• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA DIRI DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CITRA DIRI DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA."

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

i  

CITRA DIRI DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA SISWA KELAS XI

SMA N 9 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Iandesi Andarwati NIM. 11104241031

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v  

MOTTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Al-Insyirah: 5-6)

Seperti itulah kehidupan, kadang kau ada di depan dan kadang kau ada di belakang. Jadi yang di depan atau yang terjebak di belakang tak membuat kita sombong ataupun menyerah. Kehidupan seperti sebuah balapan jarak jauh, bukan

(6)

vi  

PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih, karya ini dengan setulus hati saya persembahkan untuk:

1. Keluargaku tercinta

(7)

vii  

CITRA DIRI DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA SISWA KELAS XI SMA

NEGERI 9 YOGYAKARTA

Oleh Iandesi Andarwati NIM 11104241031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil citra diri, profil intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram, dan hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan jenis penelitian survei dan korelasional. Subjek penelitian ini berjumlah 100 siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta. Penentuan subjek penelitian ini dengan teknik proportional random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Instrumen yang digunakan adalah skala intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram dan skala citra diri. Validitas instrumen dilakukan dengan validitas konstruk melalui uji ahli atau expert judgement, sedangkan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach, reliabilitasnya untuk skala citra diri sebesar 0,779 tergolong kuat dan skala intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram reliabilitasnya sebesar 0,864 tergolong sangat kuat. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan teknik prosentase dan teknik korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra diri siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta sebanyak 62 siswa (62%) memiliki citra diri pada kategori tinggi, dalam hal intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram sebanyak 76 siswa (76%) memiliki intensitas penggunaan instagram pada kategori tinggi serta terdapat hubungan positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta dengan koefisien korelasi sebesar 0,298 dan taraf signifikansi sebesar 0,03, artinya semakin tinggi intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram maka semakin tinggi citra diri dan sebaliknya semakin rendah intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram maka semakin rendah citra diri. Dalam hal penggunaan media jejaring sosial instagram siswa tergolong pada kategori medium user atau pengguna sedang yaitu pengguna yang menggunakan media jejaring sosial instagram antara 10 – 40 jam setiap bulannya.

(8)

viii  

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya serta memberikan kemudahan dan pertolongan atas segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Citra Diri Ditinjau dari Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta”.

Sebagai ungkapan syukur, penulis menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak atas bantuan, dukungan, dan kerja sama dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan beserta jajarannya yang telah

memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani studi. 3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah melancarkan proses penyusunan skripsi.

(9)

ix  

5. Kepala Sekolah SMA N 9 Yogyakarta beserta staff yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 6. Ibu Nur selaku guru BK di SMA N 9 Yogyakarta dan Bapak Pradana

selaku staff yang mengurusi penelitian di SMA N 9 Yogyakarta, yang telah membantu dalam proses penelitian.

7. Siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi instrumen penelitian.

8. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu dan tanpa henti memberikan motivasi, semangat, doa, dukungan baik materi maupun non materi untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita bertiga selalu mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT.

9. Saudaraku Mas Topik dan sepupuku Vitya yang memberikan dukungan dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

10.Keluarga Besar Simbah Yatmo Utomo dan Simbah Darso Wiyono. 11.Sahabat-Sahabatku Gebata, teruntuk chrisma, iim, riska’, vivi, anjar,

hani’, anggi, serta rina ‘kuyt’, Alfian BP, mbak Umul, Dian, terimakasih sudah memberi warna dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

(10)
(11)

xi

B. Identifikasi Masalah ... 14

C. Batasan Masalah ... 14

D. Rumusan Masalah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 15

G. Batasan Istilah ... 16

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Citra Diri 1. Pengertian Citra Diri ... 17

2. Perbedaan Konsep Diri dengan Citra Diri ... 19

3. Jalinan Citra Diri ... 21

(12)

xii  

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra Diri ... 28

B. Kajian Tentang Media Jejaring Sosial Instagram 1. Pengertian Media Jejaring Sosial Instagram ... 31

2. Sejarah Media Jejaring Sosial Instagram ... 32

3. Fitur-fitur Media Jejaring Sosial Instagram ... 33

4. Dampak Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 37

C. Kajian Tentang Intensitas Penggunaan Instagram 1. Pengertian Intensitas ... 43

2. Aspek-aspek Intensitas ... 45

D. Kajian Tentang Remaja sebagai Siswa SMA 1. Pengertian Remaja ... 48

2. Batasan Usia Remaja ... 50

3. Karakteristik Remaja ... 51

4. Tugas Perkembangan Remaja ... 58

E. Citra Diri Ditinjau dari Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram pada Siswa Kelas XI SMA N 9 Yogyakarta ... 60

F. Paradigma Penelitian ... 66

G. Hipotesis ... 66

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 67

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 68

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 69

D. Variabel Penelitian ... 70

E. Definisi Operasional ... 70

F. Teknik Pengumpulan Data ... 72

G. Instrumen Penelitian ... 73

H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 79

(13)

xiii  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 89

2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 89

3. Deskripsi Data dan Hasil Penelitian a. Deskripsi Populasi Penelitian ... 90

b. Deskripsi Data Penelitian ... 90

4. Analisis Data ... 93

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107

C. Keterbatasan Penelitian ... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 128

B. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 132

(14)

xiv  

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Kisi-kisi Citra Diri ... 76 Tabel 2. Kisi-kisi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram.... 78 Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 82 Tabel 4. Data Populasi Penelitian ... 89 Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Skala Citra Diri dan Skala Intensitas

Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 91 Tabel 6. Deskripsi Penilaian Data Citra Diri ... 92 Tabel 7. Deskripsi Penilaian Data Intensitas Penggunaan Media Jejaring

Sosial Instagram ... 93 Tabel 8. Kriteria Kategorisasi Citra Diri Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta

kelas XI... 94 Tabel 9. Kriteria Kategorisasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial

Instagram Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta Kelas XI ... 95 Tabel 10. Kategorisasi Citra Diri Per Indikator... 97 Tabel 11. Kategorisasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial

Instagram Per Aspek ... 101 Tabel 12. Kategorisasi Jenis Pengguna Instagram... 104 Tabel 13. Koefisien Korelasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial

(15)

xv  

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Jalinan Citra Diri ... 21 Gambar 2. Paradigma Penelitian ... 66 Gambar 3. Grafik Citra Diri ... 94 Gambar 4. Grafik Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial

(16)

xvi  

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas ... 138

Lampiran 2. Data Citra Diri ... 139

Lampiran 3. Data Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 142

Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 145

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas ... 152

Lampiran 6. Hasil Uji Linearitas ... 153

Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi ... 154

Lampiran 8. Kategorisasi Citra Diri ... 155

Lampiran 9. Kategorisasi Intensitas Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram ... 156

Lampiran 10. Hasil Uji Validitas dengan Expert Judgement ... 157

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kegiatan manusia adalah komunikasi. Komunikasi membuat

seseorang mengetahui, mengenal dan memahami orang lain. Manusia sebagai

makhluk sosial memerlukan sebuah komunikasi agar dapat memenuhi

kebutuhannya untuk berinteraksi dengan orang lain. Kata atau istilah

komunikasi (dari bahasa inggris “communication” ), secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa latin communicatus dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Kata communis memiliki makna “berbagi” atau “menjadi milik bersama” yaitu usaha yang memiliki tujuan kebersamaan

atau kesamaan makna (IR Daya, 2010: 1), sedangkan komunikasi secara

terminologis menurut Burhan Bungin (2006: 57):

“Komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang (I) terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang (II) lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan sehingga seseorang (I) membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dia (I) alami.”

Berdasarkan pengertian komunikasi secara etimologis dan terminologis

dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian

dan pemaknaan informasi yang dilakukan manusia dalam rangka mencapai

kebersamaan atau kesamaan makna. Manusia sebagai makhluk sosial

memerlukan komunikasi untuk membangun interaksi dengan individu

manusia yang lainnya, hal ini diperkuat dengan pernyataan Alo Liliweri

(18)

2

“Komunikasi sangat penting bagi interaksi individu, kelompok, organisasi,

dan masyarakat. Bahwa komunikasi merupakan bangunan link ke dunia

sekitar, berarti setiap orang seolah menayangkan diri dan pribadinya untuk mempengaruhi orang lain. Jika kita tidak memiliki komunikasi, maka dengan sendirinya kita tidak dapat membentuk dan menciptakan interaksi dengan semua orang di dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat. Komunikasi menjembatani kita untuk mengkoordinasikan semua kebutuhan dan tujuan hidup kita dengan orang lain.”

