PERBANDINGAN SISTEM PENILAIAN ANTARA KURIKULUM KTSP DENGAN KURIKULUM 2013
Markus Krisna Bintara Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem penilaian dengan menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kurikulum 2013. Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah sistem penilaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan dan pada kurikulum 2013 ?. paparan dalam makalah ini ditulis berdasarkan studi pustaka.
Sistem penilaian merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menafsirkan dan memproses hasil pengukuran dan penentuan hasil belajar siswa. Sistem penilaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Karena itu, penilaian dilaksanakan dalam kerangka penilaian berbasis kelas, yang dalam prakteknya harus memperhatikan dan menilai secara proporsional ketiga ranah (domain): (1) ranah pengetahuan (kognitif); (2) ranah sikap (afektif); (3) ranah keterampilan (psikomotorik). Penilaian dalam kurikulum 2013: (1) kompetensi inti 1 (sikap spiritual); (2) kompetensi inti 2 (sikap sosial); (3) kompetensi inti 3 (pengetahuan); (4) kompetensi inti 4 (keterampilan). Kurikulum 2013 memakai sistem penilaian otentik (mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Penilaian ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik secara lebih otentik.
kesimpulan dari makalah ini adalah dalam perjalanannya sistem penilaian kurikulum tingkat satuan pendidikan memiliki banyak kekurangan dua di antaranya: (1) penilaian yang dominan pada kognitif saja; (2) teknik penilaian yang digunakan hanya berupa tes saja. Kemudian kurikulum 2013 dapat mengatasi kekurangan itu dengan: (1) standar penilaian menggunakan penilaian otentik; (2) penilaian mencangkup aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian.
THE COMPARISON OF THE ASSESSMENT SYSTEM BETWEEN CURRICULUM OF EDUCATION UNIT LEVEL AND 2013
CURRICULUM
Markus Krisna Bintara Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
The purpose of this paper is to find out how the assessment system of the curriculum of education and 2013 curriculum were carried out. This paper is a literature study.
The assessment system is a system created to interpret and process the measurement results and the fact finding in student learning outcomes. The assessment system on the curriculum of education unit level follows the principle of continuous and comprehensive assessment to support the efforts of students selfstudy of the student cooperation, and self assessment. Therefore, the assessments are carried out in accordance with classroom-based assessment framework, which in practice must consider and assess proportionately three domains: (1) cognitive domain; (2) affective domain; (3) the psychomotoric domain. The assessment of 2013 education based on: (1) the first core is (spiritual attitude); (2) the second core competence (social attitudes); (3) the third core competence (knowledge); (4) the fourth core competence (skills). 2013 Curriculum applied authentic assessment system ( for measuring attitudes, skills, and knowledge based the processes and outcomes). This assessment is able to describe the improvement of learning outcomes of the learners becomes more authentic.
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada dunia pendidikan supaya lebih baik
dan satu demi satu karya tulis semoga dapat membangkitkan semangat
PERBANDINGAN SISTEM PENILAIAN ANTARA KURIKULUM KTSP DENGAN KURIKULUM 2013
Markus Krisna Bintara Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem penilaian dengan menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kurikulum 2013. Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah sistem penilaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan dan pada kurikulum 2013 ?. paparan dalam makalah ini ditulis berdasarkan studi pustaka.
Sistem penilaian merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menafsirkan dan memproses hasil pengukuran dan penentuan hasil belajar siswa. Sistem penilaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Karena itu, penilaian dilaksanakan dalam kerangka penilaian berbasis kelas, yang dalam prakteknya harus memperhatikan dan menilai secara proporsional ketiga ranah (domain): (1) ranah pengetahuan (kognitif); (2) ranah sikap (afektif); (3) ranah keterampilan (psikomotorik). Penilaian dalam kurikulum 2013: (1) kompetensi inti 1 (sikap spiritual); (2) kompetensi inti 2 (sikap sosial); (3) kompetensi inti 3 (pengetahuan); (4) kompetensi inti 4 (keterampilan). Kurikulum 2013 memakai sistem penilaian otentik (mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Penilaian ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik secara lebih otentik.
kesimpulan dari makalah ini adalah dalam perjalanannya sistem penilaian kurikulum tingkat satuan pendidikan memiliki banyak kekurangan dua di antaranya: (1) penilaian yang dominan pada kognitif saja; (2) teknik penilaian yang digunakan hanya berupa tes saja. Kemudian kurikulum 2013 dapat mengatasi kekurangan itu dengan: (1) standar penilaian menggunakan penilaian otentik; (2) penilaian mencangkup aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian.
THE COMPARISON OF THE ASSESSMENT SYSTEM BETWEEN CURRICULUM OF EDUCATION UNIT LEVEL AND 2013
CURRICULUM
Markus Krisna Bintara Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
The purpose of this paper is to find out how the assessment system of the curriculum of education and 2013 curriculum were carried out. This paper is a literature study.
