• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan materi dan metode pelatihan pasien simulasi sebagai alat evaluasi KIE Asma di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan materi dan metode pelatihan pasien simulasi sebagai alat evaluasi KIE Asma di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN PASIEN SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE ASMA DI FAKULTAS

FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Francisca Aninda Sarasita

NIM : 138114142

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN PASIEN SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE ASMA DI FAKULTAS

FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Francisca Aninda Sarasita

NIM : 138114142

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah

dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. ~

Filipi 4:6

“Tidak akan ada kata terlambat untuk orang yang ingin terus

belajar dan berusaha”

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah

dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. ~

Filipi 4:6

Tidak akan ada kata terlambat untuk orang yang ingin terus

belajar dan berusaha”

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN SAMPUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii

Jenis dan Rancangan Penelitian ... 3

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Inform Consent Pasien Simulasi... 15

Lampiran 2. Inform Consent Observer ... 16

Lampiran 3. Inform Consent Mahasiswa Farmasi ... 17

Lampiran 4. Inform Consent Apoteker Independen ... 18

Lampiran 5. Checklist Pengamatan Pasien Simulasi Kasus Asma Resep ... 19

Lampiran 6. Pengamatan PS Kasus Asma Resep secara Kualitatif ... 20

Lampiran 7. Checklist Pengamatan Pasien Simulasi Kasus Asma Non Resep .... 21

Lampiran 8. Pengamatan PS Kasus Asma Non Resep secara Kualitatif ... 22

Lampiran 9. Checklist Role Play Skenario Asma Resep ... 23

Lampiran 10. Checklist Role Play Skenario Asma Non Resep ... 25

Lampiran 11. Hasil Uji T-test Checklist Role Play Skenario Asma ... 27

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data kualitatif PS Kasus Asma Resep dan Non Resep ... 9

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil Penilaian PS Kasus Asma Resep ... 9

(13)

Abstrak

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik yang diberikan oleh apoteker kepada pasien untuk menunjang penggunaan suatu obat yang rasional. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Indonesia belum diimplementasikan dengan baik oleh apoteker. Masalah tersebut perlu diatasi dengan adanya pembenahan dari sisi Pendidikan Tinggi Farmasi (PTF) melalui peningkatan mutu dengan cara evaluasi pembelajaran mahasiswa.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi metode dan materi pelatihan yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi di Universitas Sanata Dharma dalam pembelajaran KIE obat asma. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan kuasi eksperimental. Pengambilan data dilakukan dua kali. Pertama, saat pelatihan pasien simulasi oleh observer dan peneliti sehingga diperoleh data kualitatif dan kuantitatif performa pasien simulasi dari hasil rubrik penilaian pasien simulasi. Kedua, penilaian yang dilakukan oleh apoteker independen saat mahasiswa S1 Farmasi melakukan proses KIE menggunakan pasien simulasi sehingga diperoleh pula data kualitatif dan kuantitatif performa mahasiswa dari hasil rubrik penilaian KIE obat asma resep dan non resep.

Hasil dari penelitian ini yaitu metode dan materi yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi dalam pembelajaran KIE obat asma. Hasil penilaian performa mahasiswa farmasi menggunakan uji t-test tidak berpasangan dan uji Cohen Kappa (p = 0,421; nilai Kappa = 0,77) menunjukkan bahwa penilaian kedua penilai berbeda tidak bermakna dan tingkat kesepakatan 2 penilai yang konsisten.

(14)

Abstract

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) is one of clinical pharmacy services given by pharmacists to provide a rational drug use. The implementation of pharmacy service is not implemented well yet by pharmacist. This problem needs to be solved by revising faculty of pharmacy in university through quality improvement e.g. student learning evaluation.

The purpose of this research is identify the relevant method and learning material for simulated patient related to the students who learn Pharmacy in Sanata Dharma University in which they learn about KIE asthma. This research belongs to experimental research with experimental quation arrangement. The data was taken twice. First, it was done in the time of simulation patient learning by observer and researcher. Through this activity, the result of simulation patient assessment rubric is the qualitative and quantitative data of simulated patient performance. Second, the assessment done by independent pharmacist when the pharmacy students did KIE process using simulated patient produced students’ quantitative and qualitative performance based on the result of KIE assessment to prescription and non- prescription drug for asthma.

The result of this examination is the relevant method and learning material for simulated patient related to the pharmacy students in the learning of KIE asthma. The pharmacy students’ performance assessment result using independent t-test examination and Cohen Kappa examination (p = 0,421; Kappa result = 0,77) showed that the assessment of two assessors is nonsense different and the agreement level of two assessors is consistent.