Komunikasi yang diperlukan untuk membangun interaksi, memenuhi

kebutuhan dan tujuan hidup tersebut memiliki beragam sifat dalam prosesnya.

Sifat komunikasi dibagi menjadi 4 sifat yaitu: (1) tatap muka, (2) bermedia,

(3) verbal, baik lisan maupun tulisan, (4) non verbal, baik kial/isyarat

badaniah dan bergambar. Bentuk komunikasi dibagi menjadi 4 yaitu: (1)

komunikasi personal, (2) komunikasi kelompok, (3) komunikasi massa, dan

(4) komunikasi media (Burhan, 2006:33).

Lebih lanjut Devito (Komang Sri dan Yohanes Kartika, 2013: 1)

membagi sifat komunikasi dalam 2 jenis yaitu komunikasi secara langsung

dan tidak langsung. Komunikasi langsung merupakan suatu aktivitas

komunikasi yang dilakukan dengan saling bertatap muka tanpa menggunakan

perantara media, sedangkan komunikasi secara tidak langsung merupakan

suatu aktivitas komunikasi yang dilakukan tanpa bertatap muka dan

menggunakan perantara media seperti email, handphone, jejaring sosial, dan

yahoo messenger.

Komunikasi tidak langsung yang melibatkan perantara media tidak

terlepas dari perkembangan teknologi informasi. Perkembangan teknologi

informasi di bidang komunikasi semakin memudahkan seseorang membangun

(19)

3

salah satunya dengan memanfaatkan adanya teknologi internet. Kemajuan

teknologi komunikasi dapat membantu manusia untuk berinteraksi satu sama

lain tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu (Komang Sri dan Yohanes Kartika,

2013: 1). Komunikasi melalui teknologi informasi internet menggunakan

media disebut dengan media sosial atau layanan jejaring sosial (Social Networking Service).

Salah satu unsur mendasar yang ada pada pada situs-situs media sosial

tersebut adalah fungsi dan layanan jejaring sosial. Layanan jejaring sosial

memberikan jasa konektivitas melalui situs, platform, dan sarana yang

berfungsi memfasilitasi pembentukan jaringan atau hubungan sosial di antara

beragam orang yang mempunyai ketertarikan, minat (interest), kegiatan, latar belakang, maksud, kepentingan, tujuan, atau korelasi dunia nyata yang sama.

Sebuah layanan jejaring sosial biasanya terdiri atas representasi setiap

penggunanya dalam wujud profil, aktivitas, relasi sosial dan sejumlah layanan

tambahan. Layanan itu biasanya berbasis web dan penggunanya berinteraksi

melalui internet, seperti pesan instan, surat elektronik dan mengunduh foto,

gambar, atau video (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2014:

22-23).

Layanan jejaring sosial atau juga sering dikenal dengan media sosial

memiliki banyak ragam dan jenis, mulai dari aplikasi media sosial berbagi

(20)

4

profesional (terdiri dari linkedin, scribd, slideshare), dan aplikasi berbagi foto (pinterest, picasa, flickr, instagram) (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2014: 62-80). Berbagai situs aplikasi media sosial tersebut

memudahkan pengguna untuk berbagi ide, saran, pandangan, aktivitas,

informasi, acara, ajakan dan ketertarikan di dalam jaringan individu

masing-masing orang, tidak heran jika pengguna media sosial dari hari ke hari

semakin bertambah.

Pengguna jejaring sosial di Indonesia tidak hanya terbatas pada

kalangan orang dewasa saja. Para remaja juga telah memanfaatkan jejaring

sosial sebagai sarana komunikasi, anak-anak sekolah dasar juga telah

mengenal dan menggunakan jejaring sosial tersebut. Pernyataan tersebut

didukung oleh Aditya Panji (2014: 1) bahwa berdasarkan hasil survei yang

dilakukan oleh Lembaga PBB untuk anak-anak, UNICEF, berbagai mitra dan

Kementrian Komunikasi dan Informatika Universitas Harvard, Amerika

Serikat tentang Pemakaian Internet Remaja Indonesia pengguna internet di

Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi

mencapai 30 juta. 98% dari anak dan remaja mengaku tahu tentang internet

dan 79,5% di antaranya adalah pengguna internet.

Senada dengan pendapat Aditya, Kemenkominfo (2014: 1) juga

menyebutkan bahwa pengguna internet hingga saat ini telah mencapai 82 juta

orang, dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di

dunia, dari jumlah pengguna internet tersebut, 80 persen di antaranya adalah

(21)

5

menjadi sebagian besar pengguna internet di Indonesia. Fenomena tersebut

dapat ditemui di kalangan remaja dimana setiap saat mereka selalu

menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial, baik itu di mall,

tempat makan, tempat bermain atau nongkrong, bahkan di sekolah.

Media sosial yang sedang populer di tengah remaja saat ini adalah

media sosial instagram. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan

Piper Jaffray (Putri Sekar, 2014: 1) menunjukkan bahwa instagram lebih

populer daripada facebook dan twitter di kalangan remaja, dalam satu tahun aplikasi jejaring sosial instagram membuat rekor tertinggi dalam hal

pemakaian di kalangan remaja mengalahkan facebook sebesar 7%. Tahun lalu persentase pemakaian facebook oleh remaja sekitar 34%, dan tahun ini turun menjadi 23%, twitter juga mengalami penurunan dari 30% menjadi 27%.

Kepopuleran instagram juga diungkapkan oleh Harian Online Tempo

(2014: 1) bahwa total pengguna yang melakukan login mencapai 300 juta perbulannya, sedangkan pengguna aktif perbulannya diklaim berjumlah 284

juta. Jumlah tersebut mengalami peningkatan signifikan, sebab pada 2013

pengguna aktif per bulannya hanya 150 juta. Kepopuleran media sosial

instagram juga terjadi di kalangan pelajar SMA di Kota Yogyakarta, bahkan

mereka membentuk komunitas tersendiri yang bernama #IggersSMAYk.

Komunitas tersebut terbentuk dari beberapa anak yang suka bermain

instagram, lalu membentuk grup dan saling bertukar foto atau aktivitas.

Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan

(22)

6

berbagai layanan jejaring sosial termasuk milik instagram sendiri (Dan, 2010:

1). Menurut (Daniel Kurniawan Salamon, 2013: 10) sistem sosial di dalam

instagram adalah dengan menjadi pengikut akun pengguna lainnya, atau

memiliki pengikut instagram, dengan demikian komunikasi antara sesama

pengguna instagram sendiri dapat terjalin dengan memberikan tanda suka dan

juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah oleh pengguna lainnya.

Pengikut juga menjadi salah satu unsur yang penting, dimana jumlah tanda

suka dari para pengikut sangat mempengaruhi apakah foto tersebut dapat

menjadi sebuah foto yang populer atau tidak. Selain itu, instagram juga dapat

terkoneksi langsung dengan aplikasi sosial media yang lain seperti facebook

dan twitter.

Kepopuleran situs jejaring sosial harus dipergunakan secara cerdas

untuk membangun self image (citra diri) maupun interaksi yang sehat (Yudit dan Appril, 2011: 3). Sejalan dengan pendapat tersebut, Amalia Puspita

Hardiani (2010: 3) menyebutkan bahwa jejaring sosialsalah satunya facebook

dijadikan sebagai media penggambaran diri individu, melalui fasilitas yang

diberikan oleh jejaring sosial tersebut remaja bisa menyimpan atau mengubah

foto-foto pribadi, catatan pribadi, status pribadi dan yang bisa dikomentari

oleh sesama pengguna, dengan demikian remaja bisa menampilkan

keberadaan dirinya. Aktivitas tersebut dapat dijadikan tanda bahwa pengguna

ingin mengungkapkan siapa dirinya dan apa yang remaja tersebut bayangkan

terhadap dirinya. Cara seseorang memandang dirinya sendiri dalam psikologi

(23)

7

Selanjutnya menurut penelitian yang dilakukan oleh Soraya

Mehdizadeh di Universitas New York, Toronto menunjukkan bahwa jejaring

sosial paling banyak digunakan oleh orang yang narsis dan orang yang

memiliki citra diri rendah (Tri Listyawati, 2012: 6). Pemilik akun

menggunakan jejaring sosial sebagai sarana untuk mempromosikan dirinya

kepada orang lain. Citra diri merupakan unsur penting untuk menunjukkan

siapa diri individu itu sebenarnya (Pipit Yuliani, 2013: 1). Citra diri individu

terbentuk dari perjalanan pengalaman masa lalu, keberhasilan dan kegagalan,

pengetahuan yang dimilikinya, dan bagaimana orang lain telah menilainya

secara objektif.