The assessment system is a system created to interpret and process the measurement results and the fact finding in student learning outcomes. The assessment system on the curriculum of education unit level follows the principle of continuous and comprehensive assessment to support the efforts of students selfstudy of the student cooperation, and self assessment. Therefore, the assessments are carried out in accordance with classroom-based assessment framework, which in practice must consider and assess proportionately three domains: (1) cognitive domain; (2) affective domain; (3) the psychomotoric domain. The assessment of 2013 education based on: (1) the first core is (spiritual attitude); (2) the second core competence (social attitudes); (3) the third core competence (knowledge); (4) the fourth core competence (skills). 2013 Curriculum applied authentic assessment system ( for measuring attitudes, skills, and knowledge based the processes and outcomes). This assessment is able to describe the improvement of learning outcomes of the learners becomes more authentic.
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan yang
diharapkan.
Tugas akhir ini berjudul PERBANDINGAN SISTEM PENILAIAN
ANTARA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
DENGAN KURIKULUM 2013. Adapun maksud dan tujuan penyusunan
tugas akhir ini sabagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyususnan skripsi ini
bukan hanya kerja penulis sendiri tetapi juga karena banyaknya dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak.
Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku dekan Fakultas Keguruan dan ilmu
Pendidikan.
2. Bapak Indra Darmawan, M.Si., selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan,Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd.,M.Si., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Akuntansi,Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Benedecta Indah Nugraheni, S.Pd., S.I.P, M.Pd., selaku dosen
pembimbing dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal
penulisan tugas akhir hingga selesai.
5. Segenap jajaran dosen dan karyawan Prodi Pendidikan Akuntansi yang
telah membimbing selama proses perkuliahan.
6. Kepada orang tua saya Bapak Ignatius Bardiono dan Ibu Anastasia Sri
Subekti yang telah memberikan doa, motivasi, pengertian, dan
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERSEMBAHAHAN...iv
HALAMAN MOTO...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vii
ABSTRAK...viii
ABSTRACT...ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xv
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...5
C. Batasan Masalah...5
D. Tujuan...5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...7
A. Kurikulum...7
3. Beberapa Pengertian Kurikulum...16
4. Beberapa Definisi kurikulum...17
5. Fungsi Kurikulum...22
6. Komponen – Komponen Kurikulum...27
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan...54
1. Pengertian Kurikulum KTSP...54
2. Acuan Operasional KTSP...58
3. Hakikat KTSP...62
4. Pengembangan KTSP...66
5. Prinsip Pengembangan KTSP...69
6. Karakteristik KTSP...72
7. Komponen Kurikulum KTSP...74
C. Kurikulum 2013...80
1. Pengertian Kurikulum 2013...80
2. Rasional Pengembangan Kurikulum 2013...80
3. Karakteristik Kurikulum 2013...84
4. Tujuan Kurikulum 2013...85
5. Kerangka Dasar Kurikulum 2013...85
6. Landasan Yuridis...90
7. Struktur Kurikulum 2013...91
BAB III PEMBAHASAN...102
A. Sistem Penilaian dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan...102
3. Teknik dan Instrumen Penilaian...114
4. Prosedur Penilaian...152
5. Mekanisme Penilaian...156
B. Sistem Penilaian dalam Kurikuum 2013...167
1. Penilaian Kurikulum 2013...167
2. Pendekatan Pembelajaran Kurikulum 2013...173
3. Karakteristik Penilaian...189
4. Ruang Lingkup, Teknik dan Instrumen Penilaian...196
5. Mekanisme Penilaian...228
6. Prosedur Penilaian...233
C. Analisis Perbandingan Sistem Penilaian antara KTSP dengan Kurikulum 2013...238
BAB IV KESIMPULAN...240
Tabel Halaman
Tabel 1. Struktur Kelompok Mata Pelajaran Wajib dalam Kurikulum
SMA atau ...94
Tabel 2. Struktur Mata Pelajaran Peminatan dalam Kurikulum
SMA atau MA...95
Tabel 3. Uraian tentang Kompetensi Inti untuk Jenjang Sekolah
Menengah Atas atau Madrasah Aliyah ...99
Tabel 4. Penilaian untuk Kegiatan Tatap Muka dan Penugasan ...123
Tabel 5. Aspek yang Dinilai dalam Berbagai Mata Pelajaran ...125
Tabel 6. Dimensi dan Indikator Sebagai Rambu - rambu Penilaian
Akhlak Mulia ...128
Tabel 7. Penilaian Terhadap Aspek Kepribadian Peserta Didik ...130
Tabel 8. Klasifikasi Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen ...143
Tabel 9. Contoh Instrumen Observasi (Lembar Pengamatan)
Lari 100 meter ...144
Tabel 10. Pedoman Penskoran untuk Instrumen Penilaian
Tugas Projek ...146
Tabel 11. Pedoman Penskoran untuk Instrumen Penilaian
Tugas Produk ...147
Tabel 12. Contoh Instrumen Inventori Menggunakan Skala Beda
(Berdiferensi) Semantik ...148
Kegiatan Mata Pelajaran Biologi ...150
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi, dan potensi daerah,
satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Kurikulum
yang ada di Indonesia sudah mengalami perkembangan sejak periode
sebelum tahun 1945 hingga kurikulum tahun 2006 yang berlaku sampai
akhir tahun 2012 lalu. Selama proses pergantian kurikulum tidak ada
tujuan lain selain untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta
rancangan pembelajaran yang ada di sekolah.