(15)

PENDAHULUAN

Apoteker dalam menjalankan praktek kefarmasian di apotek sesuai

Permenkes RI No. 35 tahun 2014, harus mempunyai status hukum praktik

kefarmasian di Indonesia yang dapat diperoleh apabila telah teregistrasi oleh

Komite Farmasi Nasional dan sudah memiliki sertifikat kompetensi sebagai

pengakuan kompetensinya. Dalam kerangka inilah standar kompetensi apoteker

Indonesia merupakan ukuran keahlian apoteker yang akan menjalankan praktik

kefarmasiannya (Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 2011).

Berdasarkan kompetensi apoteker Indonesia, seorang apoteker dapat

menjalankan perannya dengan baik apabila mampu bersikap profesional dimulai

dari tahap dispensing sampai penyerahan obat ke pasien disertai dengan

pemberian informasi obat yang baik dan benar. Apoteker juga harus mampu

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang

farmasi(Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 2011).

Penelitian oleh Sasanti et al (2009) mengemukakan bahwa standar

pelayanan kefarmasian di berbagai fasilitas pelayanan tidak dapat sepenuhnya

dilaksanakan. Penelitian mengenai pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di

apotek Kota Yogyakarta juga menunjukkan hanya 21% apoteker yang

melaksanakan standar pelayanan kefarmasian dengan baik (Atmini dkk, 2011).

Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa performa apoteker di Apotek

Indonesia masih kurang dan belum sesuai dengan Permenkes No.35 tahun 2014.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya

pembenahan dari sisi Pendidikan Tinggi Farmasi dan atau Organisasi Ikatan

Apoteker Indonesia (IAI). Dari sisi pendidikan tinggi farmasi Indonesia

diperlukan adanya peningkatan mutu. Pendidikan tinggi farmasi Indonesia harus

memfasilitasi pengembangan kompetensi peserta didik dan lulusannya untuk

menjalankan peran dan tanggung jawabnya dalam praktik kefarmasian (APTFI,

2013).

Demi meningkatkan mutu pendidikan tinggi farmasi di Indonesia salah

(16)

dipersiapkan alat evaluasi baru untuk menyempurnakan proses evaluasi yang

sudah ada selama ini yaitu berupa pasien simulasi.

Kita dapat menilai kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dan

memberikan penilaian terhadap kesehatan pasien dengan menggunakan pasien

simulasi yang terstandarisasi. Setelah semua poin-poin dalam rubrik penilaian

terisi, sebuah fakultas dapat membandingkan kinerja masing-masing siswa dengan

sesamanya teman sefakultas (School of Medicine Oregon Health & Science

University, (n.d)). Materi yang akan dilatihkan dalam pasien simulasi ini adalah

untuk obat-obatan asma resep dan non resep.

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik pada saluran napas

yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang

dan sering timbul terutama pada malam hari menjelang pagi (Global Initiative for

Asthma, 2011). The Global Asthma Report melaporkan bahwa jumlah penderita

asma di dunia diperkirakan mencapai 334 juta pada tahun 2014. Menurut estimasi

yang dilakukan oleh WHO, kejadian penyakit asma di dunia akan meningkat

sebesar 100 juta penderita baru di berbagai negara di dunia pada tahun 2025

(Masoli M. et al, 2004). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013,

prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5%. Angka kejadian asma meningkat

1,4 kali pada rentang umur 15-23 tahun dan lebih dominan terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki (Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI,

2013).

Asma memerlukan tata laksana jangka panjang. Tata laksana asma terdiri

dari terapi farmakologi dan non farmakologi, Komunikasi Informasi Edukasi

(KIE) merupakan salah satu tata laksana non farmaka. Dengan penerapan program

KIE diharap dapat mengurangi kekambuhan asma, meningkatkan pengetahuan,

mengurangi biaya pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup (Matondang,

M.A., et al. 2009).

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini perlu dilakukan untuk

mengidentifikasi materi pelatihan dan metode pelatihan yang relevan dan efektif

untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi dalam pembelajaran

(17)

METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

(USD) ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental dengan rancangan kuasi

eksperimental. Dalam penelitian ini peneliti hanya memberikan perlakuan berupa

pelatihan terhadap pasien simulasi selaku subjek penelitian, lalu melakukan

pengukuran dampak pelatihan, namun tidak menggunakan kontrol sebagai

pembanding. Kuasi eksperimental ini dilakukan sebagai alternative eksperimen

murni, misalnya ketika ukuran sampel terlalu kecil (Prahasto I.D., Probandari A.,

2012).

