• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA ISOTONIC QUADRICEPS EXERCISE DENGAN BEBAN 1 KILOGRAM PADA LANSIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA ISOTONIC QUADRICEPS EXERCISE DENGAN BEBAN 1 KILOGRAM PADA LANSIA."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK

DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS

DARIPADA ISOTONIC QUADRICEPS EXERCISE DENGAN BEBAN 1

KILOGRAM PADA LANSIA

I GUSTI AGUNG GEDE RAMA WINTARA

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

SKRIPSI

INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK

DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS

DARIPADA ISOTONIC QUADRICEPS EXERCISE DENGAN BEBAN 1

KILOGRAM PADA LANSIA

Oleh:

I GUSTI AGUNG GEDE RAMA WINTARA

NIM. 1202305016

HALAMAN JUDUL

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Intervensi Balance Strategy Exercise Lebih Baik dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis

Daripada Isotonic Quadriceps Exercise dengan Beban 1 Kilogram pada Lansia”.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Prof.Dr.dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof.Dr.dr.I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku ketua Program Studi Fisioterapi Universitas Udayana.

3. I Putu Sutha Nurmawan, SSt. FT, M.Fis selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dr. dr. I Made Muliarta, M. Kes selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah

banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. dr. I Putu Adiartha Griadhi, M. Fis selaku penguji sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vi

7. Ibu, Bapak dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman Axoplasmic yang selalu membantu dan memberikan semangat.

9. Indah Permatahati, Agus Saputra, Dedy Gunawan, Aditya Mahardika dan Wahyu Mahendra atas bantuan dan support dalam pembuatan skripsi ini.

10.Seluruh kerabat dan sejawat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat harapkan.

Denpasar, Mei 2016

(8)

vii

INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA ISOTONIC QUADRICEPS EXERCISE DENGAN BEBAN 1 KILOGRAM PADA LANSIA

ABSTRAK

Sistem biologis mengalami penurunan seiring bertambahnya usia. Salah satu yang mengalami penurunan adalah sistem keseimbangan. Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi baik saat diam maupun saat bergerak. Keseimbangan yang memburuk menyebabkan peningkatan resiko jatuh pada lansia. Berdasarkan teori yang menyatakan Balance Strategy Exercise dan Quadriceps Strategy Exercise dapat meningkatkan keseimbangan dinamis lansia. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan Balance Strategy Exercise dan Isotonic Quadriceps Exercise dengan beban 1 kilogram dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia yang berusia diatas 60 tahun di Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

Penelitian eksperimental ini telah dilakukan dengan rancangan Pre and Post Two Group Design. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Sampel berjumlah 26 orang lansia yang berusia diatas 60 tahun di Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan menunjukkan bahwa rerata selisih peningkatan keseimbangan dinamis pada kelompok Balance Strategy Exercise dan kelompok Isotonic Quadriceps Exercise (27,00 dan 24,92) dengan nilai p = 0,007 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi dengan Balance Strategy Exercise menghasilkan peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan pelatihan Isotonic Quadriceps Exercise.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan dengan Balance Strategy Exercise lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan dinamis daripada pelatihan dengan Isotonic Quadriceps Exercise dengan beban 1 kilogram pada lansia yang berusia diatas 60 tahun di Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

(9)

viii

BALANCE STRATEGY EXERCISE INTERVENTION IS BETTER FOR INCREASING DYNAMIC BALANCE THAN ISOTONIC QUADRICEPS

EXERCISE WITH 1 KILOGRAM LOAD AMONG ELDERLY

ABSTRACT

Biological systems decreased with aging. One of them is the balance system. Balance is an ability to maintain the center of gravity when stationary and when moving. Deteriorated balance cause increased risk of falls in the elderly. Based on the theory that Balance Strategy Exercise and Isotonic Quadriceps Exercise can improve the dynamic balance in the elderly. This study was conducted to compare Balance Strategy Exercise and Isotonic Quadriceps Exercise with 1 kilogram load in improving dynamic balance of elderly aged over 60 years at Pitra Village, Penebel District, Tabanan.

