i
CITRA DIRI DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA SISWA KELAS XI
SMA N 9 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Iandesi Andarwati NIM. 11104241031
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Al-Insyirah: 5-6)
Seperti itulah kehidupan, kadang kau ada di depan dan kadang kau ada di belakang. Jadi yang di depan atau yang terjebak di belakang tak membuat kita sombong ataupun menyerah. Kehidupan seperti sebuah balapan jarak jauh, bukan
vi
PERSEMBAHAN
Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih, karya ini dengan setulus hati saya persembahkan untuk:
1. Keluargaku tercinta
vii
CITRA DIRI DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA SISWA KELAS XI SMA
NEGERI 9 YOGYAKARTA
Oleh Iandesi Andarwati NIM 11104241031
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil citra diri, profil intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram, dan hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan jenis penelitian survei dan korelasional. Subjek penelitian ini berjumlah 100 siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta. Penentuan subjek penelitian ini dengan teknik proportional random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Instrumen yang digunakan adalah skala intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram dan skala citra diri. Validitas instrumen dilakukan dengan validitas konstruk melalui uji ahli atau expert judgement, sedangkan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach, reliabilitasnya untuk skala citra diri sebesar 0,779 tergolong kuat dan skala intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram reliabilitasnya sebesar 0,864 tergolong sangat kuat. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan teknik prosentase dan teknik korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra diri siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta sebanyak 62 siswa (62%) memiliki citra diri pada kategori tinggi, dalam hal intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram sebanyak 76 siswa (76%) memiliki intensitas penggunaan instagram pada kategori tinggi serta terdapat hubungan positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta dengan koefisien korelasi sebesar 0,298 dan taraf signifikansi sebesar 0,03, artinya semakin tinggi intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram maka semakin tinggi citra diri dan sebaliknya semakin rendah intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram maka semakin rendah citra diri. Dalam hal penggunaan media jejaring sosial instagram siswa tergolong pada kategori medium user atau pengguna sedang yaitu pengguna yang menggunakan media jejaring sosial instagram antara 10 – 40 jam setiap bulannya.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya serta memberikan kemudahan dan pertolongan atas segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Citra Diri Ditinjau dari Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta”.
Sebagai ungkapan syukur, penulis menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak atas bantuan, dukungan, dan kerja sama dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan beserta jajarannya yang telah
memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani studi. 3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah melancarkan proses penyusunan skripsi.
ix
5. Kepala Sekolah SMA N 9 Yogyakarta beserta staff yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 6. Ibu Nur selaku guru BK di SMA N 9 Yogyakarta dan Bapak Pradana
selaku staff yang mengurusi penelitian di SMA N 9 Yogyakarta, yang telah membantu dalam proses penelitian.
7. Siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi instrumen penelitian.
8. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu dan tanpa henti memberikan motivasi, semangat, doa, dukungan baik materi maupun non materi untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita bertiga selalu mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT.
9. Saudaraku Mas Topik dan sepupuku Vitya yang memberikan dukungan dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
10.Keluarga Besar Simbah Yatmo Utomo dan Simbah Darso Wiyono. 11.Sahabat-Sahabatku Gebata, teruntuk chrisma, iim, riska’, vivi, anjar,
hani’, anggi, serta rina ‘kuyt’, Alfian BP, mbak Umul, Dian, terimakasih sudah memberi warna dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
xi
B. Identifikasi Masalah ... 14
C. Batasan Masalah ... 14
D. Rumusan Masalah ... 14
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 15
G. Batasan Istilah ... 16
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Citra Diri 1. Pengertian Citra Diri ... 17
2. Perbedaan Konsep Diri dengan Citra Diri ... 19
3. Jalinan Citra Diri ... 21
xii
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra Diri ... 28
B. Kajian Tentang Media Jejaring Sosial Instagram 1. Pengertian Media Jejaring Sosial Instagram ... 31
2. Sejarah Media Jejaring Sosial Instagram ... 32
3. Fitur-fitur Media Jejaring Sosial Instagram ... 33
4. Dampak Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 37
C. Kajian Tentang Intensitas Penggunaan Instagram 1. Pengertian Intensitas ... 43
2. Aspek-aspek Intensitas ... 45
D. Kajian Tentang Remaja sebagai Siswa SMA 1. Pengertian Remaja ... 48
2. Batasan Usia Remaja ... 50
3. Karakteristik Remaja ... 51
4. Tugas Perkembangan Remaja ... 58
E. Citra Diri Ditinjau dari Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram pada Siswa Kelas XI SMA N 9 Yogyakarta ... 60
F. Paradigma Penelitian ... 66
G. Hipotesis ... 66
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 67
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 68
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 69
D. Variabel Penelitian ... 70
E. Definisi Operasional ... 70
F. Teknik Pengumpulan Data ... 72
G. Instrumen Penelitian ... 73
H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 79
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 89
2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 89
3. Deskripsi Data dan Hasil Penelitian a. Deskripsi Populasi Penelitian ... 90
b. Deskripsi Data Penelitian ... 90
4. Analisis Data ... 93
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107
C. Keterbatasan Penelitian ... 127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 128
B. Saran ... 129
DAFTAR PUSTAKA ... 132
xiv
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Kisi-kisi Citra Diri ... 76 Tabel 2. Kisi-kisi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram.... 78 Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 82 Tabel 4. Data Populasi Penelitian ... 89 Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Skala Citra Diri dan Skala Intensitas
Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 91 Tabel 6. Deskripsi Penilaian Data Citra Diri ... 92 Tabel 7. Deskripsi Penilaian Data Intensitas Penggunaan Media Jejaring
Sosial Instagram ... 93 Tabel 8. Kriteria Kategorisasi Citra Diri Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta
kelas XI... 94 Tabel 9. Kriteria Kategorisasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial
Instagram Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta Kelas XI ... 95 Tabel 10. Kategorisasi Citra Diri Per Indikator... 97 Tabel 11. Kategorisasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial
Instagram Per Aspek ... 101 Tabel 12. Kategorisasi Jenis Pengguna Instagram... 104 Tabel 13. Koefisien Korelasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1. Jalinan Citra Diri ... 21 Gambar 2. Paradigma Penelitian ... 66 Gambar 3. Grafik Citra Diri ... 94 Gambar 4. Grafik Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas ... 138
Lampiran 2. Data Citra Diri ... 139
Lampiran 3. Data Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 142
Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 145
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas ... 152
Lampiran 6. Hasil Uji Linearitas ... 153
Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi ... 154
Lampiran 8. Kategorisasi Citra Diri ... 155
Lampiran 9. Kategorisasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 156
Lampiran 10. Hasil Uji Validitas dengan Expert Judgement ... 157
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kegiatan manusia adalah komunikasi. Komunikasi membuat
seseorang mengetahui, mengenal dan memahami orang lain. Manusia sebagai
makhluk sosial memerlukan sebuah komunikasi agar dapat memenuhi
kebutuhannya untuk berinteraksi dengan orang lain. Kata atau istilah
komunikasi (dari bahasa inggris “communication” ), secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa latin communicatus dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Kata communis memiliki makna “berbagi” atau “menjadi milik bersama” yaitu usaha yang memiliki tujuan kebersamaan
atau kesamaan makna (IR Daya, 2010: 1), sedangkan komunikasi secara
terminologis menurut Burhan Bungin (2006: 57):
“Komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang (I) terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang (II) lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan sehingga seseorang (I) membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dia (I) alami.”
Berdasarkan pengertian komunikasi secara etimologis dan terminologis
dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian
dan pemaknaan informasi yang dilakukan manusia dalam rangka mencapai
kebersamaan atau kesamaan makna. Manusia sebagai makhluk sosial
memerlukan komunikasi untuk membangun interaksi dengan individu
manusia yang lainnya, hal ini diperkuat dengan pernyataan Alo Liliweri
2
“Komunikasi sangat penting bagi interaksi individu, kelompok, organisasi,
dan masyarakat. Bahwa komunikasi merupakan bangunan link ke dunia
sekitar, berarti setiap orang seolah menayangkan diri dan pribadinya untuk mempengaruhi orang lain. Jika kita tidak memiliki komunikasi, maka dengan sendirinya kita tidak dapat membentuk dan menciptakan interaksi dengan semua orang di dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat. Komunikasi menjembatani kita untuk mengkoordinasikan semua kebutuhan dan tujuan hidup kita dengan orang lain.”