Menurut beberapa pakar, perubahan kurikulum dari masa ke masa,
baik di Indonesia maupun di negara lain, disebabkan karena kebutuhan
masyarakat yang setiap tahunnya selalu berkembang dan tuntutan zaman
yang cenderung berubah. Perkembangan kurikulum dianggap sebagai
akan sangat diharapkan dapat dilaksanakan di Indonesia sehingga akan
menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi pada
kemajuan bangsa dan negara. Setiap kurikulum yang telah berlaku di
Indonesia dari periode sebelum tahun 1945 hingga kurikulum tahun 2006,
memiliki beberapa perbedaan sistem. Perbedaan sistem yang terjadi bisa
merupakan kelebihan maupun kekurangan dari kurikulum itu sendiri.
Kekurangan dan kelebihan tersebut dapat berasal dari landasan,
komponen, evaluasi, prinsip, metode, maupun model pengembangan
kurikulum. Untuk memperbaiki kekurangan yang ada, maka disusunlah
kurikulum yang baru yang diharapkan akan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan tuntutan zaman. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia
akan senantiasa berkembang untuk menciptakan pendidikan nasional yang
lebih baik.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang -
Undang Dasar 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Peningkatan kualitas sumber daya
pendidikan yang terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien, sehingga
diharapkan setiap individu diberi kesempatan untuk mengembangkan
semua potensi pribadinya.
Sekolah merupakan salah satu sistem pendidikan yang berfungsi
untuk membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dari
pendidikan yang diterima anak di bangku sekolah, akan mampu mengubah
pola pikir dan daya kreativitas untuk menciptakan negara dengan taraf
kesejahteraan yang baik dan perekonomian yang meningkat. Sekolah ada
merupakan bagian dari rancangan yang dibuat oleh pemeritah di bidang
pendidikan dengan landasan operasionalnya adalah kurikulum. Dari
kurikulum inilah tujuan dari pendidikan bangsa diharapkan dapat tersusun
dengan sistematis untuk mencapai tujuan bangsa dan negara Indonesia.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi
dan bahan pelajaran yang dikembangkan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan dan peserta didik serta kebutuhan lapangan kerja.
Subandiyah (2001:4-6) mengemukakan ada lima komponen kurikulum
yaitu, komponen tujuan, komponen isi atau materi, komponen media
(sarana dan prasarana), komponen strategi, dan komponen proses belajar
mengajar. Kurikulum yang digunakan saat ini di Indonesia adalah
sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan
di masing - masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis
diamanatkan oleh Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah
peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan
arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar
nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan.
Namun, isu terhangat saat ini adanya penyempurnaan kurikulum
KTSP menjadi kurikulum 2013 yang mendapatkan pro dan kontra dari
berbagai pihak baik dari kalangan pendidikan maupun dari masyarakat
umum. Kurikulum 2013 justru dianggap dapat menekan kreativitas dan
otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses
pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built
up product). Di sisi lain, sebagian orang beranggapan justru dengan
adanya kurikulum 2013 dapat memicu pengembangan kompetensi siswa
ke arah yang lebih analisis dan tuntutan guru agar lebih kreatif dan inovatif
dalam pembelajaran karena guru dianggap mampu semua hal yang dapat
membantu siswa berkembang. Hal ini sangat menarik, apakah kurikulum
kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 ini akan melahirkan output
yang sesuai dengan tuntutan masyarakat saat ini dan yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sistem penilaian dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan?
2. Bagaimanakah sistem penilaian dalam kurikulum 2013?
C. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas mengenai penilaian hasil belajar,
hakikat dan prinsip penilaian, prosedur dan mekanisme penilaian,
pengembangan indikator, kisi - kisi, dan instrumen penilaian, dilengkapi
dengan contoh berbagai format yang berkaitan dengan penilaian hasil
belajar peserta didik.
D. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem penilaian dengan menggunakan
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem penilaian dengan menggunakan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kurikulum
1. Sejarah Singkat Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
Dalam perjalanannya dunia pendidikan Indonesia telah
menerapkan 6 kurikulum yaitu:
a. Kurikulum 1968
Setelah berakhirnya orde lama, keluar ketetapan MPRS
No XXVII/MPRS/1966 yang berisi tujuan pendidikan:
membentuk manusia pancasilais yang sejati. Dua tahun
kemudian lahirlah kurikulum 1968, sebuah pedoman praktis
pendidikan yang terstruktur pertama kali (Cony Semiawan,
1980). Tujuan pendidikan menurut kurikulum 1968 adalah
mempertinggi mental - moral budi pekerti dan memperkuat
keyakinan agama, mempertinggi keterampilan, serta membina
atau menggembangkan fisik yang kuat dan sehat. Ketentuan -
ketentuan dalam kurikulum 1968 adalah:
1) Bersifat: correlated subject curriculum (kurikulum subjek
2) Jumlah mata pelajaran untuk SD sebanyak 10 bidang studi,
SMP sebanyak 11 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan
Bahasa Indonesia I dan Bahasa Indonesia II) SMA jurusan A
sebanyak 18 bidang studi, SMA jurusan B sebanyak 20
bidang studi dan SMA jurusan C sebanyak 19 bidang studi.