This experimental research has been done with Pre and Post Two Groups Design. The sampling technique is simple random sampling. The amount of samples is 26 elderly aged over 60 years at Pitra Village, Penebel District, Tabanan showed that the average difference in improvement of dynamic balance in Balance Strategy Exercise Group and Isotonic Quadriceps Exercise with 1 kilogram load (27,00 and 24, 92) with the amount of p = 0,007 (p > 0,05). This indicate that balance Strategy Exercise result in dynamic balance improvement for elderly is significantly greater than the Isotonic Quadriceps Exercise.

It can be concluded that Balance Strategy Exercise is better for improving dynamic balance compared with Isotonic Quadriceps Exercise with 1 kilogram load in elderly aged over 60 years at Pitra Village, Penebel District, Tabanan.

(10)

ix

2.1.2 Klasifikasi Lansia ... 6

2.2 Keseimbangan ... 7

2.2.1 Definisi Keseimbangan ... 7

2.2.2 Fisiologi Keseimbangan Dinamis ... 8

2.2.3 Anatomi Sistem Keseimbangan ... 9

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan ... 15

2.2.5 Proses Penurunan Keseimbangan pada Lansia ... 19

2.3 Kekuatan Otot... 21

2.4 Balance Strategy Exercise ... 23

2.4.1 Ankle Strategy Exercise ... 24

2.4.2 Hip Strategy Exercise ... 25

2.4.3 Stepping Strategy Exercise ... 26

(11)

x

2.5.1 Metode Pelatihan De Lorme dan Watkins ... 27

2.5.2 Metode Pelatihan ... 28

2.6 Mekanisme Peningkatan Keseimbangan Dinamis setelah Latihan ... 28

BAB III ... 31

KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ... 31

3.1 Kerangka Berfikir ... 31

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

4.3 Populasi dan Sampel ... 36

4.3.1 Populasi ... 36

4.3.2 Sampel ... 36

4.3.3 Besar Sampel ... 37

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 38

4.4 Variabel Penelitian ... 39

4.5 Definisi Operasional Variabel ... 39

4.5.1 Keseimbangan Dinamis ... 39

4.5.2 Balance Strategy Exercise... 39

4.5.3 Isotonic Quadriceps Exercise ... 39

4.5.4 Usia ... 39

4.6 Instrumen Penelitian ... 40

4.7 Prosedur Penelitian ... 40

4.7.1 Prosedur Pendahuluan ... 40

4.7.2 Prosedur Pelaksanaan ... 41

4.8 Alur Penelitian ... 46

4.9 Teknik Analisis Data ... 47

BAB V ... 49

HASIL PENELITIAN ... 49

5.1 Data Karakteristik Sampel... 49

(12)

xi

5.3 Pengujian Hipotesis ... 52

5.3.1 Uji T-Berpasangan (Paired Samples T-test) Sebelum dan Sesudah Perlakuan 52 5.3.2 Uji Independent Samples T-test Sebelum Perlakuan Pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 54

5.3.3 Uji Independent Samples T-test Sesudah Perlakuan Pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 55

5.3.4 Uji Beda Selisih Keseimbangan Dinamis Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 dengan Independent Samples T- test ... 56

BAB VI ... 58

PEMBAHASAN ... 58

6.1 Karakteristik Sampel ... 58

6.2 Distribusi dan Varians Sampel Penelitian ... 59

6.3 Pelatihan Balance Strategy Dapat Meningkatkan Keseimbangan Dinamis pada Lansia ... 59

6.4 Pelatihan Isotonic Quadriceps dapat Meningkatkan Keseimbangan Dinamis pada Lansia ... 61

6.5 Pelatihan dengan Balance Strategy Exercise Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Pada Lansia ... 63

BAB VII ... 65

SIMPULAN DAN SARAN... 65

7.1 Simpulan ... 65

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1 Proses Fisiologi Keseimbangan (Waston et al., 2008) ... 9