Alat dan Bahan Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah checklist

penilaian kelayakan pasien simulasi yang dikembangkan dari hasil penelitian

Wijoyo (2016) dan checklist serta rubrik penilaian KIE mahasiswa farmasi yang

diambil dari hasil penelitian Wijoyo (2016). Kedua checklist dan rubrik tersebut

telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Bahan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berbagai studi literatur yang digunakan untuk menyusun

materi pelatihan pasien simulasi pasien asma serta skenario kasus asma resep dan

non resep.

Jalannya Penelitian

Tahap awal yang dilakukan adalah studi literatur untuk mengembangkan

skenario kasus obat asma, dilanjutkan dengan validasi expert dan validasi bahasa

untuk menghasilkan 1 kasus obat asma resep dan 1 kasus obat asma non resep.

Tahap studi literatur ini akan terus dilakukan hingga akhir penelitian

Selanjutnya, peneliti juga harus memilih 5 pasien simulasi, 20 mahasiswa

S1 Farmasi, pelatih pasien simulasi, pemeran apoteker, observer, serta apoteker

independen. Kriteria untuk pasien simulasi yaitu berusia minimal 18 tahun dan

berasal dari prodi di luar bidang kesehatan, Kriteria mahasiswa farmasi yang akan

(18)

aktif Fakultas Farmasi USD yang minimal berada di semester 4 dan sudah

memperoleh materi pembelajaran terkait KIE

Setelah skenario kasus siap, peneliti membagikannya kepada pemeran

pasien minimal 1 hari sebelum latihan sambil menjelaskan tentang latar belakang

teori dari setiap skenario. Mahasiswa pemeran apoteker berlatih dengan pemeran

pasien untuk setiap skenario kasus obat asma resep dan non resep. Setelah pasien

simulasi menjalani pelatihan, pasien simulasi akan dinilai oleh observer dan

peneliti berdasarkan checklist untuk melihat perkembangan pasien dan kelayakan

pasien sambil dilakukan perekaman video yang diputar di akhir sesi pelatihan

untuk dilakukan evaluasi bersama.

Observer dan peneliti sebelum melakukan penilaian terhadap pasien

simulasi harus menyamakan persepsi terlebih dahulu. Apabila setelah proses

penilaian terdapat penampilan pasien simulasi yang belum memenuhi kriteria,

maka peneliti dan observer berhak untuk berdiskusi dengan pelatih pasien

simulasi untuk memperbaiki penampilan pasien simulasi selanjutnya. Dua pasien

simulasi yang memenuhi kriteria penilaian dan memperoleh skor tinggi akan lolos

menjadi pasien simulasi.

Setelah semuanya siap, kedua pasien simulasi tersebut kemudian

melakukan perannya dalam role play dengan mahasiswa Farmasi. Penilaian

dilakukan oleh peneliti dan apoteker independen menggunakan checklist rubrik

penilaian KIE yang telah divalidasi. Penilaian ini sekaligus menjadi uji reliabilitas

bagi checklist KIE tersebut.

Analisis Data

Hasil checklist penilaian pemeran pasien simulasi yang dilakukan oleh

observer dan peneliti digunakan sebagai data kuantitatif. Apabila pasien simulasi

sudah bisa mencapai 100% dari nilai total yaitu nilai 9 untuk kasus asma non

resep dan 12 untuk kasus asma resep, maka pasien simulasi dinyatakan siap dan

layak. Selain itu, kolom komentar yang ada di rubrik penilaian juga digunakan

sebagai data kualitatif untuk dijadikan masukan bagi pasien simulasi agar

(19)

Farmasi berupa data kuantitatif dihitung dengan dua cara yaitu menggunakan uji

t-test dengan taraf kepercayaan 95% tidak berpasangan dan perhitungan koefisien

Cohen Kappa.

Analisis data pada uji t-test tidak berpasangan dengan taraf kepercayaan

95% yaitu apabila hasil Levene’s test untuk uji homogenitas menunjukkan p>0,05

maka data dikatakan homogen, sedangkan p<0,05 maka data tidak homogen. Jika

data homogen, maka yang dilihat adalah nilai equal variance assumed. Apabila

pada kolom Sig. (2-tailed) nilai p > 0,05 terdapat perbedaan tidak bermakna antara

penilai 1 dan 2, sedangkan p<0,05 maka terdapat perbedaan bermakna antara

penilai 1 dan 2 (Widhiarso W., (n.d.))