Komunikasi yang diperlukan untuk membangun interaksi, memenuhi
kebutuhan dan tujuan hidup tersebut memiliki beragam sifat dalam prosesnya.
Sifat komunikasi dibagi menjadi 4 sifat yaitu: (1) tatap muka, (2) bermedia,
(3) verbal, baik lisan maupun tulisan, (4) non verbal, baik kial/isyarat
badaniah dan bergambar. Bentuk komunikasi dibagi menjadi 4 yaitu: (1)
komunikasi personal, (2) komunikasi kelompok, (3) komunikasi massa, dan
(4) komunikasi media (Burhan, 2006:33).
Lebih lanjut Devito (Komang Sri dan Yohanes Kartika, 2013: 1)
membagi sifat komunikasi dalam 2 jenis yaitu komunikasi secara langsung
dan tidak langsung. Komunikasi langsung merupakan suatu aktivitas
komunikasi yang dilakukan dengan saling bertatap muka tanpa menggunakan
perantara media, sedangkan komunikasi secara tidak langsung merupakan
suatu aktivitas komunikasi yang dilakukan tanpa bertatap muka dan
menggunakan perantara media seperti email, handphone, jejaring sosial, dan
yahoo messenger.
Komunikasi tidak langsung yang melibatkan perantara media tidak
terlepas dari perkembangan teknologi informasi. Perkembangan teknologi
informasi di bidang komunikasi semakin memudahkan seseorang membangun
3
salah satunya dengan memanfaatkan adanya teknologi internet. Kemajuan
teknologi komunikasi dapat membantu manusia untuk berinteraksi satu sama
lain tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu (Komang Sri dan Yohanes Kartika,
2013: 1). Komunikasi melalui teknologi informasi internet menggunakan
media disebut dengan media sosial atau layanan jejaring sosial (Social Networking Service).
Salah satu unsur mendasar yang ada pada pada situs-situs media sosial
tersebut adalah fungsi dan layanan jejaring sosial. Layanan jejaring sosial
memberikan jasa konektivitas melalui situs, platform, dan sarana yang
berfungsi memfasilitasi pembentukan jaringan atau hubungan sosial di antara
beragam orang yang mempunyai ketertarikan, minat (interest), kegiatan, latar belakang, maksud, kepentingan, tujuan, atau korelasi dunia nyata yang sama.
Sebuah layanan jejaring sosial biasanya terdiri atas representasi setiap
penggunanya dalam wujud profil, aktivitas, relasi sosial dan sejumlah layanan
tambahan. Layanan itu biasanya berbasis web dan penggunanya berinteraksi
melalui internet, seperti pesan instan, surat elektronik dan mengunduh foto,
gambar, atau video (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2014:
22-23).
Layanan jejaring sosial atau juga sering dikenal dengan media sosial
memiliki banyak ragam dan jenis, mulai dari aplikasi media sosial berbagi
4
profesional (terdiri dari linkedin, scribd, slideshare), dan aplikasi berbagi foto (pinterest, picasa, flickr, instagram) (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2014: 62-80). Berbagai situs aplikasi media sosial tersebut
memudahkan pengguna untuk berbagi ide, saran, pandangan, aktivitas,
informasi, acara, ajakan dan ketertarikan di dalam jaringan individu
masing-masing orang, tidak heran jika pengguna media sosial dari hari ke hari
semakin bertambah.
Pengguna jejaring sosial di Indonesia tidak hanya terbatas pada
kalangan orang dewasa saja. Para remaja juga telah memanfaatkan jejaring
sosial sebagai sarana komunikasi, anak-anak sekolah dasar juga telah
mengenal dan menggunakan jejaring sosial tersebut. Pernyataan tersebut
didukung oleh Aditya Panji (2014: 1) bahwa berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh Lembaga PBB untuk anak-anak, UNICEF, berbagai mitra dan
Kementrian Komunikasi dan Informatika Universitas Harvard, Amerika
Serikat tentang Pemakaian Internet Remaja Indonesia pengguna internet di
Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi
mencapai 30 juta. 98% dari anak dan remaja mengaku tahu tentang internet
dan 79,5% di antaranya adalah pengguna internet.
Senada dengan pendapat Aditya, Kemenkominfo (2014: 1) juga
menyebutkan bahwa pengguna internet hingga saat ini telah mencapai 82 juta
orang, dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di
dunia, dari jumlah pengguna internet tersebut, 80 persen di antaranya adalah
5
menjadi sebagian besar pengguna internet di Indonesia. Fenomena tersebut
dapat ditemui di kalangan remaja dimana setiap saat mereka selalu
menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial, baik itu di mall,
tempat makan, tempat bermain atau nongkrong, bahkan di sekolah.
Media sosial yang sedang populer di tengah remaja saat ini adalah
media sosial instagram. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan
Piper Jaffray (Putri Sekar, 2014: 1) menunjukkan bahwa instagram lebih
populer daripada facebook dan twitter di kalangan remaja, dalam satu tahun aplikasi jejaring sosial instagram membuat rekor tertinggi dalam hal
pemakaian di kalangan remaja mengalahkan facebook sebesar 7%. Tahun lalu persentase pemakaian facebook oleh remaja sekitar 34%, dan tahun ini turun menjadi 23%, twitter juga mengalami penurunan dari 30% menjadi 27%.
Kepopuleran instagram juga diungkapkan oleh Harian Online Tempo
(2014: 1) bahwa total pengguna yang melakukan login mencapai 300 juta perbulannya, sedangkan pengguna aktif perbulannya diklaim berjumlah 284
juta. Jumlah tersebut mengalami peningkatan signifikan, sebab pada 2013
pengguna aktif per bulannya hanya 150 juta. Kepopuleran media sosial
instagram juga terjadi di kalangan pelajar SMA di Kota Yogyakarta, bahkan
mereka membentuk komunitas tersendiri yang bernama #IggersSMAYk.
Komunitas tersebut terbentuk dari beberapa anak yang suka bermain
instagram, lalu membentuk grup dan saling bertukar foto atau aktivitas.
Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan
6
berbagai layanan jejaring sosial termasuk milik instagram sendiri (Dan, 2010:
1). Menurut (Daniel Kurniawan Salamon, 2013: 10) sistem sosial di dalam
instagram adalah dengan menjadi pengikut akun pengguna lainnya, atau
memiliki pengikut instagram, dengan demikian komunikasi antara sesama
pengguna instagram sendiri dapat terjalin dengan memberikan tanda suka dan
juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah oleh pengguna lainnya.
Pengikut juga menjadi salah satu unsur yang penting, dimana jumlah tanda
suka dari para pengikut sangat mempengaruhi apakah foto tersebut dapat
menjadi sebuah foto yang populer atau tidak. Selain itu, instagram juga dapat
terkoneksi langsung dengan aplikasi sosial media yang lain seperti facebook
dan twitter.
Kepopuleran situs jejaring sosial harus dipergunakan secara cerdas
untuk membangun self image (citra diri) maupun interaksi yang sehat (Yudit dan Appril, 2011: 3). Sejalan dengan pendapat tersebut, Amalia Puspita
Hardiani (2010: 3) menyebutkan bahwa jejaring sosialsalah satunya facebook
dijadikan sebagai media penggambaran diri individu, melalui fasilitas yang
diberikan oleh jejaring sosial tersebut remaja bisa menyimpan atau mengubah
foto-foto pribadi, catatan pribadi, status pribadi dan yang bisa dikomentari
oleh sesama pengguna, dengan demikian remaja bisa menampilkan
keberadaan dirinya. Aktivitas tersebut dapat dijadikan tanda bahwa pengguna
ingin mengungkapkan siapa dirinya dan apa yang remaja tersebut bayangkan
terhadap dirinya. Cara seseorang memandang dirinya sendiri dalam psikologi
7
Selanjutnya menurut penelitian yang dilakukan oleh Soraya
Mehdizadeh di Universitas New York, Toronto menunjukkan bahwa jejaring
sosial paling banyak digunakan oleh orang yang narsis dan orang yang
memiliki citra diri rendah (Tri Listyawati, 2012: 6). Pemilik akun
menggunakan jejaring sosial sebagai sarana untuk mempromosikan dirinya
kepada orang lain. Citra diri merupakan unsur penting untuk menunjukkan
siapa diri individu itu sebenarnya (Pipit Yuliani, 2013: 1). Citra diri individu
terbentuk dari perjalanan pengalaman masa lalu, keberhasilan dan kegagalan,
pengetahuan yang dimilikinya, dan bagaimana orang lain telah menilainya
secara objektif.
