi polimer HPMC optimal dalam hydrocolloid matrix ibuprofen yang mampu mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes serta pengaruh polimer HPMC terhadap sifat dan stabilitas fisika dan kimia hydrocolloid matrix ibuprofen.

1.7. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

(40)

22

formulasi ibuprofen sebagai diabetic wound healing untuk mempercepat penyembuhan luka diabetes terutama dalam pencegahan terjadinya amputasi akibat ulkus kaki diabetik. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

(41)

23

BAB 2. PENELAAHAN PUSTAKA

2.1 Luka

Luka didefinisikan sebagai kerusakan atau gangguan pada struktur dan fungsi normal dari anatomi. Luka dapat digolongkan mulai dari kerusakan sederhana pada integritas epitelial pada kulit, hingga yang lebih dalam, yaitu mencapai jaringan subkutan dengan kerusakan pada struktur lain seperti urat, otot, pembuluh, saraf, organ parenkim, hingga tulang (Velnar, Bailey, & Smrkolj, 2009).

Penyembuhan luka adalah proses biologikal normal dalam tubuh manusia, yang tercapai melalui 4 fase yang tepat dan terprogram yaitu: hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Supaya luka dapat sembuh total, keempat fase tersebut harus terjadi pada urutan dan jangka waktu yang tepat (Guo & DiPietro, 2010).

Pada fase koagulasi atau hemostasis terjadi agregasi platelet, yang menyebabkan terbentuknya benang-benang fibrin serta dapat mengaktifkan makrofag dan fibroblas menuju tempat cedera. Kemudian, pada fase inflamasi terjadi fagositosis jaringan yang rusak dan mikroorganisme oportunistik. Sel inflamasi kemudian akan mensekresi sitokin yang mengatur pengambilan sel inflamasi menuju tempat cedera dan mendorong migrasi sel yang dibutuhkan untuk fase penyembuhan luka selanjutnya (Hamed et al., 2014).

(42)

24

2.2 Penyembuhan Luka Penderita Diabetes

Luka yang sulit sembuh adalah permasalahan klinis utama pada pasien penderita diabetes dan hal tersebut menyebabkan terjadinya amputasi. Rendahnya penyembuhan pada luka diabetes disebabkan oleh adanya gangguan angiogenesis dan vasukulogenesis (Gallagher et al., 2007). Penundaan penyembuhan luka diabetes juga disebabkan oleh meningkatnya apoptosis, inflitrasi selular yang tertunda, penurunan angiogenesis, dan penurunan pembentukan dan pengaturan dari jaringan kolagen (Asai et al., 2012). Kombinasi kerusakan neurovaskular dan selular yang bergabung dengan efek dari tekanan dan gesekan pada kulit, juga merupakan penyebab berkembangnya ulkus diabetik kronis (Hamed et al., 2014).

DM adalah kondisi yang berkaitan dengan variasi abnormalitas jaringan. Kandungan kolagen dalam kulit akan menurun sebagai hasil dari menurunnya biosintesis dan atau meningkatnya degradasi dari kolagen yang baru disintesis. (Gutierrez, 2006). DM mengganggu ekspresi dan aktivasi dari enzim matrix metalloproteinases (MMPs), yang merupakan kelompok enzim yang bertanggung jawab dalam degradasi matrik ekstraseluler (McLennan et al., 2008).

Kadar gula yang tinggi secara tidak langsung akan mempengaruhi MMPs dengan pembentukan Advanced Gylycation End Products (AGEs) yang akan terakumulasi selama kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan. Jalur tersebut dapat mempengaruhi penyembuhan luka dengan meningkatkan inflamasi dan degan demikian mempengaruhi remodelling matriks ekstraseluler. Kadar gula yang tinggi akan meningkatkan MMP-9 yang terlibat dalam beberapa aksi pro-inflamasi. Aksi MMP-9 akan meningkatkan aktivitas sitokin dan memungkinkan terjadinya respon inflamasi. Oleh sebab itu, waktu dari respon inflamasi akan terpengaruhi yang membawa pada penyembuhan luka yang buruk (McLennan et al., 2008).

2.3 Ibuprofen

(43)

25

tingkat toksisitas rendah dan sangat jarang dihubungkan dengan kematian akibat kecelakaan atau kesengajaan pengonsumsian atau adanya reaksi yang merugikan (Rainsford, 2009).

