• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB VI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Bab Enam

Dinamika Konflik antar

Dua Komunitas yang Memiliki

Hubungan Gandong di Pulau Saparua

Pengantar

Untuk memperoleh pengetahuan secara utuh dan menyeluruh tentang konflik yang terjadi antar warga kedua komunitas di pulau Saparua, diawali dengan kondisi yang mendorong proses pematangan konflik serta dinamika yang terjadi setelah masuknya Lasykar Jihad dan Aparat Keamanan [TNI-AD dan Brimob] ke negeri Sirisori Sarani dan Sirisori Salam.

Ketika konflik sosial melanda Maluku [Januari 1999] dan ber-langsung selama kurang lebih tiga tahun, ternyata isyu agama yang dilansir sangat memperhitungkan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Ini semata-mata karena ciri agama (sebagai akidah) itu sendiri yang eksklusif dan ekspansif. Karena itu, sekalipun negeri Sirisori Salam [Islam] dan Sirisosi Sarane [Kristen] memiliki hubungan

(2)

Intensitas Konflik

Realitas konflik yang terjadi antar kedua komunitas di pulau Saparua dapat digolongkan dalam tiga kategori1

Keresahan tersebut tentu sangat beralasan karena, anak-anak mereka yang saat itu sedang melanjutkan pendidikan di kota Ambon, sudah tidak lagi mengikutinya secara baik karena situasi yang terjadi saat itu. Di samping itu, setiap saat terbayang dalam ingatan mereka, bagaimana dengan keselamatan anak-anak mereka di kota Ambon?, dan apabila jika hal yang sama terjadi antar kedua komunitas,

bagai-; pertama, berlangsung dalam intensitas ‘rendah’ yakni berupa ‘keresahan’; kedua, berlangsung dalam intensitas sedang, karena sudah terjadi tekanan dan ancaman; dan ketiga, berlangsung dalam intensitas ‘tinggi’, karena konflik diser-tai dengan kekerasan fisik, pengrusakan rumah penduduk dan fasilitas lain, bahkan menimbulkan korban jiwa.

Dua bulan setelah terjadi konflik Maluku di kota Ambon, aktivi-tas saling mengunjungi antar warga kedua komuniaktivi-tas tidak berlang-sung sebagaimana terjadi sebelumnya, dan nampak semakin menurun intensitasnya. Warga masing-masing komunitas cenderung memilih untuk tidak melakukan perjalanan ke luar dari komunitasnya, karena terputusnya jalur transportasi yang biasanya mereka memanfaatkan sebelumnya. Banyaknya isyu-isyu bernada provokatif yang dilansir dan berkembang dalam masyarakat, mengakibatkan mereka mengurungkan niat untuk melakukan perjalanan.

Sejak saat itu, warga kedua komunitas menjalani kehidupan sehari-hari penuh dengan kegelisahan yang senantiasa hadir dan menghantui mereka. Informasi yang setiap saat mereka peroleh dari anak-anak, sanak-saudara, kerabat yang berada di kota Ambon meng-gambarkan bahwa telah terjadi pembakaran simbol-simbol keagamaan [Gereja dan Mesjid], pembakaran terhadap fasilitas-fasilitas publik [seperti pasar, kantor pemerintah, sekolah-sekolah] serta pembakaran pemukiman penduduk dari salah satu komunitas, dan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, menambah kegelisahan mereka.

(3)

mana kehidupan mereka?, apa yang dapat mereka lakukan?, dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini senantiasa muncul dan menghantui pikiran mereka sehingga sangat mengganggu aktivitas keseharian mereka2

Ketika intensitas konflik semakin tinggi di kota Ambon yang ditandai dengan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, realitas tersebut ternyata mendorong banyaknya warga komunitas Kristen ber-datangan dari negeri-negeri tetangga di pulau Saparus ke negeri Sirisori Sarani. Pengumpulan massa yang sudah terlanjut sangat emosional tersebut mengakibatkan mereka melakukan pengepungan pemukiman komunitas Islam pada bulan Maret tahun 1999

. Warga kedua komunitas sudah tidak lagi pergi untuk melaksanakan aktivitas usaha tani di kebun atau aktivitas sebagai nelayan di laut seperti sebelumnya, karena dihantui dengan perasaan takut. Mereka lebih banyak tinggal di rumah, dan setiap saat mengikuti perkembangan yang terjadi di kota Ambon.

3

Keresahan tersebut semakin bertambah, ketika terjadi konflik antara warga dari negeri Ulath [Kristen] dengan warga dari negeri Sirisori Salam [Islam]

, namun tidak sampai menimbulkan terjadinya benturan fisik di antara mereka.