Perbedaan bermakna antara penilai 1 dan 2 dalam penelitian ini, berarti

penilaian belum konsisten dan antara penilai 1 dan 2 belum memiliki persepsi

yang sama dalam menilai pasien simulasi, sehingga pasien simulasi belum

memberikan performa yang baik. Apabila terjadi perbedaan tidak bermakna antara

penilai 1 dan 2 dalam penelitian ini, berarti penilaian telah konsisten dan antara

penilai 1 dan 2 sudah memiliki persepsi yang sama dalam menilai pasien simulasi,

sehingga pasien simulasi telah memberikan performa yang baik.

Analisis hasil koefisien Cohen Kappa yaitu berdasarkan rata-rata koefisien

Cohen Kappa yang diperoleh dari 20 mahasiswa farmasi. Apabila koefisien

Cohen Kappa 0,21-0,40 berarti konsistensi antar 2 penilai cukup (fair agreement);

apabila 0,41-0,60 berarti konsistensi antar 2 penilai sedang (moderate agreement);

apabila 0,61-0,80 berarti konsistensi antar 2 penilai kuat (substantial agreement);

apabila >0,81 berarti konsistensi antar 2 penilai hampir sempurna (Wan Tang et

al 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini adalah sbb: (1) pedoman pelatihan simulasi (2) penilaian

performa pasien simulasi serta (3) uji t-test dan cohen kappa checklist KIE.

(20)

Pedoman Pelatihan Pasien Simulasi

Pedoman Pelatihan Simulasi terdiri dari : (1) tujuan pelatihan pasien

simulasi, (2) materi pelatihan pasien simulasi (3) skenario kasus asma resep dan

non resep (4) pemilihan pasien simulasi, (5) jalannya pelatihan pasien simulasi

dan (6) instrumen evaluasi. Pedoman pelatihan pasien simulasi dicetak dalam

dokumen terpisah.

1) Tujuan Pelatihan Pasien Simulasi

Tujuan pelatihan pasien simulasi adalah melatih pasien simulasi untuk

dapat berperan sebagai pasien dalam kasus asma resep dan non resep, serta

melakukan validasi checklist penilaian KIE untuk penilaian mahasiswa farmasi

yang berperan sebagai apoteker

2) Materi Pelatihan Pasien Simulasi

Materi pelatihan yang difokuskan pada faktor penyebab, gejala, terapi

farmakologi dan non farmakologi asma bersumber dari PDPI (2003) dan Dipiro

J.T. et al (2005).

Bahan ajar pelatihan pasien simulasi sangat diperlukan bagi pasien simulasi

supaya mereka mengetahui teori-teori di bidang kesehatan tentang penyakit dan

pengobatannya.

3) Skenario Kasus Asma Resep dan Non Resep

Skenario kasus asma resep dan non resep dibuat berdasarkan literatur dan

untuk proses komunikasinya telah disesuaikan dengan aturan KIE di Permenkes

RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, supaya mahasiswa dapat merasakan “real setting” dan mampu memberikan KIE layaknya apoteker yang profesional. Beberapa kegunaan dari dilakukannya role play

dengan skenario kasus tertentu adalah mahasiswa jadi terbiasa berpikir kritis

dalam menyelesaikan suatu masalah dan mencari alternatifnya, serta dapat

meningkatkan rasa empati dan rasa kepedulian yang lebih tinggi terhadap orang

(21)

Skenario telah melalui tahap validasi (validasi expert dan bahasa). Setelah

melewati 2 tahap validasi tersebut, skenario mengalami 2 x perubahan dan

dinyatakan siap untuk diajarkan dan disimulasikan kepada pasien simulasi.

Penggunaan skenario role play ini merupakan salah satu metode untuk

mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi (Shilbayeh S.,

2011).

4) Pemilihan Pasien Simulasi

Semua pasien simulasi yang dipilih dalam penelitian ini merupakan

mahasiswa yang tidak mempunyai background kesehatan. Smithson et al (2015)

menyatakan bahwa pasien simulasi tipe ini mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan. Kelebihannya yaitu: (1) tidak mempunyai relasi dengan mahasiswa

farmasi yang akan diuji, (2) cenderung patuh pada instruksi yang diberikan selama

proses pelatihan, dan (3) biaya juga relatif lebih terjangkau daripada

menggunakan dosen atau pegawai tetap lainnya. Selain kelebihan, terdapat juga

beberapa kelemahan yaitu: (1) membutuhkan pelatihan yang lebih banyak, (2)

membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk memahami teknik berakting.

