PEWARNA ALAMI INSTAN DARI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) (SOLUSI KREATIF PENGADAAN SERBUK PEWARNA BATIK)
INSTANT NATURAL DYE FROM SOURSOP LEAF) (Annona muricata L.) (CREATIVE PROCUREMEN SOLUTION OF BATIK DYE)
Oleh, Sunoto NIM: 652008020
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
PEWARNA ALAMI INSTAN DARI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) (SOLUSI KREATIF PENGADAAN SERBUK PEWARNA BATIK)
INSTANT NATURAL DYE FROM SOURSOP LEAF) (Annona muricata L.) (CREATIVE PROCUREMEN SOLUTION OF BATIK DYE)
Sunoto *, Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc**, Dr. rer. nat. A. Ign. Kristijanto, M. S** *Mahasiswa Program Studi Kimi Fakultas Sain dan Matematika
**Dosen Pembimbing Program Studi Kimia Fakultas Sain dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
The objectives of this study are: Firstly, to produce natural dyes instant powder from soursop leaves as revealed by various boiling time and the addition of maltodextrin or without maltodextrin addition. Secondly, to determine the depth of shade of soursop leaves natural dye powder as revealed by different fixatives. Data were analyzed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 5 treatments and 5 replications. As the treatments are boiling time: 30, 45, 60, 75, and 90 minutes, respectively, while as the block is the time analysis. Data of natural dye powder with the maltodextrin additions were analyzed using 3x3 Factorial design with 3 replications. As the first factor is the boiling time consisted of three levels: 30, 60, and 90 minutes, respectively. Meanwhile, as the second factor is the maltodextrin additions which consisted of three concentrations: 10, 15, and 20%, respectively. The results of the study showed that the extraction of soursop leaf natural dyes powder yield without maltodextrin addition is 10.69 ± 1.77 grams with 60 minutes boiling time. While the addition of 20% maltodextrin produce natural dyes powder 95.88 ± 2.67 grams with 60 minutes boiling time. The use of “tunjung” as fixative on cotton produces the darkest color for all hues, while “kapur” and “alum” produce, more brighter color than tunjung.
Key words: Maltodextrin, Natural Dye, Powder, Sourso Leaf.
PENDAHULUAN
Batik merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, tehknologi maupun disainnya. Semula batik hanya di kenal di lingkungan keraton di Jawa dan di buat dengan sistem tulis sedangkan pewarna yang digunakan berasal dari alam baik tumbuh tumbuhan maupun binatang (Atikasari, 2005).
Menurut Sumasa, (2014) warna menjadi daya tarik tersendiri yang berperan penting dalam industri tekstil karena warna memiliki kekuatan dalam menciptakan keindahan dan suasana tertentu. Bahan pewarna yang banyak digunakan selama ini adalah bahan pewarna sintetis/buatan yang bersifat karsinogenik dan beresiko tinggi terhadap
kesehatan. Pewarna sintetis memang memiliki keunggulan dibandingkan pewarna alami yaitu komposisinya tetap, pilihan warnanya lebih bervariasi, penggunaannya jauh lebih mudah, hasil pewarnaan lebih cerah, tersedia untuk semua jenis serat dan pada umumnya tahan luntur. Menghadapi abad yang berorientasi lingkungan ini, kekhawatiran akan dampak lingkungan dari zat warna sintetik non degradable yang merusak dan menganggu kesehatan membangkitkan kembali pemakaian zat warna alami. Zat warna alami diyakini lebih aman dari pada zat warna sintetis karena sifatnya yang non karsinogen.