4

Kegelisahan yang dirasakan warga kedua komunitas tersebut sedikit teratasi ketika utusan saudara gandong

pada tanggal 15 Juli tahun 1999. Sekalipun konflik tersebut mengakibatkan enam orang meninggal dan delapan orang luka berat dan ringan [Suara Maluku, Jumat dan Sabtu, 16,17 Juli, 1999], namun aparat keamanan [Polek Saparua] dapat secara cepat mengatasi situasi tersebut sehingga tidak merembes lebih luas ke negeri-negeri tetangga lainnya di pulau Saparua.

5

2 Ungkapan salah seorang informan kunci [WP, 43 tahun, Kristen] Seorang Ibu Rumah

Tangga, pada saat diwawancarai tanggal 23 September 2010.

3 Hasil wawancara, tanggal 24 September 2010 dengan informan kunci AS, 53 tahun

[Islam].

4 Lihat, Sri Yanuarti, dkk. ‘Konflik di Maluku Tenga’, LIPI-Jakarta, 2003 5 Lihat Penjelasannya dalam uraian tentang Budaya Lokal, pada Bab ini.

(4)

Satu bulan kemudian, situasi mulai tegang, namun tidak sampai menimbulkan terjadinya benturan fisik antara kedua komunitas. Ketegangan mulai memuncak ketika banyaknya anggota Lasykar Jihad6

Inisiatif untuk menerima dan menampung anggota LJ seperti ini, dimaknai oleh komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarani sebagai upaya untuk mengingkari perjanjian antar kedua saudara gandong yang telah disepakati bersama

[LJ] yang berdatangan dari Ambon, kemudian ditampung oleh warga komunitas Islam di negeri Sirisori Salam. Kehadiran LJ ini merupakan indikasi yang sangat kuat bahwa akan adanya penyerangan ke pemukiman-pemukiman komunitas Kristen yang ada di sekitarnya.

7

Informasi tentang kedatangan LJ ke komunitas Islam tersebut ternyata mendorong munculnya solidaritas atas dasar kesamaan agama yang dianut, sehingga warga komunitas Kristen dari negeri-negeri tetangga seperti dari negeri Tuhaha, Saparua, Porto dan negeri Haria

. Realitas ini mengakibatkan komunitas Kristen di negeri Sirisori Serani mulai merasa berada di bawah tekanan dan terancam, namun hal tersebut tidak ditanggapi secara reaktif.

8

Pengumpulan massa yang sudah terlanjur sangat emosional seperti ini, ternyata mengakibatkan ketegangan antar kedua komunitas semakin memuncak. Saat itu, ada ajakan warga komunitas Kristen yang datang dari negeri tetangga untuk segera menyerang komunitas Islam di negeri Sirisori Salam. Akan tetapi, ajakan tersebut berulangkali ditolak oleh komunitas Kristen di negeri Sirisori Serani. Selang dua-tiga jam kemudian, hadir pula sejumlah anggota masyarakat dari negeri dan negeri-negeri lainnya di pulau Saparua mulai berdatangan ke komunitas Krsiten di negeri Sirisori Sarane.

6 Para informan kunci dari komunitas Islam tidak mengetahui secara pasti jumlah

ang-gota LJ yang datang saat itu.

7 Hasil wawancara tanggal 25 September 2010, dengan FS, 47 tahun [Kristen].

8 Negeri Haria (Sarane), adalah negeri yang memiliki hubungan pela (dara) dengan

(5)

Haria9, kemudian bergabung dengan anggota masyarakat dari negeri

lain yang sudah berada sebelumnya di negeri Sirisori Sarani. Motivasi kedatangan mereka [warga dari negeri Haria] semata-mata hanya untuk melakukan komunikasi dan mencari jalan keluar, tidak untuk ikut menyerang. Inisiatif tersebut ternyata menemui jalan buntu, karena tidak ada jalur netral yang dapat mempertemukan mereka dengan komunitas Islam di negeri Sirisori Salam. Diakui oleh salah satu informan bahwa, apabila mereka tidak bergabung, pasti masyarakat Kristen dari negeri-negeri lain di pulau Saparua akan membenci mereka, bahkan negeri kami [Haria] bisa diserang dan dibakar10

Ketegangan dan keresahan kedua komunitas tercoreng ketika salah seorang warga Kristen dari negeri-negeri tetangga yang datang kemudian melakukan penembakan terhadap komandan LJ lokal yang saat itu berada di pesisir pantai negeri Sirisori Salam pada tanggal 9 September 2002. Korban tertembak, seketika meninggal

.