Senada dengan pendapat Pipit menurut Seyed dan Farhad (2014: 136)
citra diri merupakan hasil dari pengalaman, pembelajaran, pemikiran, ilusi dan
halusinasi tentang diri dan kejadian-kejadian di dalam pikiran (khususnya
dalam kehidupan manusia). Citra diri dapat menjadi negatif dan positif. Citra
diri yang negatif akan menyebabkan kegagalan yang tetap, kacaunya
pemikiran-pemikiran, kebiasaan-kebiasaan, dan perilaku yang tidak tepat.
Citra diri yang positif akan membawa kepada kebahagiaan, kesuksesan, dan
kepuasan hidup.
Lebih lanjut Pipit Yuliani (2013: 1) menyatakan bahwa citra diri adalah
gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang
menyertainya baik dalam bagian-bagian tubuhnya maupun terhadap
keseluruhan tubuh berdasarkan penilaiannya sendiri. Penampilan adalah
8
Remaja banyak yang menampilkan fisik, bagian-bagian tubuhnya, dan
kegiatan-kegiatannya dalam bentuk foto dan menampilkan perasaannya dalam
bentuk kata-kata yang tertuang dalam media sosial instagram. Perilaku remaja
tersebut didasari karena mereka ingin membentuk dan menampilkan citra
dirinya kepada orang lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Peg Streep
(Anonim, 2013: 1) yang menyebutkan bahwa remaja menjadikan media sosial
sebagai penumbuh citra positif mereka. Remaja akan cenderung memberikan
kesan yang baik saat di media sosial.
Foto yang ditampilkan secara langsung maupun tidak langsung akan
dibaca atau dilihat oleh pengguna yang lain. Komentar, tanggapan, maupun
pernyataan suka akan diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap status atau
foto yang ditampilkan. Tanggapan yang positif akan berdampak baik pada
remaja, sebaliknya tanggapan negatif akan berdampak tidak baik pada remaja.
Pernyataan tersebut didukung oleh Kent A (Tri Listyawati, 2012: 6)
menyebutkan bahwa pemilik akun yang secara konstan memposting gambar
dan update terhadap aktivitas, sebenarnya mencari tanggapan ataupun komentar terhadap apapun yang mereka posting. Penelitian yang dilakukan
oleh Ilkido KOPACZ (2011: 304) yang berjudul “Say Lovely Things about Me so I Know I am Like That”. The Role of Positive Photo Comments Posted on Social Networking Websites in the Development of The Self Image
menunjukkan hasil bahwa komentar yang positif terhadap foto yang
ditampilkan di jejaring sosial dapat meningkatkan dan mengembangkan citra
9
Berdasarkan pernyataan Kent A dan penelitian yang dilakukan oleh
Ilkido KOPACZ dapat disimpulkan bahwa pengguna aktif jejaring sosial
menampilkan atau memposting gambar atau foto dan update terhadap
aktivitas, tujuannya adalah mencari tanggapan atau komentar terhadap sesuatu
yang pengguna posting, apabila tanggapan tersebut positif maka akan
memberikan dampak atau pengaruh yang positif bagi citra diri dan harga
dirinya.
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan jejaring sosial dilakukan
oleh Tri Listyawati (2012: 1) untuk mengukur tingkat persentase narcisistic personality disorder pada siswa pengguna facebook di kota Yogyakarta menunjukkan hasil bahwa siswa di kota Yogyakarta tingkat persentase
narcisistic personality disorder-nya berada pada kategori tinggi yaitu 51,4 %. Salah satu faktor yang menyebabkan narsistik adalah konsep diri (Pradana,
2008: 39). Konsep diri merupakan evaluasi individu mengenai diri sendiri,
penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh orang yang bersangkutan.
Citra diri merupakan bagian dari konsep diri (Hana Afradhila dan Yeniar
Indriana, 2015: 3). Salah satu aspek citra diri adalah social self yaitu pengenalan atau tanggapan individu yang didapatkan dari teman atau
lingkungan sosialnya akan berpengaruh terhadap bagaimana individu tersebut
memandang dirinya sendiri.
Pengaruh pendapat teman atau lingkungan sosial terhadap bagaimana
individu memandang dirinya sendiri juga dialami oleh individu ketika
10
dari masa-masa perkembangan manusia lainnya. Masa remaja tidak dapat
dikatakan sebagai masa anak-anak, tetapi juga tidak dapat dikatakan sebagai
masa dewasa. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa masa remaja
merupakan masa yang penting bagi manusia sebagai pencarian dan
pembentukan identitas dirinya. Menurut Syamsu Yusuf (2011: 198) dalam
perkembangan sosial moral, remaja memasuki masa dimana muncul dorongan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.
Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi
psikologis atau rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari
orang lain tentang perbuatannya.
Perilaku remaja untuk memenuhi kepuasan psikologis atau rasa puas
dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tersebut
berkaitan dengan citra diri. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat
Holden (2005: 95) yang menyatakan bahwa secara alamiah, citra diri tentu
saja mencari apa yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Hal yang
menguntungkan tersebut adalah kepuasan adanya penerimaan dan penilaian
positif dari orang lain.
Citra diri dapat dibangun oleh remaja melaui internet atau media sosial.
Remaja sudah tidak asing lagi dalam penggunaan internet untuk bermain
media sosial, terutama remaja di daerah perkotaan. Infrastruktur jaringan
internet yang memadai serta fasilitas yang dimiliki memudahkan remaja kota
dalam mengakses internet. Hal ini didukung oleh sebuah survey (Aditya,
11
perkotaan dan pedesaan. Di daerah perkotaan 87% anak dan remaja
menggunakan internet sedangkan di daerah pedesaan hanya 13% anak dan
remaja yang menggunakan internet.
Kemudahan akses internet juga dinikmati oleh siswa SMA N 9
Yogyakarta kelas XI. SMA N 9 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah
menengah atas yang terletak di Kota Yogyakarta dan masuk dalam wilayah
perkotaan karena dekat dengan berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit,
perguruan tinggi, hotel, restoran atau tempat-tempat makan berkelas hingga
pusat perbelanjaan seperti Galeria dan Jogja Phone Market. Menurut Guru Bimbingan dan Konseling SMA N 9 Yogyakarta, secara taraf ekonomi, siswa
kelas XI berada dalam taraf yang merata, tidak dapat dikatakan seluruhnya
menengah ke atas, akan tetapi secara tingkat konsumtivitas terutama konsumsi
teknologi hampir seluruh siswa SMA N 9 Yogyakarta kelas XI bersaing untuk
memiliki teknologi yang canggih seperti handphone android, tablet, ataupun laptop. Konsumtivitas tersebut berdampak pada budaya hedonisme siswa.
Penggunaan handphone android yang tinggi di kalangan siswa SMA N 9 Yogyakarta Kelas XI membuat siswa juga tidak terlepas dari pengaruh
media sosial. Berdasarkan observasi yang dilakukan tanggal 11 Mei 2015,
media sosial yang saat ini tengah populer di kalangan siswa SMA N 9
Yogyakarta adalah media sosial instagram. Wawancara singkat yang
dilakukan terhadap beberapa siswa diketahui bahwa media sosial instagram
memungkinkan siswa untuk mengenal dan mengetahui teman-teman dekatnya,
12
selain itu siswa juga dapat berperilaku narsis dengan cara memperbaharui atau
memposting foto-foto baik foto sendiri, foto ketika jalan-jalan, kegiatan yang
tengah dilakukan, foto barang-barang yang dimiliki berupa aksesoris, pakaian,
gadget, dan lain sebagainya.