Menurut Wardah dan Setyowati, (1999 ) Proses penggunaan warna-warna alami dalam teknik batik ternyata sudah dilakukan oleh nenek moyang kita secara turun temurun sampai ditemukan warna sintetis yang dipandang praktis dan ekonomis. Lebih lanjut menurut Mukhlis (2011), sebagian besar pewarna alami dibuat dengan cara ekstraksi atau perebusan dan hasilnya masih dalam bentuk larutan. Bahan pewarna yang dihasilkan dalam bentuk larutan masih banyak kekurangannya diantaranya tidak tahan disimpan dalam waktu lama pada suhu kamar. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya jamur dan konsentrasi larutan tidak seragam, sehingga konsistensi warna sulit dicapai, dan dalam pendistribusiannya tidak praktis. Diharapkan dengan pembuatan bubuk atau serbuk zat warna alami lebih praktis digunakan dan lebih mudah untuk disimpan atau dikemas.
Menurut Suranto, (2011) Selama ini daun sirsak banyak digunakan sebagai bahan obat. Daunnya mengandung senyawa tanin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisin dan saponin. Kandungan tanin pada daun sirsak dapat dijadikan sebagai pewarna alami batik dengan kenampakan warna coklat.
Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau- bakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti akasia (Acacia sp)
ekaliptus (Eucalyptus sp.), pinus (Pinus sp), teh (Camellia sinensis) dan sebagainya (Risnasari, 2002 dalam Padmasari 2012).
maltodekstrin. Penambahan maltodekstrin untuk mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume.
Bahan dasar yang biasa digunakan untuk membuat batik terbuat dari serat alam (serat selulosa atau serat yang dihasilkan dari binatang). Serat selulosa mempunyai sifat yang higroskopis sehingga memungkinkan dapat menyerap zat warna dengan baik (Suheryanto, 2010). Mekanisme reaksi antara tannin dengan selulosa (kain mori) sebagai berikut:
Gambar 1. Reaksi antara tanin dengan selulosa kain mori (Suheryanto, 2010
termodifikasi)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan
1. Menghasilkan serbuk pewarna alami instan dari daun sirsak antar berbagai lama waktu perebusan dan penambahan maltodekstrin.
2. Menentukan ketuaan warna serbuk pewarna alami daun sirsak antar berbagai fiksatif (kapur, tawas dan tunjung).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Lingkungan, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana dari bulan Desember 2014 - Maret 2015.
Bahan
Bahan yang digunakan antara lain : Daun sirsak (Annona muricata L.) diperoleh dari Desa Pandean Magelang dan kain mori, sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah akuades, tunjung (FeSO4), tawas (KAl(SO4)2), kapur tohor (CaCO3) .
Piranti
Piranti yang digunakan antara lain neraca analitis OHAUS TAJ602, panci
Metode
Persiapan kain (mordanting) (Fitrihana, 2009)
Di buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air, lalu aduk hingga larut. Larutan di panaskan hingga 60ºC kemudian kain mori di masak dan di proses selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan (40 - 60ºC ). Setelah itu pemanasan dihentikan dan kain mori dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalam kain mori diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain mori yang telah dimordanting tersebut siap dicelup dengan larutan zat warna alam
Ekstraksi Pewarna Daun Sirsak (Nurhayati, 1997 dalam Mukhlis, 2011 ). Dimodifikasi
Ekstraksi serbuk pewarna daun sirsak tanpa penambahan maltodekstrin
200 gram daun sirsak yang telah dipotong kecil- kecil direbus pada suhu ± 1000 dengan air 1 liter (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) dihitung setelah air rebusan mulai mendidih. Ekstrak lalu disaring, filtrat kemudian dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan pada suhu ± 1000 C sampai kering kemudian dihaluskan dan diayak.
Ekstraksi serbuk pewarna daun sirsak dengan penambahan maltodekstrin
200 gram daun sirsak yang telah dipotong kecil- kecil direbus pada suhu ± 1000 dengan air 1 liter (30, 60, dan 90 menit) dihitung setelah air rebusan mulai mendidih. Ekstrak lalu disaring, filtrat kemudian ditambah dengan maltodekstrin 10%, 15% dan 20%. Filtrat dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan pada suhu ± 1000 C sampai kering kemudian dihaluskan dan diayak.
Pembuatan larutan fiksatif
Disiapkan 3 larutan fiksatif, yaitu tunjung 5%, tawas 5% dan kapur 5%. Masing-masing fiksator dilarutkan sampai homogen, didiamkan semalam kemudian disaring dan diambil filtratnya.