Gambar 2-2 Sistem Vestibular (Encyclopedia Britannica, 1997) ... 10

Gambar 2-3 Krista Ampularis (Mardjono M, 2008) ... 11

Gambar 2-4 Makula Statika (Mardjono M, 2008) ... 12

Gambar 2-5 Sistem Visual (Prasad dan Galleta, 2011) ... 15

Gambar 2-6 Otot quadriceps femoris tampak dari depan ... 23

Gambar 2-7 Ankle Strategy Exercise (Satria, 2015) ... 25

Gambar 2-8 Hip Strategy Exercise (Satria, 2015) ... 26

Gambar 2-9 Stepping Strategy Exercise (Satria, 2015) ... 27

Gambar 2-10 Protokol De Lorme dan Watkins (Pujiastun, 2001) ... 27

Gambar 3-1 Kerangka Konsep ... 33

Gambar 4-1 Desain Penelitian ... 35

Gambar 4-2 Ankle Strategy Exercise (Yuliana, 2014) ... 43

Gambar 4-3 Hip Strategy Exercise (Leimkuehler p,e) ... 44

Gambar 4-4 Stepping Strategy Exercise (Leimkuehler p,e) ... 44

Gambar 4-5 Gerakan Isotonic Quadriceps Exercise (Panton, 2004) ... 45

Gambar 4-6 Alur Penelitian ... 46

Gambar 5-1 Grafik Rerata Nilai Keseimbangan Sebelum dan Sesudah Perlakuan ... 53

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 5-1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia, IMT dan Jenis Kelamin ... 50

Tabel 5-2 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Peningkatan Keseimbangan pada Lansia ... 51

Tabel 5-3 Hasil Uji Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok 1 ... 52

Tabel 5-4 Hasil Uji Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok 2 ... 52

Tabel 5-5 Hasil Uji Independent Samples T-test Sebelum Perlakuan ... 54

Tabel 5-6 Hasil Uji Independent Samples T-test Sesudah Perlakuan ... 55

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan hari lanjut usia nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas umur lanjut usia adalah 60 tahun atau lebih (Setiabudi, 1999). Batasan lansia menurut WHO meliputi, usia pertengahan (middleage) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 76 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (veryold) yaitu usia diatas 90 tahun. Jumlah populasi lanjut usia dibeberapa daerah Indonesia menurut BPS pada tahun 2010, di DIY:12,48%, Jawa Timur 9,36%, Jawa Tengah 9,26%, Jawa Barat 7,09%. dan Bali 8,77%. Maka dengan demikian berdasarkan ketentuan badan dunia, Indonesia termasuk sebagai negara berstruktur penduduk tua (populasi lansia di atas 7 %).

(16)

2

sendiri, faktor aktivitas, faktor lingkungan dan faktor obat-obatan. Faktor host (diri lansia) salah satunya adalah mengenai masalah keseimbangan pada tubuh yang sering menyebabkan lansia tiba-tiba jatuh (Probosuseno, 2008).

Survei komunitas melaporkan, sekitar 30% lansia di atas 60 tahun pernah mengalami jatuh setiap tahunnya dan separuhnya pernah jatuh lebih dari sekali. Bahkan pada lanjut usia di atas 80 tahun, sekitar 50% pernah mengalami jatuh. Walaupun tidak semua kejadian jatuh mengakibatkan luka atau memerlukan perawatan, tetapi kejadian luka akibat jatuh meningkat terutama pada usia di atas 85 tahun. Pada lansia yang jatuh, sekitar 5% mengalami patah tulang, sekitar 1% patah tulang paha dan 5-11% mengalami luka berat. Luka merupakan penyebab kematian nomor lima pada lansia dan sebagian besar luka terjadi akibat jatuh (Probosuseno, 2008).

Masalah keseimbangan yang menurun pada lansia merupakan penyebab kejadian jatuh pada populasi lansia, terutama keseimbangan dinamis yang diperlukan untuk menunjang kegiatan berjalan. Keseimbangan dinamis merupakan kemampuan tubuh untuk mempertahankan posturnya pada saat Center of Gravity (COG) berubah seperti saat berjalan.

(17)

3

Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi. Statis Equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas balance board. Dinamik Equilibrium adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas yang terisolasi, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan yang merupakan kehidupan kegiatan normal sehari-hari (Huxham et al.,2001).