Ibuprofen memiliki bobot molekul 206,28082 g/mol (Pubchem, 2015). Titik leleh ibuprofen sebesar 77-78°C (Santa Cruz Biotechnology, 2016) Ibuprofen memiliki nilai pKa sebesar 5,2 (Rainsford, 2015) dan nilai logP sebesar 3,97 (Pubchem, 2016). Ibuprofen sukar larut dalam air yaitu sebesar 21 mg/L, namun dapat larut pada beberapa solven organik (Pubchem, 2016). Ibuprofen larut dalam etanol, dengan kelarutan sebesar 25 mg/mL. Selain itu, ibuprofen juga larut dalam klorofom (1:1), eter (1:2), aseton (1:1,5), larutan alkali hidroksida dan karbonat, diklorometan, metanol (50 mg/mL), dan juga etil asetat (Santa Cruz Biotechnology, 2016).

Gambar 1. Struktur Molekul Ibuprofen (Bushra & Aslam, 2010)

Ibuprofen merupakan obat golongan non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang bekerja secara tidak selektif pada enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan COX-2. Meskipun sifat anti inflamasinya lebih rendah dari NSAIDs lainnya, ibuprofen memiliki kemampuan menonjol pada sifat analgesik dan anti piretiknya. Penghambatan enzim COX oleh ibuprofen mengakibatkan terhambatnya sistesis prostaglandin (PGE2). Prostaglandin memiliki peran penting dalam memproduksi rasa nyeri, inflamasi, dan demam (Bushra & Aslam, 2010). Adanya PGE2 juga dapat secara signifikan meningkatkan regulasi ekspresi MMP-9 (Yen et al., 2008).

2.4 Sediaan Penyembuh Luka

(44)

26

sosial, serta sifat fisika kimia dari pembalut luka yang tersedia. Secara umum, sifat fisika dari pembalut luka topikal adalah permeabilitas dari kelembaban, afinitas cairan, penyerapan air, sifat reologi (kekuatan peregangan, elastisitas, serta sifat kompresif dan bioadhesif (Boateng et al., 2008).

Sediaan penyembuh luka harus memiliki beberapa sifat. Sediaan penyembuh luka harus dapat melindungi luka dari infeksi bakteri, mengontrol kehilangan air dan mencegah dehidrasi, mengontrol permeabilitas oksigen dan karbondioksida, mengabsorbsi eksudat, dan meningkatkan penyembuhan luka. Sebagai tambahan, sediaan penyembuh luka harus mengandung bahan yang non-toksik, non-imunogenik, fleksibel, tahan lama, dan nyaman ketika digunakan (Kirker, Luo, Nielson, Shelby, & Prestwich, 2002).

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat banyak macam pembalut luka yang memiliki target pada penyembuhan luka yang berbeda satu sama lain. Pembalut luka tersebut dapat diklasifikasikan sesuai fungsi, bahan penyusun sediaan, dan bentuk fisik dari sediaan. Kegunaan setiap jenis pembalut luka tergantung pada tipe luka, keadaan kesehatan pasien, dan tahap proses penyembuhan luka yang menjadi target (Kofuji et al., 2010).

2.5 Sediaan Hydrocolloid

Hydrocolloid matrix merupakan sediaan pengelola luka yang diperoleh dari bahan koloidal (agen pembentuk gel) yang dikombinasikan dengan bahan lain seperti elastomer dan adhesif. Sediaan ini sangat berguna secara klinis karena dapat melekat pada sisi yang lembab maupun kering. Hydrocolloid matrix dapat digunakan pada luka eksudat ringan hingga moderat, dan juga pada pengelolaan ulkus kaki. Sediaan ini impermeabel terhadap uap air, namun dalam menyerap eksudat luka terjadi perubahan fisik dengan pembentukan gel yang akan menutupi luka. Sediaan ini akan menjadi lebih permeabel terhadap air dan udara dalam wujud gel. Sediaan hydrocolloid matrix juga tidak menyebabkan rasa sakit saat dilepaskan dari tempat luka (Boateng et al., 2008).