Senada dengan pendapat Pipit menurut Seyed dan Farhad (2014: 136)

citra diri merupakan hasil dari pengalaman, pembelajaran, pemikiran, ilusi dan

halusinasi tentang diri dan kejadian-kejadian di dalam pikiran (khususnya

dalam kehidupan manusia). Citra diri dapat menjadi negatif dan positif. Citra

diri yang negatif akan menyebabkan kegagalan yang tetap, kacaunya

pemikiran-pemikiran, kebiasaan-kebiasaan, dan perilaku yang tidak tepat.

Citra diri yang positif akan membawa kepada kebahagiaan, kesuksesan, dan

kepuasan hidup.

Lebih lanjut Pipit Yuliani (2013: 1) menyatakan bahwa citra diri adalah

gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang

menyertainya baik dalam bagian-bagian tubuhnya maupun terhadap

keseluruhan tubuh berdasarkan penilaiannya sendiri. Penampilan adalah

(24)

8

Remaja banyak yang menampilkan fisik, bagian-bagian tubuhnya, dan

kegiatan-kegiatannya dalam bentuk foto dan menampilkan perasaannya dalam

bentuk kata-kata yang tertuang dalam media sosial instagram. Perilaku remaja

tersebut didasari karena mereka ingin membentuk dan menampilkan citra

dirinya kepada orang lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Peg Streep

(Anonim, 2013: 1) yang menyebutkan bahwa remaja menjadikan media sosial

sebagai penumbuh citra positif mereka. Remaja akan cenderung memberikan

kesan yang baik saat di media sosial.

Foto yang ditampilkan secara langsung maupun tidak langsung akan

dibaca atau dilihat oleh pengguna yang lain. Komentar, tanggapan, maupun

pernyataan suka akan diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap status atau

foto yang ditampilkan. Tanggapan yang positif akan berdampak baik pada

remaja, sebaliknya tanggapan negatif akan berdampak tidak baik pada remaja.

Pernyataan tersebut didukung oleh Kent A (Tri Listyawati, 2012: 6)

menyebutkan bahwa pemilik akun yang secara konstan memposting gambar

dan update terhadap aktivitas, sebenarnya mencari tanggapan ataupun komentar terhadap apapun yang mereka posting. Penelitian yang dilakukan

oleh Ilkido KOPACZ (2011: 304) yang berjudul “Say Lovely Things about Me so I Know I am Like That”. The Role of Positive Photo Comments Posted on Social Networking Websites in the Development of The Self Image

menunjukkan hasil bahwa komentar yang positif terhadap foto yang

ditampilkan di jejaring sosial dapat meningkatkan dan mengembangkan citra

(25)

9

Berdasarkan pernyataan Kent A dan penelitian yang dilakukan oleh

Ilkido KOPACZ dapat disimpulkan bahwa pengguna aktif jejaring sosial

menampilkan atau memposting gambar atau foto dan update terhadap

aktivitas, tujuannya adalah mencari tanggapan atau komentar terhadap sesuatu

yang pengguna posting, apabila tanggapan tersebut positif maka akan

memberikan dampak atau pengaruh yang positif bagi citra diri dan harga

dirinya.

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan jejaring sosial dilakukan

oleh Tri Listyawati (2012: 1) untuk mengukur tingkat persentase narcisistic personality disorder pada siswa pengguna facebook di kota Yogyakarta menunjukkan hasil bahwa siswa di kota Yogyakarta tingkat persentase

narcisistic personality disorder-nya berada pada kategori tinggi yaitu 51,4 %. Salah satu faktor yang menyebabkan narsistik adalah konsep diri (Pradana,

2008: 39). Konsep diri merupakan evaluasi individu mengenai diri sendiri,

penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh orang yang bersangkutan.

Citra diri merupakan bagian dari konsep diri (Hana Afradhila dan Yeniar

Indriana, 2015: 3). Salah satu aspek citra diri adalah social self yaitu pengenalan atau tanggapan individu yang didapatkan dari teman atau

lingkungan sosialnya akan berpengaruh terhadap bagaimana individu tersebut

memandang dirinya sendiri.

Pengaruh pendapat teman atau lingkungan sosial terhadap bagaimana

individu memandang dirinya sendiri juga dialami oleh individu ketika

(26)

10

dari masa-masa perkembangan manusia lainnya. Masa remaja tidak dapat

dikatakan sebagai masa anak-anak, tetapi juga tidak dapat dikatakan sebagai

masa dewasa. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa masa remaja

merupakan masa yang penting bagi manusia sebagai pencarian dan

pembentukan identitas dirinya. Menurut Syamsu Yusuf (2011: 198) dalam

perkembangan sosial moral, remaja memasuki masa dimana muncul dorongan

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.

Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi

psikologis atau rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari

orang lain tentang perbuatannya.

Perilaku remaja untuk memenuhi kepuasan psikologis atau rasa puas

dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tersebut

berkaitan dengan citra diri. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat

Holden (2005: 95) yang menyatakan bahwa secara alamiah, citra diri tentu

saja mencari apa yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Hal yang

menguntungkan tersebut adalah kepuasan adanya penerimaan dan penilaian

positif dari orang lain.

Citra diri dapat dibangun oleh remaja melaui internet atau media sosial.

Remaja sudah tidak asing lagi dalam penggunaan internet untuk bermain

media sosial, terutama remaja di daerah perkotaan. Infrastruktur jaringan

internet yang memadai serta fasilitas yang dimiliki memudahkan remaja kota

dalam mengakses internet. Hal ini didukung oleh sebuah survey (Aditya,

(27)

11

perkotaan dan pedesaan. Di daerah perkotaan 87% anak dan remaja

menggunakan internet sedangkan di daerah pedesaan hanya 13% anak dan

remaja yang menggunakan internet.

Kemudahan akses internet juga dinikmati oleh siswa SMA N 9

Yogyakarta kelas XI. SMA N 9 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah

menengah atas yang terletak di Kota Yogyakarta dan masuk dalam wilayah

perkotaan karena dekat dengan berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit,

perguruan tinggi, hotel, restoran atau tempat-tempat makan berkelas hingga

pusat perbelanjaan seperti Galeria dan Jogja Phone Market. Menurut Guru Bimbingan dan Konseling SMA N 9 Yogyakarta, secara taraf ekonomi, siswa

kelas XI berada dalam taraf yang merata, tidak dapat dikatakan seluruhnya

menengah ke atas, akan tetapi secara tingkat konsumtivitas terutama konsumsi

teknologi hampir seluruh siswa SMA N 9 Yogyakarta kelas XI bersaing untuk

memiliki teknologi yang canggih seperti handphone android, tablet, ataupun laptop. Konsumtivitas tersebut berdampak pada budaya hedonisme siswa.

Penggunaan handphone android yang tinggi di kalangan siswa SMA N 9 Yogyakarta Kelas XI membuat siswa juga tidak terlepas dari pengaruh

media sosial. Berdasarkan observasi yang dilakukan tanggal 11 Mei 2015,

media sosial yang saat ini tengah populer di kalangan siswa SMA N 9

Yogyakarta adalah media sosial instagram. Wawancara singkat yang

dilakukan terhadap beberapa siswa diketahui bahwa media sosial instagram

memungkinkan siswa untuk mengenal dan mengetahui teman-teman dekatnya,

(28)

12

selain itu siswa juga dapat berperilaku narsis dengan cara memperbaharui atau

memposting foto-foto baik foto sendiri, foto ketika jalan-jalan, kegiatan yang

tengah dilakukan, foto barang-barang yang dimiliki berupa aksesoris, pakaian,

gadget, dan lain sebagainya.