3) Penjurusan SMA dilakukan di kelas dua. Pada waktu
diberlakukan Kurikulum 1968 yang menjabat menteri
pendidikan adalah Mashuru, S.H.
b. Kurikulum 1975
Ketentuan - ketentuan dalam Kurikulum 1975 adalah:
1) Sifat: integrated curriculum organization (organisasi
kurikulum terpadu).
2) SD mempunyai satu struktur program terdiri atas 9 bidang
studi.
3) Pelajaran Ilmu Alam dan Ilmu Hayat menjadi Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
4) Pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur menjadi Matematika.
5) Jumlah mata pelajaran SMP dan SMA menjadi 11 bidang
studi.
6) Penjurusan SMA dibagi menjadi 3 yaitu : IPA, IPS, Bahasa
Karena kurikulum ini tidak dapat diimplemasikan di
masing - masing sekolah di Indonesia maka Kurikulum ini
diganti oleh kurikulum 1984.
c. Kurikulum 1984
Ketentuan - ketentuan dalam kurikulum 1984 adalah:
1) Sifat: Content Based Curriculum (kurikulum berbasis
konten).
2) Program pelajaran mencakup 11 bidang studi.
3) Jumlah mata pelajaran SMP menjadi 12 bidang studi.
4) Jumlah mata pelajaran SMA menjadi 15 bidang studi
untuk program inti, 4 bidang studi untuk bidang pilihan.
5) Penjurusan SMA dibagi menjadi lima yaitu program A1
(Ilmu Fisika), A2 (Ilmu Biologi), A3 (Ilmu Sosial), A4 (Ilmu
Budaya), A5 (Ilmu Agama).
6) Penjurusan dilakukan pada kelas 2.
Dalam perjalanan kurikulum 1984 dianggap oleh banyak
kalangan sarat beban sehingga diganti dengan Kurikulum 1994
yang lebih sederhana.
d. Kurikulum 1994
1) Bersifat: objective based curriculum (kurikulum berbasis
objektif).
2) Nama SMP diganti menjadi SLTP, dan SMA diganti SMU.
3) Mata pelajaran PSPB dihapus, (Pelajaran Sejarah
Perjuangan Bangsa).
4) Program pengajaran SD dan SLTP disusun oleh 13 mata
pelajaran.
5) Program pengajaran SMU disusun dalam 10 mata
pelajaran.
6) Penjurusan di SMA dilakukan di kelas 2 yang terdiri dari
program IPA, program IPS, program Bahasa.
Ketika reformasi bergulir, kurikulum 1994 mengalami
penyesuaian - penyesuaian dalam rangka mengakomodasi
tuntutan - tuntutan oleh karena itu muncul suplemen 1994 yang
lahir tahun 1995. Dalam suplemen - suplemen tersebut ada
penyesuaian - penyesuaian yaitu: mata pelajaran sosial seperti
PPKN, Sejarah, dan beberapa mata pelajaran yang lainnya.
Bersamaan dengan lahirnya dengan Undang - Undang Nomor 23
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menggantikan undang - undang nomor 2 Tahun 1989,
pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional
menggagas kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum
e. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Pendidikan di Indonesia dianggap hanya melahirkan
lulusan yang akan menjadi beban negara dan masyarakat. Karena
kurang ditunjang dengan kompetensi yang memadai ketika terjun
ke dalam masyarakat. Untuk merespon hal tersebut pemerintah
melalui Departemen Pendidikan Nasional menawarkan
kurikulum yang dianggap mampu menjawab problematika
seputar rendahnya mutu pendidikan dewasa ini, karena dalam
kurikulum berbasis kompetensi peserta didik diarahkan untuk
menguasai sejumlah kompetensi sesuai dengan standar yang
telah ditentukan (Kunandar 2005). Ketentuan - ketentuan dalam
kurikulum berbasis kompetensi (Kompas, 16 Agustus 2005)
adalah:
1) Bersifat: competency based curriculum (kurikulum berbasis
kompetensi).
2) Penyebutan SLTP menjadi SMP dan SMU menjadi SMA.
3) Program pengajaran SD disusun dalam 7 mata pelajaran.
4) Program pengajaran SMP disusun dalam 11 mata pelajaran.
5) Program pengajaran SMA disusun dalam 17 mata pelajaran.
6) Penjurusan SMA dilakukan dikelas II, terdiri atas Ilmu
Kurikulum ini belum disahkan oleh Menteri Pendidikan
walaupun sudah diuji coba di beberapa sekolah melalui pilot
project. Hal tersebut disebabkan kurikulum ini menuai kritik
dari beberapa kalangan baik dari para ahli pendidikan dan
praktisi pendidikan. Beberapa kritik terhadap kurikulum ini:
1) Masih sarat dengan materi sehingga ketakutan guru akan
dikejar - kejar materi seperti yang terjadi pada Kurikulum
1994 akan terulang kembali.
2) Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan
Nasional masih terlalu intervensi terhadap kebijakan
sekolah dan guru untuk mengembangkan kurikulum
tersebut.