Pencelupan dalam larutan pewarna dan fiksatif (Handika (2002) dalam Mukhlis, 2011 ) dimodofikasi
anginkan hingga setengah kering. Pencelupan diulangi hingga 5 kali kemudian dikeringkan. Kain yang sudah diwarnai kemudian direndam dalam larutan fiksatif selama 10 menit kemudian dikeringkan.
Pengujian ketuaan warna dengan RGB (Padmasari, 2012)
Kain yang telah diwarnai dengan pewarna sebuk daun sirsak dan direndam dalam larutan fiksatif yang sudah dikeringkan, dipindai dengan scanner HP Deskjet 1515. Selanjutnya data hasil pindaian diproses dengan program MatLab 65 sehingga diperoleh data RGB.
ANALISA DATA
Data rendemen serbuk pewarna alami tanpa penambahan maltodekstrin dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah waktu perebusan, yaitu: (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Tanpa Maltodekstrin
Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun sirsak tanpa maltodekstrin berkisar antara 6,80 ± 1,433 sampai dengan 10,69 ± 1,765 (Tabel 1).
Tabel 1. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Tanpa Maltodekstrin antar Lama
Waktu Perebusan
( ẋ ± SE) Waktu Perebusan (Menit)
30 45 60 75 90
6,80 ± 1,433 8,79 ± 1,888 10,69 ± 1,765 9,59 ± 1,704 7,72 ± 1,325
(a) (bc) (d) (cd) (ab)
W = 1,3782
Keterangan : *w = BNJ 5 %
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh
huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 dan tabel 3.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada lama waktu perebusan 60 menit tanpa penambahan maltodekstrin diperoleh rendemen serbuk daun sirsak yang tertinggi (10,69 ± 1,77 gram) sedangkan pada perebusan 75 menit dan 90 menit hasil serbuk daun sirsak menurun. Penurunan rendemen serbuk daun sirsak pada menit ke 75 dan 90 terkait dengan konsentrasi padatan terlarut dalam ekstrak daun sirsak rendah sedangkan air yang menguap banyak pada waktu perebusan sehingga terjadi penyusutan bobot (Sembiring, 2009 dalam Kembaren dkk, 2013).
Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Antar Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin
Tabel 2. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Antar Berbagai Konsentrasi
Maltodekstrin
Maltodekstrin
( ẋ ± SE) M1 (10) M2 (15) M3 (20)
50,196 ± 1,365 72,482 ± 1,455 90,106 ± 5,501
W = 0,8064
(a) (b) (c)
Dari Tabel 2 tampak rendemen daun sirsak meningkat sejalan dengan konsentrasi penambahan maltodekstrin. Perolehan rendemen serbuk daun sirsak tertinggi sebesar 90,11 ± 5,50 gram dengan penambahan maltodekstrin 20%. Rendemen serbuk yang diperoleh dengan penambahan maltodekstrin 20% lebih tinggi dari pada penambahan maltodekstrin 10% dan 15%. Peningkatan rendemen dipengaruhi oleh banyaknya jumlah maltodesktrin yang ditambahkan, karena semakin banyak maltodekstrin akan semakin besar total padatan yang diperoleh (Endang dan Prasetyastuti, 2010 dalam Tama, dkk., 2012)
Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Antar Berbagai Lama Waktu Perebusan
Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun sirsak antar berbagai lama waktu perebusan berkisar antara 67,176 ± 11,257 sampai dengan 73,726 ± 14,850 (Tabel 3).
Tabel 3. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Antar Berbagai
Lama Waktu Perebusan
Waktu
( ẋ ± SE) W1 (30) W2 (60) W3 (90)
67,176 ± 11,257 73,726 ± 14,850 71,882 ± 14,269
(a) (b) (b)
W = 2,944
60 menit. Kemungkinan dalam perebusan 90 menit telah terjadi penuntasan zat warna sehingga serbuk pewarna yang dihasilkan sama, (Prayitno dan Nurimaniwati, 2003).
Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Hasil Interaksi Penambahan Maltodekstrin dan Lama Waktu Perebusan
Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun hasil interaksi penambahan maltodekstrin dan lama waktu perebusan berkisar antara 48,99 ± 2,108 sampai dengan 95,883 ± 2,665 (Tabel 4).
Tabel 4. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Hasil Interaksi
Penambahan Maltodekstrin dan Lama Waktu Perebusan
Waktu (Menit) Maltodekstrin (%)
( ẋ ± SE) M1 (10) M2 (15) M3 (20)
W1 (30) 48,99 ± 2,108 (a) 70,90 ± 3,041 (a) 81,64 ± 12,369 (a)
W = 5,098 (a) (b) ( c )
W2 (60) 51,377 ± 5,071 (a) 73,917 ± 3,476 (a) 95,883 ± 2,665 (b)
W = 5,098 (a) (b) ( c )
W3 (90) 50,223 ± 4,611 (a) 72,63 ± 4,978 (a) 92,793 ± 8,057 (b)
W = 5,098 (a) (b) ( c )
W = 5,098 W = 5,098 W = 5,098
Keterangan : * w = BNJ 5 %
* Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama baik pada lajur maupun baris menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketuaan warna kain mori dengan pewarna instan daun sirsak
Rataan ketuaan warna (±SE) kain mori hasil pewarnaan dengan pewarna instan daun sirsak antar berbagai fiksatif yang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey berkisar antara 0,5425 ± 0,0101 sampai dengan 1,0000 ± 0,0000. Nilai RGB dan Grey kecil menunjukkan warna kain mori tua atau gelap, sebaliknya Nilai RGB dan Grey besar menunjukkan kain mori berwarna muda atau terang (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan Ketuaan Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Dengan Pewarna
Alami Instan Daun Sirsak antar Berbagai Jenis Fiksatif
Jenis Fiksatif
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan ketuaan warna yang sama, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna.
Tabel 5, menunjukkan kain mori dengan ketuaan warna yang paling gelap
Gambar 2. Diagram Batang Rataan Ketuaan Warna Kain Mori Hasil Pewarnaan serbuk
pewarna alami daun sirsak antar Berbagai Jenis Fiksatif.
Keterangan : R = Red/merah, G = Green /hijau, B = Blue/biru dan Gr = Grey/abu-
abu.
Dari Gambar 2, kain mori dengan pewarnaan pewarna instan daun sirsak yang difiksatif tunjung memberikan warna yang paling gelap dari hasil reaksi antara tanin dengan ion logam Fe2+ (tunjung) menghasilkan ion kompleks, garam ini terbentuk karena ikatan kovalen koordinasi antara ion logam dengan ligannya (Taofik dkk., 2010 dalam Padmasari 2012). Kain mori dengan fiksatif kapur (Ca2+) dan tawas (Al3+) menghasilkan warna yang lebih terang dari pada fisatif tunjung, karena reaksi antara ion logam (Ca2+ dan Al3+) dengan tanin tidak membentuk ion kompleks, melainkan ikatan ionik (Padmasari 2012). Menurut Gitopadmojo (1978 dalam Ruwana, 2008) auksokrom
dalam tannin akan berikatan lebih baik dengan serat kain apabila didukung dengan adanya garam-garam kompleks.