Siswa mengatakan apabila foto yang mereka posting tersebut mendapat

tanggapan atau komentar yang positif, perasaan mereka menjadi senang dan

merasa diperhatikan oleh pengguna lainnya sehingga siswa merasa percaya

diri berhubungan dengan teman-teman yang lain karena siswa menganggap

apabila sudah aktif di instagram berarti siswa tidak ketinggalan jaman dan

selalu update. Penggunaan instagram bagi siswa tidak hanya terpusat pada individu penggunanya tetapi juga pada sosok atau tokoh yang populer, melalui

instagram para siswa merekomendasikan teman-temannya untuk mengikuti

ajang Pelajar Jogja Cantik dan Pelajar Jogja Ganteng pada sebuah komunitas

instagram pelajar Kota Yogyakarta.

Fasilitas Wi-Fi yang diberikan sekolah secara terbuka dan dapat diakses

kapan saja serta penggunaan smarthphone yang tinggi menjadikan siswa

selalu bermain media sosial terutama instagram yang sedang populer tanpa

menyaring hal-hal yang baik dan buruk sebagai akibatnya. Pengetahuan

tentang penggunaan media sosial yang baik untuk membangun citra diri bagi

siswa sangat perlu untuk diketahui. Seperti yang diungkapkan oleh Keke

Mahardika (2015: 2) bahwa penggunaan media sosial instagram tentu

membawa kemudahan bagi siswa untuk membangun komunikasi dan

(29)

13

dampak negatif seperti krisis percaya diri, persaingan kehidupan mewah, dan

tidak mau menatap realita dan kenyataan.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk

mengetahui citra diri siswa SMA N 9 Yogyakarta kelas XI ditinjau dari

intensitas penggunaan media sosial instagram. Ketertarikan tersebut juga

didasari bahwa belum terdapat penelitian yang mengungkan citra diri ditinjau

dari intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram. Penelitian ini juga

berusaha untuk mengetahui bagaimana citra diri siswa apakah tergolong

sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah atau sangat rendah dan seberapa besar

intensitas penggunaan media sosial instagram di kalangan siswa, serta

bagaimana hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial

instagram dengan citra diri. Citra diri merupakan komponen dari bimbingan

dan konseling pribadi. Siswa diharapkan memiliki citra diri yang positif

sehingga kepribadian, kesehatan mental, dan komunikasi interpersonal dapat

terbentuk secara optimal. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat

menambah khasanah keilmuan bagi dunia Bimbingan dan Konseling, yang

nantinya dapat digunakan oleh guru Bimbingan dan Konseling atau konselor

di SMA N 9 Yogyakarta untuk menentukan jenis layanan yang tepat kepada

remaja atau siswa yang menggunakan media sosial instagram sebagai tempat

(30)

14

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dari

penelitian ini adalah:

1. Siswa memiliki tingkat konsumtivitas yang tinggi dalam hal penggunaan

teknologi canggih seperti smarthphone. Tingkat konsumtivitas yang tinggi berdampak pada budaya konsumerisme dan hedonisme siswa.

2. Siswa berperilaku narsis di media jejaring sosial instagram dengan

menampilkan foto pribadi, foto jalan-jalan, foto kegiatan atau acara,

hingga foto barang pribadi seperti gadget, aksesoris, dan sebagainya. 3. Belum diketahui citra diri ditinjau dari intensitas penggunaan media sosial

instagram pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.

C. Batasan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, batasan masalah

dalam penelitian ini adalah belum diketahui citra diri ditinjau dari intensitas

penggunaan media jejaring sosial instagram pada siswa Kelas XI SMA N 9

Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah dari penelitian ini

adalah:

(31)

15

2. Bagaimana intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram siswa

kelas XI SMA N 9 Yogyakarta?

3. Bagaimana hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial

instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui profil citra diri siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.

2. Mengetahui profil intensitas penggunaan media jejaring sosial instagram

pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.

3. Mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media jejaring sosial

instagram dengan citra diri pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat penelitian secara teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu di

bidang BK yang berkaitan dengan perkembangan individu remaja SMA.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah informasi, wawasan bagi

peneliti, guru BK dan pembaca tentang citra diri ditinjau dari intensitas

(32)

16 2. Manfaat penelitian secara praktis:

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh remaja siswa SMA N 9

Yogyakarta sebagai bahan informasi dan evaluasi diri.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru Bimbingan dan

Konseling SMA N 9 Yogyakarta dalam memberikan layanan yang tepat

bagi siswa untuk mengembangkan citra diri dan untuk memberikan

pengarahan bagaimana penggunaan media sosial yang benar.

G. Batasan Istilah

1. Citra diri adalah konsepsi atau penilaian seseorang mengenai orang

macam apakah dirinya. Citra diri merupakan bagian dari konsep diri

yang berkaitan dengan penerimaan terhadap dirinya baik secara fisik,

psikologis, ataupun sosial. Citra diri terbentuk karena pengalaman

masa lalu, lingkungan, baik keluarga, masyarakat atau pergaulan.

2. Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan

pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital dan

membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial termasuk milik

instagram sendiri.

3. Intensitas penggunaan media sosial instagram adalah kekuatan suatu

tingkah laku atau pengalaman dalam menggunakan media sosial

(33)

17

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Tentang Citra Diri

1. Pengertian Citra Diri

Citra diri adalah konsepsi kita sendiri mengenai orang macam

apakah diri kita. Citra diri merupakan produk dari pengalaman masa lalu,

beserta sukses dan kegagalannya, penghinaan, dan kemenangannya serta

cara orang lain bereaksi terhadap diri kita, terutama dalam masa kecil kita

(Maltz, 1992: 3). Lebih lanjut Maltz menjelaskan bahwa semua tindakan

dan emosi manusia konsisten dengan citra dirinya. Manusia akan

bertindak sesuai dengan macam pribadi yang menurut pikirannya sendiri.

Citra diri adalah batu fondasi untuk seluruh kepribadian (Maltz, 1992: 6).

Citra diri menurut Maltz adalah konsepsi seseorang mengenai

dirinya sendiri. Senada dengan pendapat Maltz tersebut, Heri Wibowo

(2007: 82) menyatakan bahwa citra diri adalah pandangan seseorang

tentang dirinya sendiri atau bagaimana seseorang menggambarkan dirinya

sendiri. Citra diri itulah yang membedakan seorang manusia dengan

manusia yang lain, yaitu bagaimana ia memandang dirinya sendiri.

Pandangan tersebut bervariasi antara satu orang dengan orang yang

lainnya, ada orang yang berpandangan sangat baik, optimis, dan positif

terhadap dirinya, namun ada juga yang menganggap dirinya rendah dan

(34)

18

Schiffman & Kanuk (dalam Hana Afradhila dan Yeniar Indriana,

2015:3) menyatakan bahwa melalui interaksi yang dilakukan dengan

orang lain, individu mampu mengembangkan citra dirinya. Citra diri

merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan penerimaan

terhadap dirinya baik secara fisik, psikologis, ataupun sosial. Citra diri

dapat diwujudkan dalam perilaku yang diasosiasikan dengan nilai yang

berlaku dalam masyarakat.

Citra diri berarti penggambaran tentang kondisi diri yang

merupakan hasil akumulasi gambaran yang manusia ciptakan dan telah

terpatri dalam otak bawah sadarnya. Menurut Endra K. Prihadhi

(2009:49) citra diri erat kaitannya dengan self-esteem atau seberapa tinggi seorang manusia menghargai, menilai, dan menghormati dirinya sendiri.

Manusia semakin menghargai dirinya sendiri maka itu berarti manusia

tersebut memiliki citra diri yang positif, begitu juga sebaliknya, jika

manusia kurang menghargai dirinya sendiri apa adanya, berarti manusia

tersebut termasuk orang yang memiliki citra diri buruk.

Citra diri yang buruk biasanya terbentuk dari lingkungan mulai

dari keluarga, pergaulan, dan masyarakat (Endra K. Prihadhi, 2009: 50)..

Kata-kata, label, komentar, ataupun stereotype negatif yang dilekatkan pada diri manusia, akan memberikan pengaruh kepada manusia tersebut

yaitu menjadi tidak percaya diri. Selain itu juga citra diri yang buruk

disebabkan terjadinya perbedaan antara citra diri ideal dengan citra diri

(35)

19

nilai A pada pelajaran Matematika, sedangkan secara realitas atau

kenyataan hanya mendapatkan nilai D, jika tidak disikapi dengan benar

perbedaan nilai antara yang diharap dengan yang terjadi akan membuat

pelajar tersebut menjadi minder atau tidak percaya diri sendiri, dan yang

lebih parah jika orang sekitarnya memberikan komentar negatif atas fakta

tersebut, komplit sudah penderitaannya. Berdasarkan pendapat Endra

tersebut dapat dikatakan bahwa salah satu tanda citra diri yang buruk

adalah selalu tidak percaya diri atau minder jika dihadapkan pada suatu

keadaan yang membuat dirinya melangkah maju.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa citra diri adalah konsepsi atau gambaran manusia mengenai orang

macam apakah dirinya. Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang

berkaitan dengan penerimaan terhadap dirinya baik secara fisik,

psikologis, ataupun sosial. Citra diri terbentuk karena pengalaman masa

lalu, lingkungan, baik keluarga, masyarakat atau pergaulan.