3) Masih belum jelasnya pengertian kompetensi sehingga
ketika diterapkan pada standar kompetensi kululusan
belum terlalu aplikatif.
4) Adanya sistem penilaian yang belum jelas dan terukur.
Melalui kebijakan pemerintah, kurikulum berbasis
kompetensi mengalami revisi, dengan dikeluarkannya Permen
Diknas No.23 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Permen
Diknas No.24 tentang pelaksanaan kedua Permen di atas yang
dikeluarkan pada tahun 2006. Dengan dikeluarkannya ketiga
Permen di atas seakan menjawab ketidakjelasan nasib
f. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP merupakan revisi dan pengembangan dari
kurukulum berbasis kompetensi atau ada yang menyebut
kurikulum 2004. KTSP lahir karena KBK masih sarat dengan
beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas
masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan
kurikulum. Oleh karena itu dalam KTSP beban belajar siswa
agak berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru,
dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk
mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus,
dan beberapa komponen kurikulum lainnya.
2. Pengertian kurikulum
Setiap orang, kelompok masyarakat, atau bahkan ahli
pendidikan dapat mempunyai penafsiran yang berbeda tentang
pengertian kurikulum. Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh
banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat
ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama
dan pandangan baru (Oemar Hamalik, 2007). Pandangan lama, atau
sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa
kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian tadi mempunyai
a. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran.
b. Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan,
sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan
membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai
kecerdasan berpikir.
c. Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau.
d. Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoeh
ijazah.
e. Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari
mata pelajaran yang sama.
f. Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem
penuangan (imposisi).
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat
lain, seperti yang dikemukakan oleh Romine (1954) Pendapat ini
dapat digolongkan sebagai pendapat yang baru (modern), yang
dirumuskan sebagai berikut: “Curriculum is interpreted to mean all
of the organized courses, activities, and experiences which pupil
have under direction of the school, whether in the clasroom or not”,
("Kurikulum ditafsirkan berarti semua program yang
diselenggarakan, kegiatan, dan pengalaman yang harus diterima
murid di bawah arahan sekolah, baik di kelas atau tidak").
a. Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum
bukan hanya terdiri atas mata 5 pelajaran (courses) tetapi
meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi
tanggung jawab sekolah.
b. Tidak ada pemisahan antara intra dan ekstra kurikulum.
c. Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat
dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik di dalam
maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
d. Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan
dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan, oleh
karena itu guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar
mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
e. Tujuan penididikan bukanlah untuk menyampaikan mata
pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang tersusun
(subject), melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara
hidup di dalam masyarakat.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru
menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh
mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah
itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim
digunakan adalah “rencana pelajaran”. Pada hakikatnya kurikulum
Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan sebagai
“a plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk
pelajaran anak.
3. Beberapa pengertian kurikulum:
a. Pengertian Kurikulum Secara Etimologis
Secara etimologis istilah kurikulum yang dalam bahasa
Inggris ditulis “curriculum” berasal dari bahasa Yunani yaitu
“curir” yang berarti “pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat
berpacu”. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya, istilah
kurikulum tersebut pada awalnya digunakan dalam dunia olah
raga, seperti bisa diperhatikan dari arti “pelari dan tempat
berpacu”, yang mengingatkan kita pada jenis olah raga atletik.
b. Pengertian Kurikulum Berdasarkan Istilah
Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum
berdasarkan istilah diartikan sebagai “jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memperoleh medali atau penghargaan”. Pengertian tersebut
kemudian diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan dan
diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi
memeroleh ijazah”.
Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah
“seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu” (Bab I Pasal 1 ayat 19).
4. Beberapa Definisi Kurikulum:
a. Menurut Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir Kamil
Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan
kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh
sekolah bagi murid - murid di dalam dan di luar sekolah dengan
maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam
segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan
tujuan - tujuan pendidikan.
b. Menurut Olivia (1997 : 60)
Secara semantik, kurikulum senantiasa terkait dengan
kegiatan pendidikan. Kurikulum sebagai jembatan untuk
mendapatkan ijasah. Secara konseptual, kurikulum adalah
perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap
kebutuhan dan tantangan masyarakat.
Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang
dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
d. Menurut Inlow (1966)
Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh
pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil
pembelajaran yang sudah ditentukan.
e. Menurut Neagley dan Evans (1967)
kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan
dikemukakan oleh pihak sekolah.
f. Menurut Beauchamp (1968)
Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi
mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai
mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam
kehidupan sehari - hari.
g. Menurut Good V. Carter (1973)
Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan
pelajaran yang sistematik.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
i. Menurut Daniel Tanner & Laurel Tanner
Kurikulum merupakan pengalaman pembelajaran yang
terarah dan juga terencana secara terstruktur dan tersusun melalui
sebuah proses rekonstruksi pengetahuan dan juga pengalaman
yang secara sistematis berada di bawah pengawasan lembaga
pendidikan sehingga para pembelajar dapat terus memiliki
motivasi dan minat untuk belajar, sehingga memiliki dasar
pemikiran bahwa belajar adalah bagian dari sebuah
kompetensional yang ada di pribadinya.
j. Menurut George A. Beaucham (1976)
Kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori
yatu teori kuriklum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga
sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem.
k. Menurut Harsono (2005)
Kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin
berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk keseluruhan program
pembelajaran yang terencana dari suatu institusi.
l. Menurut Hilda Taba (1991)
Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan
tujuan khusus, menunjukkan seleksi dan organisasi konten,
mengimplikasikan, dan menginfestasikan pola belajar mengajar
tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi
konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di
dalamnya program evaluasi outcome.
m. Menurut Lloyd Trump dan Delmas F. Miller
Dalam buku school improvement, menurut mereka dalam
kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara
mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga
mengajar, bimbingan dan penyuluhan, administrasi dan hal - hal
struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemingkinan
memilih mata pelajaran.
n. Menurut Valiga, T & Magel, C.