Tabel 6. Data Panjang Gelombang Maksimum Serapan UV-Cahaya Tampak Ekstrak Tanin dengan Penambahan Berbagai Fiksatif
λ Ekstrak (E)
kapur (Kp)
tawas (Tw)
Tunjung
(Tu) E+kp E+tw E+Tu
370 0,604 0,463 -0,038 0,467 -0,013 -0,016 0,030 385 1,189 0,420 0,086 1,366 0,445 0,552 0,779 390 1,213 0,423 0,089 1,587 0,472 0,602 0,896 395 1,192 0,422 0,089 1,730 0,475 0,600 0,927
400 1,146 0,419 0,088 1,745 0,466 0,583 0,922 430 0,870 0,418 0,081 1,294 0,396 0,468 0,735 450 0,736 0,419 0,078 1,154 0,336 0,413 0,617 470 0,654 0,416 0,074 1,087 0,272 0,341 0,523 490 0,601 0,413 0,071 1,032 0,220 0,269 0,451 510 0,561 0,408 0,068 0,986 0,189 0,216 0,398 530 0,529 0,405 0,066 0,948 0,17 0,182 0,353 550 0,504 0,402 0,064 0,913 0,157 0,161 0,322 570 0,387 0,38 0,034 0,445 0,044 0,062 0,118 590 0,462 0,398 0,059 0,813 0,131 0,128 0,277 610 0,450 0,396 0,056 0,783 0,120 0,117 0,264 630 0,439 0,395 0,054 0,746 0,107 0,107 0,253 650 0,429 0,393 0,052 0,713 0,096 0,099 0,244 670 0,420 0,392 0,050 0,682 0,084 0,091 0,234 700 0,410 0,391 0,047 0,639 0,072 0,083 0,220 Pada Tabel 6 ekstrak tanin dengan penambahan fiksatif kapur memiliki titik
Gambar 3. Serapan UV- Cahaya Tampak Ekstrak Tanin dengan Penambahan Berbagai
Fiksatif
Dari Gambar 3 terlihat bahwa terjadi pergeseran panjang gelombang
maksimum menuju panjang gelombang yang lebih panjang sehingga terjadi efek
batokromik dan penurunan intensitas serapan (efek hipokromik) pada ekstrak tanin dengan penambahan fiksatif kapur, tawas dan, tunjung dibandingkan dengan ekstrak tannin (Gambar 4).
Ko Tu Kp Tw
Gambar 4. Hasil Pewarnaan Kain Mori dengan Pewarna Instan Daun Sirsak antar
Berbagai Fiksatif
Dari hasil sepektrofotometri UV-Vis di atas jika dibandingkan dengan penelitian Basofi (2015), untuk penambahan fiksatif tunjung dalam ekstrak tanin diperoleh hasil yang sama yaitu penambahan tunjung menyebabkan efek batokromik disertai efek
hiperkromik sehingga warna yang dihasilkan paling gelap. Sebaliknya diperoleh hasil yang berbeda pada penambahan fiksatif kapur dan tawas yaitu warna yang dihasilkan lebih terang dan urutan hasil ketuaan warna adalah sebagai berikut: Tunjung > Kapur >Tawas.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Rendemen pewarna serbuk alami daun sirsak tanpa penambahan maltodekstrin tertinggi sebesar 10,69 ± 1,77 gram dengan lama perebusan 60 menit. Sedangkan dengan penambahan maltodekstrin diperoleh serbuk rendemen pewarna alami daun sirsak tertinggi sebesar 95,883 ± 1,808 gram dihasilkan pada penambahan 20% maltodekstrin dan lama waktu pemanasan 60 menit 2. Kain mori dengan pewarnaan serbuk alami daun sirsak yang difiksasi tunjung
menunjukkan ketuaan warna yang paling gelap diikuti dengan fiksatif kapur dan tawas. Fiksatif tunjung menunjukkan ketuaan warna yang paling gelap untuk semua rona. Untuk rona hijau pada fiksatif kapur dan tawas menunjukkan ketuaan warna yang sama.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbaikan teknologi pembuatan sediaan dan standarisasi kandungan tannin.
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
Atikasari, A., 2005. Kualitas Tahan luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa Pekalongan. Universitas Negeri Semarang Press. Semarang
Basofi, Ibnu, 2015. Limbah Teh Melati Sebagai Pewarna Alami Kain Batik (Pengaruh Jenis Fisatif Terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana
Fitrihana, S. T., 2009. Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil, Jurusan PKK FT UNY.
Kembaren, R. B., S. Putriliniar., N. N. Maulana. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Serbuk Nano Pigmen dari Daun Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. F). Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Mukhlis, 2011. Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Kulit Batang Jamblang (Syzygium cumini) Sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil, FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh.