2. Perbedaan Konsep Diri dengan Citra Diri

Para ahli psikologi membedakan konsep diri dengan citra diri.

Konsep diri merupakan jawaban atas pertanyaan, “siapakah saya?”.

Konsep diri itu sendiri dibangun atas tiga hal (Hery Wibowo, 2007: 82-84)

(36)

20 a. Self schema

Self schema merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri. Misalnya: saya adalah seorang yang tinggi, kurus, hitam, dan

pencemburu.

b. Self references

Self references merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang sudah dipengaruhi atau didasarkan pada

pandangan orang lain terhadap dirinya. Misalnya, sejak kecil seorang

remaja sudah terbiasa mendapat pujian sebagai anak yang rajin dan

pintar, maka seiring berjalannya waktu, remaja tersebut semakin

percaya bahwa dirinya adalah seorang yang rajin dan pintar, atau

sebaliknya, ada seorang remaja yang selalu dianggap tidak bisa

diandalkan oleh orang tuanya, maka lambat laun remaja tersebut

percaya bahwa dirinya tidak berguna dan tidak bisa diandalkan.

c. Possible self

Possible self merupakan pandangan ideal mengenai diri atau gambaran diri yang seseorang inginkan. Misalnya pemikiran seperti:

saat promosi nanti sudah sepantasnya sayalah yang naik jabatan

menggantikan manajer keuangan yang lama karena prestasi kerja saya

yang sangat baik.

Komponen self schema, self references, dan possible self apabila digabung dengan bagaimana penghargaan seseorang terhadap dirinya

(37)

21

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa citra diri merupakan

bagian dari konsep diri ditambah dengan harga diri.

3. Jalinan Citra Diri

Citra diri terbentuk dari penilaian yang dibuat oleh kita sendiri

maupun oleh orang lain (Holden, 2005: 91). Citra diri merupakan diri yang

dipelajari. Citra diri terbentuk dari informasi, pengalaman, umpan balik,

dan kesimpulan yang seseorang buat. Berikut ini adalah hubungan citra

diri seseorang dan persepsi, kepercayaan, kejiwaan, cara berkomunikasi

dan perilaku:

Gambar 1. Jalinan Citra Diri

Menurut Holden (2005: 91-95) citra diri memiliki jalinan yang

berupa hubungan atau pengaruh satu sama lain terhadap persepsi,

keyakinan, isi pikiran, komunikasi, perilaku dan keputusan. Penjelasan

(38)

22 a. Jalinan citra diri dan persepsi

Citra diri merupakan lensa yang dapat digunakan untuk

memandang dunia, apabila seseorang tidak bisa melihat dirinya

sebagai orang yang sukses maka seseorang tersebut akan membisikkan

kepada dirinya sendiri bahwa dirinya harus berhenti mencoba

sebaliknya jika seseorang bisa melihat dirinya berbakat dalam sesuatu

maka seseorang tersebut mungkin menemukan kekuatan batin dan

pertolongan dari luar. Menurut Holden (2005: 92) pada dasarnya

persepsi merupakan proyeksi dan dunia merupakan cerminnya.

b. Jalinan citra diri dan keyakinan

Keyakinan diri sesungguhnya merupakan pandangan pribadi

seseorang tentang apa yang mungkin dan apa yang tidak, ketika

seseorang mengubah keyakinan diri atau pandangan pribadinya maka

akan banyak kemungkinan atau peluang yang muncul.

c. Jalinan citra diri dan isi pikiran

Orang yang memandang dirinya sangat efektif bertindak,

berpikir, dan merasa dengan cara yang berbeda dari orang yang

memandang dirinya tidak efektif. Orang tersebut menciptakan masa

depannya sendiri bukan hanya meramalkannya (Bandura dalam

Holden, 2005: 94).

d. Jalinan citra diri dan komunikasi

Citra diri sangat mempengaruhi cara seseorang berhubungan

(39)

23

orang lain pada dasarnya merupakan perpanjangan dari hubungan

seseorang dengan dirinya sendiri. Penerimaan diri yang buruk bisa

menjadi penyebab tingkat kemandirian yang tidak sehat, kompetisi,

rasa iri, pengekangan diri, terlalu berusaha menyenangkan hati orang

lain, dan penyiksaan diri, sebaliknya penerimaan diri yang positif bisa

membantu mengembangkan keakraban yang lebih baik, keramahan

dan kesuksesan secara menyeluruh.

e. Jalinan citra diri dan perilaku

Peran yang diambil seseorang dalam hubungannya dengan

orang lain sangat dipengaruhi oleh cara pandangnya terhadap dirinya

sendiri. Citra diri merupakan penasihat internal yang membimbing

seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan. Citra diri

menimbang setiap situasi dan menyarankan seseorang mengambil

suatu tindakan atau tidak bertindak. Secara alamiah, citra diri tentu saja

mencari apa yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dengan kata

lain seseorang tidak selalu bertindak atau berperilaku dalam cara yang

benar-benar autentik karena citra diri mencoba melindungi dirinya

sendiri.

Berdasarkan pendapat Holden tersebut dapat disimpulkan bahwa

ada jalinan atau hubungan citra diri dengan persepsi, keyakinan, isi

pikiran, komunikasi dan perilaku seseorang bahwa citra diri dapat

(40)

24

atau juga sebaliknya bahwa persepsi, keyakinan, isi pikiran, komunikasi,

dan perilaku seseorang dapat mempengaruhi citra dirinya.

4. Aspek Citra Diri

Menurut Rogers (dalam Norma Lulusiana, 2008:9) mengatakan

bahwa pengaruh dan penilaian lingkungan sangat besar pengaruhnya

terhadap terbentuknya citra diri, tetapi prosesnya sama sekali tidak pasif.

Menurut Rogers, setiap manusia secara sadar atau tidak sadar akan terus

menerus menyaring dan memilih hal mana yang dianggapnya penting dan

bermakna untuk diinternalisasikan dan hal mana yang diabaikan karena

dianggap tidak bermakna bagi dirinya.

James (dalam Norma Lulusiana, 2008:10) mengatakan dasar

komponen citra diri ada tiga, yaitu:

a. Material self. Terdiri dari material possesion, dimana tubuh menjadi bagian terpenting dalam diri individu sedangkan pakaian menjadi

nomor dua.

b. Social self. Bagaimana pengenalan atau tanggapan yang didapatkan individu dari teman atau orang lain.

c. Spiritual self. Lebih mengarah kepada bagian terdalam dari diri individu sebagai subjek, dimana kemampuan-kemampuan serta

kecakapan-kecakapan psikologis merupakan bagian yang paling

menentukan dari diri individu.

Selanjutnya menurut Jersild (dalam Fristy, 2012:5) terdapat tiga

(41)

25 a. Perceptual Component

Komponen ini merupakan image yang dimiliki seseorang

mengenai penampilan dirinya, terutama tubuh dan ekspresi yang

diberikan pada orang lain. Tercakup di dalamnya adalah attractiviness, appropriatiness yang berhubungan dengan daya tarik seseorang bagi orang lain. Hal ini dapat dicontohkan oleh seseorang yang memiliki

wajah cantik atau tampan, sehingga seseorang tersebut disukai oleh

orang lain. Komponen ini disebut sebagai Physical Self Image.

b. Conseptual Component

Merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya,

misalnya kemampuan, kekurangan dan keterbatasan dirinya.

Komponen ini disebut sebagai Psychological Self Image.

c. Attitudional Component

Merupakan pikiran dan perasaan seseorang mengenai dirinya,

status dan pandangan terhadap orang lain. Komponen ini disebut

sebagai Social Self Image.