Siswa mengatakan apabila foto yang mereka posting tersebut mendapat
tanggapan atau komentar yang positif, perasaan mereka menjadi senang dan
merasa diperhatikan oleh pengguna lainnya sehingga siswa merasa percaya
diri berhubungan dengan teman-teman yang lain karena siswa menganggap
apabila sudah aktif di instagram berarti siswa tidak ketinggalan jaman dan
selalu update. Penggunaan instagram bagi siswa tidak hanya terpusat pada individu penggunanya tetapi juga pada sosok atau tokoh yang populer, melalui
instagram para siswa merekomendasikan teman-temannya untuk mengikuti
ajang Pelajar Jogja Cantik dan Pelajar Jogja Ganteng pada sebuah komunitas
instagram pelajar Kota Yogyakarta.
Fasilitas Wi-Fi yang diberikan sekolah secara terbuka dan dapat diakses
kapan saja serta penggunaan smarthphone yang tinggi menjadikan siswa
selalu bermain media sosial terutama instagram yang sedang populer tanpa
menyaring hal-hal yang baik dan buruk sebagai akibatnya. Pengetahuan
tentang penggunaan media sosial yang baik untuk membangun citra diri bagi
siswa sangat perlu untuk diketahui. Seperti yang diungkapkan oleh Keke
Mahardika (2015: 2) bahwa penggunaan media sosial instagram tentu
membawa kemudahan bagi siswa untuk membangun komunikasi dan
13
dampak negatif seperti krisis percaya diri, persaingan kehidupan mewah, dan
tidak mau menatap realita dan kenyataan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
mengetahui citra diri siswa SMA N 9 Yogyakarta kelas XI ditinjau dari
intensitas penggunaan media sosial instagram. Ketertarikan tersebut juga
didasari bahwa belum terdapat penelitian yang mengungkan citra diri ditinjau
dari intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram. Penelitian ini juga
berusaha untuk mengetahui bagaimana citra diri siswa apakah tergolong
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah atau sangat rendah dan seberapa besar
intensitas penggunaan media sosial instagram di kalangan siswa, serta
bagaimana hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial
instagram dengan citra diri. Citra diri merupakan komponen dari bimbingan
dan konseling pribadi. Siswa diharapkan memiliki citra diri yang positif
sehingga kepribadian, kesehatan mental, dan komunikasi interpersonal dapat
terbentuk secara optimal. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat
menambah khasanah keilmuan bagi dunia Bimbingan dan Konseling, yang
nantinya dapat digunakan oleh guru Bimbingan dan Konseling atau konselor
di SMA N 9 Yogyakarta untuk menentukan jenis layanan yang tepat kepada
remaja atau siswa yang menggunakan media sosial instagram sebagai tempat
14
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Siswa memiliki tingkat konsumtivitas yang tinggi dalam hal penggunaan
teknologi canggih seperti smarthphone. Tingkat konsumtivitas yang tinggi berdampak pada budaya konsumerisme dan hedonisme siswa.
2. Siswa berperilaku narsis di media jejaring sosial instagram dengan
menampilkan foto pribadi, foto jalan-jalan, foto kegiatan atau acara,
hingga foto barang pribadi seperti gadget, aksesoris, dan sebagainya. 3. Belum diketahui citra diri ditinjau dari intensitas penggunaan media sosial
instagram pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.
C. Batasan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, batasan masalah
dalam penelitian ini adalah belum diketahui citra diri ditinjau dari intensitas
penggunaan media jejaring sosial instagram pada siswa Kelas XI SMA N 9
Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah dari penelitian ini
adalah:
15
2. Bagaimana intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram siswa
kelas XI SMA N 9 Yogyakarta?
3. Bagaimana hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial
instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui profil citra diri siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.
2. Mengetahui profil intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram
pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.
3. Mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial
instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat penelitian secara teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu di
bidang BK yang berkaitan dengan perkembangan individu remaja SMA.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah informasi, wawasan bagi
peneliti, guru BK dan pembaca tentang citra diri ditinjau dari intensitas
16 2. Manfaat penelitian secara praktis:
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh remaja siswa SMA N 9
Yogyakarta sebagai bahan informasi dan evaluasi diri.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru Bimbingan dan
Konseling SMA N 9 Yogyakarta dalam memberikan layanan yang tepat
bagi siswa untuk mengembangkan citra diri dan untuk memberikan
pengarahan bagaimana penggunaan media sosial yang benar.
G. Batasan Istilah
1. Citra diri adalah konsepsi atau penilaian seseorang mengenai orang
macam apakah dirinya. Citra diri merupakan bagian dari konsep diri
yang berkaitan dengan penerimaan terhadap dirinya baik secara fisik,
psikologis, ataupun sosial. Citra diri terbentuk karena pengalaman
masa lalu, lingkungan, baik keluarga, masyarakat atau pergaulan.
2. Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan
pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital dan
membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial termasuk milik
instagram sendiri.
3. Intensitas penggunaan media sosial instagram adalah kekuatan suatu
tingkah laku atau pengalaman dalam menggunakan media sosial
17
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Citra Diri
1. Pengertian Citra Diri
Citra diri adalah konsepsi kita sendiri mengenai orang macam
apakah diri kita. Citra diri merupakan produk dari pengalaman masa lalu,
beserta sukses dan kegagalannya, penghinaan, dan kemenangannya serta
cara orang lain bereaksi terhadap diri kita, terutama dalam masa kecil kita
(Maltz, 1992: 3). Lebih lanjut Maltz menjelaskan bahwa semua tindakan
dan emosi manusia konsisten dengan citra dirinya. Manusia akan
bertindak sesuai dengan macam pribadi yang menurut pikirannya sendiri.
Citra diri adalah batu fondasi untuk seluruh kepribadian (Maltz, 1992: 6).
Citra diri menurut Maltz adalah konsepsi seseorang mengenai
dirinya sendiri. Senada dengan pendapat Maltz tersebut, Heri Wibowo
(2007: 82) menyatakan bahwa citra diri adalah pandangan seseorang
tentang dirinya sendiri atau bagaimana seseorang menggambarkan dirinya
sendiri. Citra diri itulah yang membedakan seorang manusia dengan
manusia yang lain, yaitu bagaimana ia memandang dirinya sendiri.
Pandangan tersebut bervariasi antara satu orang dengan orang yang
lainnya, ada orang yang berpandangan sangat baik, optimis, dan positif
terhadap dirinya, namun ada juga yang menganggap dirinya rendah dan
18
Schiffman & Kanuk (dalam Hana Afradhila dan Yeniar Indriana,
2015:3) menyatakan bahwa melalui interaksi yang dilakukan dengan
orang lain, individu mampu mengembangkan citra dirinya. Citra diri
merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan penerimaan
terhadap dirinya baik secara fisik, psikologis, ataupun sosial. Citra diri
dapat diwujudkan dalam perilaku yang diasosiasikan dengan nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
Citra diri berarti penggambaran tentang kondisi diri yang
merupakan hasil akumulasi gambaran yang manusia ciptakan dan telah
terpatri dalam otak bawah sadarnya. Menurut Endra K. Prihadhi
(2009:49) citra diri erat kaitannya dengan self-esteem atau seberapa tinggi seorang manusia menghargai, menilai, dan menghormati dirinya sendiri.
Manusia semakin menghargai dirinya sendiri maka itu berarti manusia
tersebut memiliki citra diri yang positif, begitu juga sebaliknya, jika
manusia kurang menghargai dirinya sendiri apa adanya, berarti manusia
tersebut termasuk orang yang memiliki citra diri buruk.
Citra diri yang buruk biasanya terbentuk dari lingkungan mulai
dari keluarga, pergaulan, dan masyarakat (Endra K. Prihadhi, 2009: 50)..