Kurikulum adalah urutan pengalaman yang ditetapkan
o. Menurut Grayson (1978)
kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan
keluaran (out - comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu
bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk
mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam
kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran) dan
tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
p. Menurut B. Bara, Ch (2008)
Kurikulum yakni bahwa konsep kurikulum dapat
diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi:
1) kurikulum sebagai produk.
2) kurikulum sebagai program.
3) kurikulum sebagai hasil yang diinginkan.
4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi peserta didik.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka
dapat saya simpulkan bahwa kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang direncanakan, diprogramkan, dan dirancang
sedemikian rupa secara sistematis yang berisi bahan ajar serta
pengalaman belajar sehingga dalam program pendidikan memiliki
dapat merevisi ulang dan mengembangkan program pendidikan
untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya sehingga
suatu kurikulum pembelajaran dapat dikatakan selalu berubah - ubah
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pendidikan.
5. Fungsi Kurikulum
Dalam proses belajar kurikulum memiliki kedudukan yang
sangat penting, karena dengan kurikulum peserta didik sebagai
individu yang berkembang akan memperoleh manfaat. Selain itu,
kurikulum juga berfungsi bagi kepentingan - kepentingan yang lain,
di antaranya:
a. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
adalah sebagai alat atau usaha untuk mencapai tujuan - tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan meliputi:
1) Tujuan nasional (pendidikan nasional).
2) Tujuan institusional (lembaga atau institusi).
3) Tujuan kurikuler (bidang studi).
4) Tujuan instruksional (penjabaran dari tujuan kurikuler).
b. Fungsi kurikulum bagi peserta didik, kurikulum sebagai
organisasi disiapkan bagi peserta didik sebagai salah satu
konsumsi pendidikan mereka. Dengan demikian diharapkan
kelak dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak,
guna melengkapi bekal hidupnya.
c. Fungsi kurikulum bagi pendidik.
1) Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir
pengalaman belajar para peserta didik.
2) Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi terhadap
perkembangan peserta didi dalam rangka menyerap
sejumlah pengalaman yang diberikan.
d. Fungsi kurikulum bagi KS dan PS.
1) Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi, yaitu
memperbaiki situasi belajar.
2) Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi
dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar
peserta didik ke arah yang lebih baik.
3) Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi
dalam memberikan bantuan kepada pendidik untuk
memperbaiki situasi mengajar.
4) Sebagai administrator, kurikulum dapat dijadikan pedoman
untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut.
5) Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan
belajar - mengajar.
1) Agar orang tua dapat membantu usaha sekolah dalam
memajukan peserta didik (putranya).
2) Mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan peserta
didik (putranya).
3) Ikut berpartisipasi membimbing peserta didik (putranya).
f. Fungsi kurikulum bagi sekolah dan tingkatan di atasnya.
1) Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan dapat
dilakukan bila:
a) Bila sebagian dari kurikulum sekolah tersebut telah
diajarkan pada sekolah yang berada di bawahnya, maka
sekolah dapat meninjau kembali perlu atau tidaknya
bagian tersebut diajarkan lagi.
b) Bila kecakapan - kecakapan tertentu yang dibutuhkan
untuk mempelajari kurikulum suatu sekolah belum
diajarkan pada sekolah yang berada di bawahnya,
sekolah dapat mempertimbangkan untuk memasukkan
program mengenai kecakapan - kecakapan tersebut ke
dalam kurikulum.
2) Penyiapan tenaga baru.
g. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah:
1) Ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan
program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan
2) Ikut memberikan kritik atau saran yang membangun dalam
rangka penyempurnaan program pendidikan di sekolah agar
lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan
kerja.
6. Peranan Kurikulum
Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yakni
peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, dan peranan kreatif.
a. Peranan Konservatif
Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah
mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial bagi generasi
muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial
dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai
dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan
dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Ini
seiring dengan hakikat pendidikan itu sendiri, yang berfungsi
sebagai jembatan antara siswa selaku anak didik dengan orang
dewasa, dalam suatu proses pembudayaan yang semakin
berkembang menjadi lebih kompleks. Oleh karenanya, dalam
kerangka ini fungsi kurikulum menjadi teramat penting, karena
ikut membantu proses tersebut. Dengan adanya peranan
pada masa lampau. Meskipun demikian, peranan ini sangat
mendasar sifatnya.
b. Peranan Kritis dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah
tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga
menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan
diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi
dalam kontrol sosial dan memberi penekanan pada unsur berpikir
kritis. Nilai - nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan
di masa mendatang dihilangkan, serta diadakan modifikasi dan
perbaikan. Dengan demikian, kurikulum harus merupakan
pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
c. Peranan Kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan
kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun
suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa
mendatang. Untuk membantu setiap individu dalam
mengembangkan semua yang ada padanya, maka kurikulum
menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan,
dan keterampilan yang baru, yang memberikan manfaat bagi
Ketiga peran kurikulum tersebut harus berjalan secara
seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara
ketiganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntutan
waktu dan keadaan dalam membawa siswa menuju kebudayaan masa
depan.