Senada dengan pendapat Jersield tersebut, Brown (dalam Amalia

Puspita Hardiani, 2010:38) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam

pengetahuan diri sendiri berkaitan dengan proses mencapai kesimpulan

akan adanya citra diri. Tiga aspek tersebut adalah:

a. Dunia fisik (physical word)

Realitas fisik dapat memberikan suatu arti yang mana kita

(42)

26

dunia fisikal memberikan pengetahuan kepada diri sendiri, akan tetapi

pengetahuan dari dunia fisik terbatas pada atribut yang bisa diukur

dengan yang mudah terlihat dan bersifat subjektif dan kurang

bermakna jika tidak dibangingkan dengan individu yang lainnya.

b. Dunia sosial (social word)

Sumber masukan untuk mencapai pemahaman akan citra diri

adalah masukan dari lingkungan sosial individu. Proses pencapaian

pemahaman diri melalui lingkungan sosial tersebut ada dua macam,

yaitu:

(1) Perbandingan sosial (social comparison)

Serupa dengan dunia fisik, dunia sosial juga membantu

memberi gambaran diri melalui perbandingan dengan orang lain.

Pada umumnya individu memang cenderung membandingkan

dengan individu lain yang dianggap sama dengannya untuk

memperoleh gambaran yang menurut mereka adil, akan tetapi tidak

jarang individu membandingkan dirinya dengan individu yang

lebih baik (disebut upward comparison) atau yang lebih buruk

(downward comparison) sesuai dengan tujuan mereka masing-masing.

(2) Penilaian yang tercerminkan (reflected apraisal)

Pengetahuan akan diri individu tercapai dengan cara melihat

tanggapan orang lain terhadap perilaku individu. Misalnya jika

(43)

27

tersebut dapat menjadi sumber untuk mengetahui bahwa individu

tersebut lucu.

c. Dunia dalam (inner/pshycologycal word)

Sumber penilaian dari dalam diri individu, ada tiga hal yang

dapat mempengaruhi pencapaian pemahaman akan citra diri individu,

yaitu:

(1) Instropeksi (instropection)

Instropeksi dilakukan agar individu melihat kepada dirinya

untuk mencapai hal-hal yang menunjang pada dirinya. Misalnya

seseorang yang merasa dirinya pandai, bila berintropeksi akan

melihat berbagai kejadian dalam hidupnya, misalnya bagaimana

dirinya menyelesaikan masalah, menjawab pertanyaan, dan

sebagainya.

(2) Proses mempersepsi diri (self perception process)

Proses ini memiliki kesamaan dengan intropeksi, namun

bedanya adalah bahwa proses mempersepsi diri dilakukan dengan

melihat kembali dan menyimpulkan seperti apa dirinya setelah

mengingat-ingat ada tidaknya atribut yang dicarinya di dalam

kejadian-kejadian di hidupnya sedangkan introspeksi dilakukan

sebaliknya.

(3) Atribusi kausal (causal attributions)

Cara ini dilakukan dengan mencari tahu alasan dibalik

(44)

28

pertanyaan mengapa dalam melakukan berbagai hal dalam

hidupnya. Atribusi kausal ini juga dapat dilakukan kepada perilaku

orang lain yang berhubungan dengan individu, dengan mengetahui

alasan orang lain melakukan suatu perbuatan yang berhubungan

dengan individu, sehingga individu tahu bagaimana gambaran diri

sebenarnya. Atribusi yang dibuat mempengaruhi pandangan

individu terhadap dirinya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa aspek dari citra diri ada tiga, yaitu fisik, psikis, dan sosial. Aspek

fisik adalah penilaian individu terhadap penampilan dirinya, seperti bentuk

tubuh, pakaian atau benda yang melekat pada dirinya. Aspek psikis adalah

penilaian dari dalam diri individu terhadap karakteristiknya seperti

kemampuan, kecakapan, kekurangan dan keterbatasan dirinya. Aspek

sosial adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang didapatkan

dari teman atau orang lain, penilaian tersebut berupa pikiran dan perasaan

seseorang mengenai dirinya, status dan pandangan terhadap orang lain.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra Diri

Andi Mappiare (dalam Norma Lulusiana, 2008:10)

mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri, yaitu:

a. Penampakan menyeluruh; keadaan fisik dan psikis mempengaruhi

pembentukan citra diri seseorang. Keadaan yang demikian seringkali

dibandingkan dengan keadaan teman-teman sebaya sehingga dapat

(45)

29

b. Nama atau panggilan; hal ini besar pengaruhnya terhadap rasa percaya

diri. Para remaja tidak senang terhadap nama yang dapat menjadikan

mereka malu, sehingga banyak di antara remaja mengganti nama atau

panggilan diri yang sering diselaraskan dengan norma kelompoknya.

c. Pakaian dan perhiasan adalah standar lain bagi remaja. Keadaan

pakaian yang menurut remaja tidak memuaskan seringkali membuat

remaja menghindar atau disingkirkan dari kelompoknya.

d. Teman-teman sebaya dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap

citra diri. Penerimaan kelompok terhadap diri remaja, rasa ikut serta

dalam kelompok dapat memperkuat citra diri remaja.

e. Keadaan keluarga; merupakan salah satu hal yang sangat besar

pengaruhnya terhadap perkembangan citra diri dan rasa percaya diri

remaja. Keadaan keluarga yang berkecukupan akan membentuk citra

diri yang positif pada remaja.

f. Situasi rumah tangga; rumah tangga yang harmonis ikut membantu

dalam perkembangan citra diri remaja.

g. Sikap mendidik orang tua; cara mendidik anak juga berpengaruh

sangat besar terhadap perkembangan citra diri remaja, apabila seorang

anak sering diperlakukan kasar, secara tidak langsung anak tersebut

akan tidak percaya diri dan citra dirinya rendah.

h. Pergaulan; merupakan salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya

(46)

30

dalam hal ini sangat membutuhkan pergaulan terutama denga

teman-teman sebaya.

i. Perkembangan sosial; pandangan remaja terhadap masyarakat dan

kehidupan bersama dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh kuat

atau tidaknya citra diri remaja.

Faktor yang mempengaruhi citra diri menurut Mappiare adalah

keadaan fisik dan psikis, nama panggilan, pakaian dan perhiasan,

teman-teman, lingkungan keluarga, situasi rumah tangga, sikap mendidik,

pergaulan, dan perkembangan sosial. Selanjutnya proses mencari tahu

bagaimana citra diri individu menentukan citra diri individu tersebut

negatif atau positif, jika prosesnya ternyata positif, terdapat faktor yang

mendorongnya untuk tetap seperti itu. Brown (dalam Amalia Puspita

Hardiani, 2010) mengungkapkan faktor-faktor tersebut adalah:

a. Faktor perilaku

(1) Perhatian selektif terhadap masukan yang mendukung citra diri

individu. Individu cenderung memilah-milah masukan mana yang

ingin diperhatikannya.

(2) Melumpuhkan diri sendiri

Individu memunculkan sendiri perilaku tertentu yang

mengeluarkan kekurangannya.

(3) Pemilihan tugas yang memperlihatkan usaha positif. Individu

(47)

31

kelebihan mereka, daripada kemampuan mereka sebenarnya

(kemampuan yang kurang baik).

(4) Bukti yang memperjelas perilaku mencari info strategis

Individu cenderung menghindari situasi dimana kekurangannya

dapat terlihat dan individu cenderung mencari masukan untuk hal

yang mudah diperbaiki dari hasil kemampuan mereka.

b. Faktor sosial

(1) Interaksi selektif

Interaksi selektif disini berarti individu bisa memilih dengan siapa

dia bergaul.

(2) Perbandingan sosial yang bias

Individu cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain

yang menurutnya lebih rendah kemampuannya daripada dirinya.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri adalah keadaan fisik dan

psikis, perilaku individu dalam berpakaian atau memilih perhiasan,

lingkungan sosial berupa teman dan keluarga, pergaulan, sikap mendidik

orang tua, serta kondisi dan situasi di rumah.

B. Kajian Tentang Media Jejaring Sosial Instagram

1. Pengertian Media Jejaring Sosial Instagram

Menurut Dan (2010:1) instagram adalah sebuah aplikasi berbagi

foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter

(48)

32

facebook dan twitter, termasuk milik instagram sendiri. Ciri khas dari instagram adalah hasil fotonya yang berupa persegi, mirip dengan produk

kodak instamatic dan gambar-gambar yang dihasilkan oleh foto Polaroid, berbeda dengan kamera modern yang biasanya memiliki bentuk persegi panjang atau dengan rasio perbandingan bentuk 6:19.