Kata-kata, label, komentar, ataupun stereotype negatif yang dilekatkan pada diri manusia, akan memberikan pengaruh kepada manusia tersebut
yaitu menjadi tidak percaya diri. Selain itu juga citra diri yang buruk
disebabkan terjadinya perbedaan antara citra diri ideal dengan citra diri
19
nilai A pada pelajaran Matematika, sedangkan secara realitas atau
kenyataan hanya mendapatkan nilai D, jika tidak disikapi dengan benar
perbedaan nilai antara yang diharap dengan yang terjadi akan membuat
pelajar tersebut menjadi minder atau tidak percaya diri sendiri, dan yang
lebih parah jika orang sekitarnya memberikan komentar negatif atas fakta
tersebut, komplit sudah penderitaannya. Berdasarkan pendapat Endra
tersebut dapat dikatakan bahwa salah satu tanda citra diri yang buruk
adalah selalu tidak percaya diri atau minder jika dihadapkan pada suatu
keadaan yang membuat dirinya melangkah maju.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa citra diri adalah konsepsi atau gambaran manusia mengenai orang
macam apakah dirinya. Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang
berkaitan dengan penerimaan terhadap dirinya baik secara fisik,
psikologis, ataupun sosial. Citra diri terbentuk karena pengalaman masa
lalu, lingkungan, baik keluarga, masyarakat atau pergaulan.
2. Perbedaan Konsep Diri dengan Citra Diri
Para ahli psikologi membedakan konsep diri dengan citra diri.
Konsep diri merupakan jawaban atas pertanyaan, “siapakah saya?”.
Konsep diri itu sendiri dibangun atas tiga hal (Hery Wibowo, 2007: 82-84)
20 a. Self schema
Self schema merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri. Misalnya: saya adalah seorang yang tinggi, kurus, hitam, dan
pencemburu.
b. Self references
Self references merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang sudah dipengaruhi atau didasarkan pada
pandangan orang lain terhadap dirinya. Misalnya, sejak kecil seorang
remaja sudah terbiasa mendapat pujian sebagai anak yang rajin dan
pintar, maka seiring berjalannya waktu, remaja tersebut semakin
percaya bahwa dirinya adalah seorang yang rajin dan pintar, atau
sebaliknya, ada seorang remaja yang selalu dianggap tidak bisa
diandalkan oleh orang tuanya, maka lambat laun remaja tersebut
percaya bahwa dirinya tidak berguna dan tidak bisa diandalkan.
c. Possible self
Possible self merupakan pandangan ideal mengenai diri atau gambaran diri yang seseorang inginkan. Misalnya pemikiran seperti:
saat promosi nanti sudah sepantasnya sayalah yang naik jabatan
menggantikan manajer keuangan yang lama karena prestasi kerja saya
yang sangat baik.
Komponen self schema, self references, dan possible self apabila digabung dengan bagaimana penghargaan seseorang terhadap dirinya
21
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa citra diri merupakan
bagian dari konsep diri ditambah dengan harga diri.
3. Jalinan Citra Diri
Citra diri terbentuk dari penilaian yang dibuat oleh kita sendiri
maupun oleh orang lain (Holden, 2005: 91). Citra diri merupakan diri yang
dipelajari. Citra diri terbentuk dari informasi, pengalaman, umpan balik,
dan kesimpulan yang seseorang buat. Berikut ini adalah hubungan citra
diri seseorang dan persepsi, kepercayaan, kejiwaan, cara berkomunikasi
dan perilaku:
Gambar 1. Jalinan Citra Diri
Menurut Holden (2005: 91-95) citra diri memiliki jalinan yang
berupa hubungan atau pengaruh satu sama lain terhadap persepsi,
keyakinan, isi pikiran, komunikasi, perilaku dan keputusan. Penjelasan
22 a. Jalinan citra diri dan persepsi
Citra diri merupakan lensa yang dapat digunakan untuk
memandang dunia, apabila seseorang tidak bisa melihat dirinya
sebagai orang yang sukses maka seseorang tersebut akan membisikkan
kepada dirinya sendiri bahwa dirinya harus berhenti mencoba
sebaliknya jika seseorang bisa melihat dirinya berbakat dalam sesuatu
maka seseorang tersebut mungkin menemukan kekuatan batin dan
pertolongan dari luar. Menurut Holden (2005: 92) pada dasarnya
persepsi merupakan proyeksi dan dunia merupakan cerminnya.
b. Jalinan citra diri dan keyakinan
Keyakinan diri sesungguhnya merupakan pandangan pribadi
seseorang tentang apa yang mungkin dan apa yang tidak, ketika
seseorang mengubah keyakinan diri atau pandangan pribadinya maka
akan banyak kemungkinan atau peluang yang muncul.
c. Jalinan citra diri dan isi pikiran
Orang yang memandang dirinya sangat efektif bertindak,
berpikir, dan merasa dengan cara yang berbeda dari orang yang
memandang dirinya tidak efektif. Orang tersebut menciptakan masa
depannya sendiri bukan hanya meramalkannya (Bandura dalam
Holden, 2005: 94).
d. Jalinan citra diri dan komunikasi
Citra diri sangat mempengaruhi cara seseorang berhubungan
23
orang lain pada dasarnya merupakan perpanjangan dari hubungan
seseorang dengan dirinya sendiri. Penerimaan diri yang buruk bisa
menjadi penyebab tingkat kemandirian yang tidak sehat, kompetisi,
rasa iri, pengekangan diri, terlalu berusaha menyenangkan hati orang
lain, dan penyiksaan diri, sebaliknya penerimaan diri yang positif bisa
membantu mengembangkan keakraban yang lebih baik, keramahan
dan kesuksesan secara menyeluruh.
e. Jalinan citra diri dan perilaku
Peran yang diambil seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain sangat dipengaruhi oleh cara pandangnya terhadap dirinya
sendiri. Citra diri merupakan penasihat internal yang membimbing
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan. Citra diri
menimbang setiap situasi dan menyarankan seseorang mengambil
suatu tindakan atau tidak bertindak. Secara alamiah, citra diri tentu saja
mencari apa yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dengan kata
lain seseorang tidak selalu bertindak atau berperilaku dalam cara yang
benar-benar autentik karena citra diri mencoba melindungi dirinya
sendiri.
Berdasarkan pendapat Holden tersebut dapat disimpulkan bahwa
ada jalinan atau hubungan citra diri dengan persepsi, keyakinan, isi
pikiran, komunikasi dan perilaku seseorang bahwa citra diri dapat
24
atau juga sebaliknya bahwa persepsi, keyakinan, isi pikiran, komunikasi,
dan perilaku seseorang dapat mempengaruhi citra dirinya.
4. Aspek Citra Diri
Menurut Rogers (dalam Norma Lulusiana, 2008:9) mengatakan
bahwa pengaruh dan penilaian lingkungan sangat besar pengaruhnya
terhadap terbentuknya citra diri, tetapi prosesnya sama sekali tidak pasif.
Menurut Rogers, setiap manusia secara sadar atau tidak sadar akan terus
menerus menyaring dan memilih hal mana yang dianggapnya penting dan
bermakna untuk diinternalisasikan dan hal mana yang diabaikan karena
dianggap tidak bermakna bagi dirinya.
James (dalam Norma Lulusiana, 2008:10) mengatakan dasar
komponen citra diri ada tiga, yaitu:
a. Material self. Terdiri dari material possesion, dimana tubuh menjadi bagian terpenting dalam diri individu sedangkan pakaian menjadi
nomor dua.
b. Social self. Bagaimana pengenalan atau tanggapan yang didapatkan individu dari teman atau orang lain.
c. Spiritual self. Lebih mengarah kepada bagian terdalam dari diri individu sebagai subjek, dimana kemampuan-kemampuan serta
kecakapan-kecakapan psikologis merupakan bagian yang paling
menentukan dari diri individu.