Metode untuk menilai resiko jatuh pada lansia salah satunya adalah Functional Gait Assessment (FGA). Functional Gait Assessment adalah alat ukur

keseimbangan yang digunakan untuk mengukur tingkat resiko jatuh pada lansia dengan mengukur mobilitas sejauh 6 meter. Pengukuran keseimbangan dengan Functional Gait Assessment dilakukan karena keseimbangan merupakan faktor

utama terjadinya jatuh dan penelitian lain yang menyebutkan 30% lansia dengan umur diatas 60 tahun pernah mengalai jatuh tiap tahunnya atau lebih. Pada subjek tes yang mendapat skor Functional Gait Assessment dibawah 22 dari skor maksimal 30 diklasifikasikan beresiko jatuh lebih besar (Diane et al.,2010).

Untuk meningkatkan keseimbangan dinamis dan mengurangi resiko jatuh pada lansia maka harus ada program latihan yang diberikan. Ada beberapa program latihan yang bisa diberikan pada lansia, salah satunya adalah Balance Strategy Exercise yang merupakan kombinasi dari Ankle Strategy exercise, Hip Strategy

(18)

4

Quadriceps Exercise yang memfokuskan pada penguatan otot quadriceps untuk

meningkatkan keseimbangan.

Kedua program itu dapat meningkatkan keseimbangan dan menurunkan resiko jatuh pada Functional Gait Assessment. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisa sekaligus untuk memberikan kontribusi pada hidup lansia. 1.2 RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Balance Strategy Exercise dapat meningkatkan keseimbangan dinamis pada populasi lansia?

2. Apakah Isotonic Quadriceps Exercise dapat meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia?

3. Apakah Balance Strategy Exercise lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan dinamis daripada Isotonic Quadriceps Exercise pada lansia. 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa:

a. Balance Strategy Exercise meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia usia diatas 60 tahun di Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

(19)

5

c. Balance Strategy Exercise lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan dinamis daripada Isotonic Quadriceps Exercise pada lansia usia diatas 60 tahun di Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

1.1 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan para pembaca (mahasiswa) tentang pengaruh Balance Strategy Exercise dan Isotonic Quadriceps Exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada

lansia.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para pembaca (mahasiswa) dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan tindakan fisioterapi dalam mengurangi resiko jatuh pada lansia.

b. Dapat dijadikan salah satu pilihan latihan sebagai langkah preventif dalam menangani resiko jatuh.

(20)

6

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Sedangkan dalam bukunya Hardywinoto (2005) mengatakan yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan hari lanjut usia nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas umur lanjut usia adalah 60 tahun atau lebih (Setiabudi, 1999).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Ada beberapa pembagian lansia, antara lain: menurut Depkes RI, WHO, dan menurut pasal 1 Undang – undang No. 4 tahun 1965.

a. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut: kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai senium.

(21)

7

sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

c. Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 4 tahun 1965: “Seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain” (Mubarak, 2009).

2.2 Keseimbangan

2.2.1 Definisi Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan dan mengatur posisi tubuh saat di tempat atau ketika bergerak. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak. Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis (Abrahamova & Hlavacka, 2008).

(22)

8

input proprioseptik untuk menghasilkan respon kontrol tubuh untuk berada dalam base of support (Distefano, 2009).

Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam

menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi. Statis Equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas balance board. Dinamik Equilibrium adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posis pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas yang terisolasi, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan yang merupakan kehidupan kegiatan normal sehari-hari (Huxham et al., 2001).

2.2.2 Fisiologi Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan merupakan tugas kontrol motorik kompleks yang melibatkan deteksi dan integrasi informasi sensorik untuk menilai posisi dan gerakan tubuh dalam ruang dan pelaksanaan respon muskuloskeletal yang sesuai untuk mengontrol posisi tubuh dalam konteks lingkungan dan tugas. Kontrol keseimbangan memerlukan interaksi sistem saraf, muskuloskeletal dan efek kontekstual dari lingkungan.

(23)

9

meliputi alignment postural, fleksibilitas muskuloskeletal seperti lingkup gerak sendi (LGS), integrasi sendi, performa otot, dan sensasi (sentuhan, tekanan, vibrasi, proprioseptif dan kinestetik). Efek kontekstual dari lingkungan yang berinteraksi dengan keduanya, yaitu: pencahayaan, permukaan, dan gravitasi (Kisner dan Colby, 2007).