7. Komponen - Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu: tujuan,
materi, strategi pembelajaran, organisasi kurikulum dan evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak
bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan
tentang masing - masing komponen tersebut.
a. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir
di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk
mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis
penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara,
keadaan sosial - politik kemampuan sumber daya dan keadaan
lingkungannya masing - masing. Kendati demikian, dalam hal
menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi
yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh
Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan
1) Autonomy
Autonomy gives individuals and groups the maximum
awarenes, knowledge, and ability so that they can manage
their personal and collective life to the greatest possible
extent, (otonomi memberikan individu dan kelompok
maksimum kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan
sehingga mereka dapat mengatur kehidupan pribadi dan
kolektif mereka untuk sedapat mungkin).
2) Equity
Equity enable all citizens to participate in cultural
and economic life by coverring them an equal basic
education, (keadilan memungkinkan semua warga negara
untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya dan ekonomi
dengan memberikan mereka pendidikan dasar yang sama).
3) Survival
Survival permit every nation to transmit and enrich
its cultural heritage over the generation but also guide
education towards mutual understanding and towards what
has become a worldwide realization of common destiny,
(Kelangsungan hidup mengizinkan setiap bangsa untuk
mengirimkan dan memperkaya warisan budaya melalui
pengertian dan terhadap apa yang telah menjadi realisasi
seluruh dunia nasib yang sama,).
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang -
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan
Nasional, bahwa: ”Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik,
selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang
sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan
bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
1) Tujuan pendidikan dasar
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
2) Tujuan pendidikan menengah
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian
dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler, yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang
dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
berkaitan dengan pembelajaran ekonomi, sebagaimana
diisyaratkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2007 tentang
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar:
1) Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
SMP/MTS:
a) Mengenal konsep - konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan
kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai - nilai
sosial dan kemanusiaan.
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di
tingkat lokal, nasional, dan global.
2) Tujuan Mata Pelajaran Ekonomi di SMA:
a) Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk
mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan
kehidupan sehari - hari, terutama yang terjadi
dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan
b) Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah
konsep ekonomi yang diperlukan untuk mendalami ilmu
ekonomi.
c) Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab
dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu
ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang bermanfaat
bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara.
d) Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai
nilai - nilai sosial ekonomi dalam masyarakat yang
majemuk, baik dalam skala nasional maupun
internasional
3) Tujuan Mata Pelajaran Kewirausahaan pada SMK/MAK:
a) Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari,
terutama yang terjadi di lingkungan masyarakat.
b) Berwirausaha dalam bidangnya.
c) Menerapkan perilaku kerja prestatif dalam
kehidupannya.
d) Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.
4) Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
SMK/MAK:
a) Memahami konsep - konsep yang berkaitan dengan
b) Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan
masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c) Berkomitmen terhadap nilai - nilai sosial dan
kemanusiaan.
d) Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional,
dan global.
Tujuan - tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional
sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak dan
konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan
lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih
operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran
dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan
lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what
will the student be able to do as result of the teaching that he was
unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat
operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik
apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan
dan psikomotor. Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa
ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran
spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan
pembelajaran, yakni:
1) Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh
peserta didik, dengan:
a) Menggunakan kata - kata kerja yang menunjukkan
perilaku yang dapat diamati.
b) Menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku
peserta didik.
c) Memberikan pengkhususan tentang sumber - sumber
yang dapat digunakan peserta didik dan orang - orang
yang dapat diajak bekerja sama.
2) Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh
peserta didik, dalam bentuk:
a) Ketepatan atau ketelitian respons.
b) Kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3) Menggambarkan kondisi - kondisi atau lingkungan yang
menunjang perilaku peserta didik berupa:
a) kondisi atau lingkungan fisik.
b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti
pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan
terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan
kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya.
Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat
klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai
pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan
pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan
pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan
filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan
aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya
pengembangan aspek afektif. Pengembangan kurikulum dengan
menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar
utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya
pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja
sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan
menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori
pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan
pada pencapaian kompetensi. Dalam implementasinnya bahwa
sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk
merumuskan tujuan - tujuan kurikulum dengan hanya berpegang
pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu
secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk
mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat
kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil
hal - hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran
filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan
lebih diusahakan secara berimbang.
b. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar
tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan
kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran
menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran
disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1) Teori
Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep,
definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang
menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut.
2) Konsep
Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk oleh
organisasi dari kekhususan - kekhususan, merupakan definisi
singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3) Generalisasi
Generalisasi adalah kesimpulan umum berdasarkan
hal - hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau
pembuktian dalam penelitian.