11. Cikal bakal

dari penembakan tersebut ternyata menyulut munculnya kemarahan, dan sejak saat itu komunitas Islam mulai mmpersiapkan penyerangan balik ke komunitas Kristen12

Dalam waktu yang tidak terlalu lama [tepatnya tanggal 21 September tahun 2002], dilakukan penyerangan pertama kali yang melibatkan LJ dan anggota TNI-AD. Saat itu, selain menggunakan

. Satu haru kemudian, masuknya sejumlah speed boad dan motor ikan dari pulau Ambon secara berturut-turut, dan menyinggahi pesisir pantai negeri Soirisori Salam. Kadatangan

speed boad dan motor ikan tersebut, dipahami oleh warga komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarane sebagai upaya mendatangkan bantuan untuk melakukan penyerangan terhadap mereka.

9 Komunitas Kristen di negeri Haria memiliki hubungan ‘pela’ dengan komunitas Islam

di negeri Sirisori Salam.

10 Hasil wawancara tanggal 3 Oktober tahun 2010 dengan J M M (Raja negeri Haria). 11 Hasil wawancara tanggal 24 September 2010, dengan FS, 47 tahun [Kristen].

Penem-bakan tersebut bukan dilakukan oleh salah satu anggota dari masyarakat negeri Sirisori Sarane, tetapi dilakukan oleh anggota masyarakat yang datang dari negeri-negeri tetangga di pulau Saparua. Namun, Sirisori Salam menganggap penembakan itu dilaku-kan sendiri oleh anggota masyarakat negeri Sirisori Sarane.

12 Hasil wawancara tanggal 25 September 2010, dengan informan kunci HS, 49 tahun,

(6)

persenjataan dan amunisi [peluru] standar buatan pindad, para perusuh juga menembaki rumah-rumah penduduk dengan menggunakan lonser

mengakibatkan banyak rumah yang hangus terbakar. Realitas penye-rangan tersebut mengakibatkan sebagian besar wanita dan anak-anak dari komunitas Kristen harus mengungsi ke hutan untuk mengaman-kan diri, sedangmengaman-kan laki-laki tetap tinggal untuk menjaga dan mem-pertahankan negeri mereka.

Ketika terjadi kontak senjata, warga komunitas Kristen dari nege-ri Sinege-risonege-ri Sarane tidak melihat seorangpun saudara gandong mereka dari negeri Sirisori Salam13

Setelah para perusuh selesai melakukan penyerangan kemudian meninggalkan negeri Sirisori Sarane, ada tiga orang warga komunitas Kristen berjalan mengelilingi negeri mereka untuk mencari tahu tingkat kerusakan dan jumlah rumah penduduk yang hancur. Saat itu, mereka menemukan beberapa buah peluru lonser yang ditembakkan oleh para perusuh tetapi tidak meledak, serta dua peti peluru lonser yang belum dibuka untuk digunakan, kemudian diambil dan diserah-kan kepada anggota Brimob. Anggota Brimob yang bertugas saat itu,

yang ikut dalam penyerangan tersebut, tetapi mereka berhadap-hadapan hanya dengan anggota LJ yang bergabung dengan anggota TNI-AD. Pada saat itu, anggota TNI-AD ada yang menggunakan seragam TNI-AD secara lengkap, tetapi ada juga yang hanya memakai sepatu dan celana berseragam TNI-AD saja, sedangkan bajunya menggunakan jubah putih panjang. Indikasi keter-libatan anggota TNI-AD secara jelas terlihat dari teknik untuk melaku-kan penyerangan dan kemampuan mereka dalam menggunamelaku-kan senjata berat yang ditembakkan untuk membakar rumah-rumah penduduk. Untuk mempertahankan diri, sekalipun dengan menggunakan senjata rakitan [senjata buatansendiri], namun selama dua hari penuh mereka harus membantu personel Brimob yang bertugas untuk berhadapan melawan para perusuh [TNI-AD dan LJ].

13 Anggota masyarakat dari negeri Sirisori Sarane [Kristen] yang dijumpai menuturkan

(7)

mengambil peluru-peluru tersebut kemudian mengamankannya di Pos Brimob, untuk dapat dijadikan sebagai barang bukti keterlibatan TNI.