Mempertahankan keseimbangan penting bagi tubuh untuk menyangga tubuh melawan gravitasi, mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, dan menstabilkan bagian tubuh yang lain ketika bergerak.

2.2.3 Anatomi Sistem Keseimbangan

Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance). Sistem indera dalam keseimbangan seperti vestibular, somatosensoris (tactile & somatosensory), dan visual.

(24)

10

a. Sistem Vestibular

Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf, organ membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.

(25)

11

Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolith. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan).

Gambar 2-3 Krista Ampularis (Mardjono M, 2008)

(26)

12

keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.

Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menembus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat.

(27)

13

b. Sistem Somatosensoris

Sistem Somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling berhubungan satu sama lainnya yang mana Sistem Somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu: primer, sekunder dan tersier.

Primary Neuron, memiliki badan sel pada dorsal root ganglion

didalam saraf spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher), dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf trigeminal atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya).  Second Neuron, neuron ini berada di medulla spinalis dan brain stem

dan meiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi berlawan di medulla spinalis dan brain stem, (Akson dari banyak neuron berhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior nucleus, VPN), dan yang lainnya pada sistem retikuler dan cerebellum.  Third Neuron, berperan dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri,

neuron ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyrus postcentralis dari lobus parietal.

(28)

14

sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ, dan sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Willis Jr, 2007).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.

c. Sistem Visual

(29)

15

Gambar 2-5 Sistem Visual (Prasad dan Galleta, 2011) 2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor, dibawah ini adalah faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu:

1. Faktor Biomekanik merupakan faktor yang mempengaruhi keseimbangan meliputi derajat gerak, kekuatan otot, dan stabilitas yang berfungsi untuk mendeteksi terhadap perubahan gerak dan bidang gerakan untuk merespon dengan gerakan yang efektif dan sesuai. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut:

a. Pusat Gravitasi (Center of Gravity-COG) merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati. Titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara

(30)

16

tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika center of gravity terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang, jika berada di luar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae sacrum 2 (Huxam, 2005).

b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) merupakan garis khayalan yang berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan Base of Support (Huxam, 2005).

c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya daerah bidang tumpu dengan pusat gravitasi. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi maka tubuh akan semakin stabil (Huxam, 2005).

(31)

17

keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik (Knudson, 2007).

2. Faktor fisik adalah faktor-faktor yang terkait dengan kondisi fisik seseorang :

a. Umur: Umur akan mempengaruhi keseimbangan. Usia anak-anak merupakan usia pertumbuhan sehingga kemampuan fisik belum sempurna akibat belum dikondisi matur, sedangkan setelah usia 30 tahun terjadi penurunan kapasitas fisik terkait dengan penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi olahraga dapat mengurangi kecepatan penurunan fisik (Ruhayati dan Fatmah, 2011).

b. Jenis kelamin: Jenis kelamin mempengaruhi berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya kardiorespiratori (Ruhayati dan Fatmah, 2011).

(32)

18

anggota tubuh, kecepatan lari, fleksibilitas, dan keseimbangan pada setiap orang. Selain itu, sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan anggota tubuh dan kontraksi otot, berhubungan dengan perbedaan jenis serabut otot seseorang, dimana serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktural, histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda (Ruhayati dan Fatmah, 2011). d. Aktivitas fisik: Kegiatan fisik bersifat aerobik mempengaruhi

komponen kebugaran jasmani. Aktivitas fisik dapat menigkatkan daya tahan kardiovaskular, mengurangi lemak tubuh, meningkatkan keseimbangan, dan fleksibilitas. Aktivitas fisik terbagi dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari). Terdapat tiga aspek dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga dan kegiatan di waktu luang (Ruhayati dan Fatmah, 2011).

e. Orientasi ruang: Orientasi ruang adalah kemampuan untuk mengarahkan bagian-bagian tubuh sehubungan dengan keadaan gravitasi, BOS, surround visual dan referensi internal mengarahkan postur terhadap gravitasi. Orientasi ruang merupakan dasar untuk manusia menavigasi sebuah lingkungan dan memberikan respon yang sesuai (Horak, 2006).