5) Jalannya Pelatihan Pasien Simulasi

Terdapat hal yang khas dalam pelatihan ini yaitu : (1) Pasien simulasi dilatih

one by one oleh pelatih, kemudian dipertemukan dengan pemeran apoteker untuk

mempraktekkan apa yang sudah mereka pelajari. Pelatihan ini berbeda dengan

disertasi milik Wijoyo (2016) karena dilatih one by one, sehingga menjadi lebih

intensif dan performa pasien simulasi akan lebih baik (2) Penilaian pasien

simulasi oleh peneliti dan observer juga didokumentasikan melalui perekaman

video.

Perekaman video ini digunakan untuk mengevaluasi performa pasien,

memodifikasi performa pasien, dan sebagai dokumen untuk ditunjukkan kepada

fakultas dalam mempromosikan pasien simulasi ke dalam metode pengajaran

(22)

menit. Kedua hal ini yang membedakan dengan penelitian Wijoyo (2016)

sebelumnya.

Dari 5 pasien simulasi yang dipilih kemudian menjalani dua kali proses

pelatihan pelatih pasien simulasi dan tiga kali penilaian oleh observer dan peneliti

selama ± 3 minggu. Kendala yang dihadapi yaitu diperlukannya penyesuaian

jadwal antara pasien simulasi, pelatih pasien simulasi, pemeran apoteker, dan

observer, sehingga diambilah keputusan untuk mengadakan di waktu malam hari

di saat semua aktivitas inti mereka sudah berakhir.

6) Instrumen Evaluasi

Instrumen Evaluasi Pasien Simulasi (PS)

Instrumen evaluasi (kuantitatif) pasien simulasi merupakan adopsi dari hasil

penelitian Wijoyo (2016). Hal yang membedakan dari instrumen evaluasi PS

milik Wijoyo (2016) yaitu peneliti menambahkan penilaian secara kualitatif untuk

mendukung data kuantitatif yang telah ada.

Penilaian kualitatif terdiri dari ekspresi wajah, grogi tidaknya pasien,

gesture tubuh, artikulasi, volume suara, dan kontak mata. Item checklist penilaian

kuantitatif performa pasien simulasi disesuaikan dengan skenario kasus asma

yang berisi pertanyaan gejala, tingkat keparahan, frekuensi, pengobatan yang

sudah dijalani, informasi terkait obat (cara pemakaian, cara megatasi efek

samping, cara penyimpannan), nomor handphone apoteker, dan terapi non

farmakologi.

Instrumen Evaluasi Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)

Setelah kedua pasien simulasi yang dinilai layak siap melakukan simulasi

kasus, mereka dihadapkan dengan mahasiswa Farmasi dalam setting responsi

Praktikum Komunikasi Farmasi. Penilaian penampilan mahasiswa Farmasi dalam

memberikan KIE kepada pasien simulasi menggunakan checklist penilaian KIE

mahasiswa farmasi yang diambil dari hasil penelitian Wijoyo (2016) tanpa adanya

penyesuaian kembali. Checklist penilaian tersebut terdiri dari beberapa sub bab

(23)

(khusus). Untuk memberikan penilaian pada checklist tersebut, diberikan

guideline penilaian dalam bentuk rubrik.

Penilaian Performa Pasien Simulasi

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa PS yang mencapai nilai total 9 dari

pertemuan 1 sampai pertemuan 3 adalah PS 2 dan 5. Hal ini menunjukkan bahwa

PS 2 dan PS 5 telah melakukan semua poin aktivitas yang ada di checklist

penilaian sehingga dinyatakan lolos untuk memerankan pasien asma untuk kasus

asma non resep. Pada gambar 2 juga dilihat bahwa pasien simulasi yang mencapai

nilai total yaitu 12 dari pertemuan 1 sampai pertemuan 3 adalah PS 2 dan PS 5.

Hal ini menunjukkan bahwa PS 2 dan 5 telah melakukan semua poin aktivitas

yang ada di checklist penilaian sehingga dinyatakan lolos untuk memerankan

pasien asma untuk kasus asma resep.

Gambar 1. Hasil Penilaian PS Kasus Gambar 2. Hasil Penilaian PS

Asma Non Resep Kasus Asma Resep

Selain hasil secara kuantitatif di atas, secara kualitatif didukung juga oleh

komentar dari peneliti dan observer. Berikut penjabaran untuk pasien simulasi 2

dan 5 pada kasus asma resep dan non resep.