Akibat yang timbul dari penyerangan [pertama] tersebut adalah, enam orang warga komunitas Kristen mengalami luka karena terkena tembakan, empat orang tercatat meninggal [satu diantaranya adalah anggota Brimob dari Bali], dan sebagian besar rumah penduduk terba-kar. Sedangkan korban meninggal dari para perusuh tercatat sebanyak delapan puluh tujuh orang anggota LJ, empat orang anggota TNI dari batalion 60314 dan satu orang anggota KOPASUS15

14 Hasil wawancara tanggal 27 September dengan informan kunci AP, 39 tahun

Kristen.

15 Setelah selesai penyerangan pertama kali, salah seorang anggota KOPASUS

me-masuki negeri Sirisori Sarane dan melakukan penyamaran, namun penyamaran terse-but diketahui oleh anggoat masyarakat. Karena masyarakat sudah terlanjur tidak mem-percayai peran TNI untuk memberikan jaminan keamanan kepada mereka lagi di-barengi dengan perasaan emosional yang masih tinggi, maka tanpa berpikir berbagai implikasi yang muncul, mereka [masyarakat] mengeksekusinya.

. Jumlah anggota LJ yang meninggal tersebut diketahui secara pasti oleh sebagian besar warga masyarakat negeri Sirisori Sarane, karena jenazah mereka tertimbun di dalam sebuah rumah milik salah satu anggota masyarakat Kristen yang tidak dibakar dan masih ada dalam kondisi utuh hingga saat ini.

Hasil wawancara dengan salah seorang informan kunci [AP, 39 tahun, Kristen], menuturkan bahwa:

(8)

Nampaknya para perusuh belum merasa puas terhadap aksi penyerangan yang telah dilakukan sebelumnya, karena itu pada hari Sabtu sore, tanggal 6 Oktober tahun 2002 mereka melakukan penye-rangan untuk kedua kalinya hingga malam hari. Selesai melakukan penyerangan, mereka bermalam di dalam rumah Gereja, dan penye-rangan dilanjutkan pada hari Minggu pagi, tanggal 7 oktober.

Penyerangan kedua inilah yang mengakibatkan negeri Sirisori Sarane hancur berantakan, bangunan Gereja, bangunan Sekolah, Kantor Pemerintah Negeri dan rumah-rumah penduduk seluruhnya terbakar dan hancur [yang tersisa hanya satu buah bangunan rumah penduduk saja yang sebelumnya dipergunakan oleh para perusuh untuk menampung jenazah korban anggota LJ]. Oleh salah seorang informan kunci [DP,48 tahun, Kristen] mengatakan bahwa, penyerang-an kedua ini merupakpenyerang-an penyerpenyerang-angpenyerang-an dengpenyerang-an menggunakpenyerang-an kekuatpenyerang-an penuh karena saat itu mereka tidak dapat bertahan dan terpaksa harus mundur ke pegunungan untuk menyelamatkan diri. Dikatakan selanjutnya bahwa, saat itu mereka berhadapan dengan satu kekuatan perang yang menggunakan persenjataan otomatis serta memiliki teknik berperang yang luar biasa tinggi, yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Sekalipun sudah menghindar dan berusaha menyelamat-kan diri ke pegunungan di hutan, namun mereka tetap diikuti dan ditembak oleh para perusuh dari belakang. Untuk mencegah agar komunitas Kristen dari negeri Sirisori Sarane tidak kembali memasuki negeri mereka, para perusuh memasang ranjau16

Enam bulan kemudian ketika empat orang komunitas Kristen berusaha memasuki negeri mereka yang sudah porak-poranda untuk melihat dan mengetahui tingkat kerusakan yang terjadi, ternyata rumah milik warga Kristen yang sebelumnya digunakan untuk menamung jenazah korban LJ pada penyerangan pertama ditemukan

dan ranjau-ranjau

tersebut ditemukan oleh anggota masyarakat.

16 SK, 61 tahun [Kristen] menuturkan bahwa pada saat anggota masyarakat

(9)

masih berdiri utuh, sedangkan jenazah LJ sudah tidak ada lagi. Di samping itu, dua peti peluru lonser serta beberapa buah yang ditem-bakkan para perusuh tetapi tidak meledak [pada saat penyerangan pertama] yang diamankan oleh Brimob di pos penjagaan mereka saat itu, sudah tidak ada lagi. Pos yang pernah ditempati oleh anggota Brimob yang bertugas di negeri Sirisori Sarani saat itu, sudah hangus terbakar rata dengan tanah.