(33)

19

lingkungan agar individu tetap berada dalam keadaaan yang seimbang (Horak, 2006).

g. Sensoric Strategy: Sensoric strategy adalah penggunaan panca indra, dan sensoris tubuh untuk mendapat informasi sensorik dari somatosensoris, visual dan vestibular, kemudian mengintegrasikan input sensoris yang didapat untuk menafsirkan kompleks lingkungan sensorik. Subjek kemudian mengubah sensorik dan merespon terhadap perubahan gerak dan lingkungan (Horak, 2006).

2.2.5 Proses Penurunan Keseimbangan pada Lansia

Penurunan keseimbangan pada lansia disebabkan oleh berbagai macam faktor di antaranya adalah adanya gangguan pada sistem sensorik, gangguan pada sistem saraf pusat (SSP), maupun adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal. Informasi mengenai posisi tubuh terhadap lingkungan atau gravitasi diberikan oleh sistem sensorik, sedangkan sistem saraf pusat berfungsi untuk memodifikasi komponen motorik dan sensorik sehingga stabilitas dapat dipertahankan melalui kondisi yang berubah-rubah. Gangguan pada sistem sensorik meliputi gangguan pada sistem visual, vestibular, dan somatosensoris (Suadnyana, 2013).

(34)

20

Sistem lain yang mengalami penurunan fungsi adalah sistem vestibular. Perubahan degeneratif tersebut mengenai organ vestibular seperti: otolith, epithelium sensorik dan sel rambut, nervus vestibularis, dan serebelum. Makula secara progresif mengalami demineralisasi dan menjadi terpecah-pecah. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan dalam menjaga respon postural terhadap gravitasi dan pergerakan linear. Selain itu terjadi pula atrofi sel rambut disertai pembentukan jaringan parut dan setelah usia di atas 70 tahun terjadi penurunan sebanyak 20% jumlah sel rambut di makula dan 40% di krista ampularis kanalis semisirkularis (Barnedh, 2006).

Sistem somatosensori memberikan informasi tentang posisi tubuh dan kontak dari kulit melalui tekanan, taktil sensor, getaran, serta proprioseptor sendi dan otot. Sensasi kulit melalui sentuhan, getaran dan tekanan sensor penting dalam setiap aktivitas sehari-hari, terutama yang melibatkan gerakan. Sensitivitas kulit berkurang dengan bertambahnya usia. Kurangnya masukan dari taktil, tekanan dan getaran reseptor membuatnya sulit untuk berdiri atau berjalan dan mendeteksi perubahan dalam pergeseran, yang penting dalam menjaga keseimbangan (Suadnyana, 2013).

(35)

21

menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, serta ada kecenderungan untuk tersdanung. Hal ini mengakibatkan lansia menjadi kurang percaya diri dan lebih berhati-hati dalam berjalan. Penurunan kekuatan otot pelvis dan tungkai juga menjadi faktor kontribusi bagi penurunan respon postural tersebut. Secara bersamaan, hampir seluruh gerakan menjadi tidak elastis dan halus. Gangguan motorik ini utamanya disebabkan oleh mulai hilangnya neuron-neuron di medulla spinalis, otak, dan serebelum (Siti, 2009).

2.3 Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah merupakan kekuatan suatu otot atau grup otot yang dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum. Kekuatan otot merupakan suatu hal penting untuk setiap orang, karena kekuatan otot merupakan suatu daya dukung gerakan dalam menyelesaikan tugas-tugas. Setelah umur 30 tahun, manusia akan kehilangan kira-kira 3 – 5 % jaringan otot total per dekade. Kekuatan otot akan berkurang secara bertahap seiring bertambahnya umur. Penurunan kekuatan otot tidak hanya mengganggu keseimbangan tubuh juga berhubungan dengan peningkatan resiko jatuh. Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk melakukan suatu pekerjaan yang berulang-ulang atau kontraksi pada waktu yang sama (Janssen et al, 2000).