Selanjutnya menurut Jersild (dalam Fristy, 2012:5) terdapat tiga
25 a. Perceptual Component
Komponen ini merupakan image yang dimiliki seseorang
mengenai penampilan dirinya, terutama tubuh dan ekspresi yang
diberikan pada orang lain. Tercakup di dalamnya adalah attractiviness, appropriatiness yang berhubungan dengan daya tarik seseorang bagi orang lain. Hal ini dapat dicontohkan oleh seseorang yang memiliki
wajah cantik atau tampan, sehingga seseorang tersebut disukai oleh
orang lain. Komponen ini disebut sebagai Physical Self Image.
b. Conseptual Component
Merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya,
misalnya kemampuan, kekurangan dan keterbatasan dirinya.
Komponen ini disebut sebagai Psychological Self Image.
c. Attitudional Component
Merupakan pikiran dan perasaan seseorang mengenai dirinya,
status dan pandangan terhadap orang lain. Komponen ini disebut
sebagai Social Self Image.
Senada dengan pendapat Jersield tersebut, Brown (dalam Amalia
Puspita Hardiani, 2010:38) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam
pengetahuan diri sendiri berkaitan dengan proses mencapai kesimpulan
akan adanya citra diri. Tiga aspek tersebut adalah:
a. Dunia fisik (physical word)
Realitas fisik dapat memberikan suatu arti yang mana kita
26
dunia fisikal memberikan pengetahuan kepada diri sendiri, akan tetapi
pengetahuan dari dunia fisik terbatas pada atribut yang bisa diukur
dengan yang mudah terlihat dan bersifat subjektif dan kurang
bermakna jika tidak dibangingkan dengan individu yang lainnya.
b. Dunia sosial (social word)
Sumber masukan untuk mencapai pemahaman akan citra diri
adalah masukan dari lingkungan sosial individu. Proses pencapaian
pemahaman diri melalui lingkungan sosial tersebut ada dua macam,
yaitu:
(1) Perbandingan sosial (social comparison)
Serupa dengan dunia fisik, dunia sosial juga membantu
memberi gambaran diri melalui perbandingan dengan orang lain.
Pada umumnya individu memang cenderung membandingkan
dengan individu lain yang dianggap sama dengannya untuk
memperoleh gambaran yang menurut mereka adil, akan tetapi tidak
jarang individu membandingkan dirinya dengan individu yang
lebih baik (disebut upward comparison) atau yang lebih buruk
(downward comparison) sesuai dengan tujuan mereka masing-masing.
(2) Penilaian yang tercerminkan (reflected apraisal)
Pengetahuan akan diri individu tercapai dengan cara melihat
tanggapan orang lain terhadap perilaku individu. Misalnya jika
27
tersebut dapat menjadi sumber untuk mengetahui bahwa individu
tersebut lucu.
c. Dunia dalam (inner/pshycologycal word)
Sumber penilaian dari dalam diri individu, ada tiga hal yang
dapat mempengaruhi pencapaian pemahaman akan citra diri individu,
yaitu:
(1) Instropeksi (instropection)
Instropeksi dilakukan agar individu melihat kepada dirinya
untuk mencapai hal-hal yang menunjang pada dirinya. Misalnya
seseorang yang merasa dirinya pandai, bila berintropeksi akan
melihat berbagai kejadian dalam hidupnya, misalnya bagaimana
dirinya menyelesaikan masalah, menjawab pertanyaan, dan
sebagainya.
(2) Proses mempersepsi diri (self perception process)
Proses ini memiliki kesamaan dengan intropeksi, namun
bedanya adalah bahwa proses mempersepsi diri dilakukan dengan
melihat kembali dan menyimpulkan seperti apa dirinya setelah
mengingat-ingat ada tidaknya atribut yang dicarinya di dalam
kejadian-kejadian di hidupnya sedangkan introspeksi dilakukan
sebaliknya.
(3) Atribusi kausal (causal attributions)
Cara ini dilakukan dengan mencari tahu alasan dibalik
28
pertanyaan mengapa dalam melakukan berbagai hal dalam
hidupnya. Atribusi kausal ini juga dapat dilakukan kepada perilaku
orang lain yang berhubungan dengan individu, dengan mengetahui
alasan orang lain melakukan suatu perbuatan yang berhubungan
dengan individu, sehingga individu tahu bagaimana gambaran diri
sebenarnya. Atribusi yang dibuat mempengaruhi pandangan
individu terhadap dirinya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa aspek dari citra diri ada tiga, yaitu fisik, psikis, dan sosial. Aspek
fisik adalah penilaian individu terhadap penampilan dirinya, seperti bentuk
tubuh, pakaian atau benda yang melekat pada dirinya. Aspek psikis adalah
penilaian dari dalam diri individu terhadap karakteristiknya seperti
kemampuan, kecakapan, kekurangan dan keterbatasan dirinya. Aspek
sosial adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang didapatkan
dari teman atau orang lain, penilaian tersebut berupa pikiran dan perasaan
seseorang mengenai dirinya, status dan pandangan terhadap orang lain.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra Diri
Andi Mappiare (dalam Norma Lulusiana, 2008:10)
mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri, yaitu:
a. Penampakan menyeluruh; keadaan fisik dan psikis mempengaruhi
pembentukan citra diri seseorang. Keadaan yang demikian seringkali
dibandingkan dengan keadaan teman-teman sebaya sehingga dapat
29
b. Nama atau panggilan; hal ini besar pengaruhnya terhadap rasa percaya
diri. Para remaja tidak senang terhadap nama yang dapat menjadikan
mereka malu, sehingga banyak di antara remaja mengganti nama atau
panggilan diri yang sering diselaraskan dengan norma kelompoknya.
c. Pakaian dan perhiasan adalah standar lain bagi remaja. Keadaan
pakaian yang menurut remaja tidak memuaskan seringkali membuat
remaja menghindar atau disingkirkan dari kelompoknya.
d. Teman-teman sebaya dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap
citra diri. Penerimaan kelompok terhadap diri remaja, rasa ikut serta
dalam kelompok dapat memperkuat citra diri remaja.
e. Keadaan keluarga; merupakan salah satu hal yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan citra diri dan rasa percaya diri
remaja. Keadaan keluarga yang berkecukupan akan membentuk citra
diri yang positif pada remaja.
f. Situasi rumah tangga; rumah tangga yang harmonis ikut membantu
dalam perkembangan citra diri remaja.
g. Sikap mendidik orang tua; cara mendidik anak juga berpengaruh
sangat besar terhadap perkembangan citra diri remaja, apabila seorang
anak sering diperlakukan kasar, secara tidak langsung anak tersebut
akan tidak percaya diri dan citra dirinya rendah.
h. Pergaulan; merupakan salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya
30
dalam hal ini sangat membutuhkan pergaulan terutama denga
teman-teman sebaya.
i. Perkembangan sosial; pandangan remaja terhadap masyarakat dan
kehidupan bersama dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh kuat
atau tidaknya citra diri remaja.
Faktor yang mempengaruhi citra diri menurut Mappiare adalah
keadaan fisik dan psikis, nama panggilan, pakaian dan perhiasan,
teman-teman, lingkungan keluarga, situasi rumah tangga, sikap mendidik,
pergaulan, dan perkembangan sosial. Selanjutnya proses mencari tahu
bagaimana citra diri individu menentukan citra diri individu tersebut
negatif atau positif, jika prosesnya ternyata positif, terdapat faktor yang
mendorongnya untuk tetap seperti itu. Brown (dalam Amalia Puspita
Hardiani, 2010) mengungkapkan faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor perilaku
(1) Perhatian selektif terhadap masukan yang mendukung citra diri
individu. Individu cenderung memilah-milah masukan mana yang
ingin diperhatikannya.
(2) Melumpuhkan diri sendiri
Individu memunculkan sendiri perilaku tertentu yang
mengeluarkan kekurangannya.
(3) Pemilihan tugas yang memperlihatkan usaha positif. Individu
31
kelebihan mereka, daripada kemampuan mereka sebenarnya
(kemampuan yang kurang baik).
(4) Bukti yang memperjelas perilaku mencari info strategis
Individu cenderung menghindari situasi dimana kekurangannya
dapat terlihat dan individu cenderung mencari masukan untuk hal
yang mudah diperbaiki dari hasil kemampuan mereka.
b. Faktor sosial
(1) Interaksi selektif
Interaksi selektif disini berarti individu bisa memilih dengan siapa
dia bergaul.