Peran Aktor dan Lembaga

Peran aktor17 dan lembaga18

Karena masyarakat menunggu cukup lama dan tidak ada respons dari Denpomdam XVI terhadap laporan yang telah disampaikan tersebut, mengakibatkan munculnya resisten yang cukup tinggi, dan

dalam konflik yang terjadi antar kedua komunitas di pulau Saparua merupakan variabel yang unik karena kehadirannya cenderung berdampak negatif. Dari hasil peneli-tian lapang di kedua komunitas diketahui bahwa peran aktor dan lem-baga sering menyatu dan tumpang-tindih, sering kepentingan individu [aktor] ‘diatasnamakan’ sebagai kepentingan lembaga namun tidak dapat sebaliknya. Di samping itu, peranan lembaga sangat signifikan dalam turut mentukan eskalasi dan intensitas konflik antar kedua komunitas.

Peristiwa penganiayayaan enam warga komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarani oleh anggota TNI-AD [Kostrad Ujungpandang] tanggal 21 Juni 1999 tanpa alasan yang jelas. Mereka dipukul hingga babak-belur. Bukan itu saja, tetapi dalam tiga hari berturut-turut [tanggal 19,20, dan 21 Juni] anggota TNI-AD tersebut melakukan pengeboman ikan di pelabuhan negeri Sirisori Sarani [Kristen], kemudian mereka dilaporkan oleh staf pemerintah negeri kepada Denpomdam XVI Pattimura di Ambon [Suara Maluku, Rabu 23 Juni 199].

17 Anggota TNI dan Brimob, serta Lasykar Jihad.

(10)

sejak saat itu mereka [TNI-AD] sudah tidak dipercayai lagi oleh masyarakat19

Ketika terjadi kontak fisik antara komunitas Kristen di negeri Ulath dengan komunitas Islam di negeri Sirisori Salam pada tanggal 15 Juli tahun 1999 [mengakibatkan jatuhnya korban jiwa], setelah kejadi-an tersebut baru PolDa Maluku dkejadi-an Kodam XVI Pattimura

.

20 baru

menurunkan tiga peleton aparat keamanan ke Saparua21

Pada saat aparat BKO [TNI-AD dan Brimob] didatangkan dari luar Maluku untuk memberikan jaminan keamanan kepada masyara-kat, warga kedua komunitas mulai merasa aman. TNI-AD dari Batalion 603 sebanyak enam puluh enam orang, dimana tiga puluh tiga orang ditempatkan di komunitas Islam [negeri Sirisori Salam], sedangkan tiga puluh tiga orang lainnya di komunitas Kristen [negeri Sirisori Sarani]. Bersamaan dengan itu, hadir pula kesatuan Brimob dari Bali sebanyak enam puluh enam orang, tiga puluh tiga orang anggota ditempatkan di komunitas Islam [negeri Sirisori Salam] dan tiga puluh tiga orang lainnya di komunitas Kristen [negeri Sirisori Sarane]

.

Sebelum kejadian tersebut, tidak ada pasokan aparat keamanan, tanggung jawab keamanan hanya dipercayakan kepada beberapa orang anggota Polisi saja yang bertugas saat itu di Polsek Saparua [Suara Maluku, Edisi Senin 19 Juli 1999]. Terhadap kenyataan tersebut salah seorang informan kunci [IO, 57 tahun, Kristen] mengatakan bahwa, Pemerintah [Pemerintah Daerah, PolDa, dan Kodam] tidak terlalu memberikan perhatian yang serius terhadap berbagai kejadian yang muncul dalam masyarakat. Jika sudah ada korban jiwa, baru Pemerin-tah mulai memberikan sedikit perhatian.

22

19 Wawancara tanggal 22 September 2010 dengan salah satu informan kunci AP, 39

tahun [Kristen].

20 KapolDa Maluku saat itu adalah Kolonel [Pol] Drs Bugis M Saman, sedangkan

Pangdam XVI Pattimura saat itu adalah Brigjen TNI Max Tamaela.

21 Terdiri dari satu peleton dari Batalion Infantri Lintas Udara [Linud] 733/BS, dan dua

peleton Brigade Mobil [Brimob].

22 Hasil wawancara tanggal 23 September 2010 dengan informan kunci MS, 47 tahun

[Islam] dan AP, 39 tahun [Kristen]

(11)

Namun, sebelum kehadiran aparat TNI-AD dan Brimob, kelom-pok Layskar Jihad23 (LJ) Alzuna Waljamaʼah pimpinan Jafar Umar

Talib telah mendahului hadir ke komunitas Islam di negeri Sirisori Salam. Selain membawa seluruh perlengkapan perang [senjata dan amunisi standar], kehadiran mereka juga ternyata menyebarkan dan melakukan indoktrinasi ajaran-ajaran jihad, khususnya tentang makna ‘berjihad’ dengan isyu-isu yang sangat memprovokatif komunitas Islam. Di samping itu, selain mensosialisasikan ajaran-ajaran yang radikal agar komunitas Islam di negeri Sirisosi Salam tidak boleh men-jalin hubungan dengan orang lain yang berbeda agama, karena mereka itu dianggap ‘kafir’, LJ juga membagi buku-buku tentang jihad baik bagi siswa/i Sekolah Dasar [SD], maupun kepada anggota masyarakat24