(36)

22

(3) peningkatan resiko jatuh, (4) perubahan postur. Masalah pada kemampuan gerak dan fungsi lansia berhubungan erat dengan kekuatan otot yang bersifat individual. Lansia dengan kekuatan otot quadriceps yang baik dapat melakukan aktivitas berdiri dari posisi duduk dan berjalan 6 meter dengan lebih cepat (Bonder dan Wagner, 1994). Penelitian menunjukkan bahwa kelemahan otot abduktor sendi panggul dapat mengurangi kemampuan mempertahankan keseimbangan berdiri pada satu tungkai dan pemulihan gangguan postural. Kelambanan serabut otot reaksi cepat (tipe II) dapat meningkatkan risiko jatuh karena penurunan respons terhadap keseimbangan (Bonder dan Wagner, 1994).

(37)

23

Gambar 2-6 Otot quadriceps femoris tampak dari depan

2.4 Balance Strategy Exercise

Pelatihan Balance Strategy Exercise adalah serangkaian gerakan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis melalui stretching maupun strengthening (Kloos & Heiss, 2007). Ada beberapa gerakan yang digunakan dalam balance exercise, diantaranya plantar flexion, hip flexion, knee flexion, and side leg raise. Gerakan-gerakan ini berfungsi untuk meningkatkan

(38)

otot-24

otot gluteus maximus, sedangkan side leg rise untuk mengkontraksikan otot tensor facia latae (Masitoh, 2013).

2.4.1 Ankle Strategy Exercise

Ankle Strategy exercise menekankan pada kontrol goyangan postural dari

(39)

25

Gambar 2-7 Ankle Strategy Exercise (Satria, 2015)

2.4.2 Hip Strategy Exercise

Hip Strategy exercise menggambarkan kontrol goyangan postural dari pelvis

dan trunkus. Kepala dan pinggul dengan arah yang berlawanan. Hip Strategy exercise mengandalkan gerakan batang tubuh yang cepat untuk membangkitkan

(40)

26

Gambar 2-8 Hip Strategy Exercise (Satria, 2015)

2.4.3 Stepping Strategy Exercise

Stepping Strategy exercise menggambarkan tahapan dengan kaki atau

(41)

27

Gambar 2-9 Stepping Strategy Exercise (Satria, 2015) 2.5 Latihan Isotonik Otot Quadriceps Femoris

Latihan isotonik merupakan latihan dinamis dengan beban konstan tapi kecepatan gerakan tidak terkontrol, dimana otot berkontraksi melawan tahanan dari beban yang konstan, dengan bagian yang bergerak dalam lingkup gerak sendinya secara penuh.

2.5.1 Metode Pelatihan De Lorme dan Watkins

Protokol De Lorme dan Watkins. Program protokol De Lorme dan Watkins menggunakan 10 RM yaitu beban maksimal yang dapat diangkat 10 kali, setiap sesi latihan terdiri dari 3 set masing-masing 10 repetisi. Latihan 5 kali per minggu. (Foss, 1998).

(42)

28

2.5.2 Metode Pelatihan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beban 1 kilogram dilakukan 3 kali seminggu. Dengan waktu tiap latihan berlangsung 20-30 menit. Latihan dilakukan 10 kali repetisi, istirahat 1-2 menit lalu ulangi 10 kali repetisi. Pada lansia jumlah set yang dipakai yaitu 3 set. Selalu untuk menarik nafas saat menganggkat dan untuk mengeluarkan nafas saat kembali ke posisi semula. Tidak boleh untuk menahan nafas pada saat latihan. Usahakan agar waktu yang digunakan pada saat mengangkat selama 2-3 detik dan waktu yang digunakan pada saat kembali ke posisi semula selama 3-4 detik.

2.6 Mekanisme Peningkatan Keseimbangan Dinamis setelah Latihan

Tiga sistem gerakan untuk mengontrol keseimbangan yang digunakan oleh sistem saraf pusat ketika tubuh mengalami gangguan yaitu, melalui gerak refleks, respon postural otomatis, dan gerakan volunter. Gerakan volunter dikontrol oleh sistem kortikal dengan tingkat latensi paling lama jika dibandingkan gerakan seperti respon postural otomatis yang dimediasi oleh batang otak atau bagian subkortikal dengan tingkat latensi menengah, dan gerak refleks yang dimediasi oleh medula. Ketiga sistem gerakan ini akan berintegrasi dalam menjaga keseimbangan postural tubuh (Colby dan Kisner, 2007).