Tabel 1. Komentar Peneliti dan Observer terhadap PS Kasus Asma Resep dan Non Resep

Kasus Asma Non Resep Kasus Asma Resep PS 2 Ekspresi wajah PS ketika sakit sudah

cukup baik, sudah tidak grogi,

(24)

artikulasi dan volume suaranya cukup jelas, serta kontak mata PS yang selalu fokus ke apoteker.

artikulasi dan volume suaranya juga sudah cukup jelas, serta kontak mata pasien yang selalu fokus ke apoteker. PS 5 Ekspresi wajah PS dalam

menyampaikan gejala penyakit sudah baik, sudah tidak grogi, gesture tubuhnya juga sudah baik, artikulasi dan volume suaranya juga sudah

artikulasi dan volume suaranya juga sudah jelas, serta kontak mata pasien yang selalu fokus ke apoteker.

Penjabaran di atas merupakan gabungan komentar antara observer dan

peneliti yang isinya kurang lebih hampir sama. Peneliti dan observer sepakat

bahwa penampilan PS 2 dan 5 sudah cukup baik dan konstan, terlihat sampai

pertemuan ketiga dan bahkan mengalami perkembangan, baik dalam kasus asma

resep maupun non resep.

Dari lima pasien simulasi kemudian dipilih dua berdasarkan nilai total

checklist yang diberikan oleh observer dan peneliti mencapai 100% dari nilai total

yaitu nilai 9 untuk kasus asma non resep dan nilai 12 untuk kasus asma resep.

Pasien simulasi hanya dipilih dua karena dinilai efektif dari segi waktu dan biaya.

Hal ini juga yang menjdi ciri khas dari penelitian ini karena berdasarkan disertasi

Wijoyo (2016), semua pasien simulasi dilatih dari awal sampai akhir tanpa adanya

proses seleksi.

Uji T-test dan Cohen Kappa Checklist KIE

Penilaian KIE dilakukan oleh peneliti dan apoteker independen

menggunakan checklist dan rubrik penilaian KIE. Hasil dari penilaian tersebut

akan diolah menggunakan uji t-test tidak berpasangan dengan taraf kepercayaan

95% dan uji Cohen Kappa. Uji t-test berguna untuk mengetahui sejauh mana

perbedaan penilaian yang dilakukan antara 2 penilai, sedangkan uji Cohen Kappa

sebagai uji reabilitas digunakan untuk mengetahui tingkat kesepakatan antara

peneliti dan apoteker independen.

Uji t-test

Peneliti akan membandingkan nilai dari 2 grup yang tidak saling

(25)

ataukah tidak secara signifikan menggunakan uji t-test independent ini (Santosa

S., 2010). Pada uji ini, pada tabel levene’s test diperoleh nilai p = 0,754 yang

berarti data homogen, lalu nilai p pada kolom equal variance assumed

menunjukkan nilai 0,421, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

rerata nilai tidak bermakna antara penilai 1 dan penilai 2. Dari data tersebut juga

menunjukkan bahwa nilai p > 0,05 yang berarti bahwa penilai 1 dan penilai 2

telah mempunyai persepsi yang sama dalam menilai KIE mahasiswa farmasi dan

pasien simulasi telah memberikan performa yang baik tanpa perlu pelatihan

kembali.

Uji Cohen Kappa

Terdapat banyak uji untuk menilai reabilitas antar observer, seperti uji

koefisisen korelasi intra kelas (intraclass correlation coefficients; ICC) dan uji

Cohen Kappa. Uji ICC digunakan ketika penilai yang terlibat banyak yaitu > 2

dan skor hasil penilaiannya bersifat kontinum (Widhiarso, W. (n.d)). Uji Cohen

Kappa merupakan yang paling sering digunakan dalam literatur medis (Viera

A.J., Garrett J.M., 2005).

Tabel 2. Uji Cohen Kappa

Kasus Asma Resep Kasus Asma Non Resep 0,318 0,638

Rata-rata koefisien Cohen Kappa = = 0,77

(26)

Berdasarkan kategori menurut Wan Tang (2015), nilai Kappa 0,77 dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori kuat (substantial agreement). Substantial

agreement dideskripsikan sebagai tingkat persetujuan minimal yang seharusnya

dicapai antar penilai, karena nilai di bawah itu dapat memberikan indikasi bahwa

terdapat masalah dalam penelitian tersebut (McHugh M.L., 2012). Oleh karena

itu, hasil uji Cohen Kappa tersebut menunjukkan bahwa penilai mampu

memberikan penilaian berdasarkan checklist secara obyektif dengan kesepakatan

yang tinggi. Sehingga baik checklist maupun penilai telah siap untuk digunakan

maupun berpartisipasi dalam penelitian selanjutnya.

KESIMPULAN

Materi pelatihan yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi

mahasiswa farmasi dalam pembelajaran KIE obat asma adalah pedoman pelatihan

yang berisi tahapan-tahapan pelatihan, teori umum tentang penyakit asma, serta

skenario kasus penyakit asma.