Ketika LJ mengajak komunitas Islam untuk melakukan penye-rangan terhadap komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarane, ternyata ajakan tersebut tidak mendapat sambutan positif dari seluruh anggota masyarakat, bahkan ada anggota masyarakat yang secara keras menen-tangnya. Realitas ini dapat terjadi karena LJ tidak mengetahui tentang pertalian hubungan dara yang ada di antara warga kedua komunitas. Sikap radikalisme kelompok LJ tersebut tercermin dari keputusan mereka untuk melakukan eksekusi

.

25

23 Hasil wawancara tanggal 23 September 2010 dengan informan kunci MS, 47 tahun

[Islam]. Tidak diketahui secara pasti, berapa jumlah anggota Lasykar Jihat yang datang ke negeri Sirisori Salam

24 Hasil wawancara tanggal 24 September 2010 dengan informan kunci SS, 55 tahun

[Islam]. Buku-buku yang diedarkan tersebut, dua bulan kemudian ditarik kembali oleh mereka [LJ].

25 Pengakuan salah satu informan kunci AS, 52 tahun [Islam]. Menembak mati kedua

warga masyarakat Negeri Sirisori Salam tersebut karena mereka menentang keputusan LJ.

(12)

meng-ikuti kehendak LJ demi adanya kepastian tentang jaminan keselamatan jiwa mereka.

Tekanan yang diberikan oleh anggota kelompok LJ tersebut tidak saja ditujukan semata-mata hanya bagi laki-laki, tetapi perempuan-pun (terutama anak-anak gadis) senantiasa mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. Karena itu, kebanyakan perempuan terutama anak gadis dari komunitas Islam harus meninggalkan negeri mereka dan membuat perjalanan ke Masohi [Ibukota Kabupaten Maluku Tengah], kota Ambon, atau ke Sulawesi Selatan dan ke pulau Jawa, dengan maksud untuk menyelamatkan diri mereka dari

kebiadaban anggota kelompok LJ26

26 Hasil wawancara tanggal 24 September 2010, dengan seorang informan kunci

[seorang Ibu Rumahtangga] LH, 56 tahun [Islam]

.

(13)

Pada tanggal 21 September ketika para perusuh berjalan ber-iring-iringan menyusuri jalan di tepi pantai untuk melakukan penye-rangan ke komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarani pertama kali, maupun yang kedua kali tanggal 6 Oktober 2002, mereka tidak pernah dicegat atau dihalau oleh anggota TNI dari batalion 603 yang bertugas di komunitas Kristen [Sirisori Sarane]. Para perusuh dibiarkan begitu saja memasuki pemukuman komunitas Kristen [negeri Sirisori Sarane] kemudian melakukan penembakan terhadap warga, dan melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah penduduk dengan sangat leluasa. Pada saat yang bersamaan, anggota TNI dari batalion 603 ikut menem-bak pos Brimob yang berada di komunitas Kristen, kemudian berga-bung dengan para perusuh untuk menyerang komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarane. Akibatnya, anggota Brimob berusaha menye-lamatkan diri ditengah warga komunitas Kristen, kemudian bergabung untuk menghalau para perusuh. Keterlibatan aparat TNI-AD yang ber-gabung dengan LJ untuk melakukan penyerangan saat itu ke pemukim-an komunitas Kristen, ternyata menimbulkpemukim-an dendam dpemukim-an penyesalpemukim-an dari warga komunitas Kristen terhadap TNI-AD27.

Dari berbagai realitas yang telah digambarkan di atas, dapat di-katakan bahwa aparat TNI-AD berperan sebagai pendorong konflik antar kedua komunitas, bukan sebagai peredam konflik. Demikian juga halnya dengan manajemen konflik oleh aparat, jika terlambat, memi-hak dan sangat represif cenderung justru meningkatkan intensitas konflik antar kedua komunitas. Seharusnya, intensitas konflik secara umum dapat diprediksi kemungkinannya, dan sebenarnya Polda dan Kodam XVI cukup memahami kemungkinan ini. Hanya sering kali manajemen internal secara strategis tidak tanggap merespons kemung-kinan peningkatan intensitas konflik, atau memang ada berbagai kepentingan lain yang terkait dengan konflik Maluku sehingga konflik merupakan sebuah ‘rekayasa’ yang direncanakan oleh sebuah skenario.