(43)

29

dari korteks serebri (area somatosensorik I) dan diolah di dalam korteks serebri (Squire et al., 2008).

Korteks serebri (area korteks motorik primer, area premotorik, dan area motorik pelengkap) akan mengolah informasi sensoris untuk menghasilkan sinyal motorik. Penjalaran sinyal motorik ini akan diteruskan ke serabut piramidal melalui traktus kortikospinal lateralis medula spinalis dan berakhir pada interneuron di region intermediet dari substansia grisea medula, beberapa sinyal berakhir di neuron penyiar radiks dorsalis, dan berakhir secara langsung di neuron-neuron motorik anterior. Neuron motorik anterior mengadakan potensial aksi pada terminal saraf (Squire et al., 2008).

(44)

30

suatu umpan balik yang ditujukan ke korteks motorik melalui sistem sensorik radiks dorsalis dengan mengatur ketepatan kontraksi otot. Sinyal somatosensorik ini timbul di kumparan otot, organ tendon otot, dan reseptor taktil yang terletak di kulit yang menutupi otot yang akan menimbulkan positive feedback enhancement yaitu sebuah umpan balik yang merangsang kontraksi otot (Guyton dan Hall, 2008).

Neuron berada pada keadaan terfasilitasi pada awal pelatihan, yaitu besarnya potensial membran mendekati nilai ambang untuk peletupan daripada keadaan normal tetapi belum cukup mencapai batas peletupan. Pelatihan keseimbangan yang dilakukan dengan frekuensi dua kali seminggu selama lima minggu memberikan efek berupa adaptasi neural. Adaptasi neural terdiri dari sumasi spasial dan sumasi temporal di sistem saraf. Sumasi spasial merupakan penjumlahan potensial postsinaps secara simultan dengan cara mengaktivasi ujung-ujung saraf multipel pada daerah membran neuron yang luas sedangkan sumasi temporal merupakan peningkatan tempo peletupan ujung saraf presinaptik sehingga menyebabkan peningkatan potensial efektif postsinaps yang terjadi. Adaptasi neural ini menimbulkan sumasi serabut multipel yaitu suatu keadaan dimana peningkatan jumlah unit motorik yang berkontraksi secara bersama-sama. Dengan meningkatnya jumlah unit motorik, maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot (Guyton dan Hall, 2008).

Gambar

Gambar 2-1 Proses Fisiologi Keseimbangan (Waston et al., 2008)
Gambar 2-2 Sistem Vestibular (Encyclopedia Britannica, 1997)
Gambar 2-3 Krista Ampularis (Mardjono M, 2008)
Gambar 2-4 Makula Statika (Mardjono M, 2008)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Setiap formula tablet hisap ekstrak gambir yang dibu at memenuhi persyaratan USP 26 yaitu tidak ada formula tablet hisap yang memiliki friabilitas lebih dari

Asumsi Arius adalah Allah yang tidak di ciptakan dan tidak melahirkan (agennetos agennetos agennetos agennetos). menjadikan konsepnya tentang Ketuhanan Anak adalah berbeda.

kti(itas antifagositosis ter)adi melalui dua mekanisme yaitu daerah berulang &#34; berikatan dengan faktor : sehingga menghambat akti(itas komplemen dan fibrinogen berikatan

Taan ny ya a jjaaw waab b B Bu uk ku u ssu um mb beerr --M Meen ny yiim maak k p peen njjeellaassaan n -Menjawab pertanyaan -Menjawab

Sesuai dengan hasrat Perlembagaan Brunei yang menjadikan Islam sebagai agama rasmi negara dan hasrat negara untuk membentuk dan melahirkan mesyarakat Brunei yang mempunyai

~ jaren-agennya yang berada di luar kota Surabaya, «■ dan para agen, maupun para retailernya menetapkan- fear pa penjualannya menurut ketentuan meraka seiidi „ri

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan strategi koping pada perempuan Hindu Bali yang bekerja dan yang