Metode pelatihan yang relevan dan efektif untuk pasien simulasi terkait

alat evaluasi mahasiswa farmasi dalam pembelajaran KIE obat asma adalah: (1)

pemberian materi pelatihan pasien simulasi yang dilanjutkan dengan pelatihan

pasien simulasi secara one by one dan refleksi performa berdasarkan video; (2)

penilaian performa pasien simulasi menggunakan instrumen evaluasi pasien

simulasi baik kuantitatif maupun kualitatif; (3) dan penilaian performa mahasiswa

farmasi dalam memberikan pelayanan KIE kepada pasien simulasi menggunakan

checklist instrumen evaluasi KIE.

SARAN

Mempersingkat jarak waktu pelatihan 1 dengan yang lain. Awalnya jarak

antar pelatihan 1 dengan yang lain 2 minggu, dipersingkat menjadi 1 minggu

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Al-shawwa, L. A., Ph, D., Hagi, S. K., Sc, M., & Ph, D. 2011. Design and Work Plan for Establishing a Standardized Patient ( SP ) Program at King Abdul-Aziz University : A “ How to ” Guide, 79(1), 227–232.

APTFI. 2013. Kurikulum Program Pendidikan Apoteker. Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia. Yogyakarta.

Atmini, K. D., Gandjar, I. G., Purnomo, A. 2011. Analisis Aplikasi Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kota Yogyakarta.Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, Volume 1 Nomor 1. Yogyakarta.

Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.

Global Initiative for Asthma. 2011. Global Strategy for Asthma Management and Prevention.

Masoli M, Fabian D, Holt S, Beasley R. 2004. The global burden of asthma: executive summary of the GINA Dissemination Committee Report

Matondang, M.A., et al. 2009. Peran Komunikasi, Informasi, dan Edukasi pada Asma Anak, 10(5).

McHugh M.L. 2012. Interrater Reability: The Kappa Statistic. Biochemia Medica, 22 (3), 276-282.

Nickerson, S., & Consultant, I. 2007. Essays on Teaching Excellence Role-Play : An Often Misused Active Learning Strategy, 19(5).

Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. 64.

Pemerintah RI. 2014. Permenkes Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Indonesia.

Prahasto I.D., Probandari A. 2012. Rancangan Penelitian Eksperimental Murni dan Kuasi-Eksperimental. Magister Manajemen Rumah Sakit. Fakultas Kedokteran UGM.

Santosa S. 2010. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Parametrik. Gramedia. Jakarta.

Sasanti, Rini, et al. 2009. Laporan Penelitian Kesiapan Tenaga Kefarmasian Menghadapi Era Globalisasi di Bidang Pelayanan Kefarmasian. Badan Litbangkes. Depkes RI.

School of Medicine Oregon Health & Science University (n.d). Clinical Assesment & Learning Center. Retrieved from http;//www.ohsu.edu

Shilbayeh SA. 2011. Exploring knowledge and attitudes towards counselling about vitamin supplements in Jordaniancommunity pharmacies. Pharmacy Practice (Internet), 9(4):242-251.

Smithson, J., Bellingan, M., Glass, B., & Mills, J. 2015. Standardized patients in pharmacy education : An integrative literature review. Currents in Pharmacy Teaching and Learning, 7(6), 851–863.

Viera A.J., Garrett J.M. 2005. Understanding Interobserver Agreement: The Kappa Statistic. Family Medicine, 37(5):360-3.

(28)

Widhiarso W. (n.d.). Uji Hipotesis Komparatif. Fakultas Psikologi UGM. Retrieved from http://widhiarso.staff.ugm.ac.id

Widhiarso, W. (n.d). Melibatkan Rater dalam Pengembangan Alat Ukur. Retrieved from http://widhiarso.staff.ugm.ac.id

(29)

LAMPIRAN

(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)

Group Statistics

Variances t-test for Equality of Means

(42)

Case Processing Summary

a. Not assuming the null hypothesis.

(43)

Penulis skripsi dengan judul “Pengembangan Materi dan Metode Pelatihan Pasien Simulasi sebagai Alat

Evaluasi Kie Asma di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma” bernama lengkap Francisca Aninda Sarasita, lahir di Yogyakarta, 28 Oktober 1995,

merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan

Drs. Laurentius Bambang Harnoto, M.Si. dan Lucia

Suprapti, S.H. Pendidikan formal yang ditempuh

penulis yaitu TK Kanisus Demangan Baru (1999-2001),

pendidikan Sekolah Dasar di SD Kanisus Demangan Baru (2001-2007),

pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Depok (2007-2010),

pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Yogyakarta (2010-2013).

Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma pada tahun 2013. Penulis terlibat dalam berbagai organisasi dan

kepanitiaan. Peneliti juga menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Praktikum

(44)

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN PASIEN SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE ASMA DI FAKULTAS

FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Francisca Aninda Sarasita 1*), Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. 2*)

1

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia

2

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik yang diberikan oleh apoteker kepada pasien untuk menunjang penggunaan suatu obat yang rasional. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Indonesia belum diimplementasikan dengan baik oleh apoteker. Masalah tersebut perlu diatasi dengan adanya pembenahan dari sisi Pendidikan Tinggi Farmasi (PTF) melalui peningkatan mutu dengan cara evaluasi pembelajaran mahasiswa.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi metode dan materi pelatihan yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi di Universitas Sanata Dharma dalam pembelajaran KIE obat asma. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan kuasi eksperimental. Pengambilan data dilakukan dua kali. Pertama, saat pelatihan pasien simulasi oleh observer dan peneliti sehingga diperoleh data kualitatif dan kuantitatif performa pasien simulasi dari hasil rubrik penilaian pasien simulasi. Kedua, penilaian yang dilakukan oleh apoteker independen saat mahasiswa S1 Farmasi melakukan proses KIE menggunakan pasien simulasi sehingga diperoleh pula data kualitatif dan kuantitatif performa mahasiswa dari hasil rubrik penilaian KIE obat asma resep dan non resep.

Hasil dari penelitian ini yaitu metode dan materi yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi dalam pembelajaran KIE obat asma. Hasil penilaian performa mahasiswa farmasi menggunakan uji t-test tidak berpasangan dan uji Cohen Kappa (p = 0,421; nilai Kappa = 0,77) menunjukkan bahwa penilaian kedua penilai berbeda tidak bermakna dan tingkat kesepakatan 2 penilai yang konsisten.

(45)

ABSTRACT

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) is one of clinical pharmacy services given by pharmacists to provide a rational drug use. The implementation of pharmacy service is not implemented well yet by pharmacist. This problem needs to be solved by revising faculty of pharmacy in university through quality improvement e.g. student learning evaluation.

The purpose of this research is identify the relevant method and learning material for simulated patient related to the students who learn Pharmacy in Sanata Dharma University in which they learn about KIE asthma. This research belongs to experimental research with experimental quation arrangement. The data was taken twice. First, it was done in the time of simulation patient learning by observer and researcher. Through this activity, the result of simulation patient assessment rubric is the qualitative and quantitative data of simulated patient performance. Second, the assessment done by independent pharmacist when the pharmacy students did KIE process using simulated patient produced students’ quantitative and qualitative performance based on the result of KIE assessment to prescription and non- prescription drug for asthma.

The result of this examination is the relevant method and learning material for simulated patient related to the pharmacy students in the learning of KIE

asthma. The pharmacy students’ performance assessment result using independent

t-test examination and Cohen Kappa examination (p = 0,421; Kappa result = 0,77) showed that the assessment of two assessors is nonsense different and the agreement level of two assessors is consistent.

Gambar

Tabel 2. Uji Cohen Kappa ..................................................................................
Gambar 2. Hasil Penilaian PS Kasus Asma Non Resep ....................................
Gambar 1. Hasil Penilaian PS Kasus       Gambar 2. Hasil Penilaian PS
Tabel 2. Uji Cohen Kappa

Referensi

Dokumen terkait

PENGGUNAAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA KULIAH KOROSI DAN PELAPISAN LOGAM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hubungan self-efficacy guru SMA Bandung dengan implementasi pembelajaran biologi berdasarkan kurikulum 2013 dan self-efficacy siswa.. Universitas Pendidikan Indonesia |

ne puryai sitdr sepeni ircd (tidak bc.sksi), kua( hh rerhadap k&amp;u$kaD, ugat baik sbagai bmicr !c.had.p bcndr pada! can, dar 96, lahm teftadap suhu linsgi.

Modal sosial akan lebih dapat tumbuh pada kondisi perekonomian. yang tumbuh, karena pada perekonomian yang tumbuh

Kristalisasi dari larutan dikategorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Secara umum, tujuan dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal dengan

Dengan melihat proses pengembangan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper mulai dari awal pertumbuhan/embrio, tumbuh dan dewasa serta penurunan dan transformasi ada

Pengaruh yang mengakibatkan orang di dalamnya untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang lebih hebat, adalah pengaruh.... Prototip yang mempunyai keinginan yang sangat besar

sqouhie hllloir rc