4) Prinsip
Prinsip yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam
materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa
konsep.
5) Prosedur
Prosedur yaitu seri langkah - langkah yang berurutan
dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
Fakta adalah sejumlah informasi khusus dalam
materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi,
orang dan tempat serta kejadian.
7) Istilah
Istilah adalah Kata - kata perbendaharaan yang baru
dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8) Contoh atau ilustrasi
Contoh atau ilustrasi yaitu hal atau tindakan atau proses
yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau
pendapat.
9) Definisi
Definisi yaitu penjelasan tentang makna atau
pengertian tentang suatu hal atau kata dalam garis besarnya.
10) Preposisi
Preposisi yaitu cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai
tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan
harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa
dalam bentuk tema - tema dan topik - topik yang diangkat dari
masalah - masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi,
sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal -
hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas
dirinci menjadi bagian - bagian atau sub - sub kompetensi yang
lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat
dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat
perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran. Namun dalam
implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu, maka
dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan
fleksibel. Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki
wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak
menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal - hal
berikut:
1) Sahih (valid)
Sahih artinya materi yang dituangkan dalam
pembelajaran benar - benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan
merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan
memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2) Tingkat kepentingan
Tingkat kepentingan adalah materi yang dipilih benar -
benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana
materi tersebut penting untuk dipelajari.
3) Kebermaknaan materi yang dipilih dapat memberikan manfaat
akademis maupun non akademis.
Manfaat akademis yaitu memberikan dasar - dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih
lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan
manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan
hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari -
hari.
Materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari
aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap
pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5) Menarik minat
Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan
dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih
lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan
dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan
materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan
tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu:
1) Sekuens kronologis
Sekuens kronologis yaitu susunan materi pembelajaran
yang mengandung urutan waktu.
2) Sekuens kausal
Sekuens kausal yaitu susunan materi pembelajaran
yang mengandung hubungan sebab - akibat.
Sekuens struktural yaitu susunan materi pembelajaran
yang mengandung struktur materi.
4) Sekuens logis dan psikologis
Sekuens logis merupakan susunan materi
pembelajaran dimulai dari bagian – bagian yang menuju pada
keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang
kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari
keseluruhan menuju bagian - bagian, dan dari yang kompleks
menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi
pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke
teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke
masalah mengapa.
5) Sekuens spiral
Susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada
topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana,
kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan
bahan yang lebih kompleks.
6) Sekuens rangkaian ke belakang
Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah
akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah
a) Pembatasan masalah.
b) Penyusunan hipotesis.
c) Pengumpulan data.
d) Pengujian hipotesis.
e) Interpretasi hasil tes.
7) Dalam mengajarnya
Guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan
peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya
(e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang
masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik
diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan
seterusnya.
8) Sekuens berdasarkan hierarki belajar
Prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan -
tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki
urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau
kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan
perilaku apa yang mula - mula harus dikuasai peserta didik,
berturut - berturut sampai dengan perilaku terakhir.
c. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan
terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi
pembelajaran. Hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula
terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak
dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam
pembelajaran adalah penguasaan informasi intelektual,
sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan
budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru
merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan
dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan
peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif
menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar.
Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru
tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut
kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu
proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta
didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan
materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses
pembelajaran melalui dinamika kelompok. Pembelajaran
cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru
tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan
proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti: pembelajaran
moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan
sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi.
Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider.
Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan
lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar.
Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan
dengan berusaha mengenal para peserta didiknya
secara personal. Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran
berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan
kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan
strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi
pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik
untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis
dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka
langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media
elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis
lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya
mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan
perbuatan - perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah
didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan
untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi
pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan
isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu,
dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat
mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif,
menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk
dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan
menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan
kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam
mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1) Mata pelajaran terpisah (isolated subject)
Kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang
terpisah - pisah, yang diajarkan sendiri - sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing - masing
diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan
minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua
materi diberikan sama.
2) Mata pelajaran berkorelasi
Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan - kelemahan sebagai akibat pemisahan mata
pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan
pokok - pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan
peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3) Bidang studi (broad field)
Bidang studi yaitu organisasi kurikulum yang berupa
pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta
(difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata
pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran
lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4) Program yang berpusat pada anak (child centered)
Program yang berpusat pada anak yaitu program
kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan - kegiatan
peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5) Inti Masalah (core program)
Inti Masalah yaitu suatu program yang berupa unit -
unit masalah, dimana masalah - masalah diambil dari suatu
mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan
melalui kegiatan - kegiatan belajar dalam upaya
memecahkan masalahnya. Mata pelajaran - mata pelajaran
yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6) Ecletic Program
Ecletic program yaitu suatu program yang mencari
keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat
pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata
pelajaran, yaitu :
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian.
3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Kelompok mata pelajaran estetika.
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kelompok - kelompok mata pelajaran tersebut
selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran
tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di
samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata
pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat
dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
e. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum.
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan
untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan - tujuan pendidikan
yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa: “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and