(45)

27

sediaan hydrocolloid diaplikasikan pada luka ulkus, terjadi interaksi antara substanti hidrokoloid dan eksudat luka, yang membentuk massa gel berwarna kuning. Massa tersebut yang akan berkontribusi pada pembentukan lingkungan yang lembab, memfasilitasi debridemen autolitik, pembentukan jaringan granulasi, dan epitelisasi (Shai & Maibach, 2005).

Kelebihan dari sediaan hydrocolloid matrix adalah kemampuan pelekatan (adhesivitas) sediaan pada luka. Selain itu, interaksinya dengan cairan eksudat luka dapat membentuk gel protektif. Sediaan ini dapat mengisolasi luka, occlusive, meningkatkan angiogenesis, mendukung debridemen autolitik, melindungi dari infeksi sekunder, dan dapat diganti hingga 7 hari sekali, tegantung dari jumLah eksudat yang sudah diserap. Sediaan hydrocolloid matrix ini dapat digunakan pada luka yang lembab dan dapat digunakan pada ulkus (Campton-Johnston & Wilson, 2001).

2.6 Hydroxypropyl Methylcellulose

Dalam preparasi sediaan untuk kulit, pembawa adalah hal yang paling berpengaruh. Terdapat banyak macam polimer sebagai pembawa pada kulit. Polimer dapat berfungsi sebagai matriks dalam patch dan sediaan pembalut luka, serta dapat berfungsi sebagai bahan perekat pada kulit (Valenta & Auner, 2004).

(46)

28

Gambar 2. Struktur Molekul HPMC (Rowe et al., 2009)

Pemilihan membran polimer sangat penting dalam mendesai variasi dari permeasi membran (Gaikwad, 2013). HPMC teridentifikasi sebagai polimer paling populer sebagai matriks karena memiliki beberapa manfaat. Manfaat dari HPMC adalah dapat diterima secara global, memiliki stabilitas yang baik dan tidak memiliki muatan, mudah diproduksi, cocok digunakan bagi banyak jenis obat dengan profil pelepasan yang berbeda-beda, tidak berbau dan berasa, dan selalu tersedia (Tiwari & Rajabi-Siahboomi, 2008). HPMC dapat digunakan sebagai polimer yang mengontrol laju pelepasan obat dan juga sebagai agen penstabil (Amjad et al., 2011).

2.7 Landasan Teori

Luka kronis yang dialami penderita diabetes dapat mengarah kepada terjadinya ulkus terutama pada bagian kaki yang biasa disebut ulkus kaki diabetik. Kadar gula yang tinggi juga dapat meningkatkan ekspresi enzim MMP-9, di mana enzim tersebut adalah enzim yang dapat mendegradasi kolagen. Hal tersebut menyebabkan penyembuhan luka tidak terjadi karena ketiadaan kolagen yang disintesis. Ibuprofen merupakan obat golongan NSAIDs yang dapat menghambat sintesis prostaglandin. Penghambatan sintesis prostaglandin dapat menekan ekspresi dari MMP-9 yang berefek menurunnya sintesis kolagen sehingga proses penyembuhan luka pada penderita diabetes dapat berjalan lebih cepat.

(47)

29

mengabsorbsi eksudat tersebut. Patch adalah sediaan yang dapat membawa uap air yang lembab pada luka, namun tidak dapat ditembus oleh bakteri ataupun cairan dari luar. Hydrocolloid matrix merupakan sediaan penyembuh luka yang diperoleh dari bahan koloidal (agen pembentuk gel) dan dapat digunakan pada luka eksudat ringan hingga moderat, serta pada ulkus kaki. Sediaan ini dapat menyerap eksudat pada luka dengan membentuk gel protektif. Sediaan ini memiliki kemampuan pelekatan (adhesivitas) pada luka. Selain itu, penggunaan sediaan ini dapat menurunkan frekuensi pemberian hingga mencapai 7 hari.

Pembuatan sediaan hydrocolloid matrix membutuhkan polimer sebagai bahan utamanya. Polimer merupakan pembawa yang berfungsi sebagai matriks dan bahan perekat pada kulit. HPMC merupakan polimer yang berfungsi sebagai bahan bioadhesif, agen controlled-release, agen film-forming, dan juga agen penstabil. HPMC . HPMC dapat berfungsi sebagai polimer yang mengontrol laju pelepasan obat dan juga sebagai agen penstabil. Pembuatan hydrocolloid matrix ibuprofen dengan polimer HPMC dapat memberikan pelepasan obat yang lebih terkontrol dengan durasi pemakaian yang lebih lama sebagai diabetic wound healing.