27 Hasil wawancara tanggal 25 September 2010 dengan informan kunci AP, 39 tahun

(14)

Budaya Lokal

Untuk membuat keseimbangan dan mengatasi terjadinya dis-fungsi sosial antar warga kedua komunitas, satu tahun kemudian [tahun 2000], saudara gandong [utusan] kedua komunitas dari negeri Tamilou [Islam] di pulau Seram datang menemui mereka di pulau Saparua. Kedatangan ini tentu merupakan cara untuk mengingatkan kembali hubungann [ikatan] gandong yang telah lama diyakini memi-liki sifat sakral. Karena ikatan tersebut selama ini berfungsi sebagai manajemen sosial untuk mempertahankan solidaritas sosial antara satu dengan yang lain yang terikat di dalamnya.

Kronologis kedatangan utusan tersebut dituturkan oleh salaah seorang informan kunci [FS, 59 tahun, Kristen]28

Kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan tersebut adalah, mereka [kedua komunitas] berjanji untuk saling melindungi dan tidak untuk saling menyerang antara satu dengan yang lainnya. Setelah pertemuan adat tersebut selesai, satu hari kemudian utusan dari negeri sebagai berikut: para utusan tersebut datang hanya dengan satu tujuan, yakni ingin memper-oleh jawaban tentang jaminan dari kedua komunitas untuk senantiasa saling menjaga dan melindungi antara satu dengan yang lain karena kedua komunitas tersebut adalah adik-kakak yang berasal dari satu gandong [rahim yang sama].

Setelah tiba, satu hari kemudian, utusan tersebut melakukan pertemuan adat bertempat di negeri Sirisori Salam dengan mengun-dang tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat dari kedua komu-nitas. Dalam pertemuan tersebut, para utusan tersebut mengawalinya dengan menuturkan kembali sejarah hubungan gandong antara negeri Tamilou [Islam] di pulau Seram, negeri Hutumuri [Kristen] di pulau Ambon dan negeri Sirisori [Islam-Kristen] di pulau Saparua. Setelah itu, diajukan pertanyaan yang cukup prinsip kepada para tokoh kedua komunitas yang hadir dalam pertemuan tersebut tentang “komitmen mereka untuk menjaga, memelihara dan melindungi satu terhadap yang lain”.

(15)

Tamilou meninggalkan mereka dan kembali ke pulau Seram kemudian selanjutnya menuju ke negeri Tamilou.

Nampaknya warga kedua komunitas sangat konsisten dengan kesepakatan adat yang telah mereka sepakati dalam pertemuan terse-but. Karena itu, sekalipun eskalasi konflik di kota Ambon saat itu cenderung semakin tinggi, namun mereka tetap senantiasa berusaha untuk menjaga dan merawat hubungan tersebut. Karena itu, pada saat beberapa orang warga komunitas Kristen dari negeri-negeri tetangga di pulau Saparua berdatangan, kemudian melakukan pengepungan ke komunitas Islam di negeri Sirisori Salam, ternyata mendapat protes dari sebagian besar warga komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarani.

Kesadaran ini rupanya muncul karena sebelumnya telah ada kesepakatan adat antar kedua komunitas untuk tidak saling menye-rang, dalam arti siapa yang terlebih dahulu melakukan penyerangan maka ia akan diserang. Kesadaran yang sama juga muncul di kalangan komunitas Islam di negeri Sirisori Salam, karena itu resiko seberat apapun mereka siap untuk menerimanya29

Saat itu jika negeri Sirisori Salam diserang dan terbakar, maka masyarakat negeri Haria akan berdiri secara bersama-sama dengan masyarakat negeri Sirisori Salam untuk melakukan per-lawanan balik terhadap negeri-negeri yang menyerang saudara pela mereka

.

Reaksi yang cukup keras juga datang dari komunitas Kristen di negeri Haria terhadap pengepungan yang dilakukan terhadap komuni-tas Islam di negeri Sirisori Salam. Salah seorang informan [Kristen] dari negeri Haria menuturkan bahwa:

30

Pada saat terjadi pengepungan, ada beberapa orang anggota masyarakat dari negeri Ouw yang ikut membantu komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarane. Tanpa mempertimbangkan segala konsekuensi yang dapat terjadi, keterlibatan tersebut dilatarbelakangi semata-mata

29 Hasil wawancara tanggal 23 September tahun 2010 dengan informan kunci MS, 47

tahun [Islam].