(2) Perbandingan sosial yang bias
Individu cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain
yang menurutnya lebih rendah kemampuannya daripada dirinya.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri adalah keadaan fisik dan
psikis, perilaku individu dalam berpakaian atau memilih perhiasan,
lingkungan sosial berupa teman dan keluarga, pergaulan, sikap mendidik
orang tua, serta kondisi dan situasi di rumah.
B. Kajian Tentang Media Jejaring Sosial Instagram
1. Pengertian Media Jejaring Sosial Instagram
Menurut Dan (2010:1) instagram adalah sebuah aplikasi berbagi
foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter
32
facebook dan twitter, termasuk milik instagram sendiri. Ciri khas dari instagram adalah hasil fotonya yang berupa persegi, mirip dengan produk
kodak instamatic dan gambar-gambar yang dihasilkan oleh foto Polaroid, berbeda dengan kamera modern yang biasanya memiliki bentuk persegi panjang atau dengan rasio perbandingan bentuk 6:19.
Instagram yang merupakan aplikasi berbagi foto masuk ke dalam
jenis media sosial berbagi foto. Hal tersebut senada dengan pendapat
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2014: 84) yang
menyebutkan bahwa aplikasi instagram adalah media atau jaringan sosial
berbagi foto dan video seperti program-program lainnya, hanya saja yang
paling membedakan adalah tampilan foto instagram memiliki ciri khas
dengan “bingkai” persegi.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
instagram adalah sebuah media sosial berbentuk aplikasi berbagi foto yang
memungkinkan penggunanya untuk mengambil foto, menerapkan filter
digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial lainnya
seperti facebook dan twitter. Instagram memiliki ciri khas yakni foto yang ditampilkan berbentuk persegi.
2. Sejarah Media Jejaring Sosial Instagram
Instagram diciptakan oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger dan
diluncurkan pada Oktober 2010. Nama instagram menurut Kevin dan
Mike merupakan gabungan dari “instant camera” dan “telegram”
33
instagram tersebut juga diungkapkan oleh situs instagram sendiri
(https://instagram.com/about/us/) yang menyatakan bahwa Instagram
berasal dari pengertian dan keseluruhan fungsi aplikasinya, kata “insta”
berasal dari kata “instan”, seperti kamera polaroid yang pada masanya
lebih dikenal dengan sebutan “foto instan”. Instagram juga dapat
menampilkan foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam
tampilannya, sedangkan kata “gram” berasal dari kata “telegram” yang
cara kerjanya untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan
cepat.
Berdasarkan asal mula nama instagram tersebut dapat
disimpulkan bahwa media sosial ini berharap dapat melayani penggunanya
untuk mengunggah foto dengan menggunakan jaringan internet secara
cepat. Media sosial instagram dalam beberapa bulan peluncuran sudah
mampu meraih 1 juta pengguna pada Desember 2010. Jumlah ini
meningkat terus hingga mencapai 5 juta pengguna pada Juni, kemudian
mencapai 10 Juta pada September 2011, hingga pada akhir 2014 pengguna
instagram sudah mencapai 300 Juta (Harian Online Tempo, 2014).
3. Fitur-fitur Media Jejaring Sosial Instagram
Instagram memiliki fitur untuk memudahkan penggunanya
Menurut e-journal UAJY (2014: 34-35) media sosial instagram memiliki
34 a. Square cropping
Square cropping merupakan fitur instagram untuk memotong foto berbentuk kotak persegi dengan rasio 4:4. Foto yang diunggah pun
haruslah berbentuk kotak persegi sehingga terlihat seperti hasil kamera
Kodak Instamatic atau Polaroid.
b. Gallery
Gallery merupakan ruang untuk memasang foto di dalam situs instagram, para pengguna dapat mengunggah foto dan memasang foto
diri. Selain foto, pengguna juga dapat menunggah video.
c. Like
Pengguna instagram dapat memberi apresiasi terhadap foto
yang diunggah dengan tombol “like” berbentuk hati. d. Comment
Fitur comment digunakan untuk memberikan komentar foto
yang diunggah dan mendapatkan feedback dari pemilik akun. e. Home
Home merupakan halaman utama saat membuka aplikasi instagram, berupa rangkaian berita mengenai foto-foto terbaru yang
baru saja diunggah oleh akun-akun yang diikuti oleh pengguna.
f. Direct
35
yang diunggah hanya bisa dilihat oleh akun yang dipilih oleh
pengguna.
g. News bar
News bar merupakan fitur yang memberitahu pengguna mengenai aktivitas terbaru yang ada di fotonya dan foto yang
dikomentari oleh pengguna (komentar, like, follower baru, mention, dan sebagainya).
h. Explore
Fitur explore merupakan bar berisi kumpulan foto populer yang banyak mendapat like di instagram.
i. Search
Search merupakan fitur instagram untuk pencarian akun pengguna instagram.
Selanjutnya menurut Akron Summit County Public Library
(2013:3) instagram memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
a. Tagging
Fitur tagging merupakan fitur pelabelan yang dimiliki
instagram untuk memberi nama kepada orang-orang yang ada dalam
foto, fitur ini mirip dengan fitur tagging yang ada dalam facebook. b. Followers
Fitur followers atau dalam bahasa Indonesianya disebut fitur pengikut merupakan salah satu unsur penting dalam instagram.
36
kegiatan atau hasil unggahan dari pengguna yang mengunggah foto
pada instagram.
c. Comment
Comment adalah fitur yang digunakan agar pengguna dapat memberikan komentar pada foto atau menerima timbal balik dari
pengguna yang lain.
d. To Like
Fitur to like biasanya memiliki simbol “thumbs up” atau jempol ke atas merupakan sebuah tanda bahwa pengguna menyukai
dan menyetujui foto yang pengguna lain posting.
e. Notification
Fitur notification merupakan sebuah fitur yang menandai
bahwa seseorang atau pengguna instagram telah atau ingin berinteraksi
dengan pengguna instagram yang lain.
f. Profil Page
Profil page atau dalam bahasa Indonesia merupakan halaman profil merupakan fitur pada instagram yang berisikan koleksi-koleksi
foto, tampilan jumlah pengikut, jumlah posting dan jumlah akun
pengguna instagram yang diikuti.
g. Navigation Bar
Navigation bar merupakan fitur instagram yang digunakan untuk mencari akun pengguna instagram, foto yang populer dan lain
37 h. Privacy Setting
Fitur privacy setting merupakan sebuah fitur untuk
memberikan kenyamanan privasi bagi pengguna, seperti foto yang
hanya bisa dilihat oleh pengguna-pengguna yang telah disetujui
menjadi follower.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
instagram memiliki berbagai fitur-fitur seperti squre cropping, gallery, like, direct, news bar, search atau navigation bar, privacy setting, explore, tagging, follower, comment dan profil page.