2.8 Hipotesis

a. Konsentrasi polimer HPMC tertentu menghasilkan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan bahan aktif ibuprofen yang optimal.

(48)

30

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Optimasi Konsentrasi Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) Sebagai Polimer Hydrocolloid Matrix Diabetic Wound Healing Dengan Bahan Aktif Ibuprofen” ini termasuk penelitian eksperimental

murni.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel penelitian

a. Variabel bebas: konsentrasi HPMC sebagai polimer hydrocolloid matrix ibuprofen diabetic wound healing.

b. Variabel tergantung: sifat fisika dan kimia serta stabilitas sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen diabetic wound healing. c. Variabel pengacau:

1) Variabel pengacau terkendali: produsen obat dan bahan kimia untuk formula hydrocolloid matrix, produsen bahan kimia aloksan dan ketamin, prosedur pembuatan dan pengujiaan sediaan, kondisi penyimpanan sediaan, wadah penyimpanan seduaan

2) Variabel pengacau tak terkendali: kondisi ruangan saat pembuatan.

3.2.2 Definisi Operasional

a. Sediaan hydrocolloid matrix ibuprofen: sediaan yang mengandung HPMC, etanol, propilen glikol, gliserol, dan akuades sebagai basis, kemudian ditambahkan zat aktif ibuprofen lalu dibentuk menjadi film hydrocolloid.

(49)

31

c. Sifat fisika kimia hydrocolloi matrix: parameter kualitas fisik sediaan yang meliputi organoleptis, keseragaman bobot sediaan, ketebalan matrix, pH, tensile strength, persentase moisture absorption, ketahanan pelipatan, keseragaman kandungan obat dalam matrix, pelepasan obat dari matrix, dan iritabilitas matrix.

d. Stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix: parameter kestabilan hydrocolloid matrix yang meliputi, perubahan fisik dan kandungan obat setelah diberi perlakuan suhu yang berbeda selama penyimpanan.

e. Sterilitas sediaan: uji mikrobiologi yang menunjukkan bahwa sediaan hydrocolloid matrix yang dibuat steril.

f. Organoleptis: uji penampakan fisik sediaan hydrocolloid matrix yang meliputi warna, kejernihan dan kehalusan, di mana sediaan memiliki warna seragam, jernih, dan halus. g. Keseragaman bobot sediaan: uji terkait variasi bobot sediaan

patch hydrocolloid yang menunjukkan hasil homogen dengan coefficient variation (CV) < 10%.

h. Ketebalan sediaan: uji terkait variasi ketebalan sediaan hydrocolloid matrix yang menunjukkan hasil homogen dengan nilai ideal 0,5 mm.

i. pH larutan sediaan: uji terkait pH larutan sediaan yang berada pada range 4-7,4.

j. Persen moisture content: uji terkait penyerapan kelembaban oleh hydrocolloid matrix piroksikam sampai mencapai titik jenuh. Formula dengan nilai persen moisture content terendah dipertimbangkan sebagai formula optimal.

Gambar

Tabel IV. Interpretasi Hasil Uji Histopatologi ......................................................
Gambar 2. Kurva persen pelepasan obat vs waktu ...............................................
Tabel I. Formula hydrocolloid matrix ibuprofen
Tabel II. Hasil evaluasi sifat fisika kimia hydrocolloid matrix ibuprofen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkenaan dengan hal tersebut, agar Saudara dapat membawa dokumen penawaran asli dan audit payroll tenaga ahli yang Saudara Upload melalui aplikasi SPSE. Hal-hal yang belum jelas

ludd,?eD!trakFtan x*adaran

Bentuk desain yang telah ditentukan pada tahap perancangan kemudian di gambar sketsa/pola pada balok kayu pinus yang akan digunakan untuk membuat blade.. Kayu Pinus dipilih

[r]

PENGELOLAAN ARSIP PADA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap penyerapan ion logam Cr (VI) oleh serbuk kulit manggis yang telah ditarik zat warnanya dengan 3 kali penggantian

[r]

Kata Kunci : Hoisting equipment, hypermarket,fork/ift truck dan hand pallet