30 Pernyataan tersebut dapat dipahami, karena antara masyarakat negeri Haria [sarane]

(16)

oleh karena adanya pertalian hubungan pela dengan komunitas Islam di negeri Sirisori Salam maupun komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarani. Dalam arti bahwa, mereka pergi membantu bukan untuk berhadap-hadapan dengan saudara pela [Sirisori Salam]31, tetapi akan

berhadapan dengan anggota LJ [para perusuh]. Pada saat mereka tiba, saudara pela mereka [komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarane] melarang mereka untuk tidak boleh melakukan penyerangan. Hal ini disebabkan karena yang akan diserang adalah saudara pela mereka sendiri. Karena itu, mereka dianjurkan kembali ke Ouw untuk menjaga negeri mereka32

Kesulitan tersebut dapat teratasi dengan datangnya bantuan bahan makanan oleh warga komunitas Krsiten dari negeri Ouw

.

Ketika situasi sudah mulai kondusif, komunitas Islam di negeri Sirisori Salam diperhadapkan dengan kesulitan untuk memperoleh bahan makanan. Sebenarnya, bahan makanan berupa hasil kebun ada tersedia di kebun mereka, namun saat itu mereka masih merasa takut untuk pergi mengambilnya. Ketakutan tersebut sangat beralasan karena tidak ada jarak (istilah lokal: makan masuk keluar) antara kebun mereka dengan kebun milik warga komunitas Kristen di negeri Sirisori Sarane.

33

31 Hasil wawancara tanggal 24 September 2010 dengan informan kunci [IP, 47 tahun,

Kristen] dari negeri Ouw.

32 Hasil wawancara tanggal 23 September dengan informan kunci [AP,39 tahun,

Kristen] dari negeri Sirisori Serani.

33 Masyarakat negeri Ouw memiliki hubungan ‘pela’ dengan negeri Sirisori [Salam dan

Sarane]. Dari penuturan salah seorang informan di negeri Ouw [AS, 52 tahun, Kristen] bahwa para leluhurnya menceriterakan kepadanya bahwa mereka hanya mengenal negeri Siri Sori. Pada saat Belanda masuk, kemudian negeri Siri Sori pecah menjadi negeri Siri Sori Salam dan negeri Siri Sori Sarani.

(17)

Salam34

34 Hasil wawancara tanggal 25 September 2010, dengan informan kunci AS, 61 tahun

[Islam] dari negeri Sirisori Salam, dan dengan informan kunci FT, 58 tahun [Kristen] dari negeri Ouw.

. Bukan itu saja, tetapi komunitas Kristen di negeri Ouw juga mengizinkan dan menjamin keselamatan warga komunitas Islam dari Sirisori Salam ketika meliwati tanjung Ouw untuk membuat perjalanan dengan speed boad ke Masohi untuk berbagai keperluan.

Kesimpulan

Dari berbagai realitas yang telah digambarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa aparat TNI-AD dan LJ berperan sebagai pendorong bukan sebagai peredam konflik antar kedua komunitas. Demikian juga halnya dengan manajemen konflik oleh aparat, jika terlambat, memi-hak dan sangat represif cenderung justru meningkatkan intensitas konflik antar kedua komunitas.

Sepatutnya, intensitas konflik secara umum dapat diprediksi kemungkinannya, dan sebenarnya PolDa Maluku dan Kodam XVI Pattimura cukup memahami kemungkinan ini. Hanya sering kali manajemen internal secara strategis tidak tanggap merespons kemung-kinan peningkatan intensitas konflik, atau memang ada berbagai kepentingan lain yang terkait dengan konflik Maluku sehingga konflik merupakan sebuah ‘rekayasa’ yang direncanakan oleh sebuah skenario.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang

Rata-rata motivasi berprestasi karyawan tetap RSAU DR Soemitro Surabaya adalah tinggi, karena dalam setiap diri individu karyawan mempunyai usaha dan kemauan

Data dan Hasil Uji Coba Skala Faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying a. Data Uji Coba Skala Faktor yang Mempengaruhi Impulsive

PENGUMUMAN PENGADAAN LANGSUNG PEKERJAAN KONSTRUKSI PADA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN CILACAP SUMBER DANA APBDP KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 20161. (BIDANG PP

Pada tahap awal, penelitian ini dilaksanakan untuk: (a) Menemukan kultur akademik yang dibutuhkan dunia kerja bagi mahasiswa vokasi bidang manufaktur; (b) Menggali strategi

MALANG - Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ditunjuk oleh tiga Kementerian, yakni Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Riset dan

[r]

[r]