4. Dampak Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram
Media sosial atau jejaring sosial saat ini menjadi fenomenal,
melalui media sosial setiap orang mudah untuk memperluas jaringan
pertemanan dan memperoleh informasi dari manapun. Menurut Yanica
(2014: 73) media sosial dapat memberikan pengaruh positif apabila
diperkenalkan kepada anak-anak dan remaja secara benar, bahkan media
sosial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keterampilan kecepatan
mengetik. Instagram merupakan salah satu media sosial yang juga dapat
memberikan dampak positif dan negatif. Menurut (Daniel Kurniawan
Salamon, 2013: 5-14) Salah satu dampak positif dari instagram adalah
mediator komunikasi lintas budaya melalui gambar atau foto, media untuk
bereksistensi di lingkungan sosial, dan menambah banyak teman atau
38
Instagram merupakan bagian dari media sosial atau jejaring sosial,
berikut adalah dampak positif dan negatif dari jejaring sosial. Menurut
Rendi Lesmana (Yanica, 2014: 74-75) dampak positif dari jejaring sosial
adalah:
a. Tempat promosi
Jejaring sosial dapat dijadikan sebagai tempat promosi terbaik
untuk produk atau jasa. Media sosial instagram juga digunakan sebagai
tempat promosi, biasanya pengguna instagram beriklan dengan cara
meng-endorse para artis yang memiliki instagram dengan pengikut banyak.
b. Tempat untuk memperluas pertemanan
Banyak pengguna jejaring sosial yang bisa dijumpai sehingga
bukanlah hal yang sulit untuk mendapatkan banyak teman untuk
memenuhi kebutuhan afiliasi dengan menggunakan media jejaring
sosial.
c. Sebagai media komunikasi
Jejaring sosial tentunya bisa digunakan sebagai media
komunikasi yang sangat bagus untuk mengungkapkan diri dan
berkomunikasi dengan orang dalam negeri maupun luar negeri untuk
memperkenalkan diri kepada dunia.
d. Tempat untuk berbagi
39
untuk berbagi baik melalui foto, informasi, dan lain sebagainya karena
hal-hal yang pengguna bagikan dapat langsung dilihat oleh
teman-teman yang ada di jejaring sosial.
e. Tempat mencari informasi
Media sosial dapat digunakan sebagai tempat untuk mencari
berbagai informasi. Media sosial instagram biasanya digunakan
pengguna untuk mencari informasi tentang barang dan jasa,
tempat-tempat wisata, kuliner, hingga informasi terbaru para artis.
Efek positif dari media jejaring sosial bagi remaja juga
diungkapkan oleh ICT Watch dalam buku internet sehat (David
Mahendra, 2014: 15-16) yaitu:
a. Remaja dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan sosial
yang sangat dibutuhkan di era digital seperti sekarang ini. Remaja
belajar bagaimana beradaptasi, bersosialisasi dengan publik dan
mengelola jaringan pertemanan.
b. Remaja dapat memperluas jaringan pertemanan. Remaja lebih mudah
berteman dengan orang lain di seluruh dunia, meski sebagian besar
diantaranya tidak pernah remaja temui secara langsung.
c. Remaja akan termotivasi untuk mengembangkan diri melalui
teman-teman yang mereka temui secara online, karena remaja disini
berinteraksi dan menerima umpan balik satu sama lain.
d. Media jejaring sosial membuat remaja menjadi lebih bersahabat,
40
yang berulang tahun, mengomentari dan memberikan tanda suka pada
foto atau video yang teman-temannya unggah, dan menjaga hubungan
persahabatan meski tidak dapat bertemu secara fisik.
Media jejaring sosial instagram selain membawa dampak positif
juga dapat membawa dampak negatif, seperti yang dikemukakan oleh
Keke Mahardika (2015:2) bahwa instagram membawa dampak negatif
seperti krisis percaya diri, persaingan kehidupan mewah, dan tidak mau
menatap realita dan kenyataan. Lebih lanjut Rendi Lesmana (Yanica,
2014: 81-82) menyebutkan bahwa dampak negatif dari media jejaring
sosial adalah sebagai berikut:
a. Membuat remaja atau pelajar menjadi malas belajar
Media jejaring sosial dapat membuat seseorang kecanduan,
termasuk pelajar. Seorang pelajar yang kecanduan jejaring sosial akan
lebih malas belajar karena keinginannya untuk terus bermain media
jejaring sosial.
b. Bahaya kejahatan
Media jejaring sosial dapat digunakan oleh siapa saja termasuk
orang-orang atau oknum yang ingin berbuat jahat. Media jejaring sosial
tersebut dapat digunakan oleh oknum tersebut untuk mencari target.
Salah satu kasus yang sering terjadi adalah penculikan oleh orang yang
tidak dikenal dari jejaring sosial karena tidak semua orang
mengungkapakan identitas atau dirinya dengan jujur di dunia maya
41 c. Bahaya penipuan
Media jejaring sosial dapat digunakan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab sebagai tempat untuk melakukan penipuan.
Media ini dijadikan tempat promosi bagi para penipu yang sedang
mencari korban, seperti promosi barang dan jasa sehingga remaja
diharapkan tidak mudah tertarik atau tidak boleh langsung percaya jika
seseorang yang tidak dikenal menawarkan barang atau jasa lain.
d. Tidak semua pengguna jejaring sosial bersifat baik dan sopan
Artinya tidak sedikit pengguna media jejaring sosial yang
mungkin bersifat kasar atau tidak sopan, hal ini jelas berbahaya bagi
anak dan remaja, karena tidak mungkin bagi anak dan remaja untuk
meniru kata-kata atau kalimat yang tidak sopan dan tentunya tidak patut
ditiru.
e. Mengganggu kehidupan
Jejaring sosial dapat mengurangi komunikasi pengguna dengan
dunia nyata seperti orang sekitar, lingkungan, dan yang lainnya. Hal ini
terjadi karena banyak yang menganggap kebutuhan afiliasi dapat
terpenuhi hanya dengan melakukan kegiatan yang terlalu lama dan
menghabiskan waktu di jejaring sosial.
Senada dengan pendapat Rendi Lesmana tersebut, ICT Watch
dalam buku internet sehat (David Mahendra, 2014: 17-18) juga
mengungkapkan bahwa media jejaring sosial juga dapat memberikan
42
a. Remaja menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata, tingkat
pemahaman bahasa pun menjadi terganggu. Remaja yang terlalu
banyak berkomunikasi di dunia maya, maka pengetahuan tentang seluk
beluk berkomunikasi di kehidupan nyata, seperti bahasa tubuh dan
nada suara menjadi berkurang.
b. Media jejaring sosial akan membuat remaja lebih mementingkan diri
sendiri. Remaja menjadi tidak sadar akan lingkungan sekitar karena
banyak menghabiskan waktu di internet. Hal ini mengakibatkan remaja
kurang empati di dunia nyata.
c. Tidak ada ejaan dan tata bahasa di media jejaring sosial. Hal ini akan
membuat remaja sulit membedakan antara berkomunikasi di situs
media jejaring sosial dan dunia nyata.
d. Media jejaring sosial adalah lahan subur bagi predator untuk
melakukan kejahatan. Kita tidak akan pernah tahu apakah seseorang
yang baru dikenal remaja di internet menggunakan jati diri yang
sesungguhnya.
Berdasarkan kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
dampak positif dari media jejaring sosial adalah media sosial dapat
dijadikan sebagai tempat komunikasi, memperluas pertemanan,
membangun pertemanan menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan empati,
media untuk berbagi, media untuk mengembangkan diri, media untuk
mencari informasi, dan dapat dijadikan sebagai media untuk berpromosi.
43
membuat remaja atau pelajar menjadi malas belajar, membuat remaja lebih
mementingkan diri sendiri dan tidak peka terhadap lingkungan nyata di
sekitarnya, membuat malas berkomunikasi di dunia nyata, dan tingkat
pemahaman bahasa pun menjadi berkurang, membuat remaja mudah
meniru kata-kata yang tidak baik dan tidak sopan, membuat remaja mudah
terpapar dengan potensi kejahatan dan penipuan.
C. Kajian Tentang Intensitas Penggunaan Instagram
1. Pengertian Intensitas
Intensitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 428)
berasal dari kata intens yang berarti sangat kuat (berkaitan dengan
kekuatan), tinggi (berkaitan dengan mutu), intens menunjukkan sesuatu
yang penuh semangat, berkobar-kobar, bergelora dan sangat emosional.
Menurut Chaplin (2006: 254) dalam kamus lengkap psikologi, intensitas
(intensity) memiliki arti kekuatan suatu tingkah laku atau suatu pengalaman, seperti intensitas suatu reaksi emosional, kekuatan yang
mendukung suatu pendapat atau sikap. Berdasarkan pengertian dari
intens atau intensitas tersebut, maka dalam hal ini diambil kata kekuatan.
Kekuatan disini menerangkan seberapa sering media sosial instagram
dipakai oleh siswa untuk menampilkan foto baik foto pribadi, kegiatan,
dan lain sebagainya, selain itu juga seberapa sering siswa berkomunikasi
di media sosial instagram untuk membangun citra diri siswa kepada