Instagram yang merupakan aplikasi berbagi foto masuk ke dalam

jenis media sosial berbagi foto. Hal tersebut senada dengan pendapat

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2014: 84) yang

menyebutkan bahwa aplikasi instagram adalah media atau jaringan sosial

berbagi foto dan video seperti program-program lainnya, hanya saja yang

paling membedakan adalah tampilan foto instagram memiliki ciri khas

dengan “bingkai” persegi.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

instagram adalah sebuah media sosial berbentuk aplikasi berbagi foto yang

memungkinkan penggunanya untuk mengambil foto, menerapkan filter

digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial lainnya

seperti facebook dan twitter. Instagram memiliki ciri khas yakni foto yang ditampilkan berbentuk persegi.

2. Sejarah Media Jejaring Sosial Instagram

Instagram diciptakan oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger dan

diluncurkan pada Oktober 2010. Nama instagram menurut Kevin dan

Mike merupakan gabungan dari “instant camera” dan “telegram”

(49)

33

instagram tersebut juga diungkapkan oleh situs instagram sendiri

(https://instagram.com/about/us/) yang menyatakan bahwa Instagram

berasal dari pengertian dan keseluruhan fungsi aplikasinya, kata “insta”

berasal dari kata “instan”, seperti kamera polaroid yang pada masanya

lebih dikenal dengan sebutan “foto instan”. Instagram juga dapat

menampilkan foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam

tampilannya, sedangkan kata “gram” berasal dari kata “telegram” yang

cara kerjanya untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan

cepat.

Berdasarkan asal mula nama instagram tersebut dapat

disimpulkan bahwa media sosial ini berharap dapat melayani penggunanya

untuk mengunggah foto dengan menggunakan jaringan internet secara

cepat. Media sosial instagram dalam beberapa bulan peluncuran sudah

mampu meraih 1 juta pengguna pada Desember 2010. Jumlah ini

meningkat terus hingga mencapai 5 juta pengguna pada Juni, kemudian

mencapai 10 Juta pada September 2011, hingga pada akhir 2014 pengguna

instagram sudah mencapai 300 Juta (Harian Online Tempo, 2014).

3. Fitur-fitur Media Jejaring Sosial Instagram

Instagram memiliki fitur untuk memudahkan penggunanya

Menurut e-journal UAJY (2014: 34-35) media sosial instagram memiliki

(50)

34 a. Square cropping

Square cropping merupakan fitur instagram untuk memotong foto berbentuk kotak persegi dengan rasio 4:4. Foto yang diunggah pun

haruslah berbentuk kotak persegi sehingga terlihat seperti hasil kamera

Kodak Instamatic atau Polaroid.

b. Gallery

Gallery merupakan ruang untuk memasang foto di dalam situs instagram, para pengguna dapat mengunggah foto dan memasang foto

diri. Selain foto, pengguna juga dapat menunggah video.

c. Like

Pengguna instagram dapat memberi apresiasi terhadap foto

yang diunggah dengan tombol “like” berbentuk hati. d. Comment

Fitur comment digunakan untuk memberikan komentar foto

yang diunggah dan mendapatkan feedback dari pemilik akun. e. Home

Home merupakan halaman utama saat membuka aplikasi instagram, berupa rangkaian berita mengenai foto-foto terbaru yang

baru saja diunggah oleh akun-akun yang diikuti oleh pengguna.

f. Direct

(51)

35

yang diunggah hanya bisa dilihat oleh akun yang dipilih oleh

pengguna.

g. News bar

News bar merupakan fitur yang memberitahu pengguna mengenai aktivitas terbaru yang ada di fotonya dan foto yang

dikomentari oleh pengguna (komentar, like, follower baru, mention, dan sebagainya).

h. Explore

Fitur explore merupakan bar berisi kumpulan foto populer yang banyak mendapat like di instagram.

i. Search

Search merupakan fitur instagram untuk pencarian akun pengguna instagram.

Selanjutnya menurut Akron Summit County Public Library

(2013:3) instagram memiliki fitur-fitur sebagai berikut:

a. Tagging

Fitur tagging merupakan fitur pelabelan yang dimiliki

instagram untuk memberi nama kepada orang-orang yang ada dalam

foto, fitur ini mirip dengan fitur tagging yang ada dalam facebook. b. Followers

Fitur followers atau dalam bahasa Indonesianya disebut fitur pengikut merupakan salah satu unsur penting dalam instagram.

(52)

36

kegiatan atau hasil unggahan dari pengguna yang mengunggah foto

pada instagram.

c. Comment

Comment adalah fitur yang digunakan agar pengguna dapat memberikan komentar pada foto atau menerima timbal balik dari

pengguna yang lain.

d. To Like

Fitur to like biasanya memiliki simbol “thumbs up” atau jempol ke atas merupakan sebuah tanda bahwa pengguna menyukai

dan menyetujui foto yang pengguna lain posting.

e. Notification

Fitur notification merupakan sebuah fitur yang menandai

bahwa seseorang atau pengguna instagram telah atau ingin berinteraksi

dengan pengguna instagram yang lain.

f. Profil Page

Profil page atau dalam bahasa Indonesia merupakan halaman profil merupakan fitur pada instagram yang berisikan koleksi-koleksi

foto, tampilan jumlah pengikut, jumlah posting dan jumlah akun

pengguna instagram yang diikuti.

g. Navigation Bar

Navigation bar merupakan fitur instagram yang digunakan untuk mencari akun pengguna instagram, foto yang populer dan lain

(53)

37 h. Privacy Setting

Fitur privacy setting merupakan sebuah fitur untuk

memberikan kenyamanan privasi bagi pengguna, seperti foto yang

hanya bisa dilihat oleh pengguna-pengguna yang telah disetujui

menjadi follower.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

instagram memiliki berbagai fitur-fitur seperti squre cropping, gallery, like, direct, news bar, search atau navigation bar, privacy setting, explore, tagging, follower, comment dan profil page.

4. Dampak Penggunaan Media Jejaring Sosial Instagram

Media sosial atau jejaring sosial saat ini menjadi fenomenal,

melalui media sosial setiap orang mudah untuk memperluas jaringan

pertemanan dan memperoleh informasi dari manapun. Menurut Yanica

(2014: 73) media sosial dapat memberikan pengaruh positif apabila

diperkenalkan kepada anak-anak dan remaja secara benar, bahkan media

sosial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keterampilan kecepatan

mengetik. Instagram merupakan salah satu media sosial yang juga dapat

memberikan dampak positif dan negatif. Menurut (Daniel Kurniawan

Salamon, 2013: 5-14) Salah satu dampak positif dari instagram adalah

mediator komunikasi lintas budaya melalui gambar atau foto, media untuk

bereksistensi di lingkungan sosial, dan menambah banyak teman atau

(54)

38

Instagram merupakan bagian dari media sosial atau jejaring sosial,

berikut adalah dampak positif dan negatif dari jejaring sosial. Menurut

Rendi Lesmana (Yanica, 2014: 74-75) dampak positif dari jejaring sosial

adalah:

a. Tempat promosi

Jejaring sosial dapat dijadikan sebagai tempat promosi terbaik

untuk produk atau jasa. Media sosial instagram juga digunakan sebagai

tempat promosi, biasanya pengguna instagram beriklan dengan cara

meng-endorse para artis yang memiliki instagram dengan pengikut banyak.

b. Tempat untuk memperluas pertemanan

Banyak pengguna jejaring sosial yang bisa dijumpai sehingga

bukanlah hal yang sulit untuk mendapatkan banyak teman untuk

memenuhi kebutuhan afiliasi dengan menggunakan media jejaring

sosial.

c. Sebagai media komunikasi

Jejaring sosial tentunya bisa digunakan sebagai media

komunikasi yang sangat bagus untuk mengungkapkan diri dan

berkomunikasi dengan orang dalam negeri maupun luar negeri untuk

memperkenalkan diri kepada dunia.

d. Tempat untuk berbagi

(55)

39

untuk berbagi baik melalui foto, informasi, dan lain sebagainya karena

hal-hal yang pengguna bagikan dapat langsung dilihat oleh

teman-teman yang ada di jejaring sosial.

e. Tempat mencari informasi

Media sosial dapat digunakan sebagai tempat untuk mencari

berbagai informasi. Media sosial instagram biasanya digunakan

pengguna untuk mencari informasi tentang barang dan jasa,

tempat-tempat wisata, kuliner, hingga informasi terbaru para artis.

Efek positif dari media jejaring sosial bagi remaja juga

diungkapkan oleh ICT Watch dalam buku internet sehat (David

Mahendra, 2014: 15-16) yaitu:

a. Remaja dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan sosial

yang sangat dibutuhkan di era digital seperti sekarang ini. Remaja

belajar bagaimana beradaptasi, bersosialisasi dengan publik dan

mengelola jaringan pertemanan.

b. Remaja dapat memperluas jaringan pertemanan. Remaja lebih mudah

berteman dengan orang lain di seluruh dunia, meski sebagian besar

diantaranya tidak pernah remaja temui secara langsung.

c. Remaja akan termotivasi untuk mengembangkan diri melalui

teman-teman yang mereka temui secara online, karena remaja disini

berinteraksi dan menerima umpan balik satu sama lain.

d. Media jejaring sosial membuat remaja menjadi lebih bersahabat,

(56)

40

yang berulang tahun, mengomentari dan memberikan tanda suka pada

foto atau video yang teman-temannya unggah, dan menjaga hubungan

persahabatan meski tidak dapat bertemu secara fisik.

Media jejaring sosial instagram selain membawa dampak positif

juga dapat membawa dampak negatif, seperti yang dikemukakan oleh

Keke Mahardika (2015:2) bahwa instagram membawa dampak negatif

seperti krisis percaya diri, persaingan kehidupan mewah, dan tidak mau

menatap realita dan kenyataan. Lebih lanjut Rendi Lesmana (Yanica,

2014: 81-82) menyebutkan bahwa dampak negatif dari media jejaring

sosial adalah sebagai berikut:

a. Membuat remaja atau pelajar menjadi malas belajar

Media jejaring sosial dapat membuat seseorang kecanduan,

termasuk pelajar. Seorang pelajar yang kecanduan jejaring sosial akan

lebih malas belajar karena keinginannya untuk terus bermain media

jejaring sosial.

b. Bahaya kejahatan

Media jejaring sosial dapat digunakan oleh siapa saja termasuk

orang-orang atau oknum yang ingin berbuat jahat. Media jejaring sosial

tersebut dapat digunakan oleh oknum tersebut untuk mencari target.

Salah satu kasus yang sering terjadi adalah penculikan oleh orang yang

tidak dikenal dari jejaring sosial karena tidak semua orang

mengungkapakan identitas atau dirinya dengan jujur di dunia maya

(57)

41 c. Bahaya penipuan

Media jejaring sosial dapat digunakan oleh orang-orang yang

tidak bertanggung jawab sebagai tempat untuk melakukan penipuan.

Media ini dijadikan tempat promosi bagi para penipu yang sedang

mencari korban, seperti promosi barang dan jasa sehingga remaja

diharapkan tidak mudah tertarik atau tidak boleh langsung percaya jika

seseorang yang tidak dikenal menawarkan barang atau jasa lain.

d. Tidak semua pengguna jejaring sosial bersifat baik dan sopan

Artinya tidak sedikit pengguna media jejaring sosial yang

mungkin bersifat kasar atau tidak sopan, hal ini jelas berbahaya bagi

anak dan remaja, karena tidak mungkin bagi anak dan remaja untuk

meniru kata-kata atau kalimat yang tidak sopan dan tentunya tidak patut

ditiru.

e. Mengganggu kehidupan

Jejaring sosial dapat mengurangi komunikasi pengguna dengan

dunia nyata seperti orang sekitar, lingkungan, dan yang lainnya. Hal ini

terjadi karena banyak yang menganggap kebutuhan afiliasi dapat

terpenuhi hanya dengan melakukan kegiatan yang terlalu lama dan

menghabiskan waktu di jejaring sosial.

Senada dengan pendapat Rendi Lesmana tersebut, ICT Watch

dalam buku internet sehat (David Mahendra, 2014: 17-18) juga

mengungkapkan bahwa media jejaring sosial juga dapat memberikan

(58)

42

a. Remaja menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata, tingkat

pemahaman bahasa pun menjadi terganggu. Remaja yang terlalu

banyak berkomunikasi di dunia maya, maka pengetahuan tentang seluk

beluk berkomunikasi di kehidupan nyata, seperti bahasa tubuh dan

nada suara menjadi berkurang.

b. Media jejaring sosial akan membuat remaja lebih mementingkan diri

sendiri. Remaja menjadi tidak sadar akan lingkungan sekitar karena

banyak menghabiskan waktu di internet. Hal ini mengakibatkan remaja

kurang empati di dunia nyata.

c. Tidak ada ejaan dan tata bahasa di media jejaring sosial. Hal ini akan

membuat remaja sulit membedakan antara berkomunikasi di situs

media jejaring sosial dan dunia nyata.

d. Media jejaring sosial adalah lahan subur bagi predator untuk

melakukan kejahatan. Kita tidak akan pernah tahu apakah seseorang

yang baru dikenal remaja di internet menggunakan jati diri yang

sesungguhnya.

Berdasarkan kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

dampak positif dari media jejaring sosial adalah media sosial dapat

dijadikan sebagai tempat komunikasi, memperluas pertemanan,

membangun pertemanan menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan empati,

media untuk berbagi, media untuk mengembangkan diri, media untuk

mencari informasi, dan dapat dijadikan sebagai media untuk berpromosi.

(59)

43

membuat remaja atau pelajar menjadi malas belajar, membuat remaja lebih

mementingkan diri sendiri dan tidak peka terhadap lingkungan nyata di

sekitarnya, membuat malas berkomunikasi di dunia nyata, dan tingkat

pemahaman bahasa pun menjadi berkurang, membuat remaja mudah

meniru kata-kata yang tidak baik dan tidak sopan, membuat remaja mudah

terpapar dengan potensi kejahatan dan penipuan.

C. Kajian Tentang Intensitas Penggunaan Instagram

1. Pengertian Intensitas

Intensitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 428)

berasal dari kata intens yang berarti sangat kuat (berkaitan dengan

kekuatan), tinggi (berkaitan dengan mutu), intens menunjukkan sesuatu

yang penuh semangat, berkobar-kobar, bergelora dan sangat emosional.

Menurut Chaplin (2006: 254) dalam kamus lengkap psikologi, intensitas

(intensity) memiliki arti kekuatan suatu tingkah laku atau suatu pengalaman, seperti intensitas suatu reaksi emosional, kekuatan yang

mendukung suatu pendapat atau sikap. Berdasarkan pengertian dari

intens atau intensitas tersebut, maka dalam hal ini diambil kata kekuatan.

Kekuatan disini menerangkan seberapa sering media sosial instagram

dipakai oleh siswa untuk menampilkan foto baik foto pribadi, kegiatan,

dan lain sebagainya, selain itu juga seberapa sering siswa berkomunikasi

di media sosial instagram untuk membangun citra diri siswa kepada

Gambar

Gambar 1. Jalinan Citra Diri .................................................................
Gambar 1. Jalinan Citra Diri
Gambar 2. Paradigma Penelitian
Tabel 1. Kisi-Kisi Citra Diri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adakah pengaruh yang signifikan antara kemampuan kognitif dan intensitas belajar siswa terhadap prestasi belajar ekonomi pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 5

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dampak Penggunaan Jejaring Sosial Dalam Pembelajaran PKn Di Kelas XI SMA Negeri 17 Medan Semester Genap Tahun Pelajaran

Berdasarkan masalah di atas,dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Jejaring sosial facebook terhadap Karakter Nasionalisme Siswa Kelas XI IPS SMA

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas penggunaan instagram story oleh siswa MAN 1 Yogyakarta berpengaruh dengan tingkat kategori cukup terhadap self disclosure

Berdasarkan masalah di atas,dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Jejaring sosial facebook terhadap Karakter Nasionalisme Siswa Kelas XI IPS SMA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan antara motif afiliasi ditinjau dari intensitas penggunaan jejaring sosial pada remaja khususnya dalam penelitian

Hasil penelitian ini adalah: (1) konsep diri para siswa kelas XI SMA Stella Duce 1 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 adalah: 60 siswa (58%) memiliki konsep diri positif dan 44

Hal ini juga di pertegas dari hasil penelitian dikelas XI IPS 1 dan kelas XI IPS 2 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang mana citra tubuh yang dimiliki siswa menunjukkan kategori tinggi yang