Padmasari, A. Kumala, 2012. Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis (Pengaruh Jenis Fiksatif terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana
Prayitno, E,. K., dan Nurimaniwati, 2003. Proses Ekstraksi Bahan Pewarna Alam Dari Limbah Kayu. Puslitballg Tekllologi Maju, Batan, Yogyakarta.
Ruwana, Iftitah, 2008. Pengaruh Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna pada Proses Pencelupan Kain Kapas dengan Menggunakan Zat Warna dari Limbah Kayu Jati. Teknologi dan Kejuruan. Vol. 31, No. 1
Steel, R. G. D. dan J. H. Torie, 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia. Jakarta.
Suheryanto, Dwi, 2010. Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik Katun dengan Iring Kapur. Balai Besar Kerajinan Batik
Sumasa, T. T. L., 2014. Limbah Kulit Biji Coklat (Theobroma Cacao Linn.)Sebagai Pewarna Alami Kain Mori dan Sutra (Pengaruh Jenis Fiksatif Terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah Dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana
Suranto, A. (2011). Dahsyatnya Sirsak tumpas penyakit. Pustaka Bunda, Jakarta.
Tama, B. J., Sri, K. dan Arie, F. M., 2012. Studi Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E.Br.) (Kajian Konsentrasi dan MgCO3). Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB.
Untuk memenuhi kebutuhan zat
warna alami perlu dicari alternatif zat warna
yang murah dan ramah lingkungan. Salah
satunya adalah dengan memanfaatkan
daun sirsak yang banyak tumbuh di sekitar
kita sebagai sumber pewarna alami.
Bahan yang digunakan antara lain :
Daun sirsak (Annona muricata L.) diperoleh
dari Desa Pandean Magelang. Sedangkan
bahan kimiawi yang digunakan adalah
akuades, dan maltodekstrin
Piranti yang digunakan antara lain :
neraca analitik, panci stainless steel,
kompor, dan oven.
Ekstraksi Pewarna Daun Sirsak
(Nurhayati,1997 dalam [4]) dimodifikasi
200 gram daun sirsak yang telah
dipotong kecil- kecil direbus dengan air 1
liter (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) dihitung
setelah air rebusan mendidih. Ekstrak lalu
disaring, filtrat kemudian dimasukkan ke
dalam oven lalu dipanaskan pada suhu ±
1000 C sampai kering kemudian dihaluskan
dan diayak.
200 gram daun sirsak yang telah
dipotong kecil- kecil direbus dengan air 1
liter (30, 60, dan 90 menit) dihitung setelah
air rebusan mendidih. Ekstrak lalu disaring,
dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan
pada suhu ± 1000 C sampai kering
kemudian dihaluskan dan diayak.
Analisa Data
Data rendemen serbuk pewarna
alami tanpa penambahan maltodekstrin
dianalisis dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) ,5 perlakuan dan 5 kali
ulangan. Sebagai perlakuan adalah waktu
perebusan, sedangkan sebagai kelompok
adalah waktu analisa.
Data rendemen serbuk pewarna
alami dengan penambahan maltodekstrin
dianalisis dengan Rancangan Perlakuan
Faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan.
Sebagai faktor pertama adalah lama
pemanasan yang terdiri dari 3 aras waktu
yaitu: 30, 60, dan 90 menit. Sedangkan
sebagai faktor kedua adalah penambahan
maltodekstrin yang terdiri dari 3 konsentrasi
yaitu: 10, 15, dan 20 %. Untuk menguji
Penurunan rendemen serbuk daun sirsak
pada menit ke 75 dan 90 terkait dengan
dikeringkan, air yang menguap banyak
sehingga terjadi penyusutan bobot
(Sembiring, 2009 dalam [6].).
Dari Tabel 2 tampak rendemen
daun sirsak meningkat sejalan dengan
konsentrasi penambahan maltodekstrin.
Perolehan rendemen serbuk daun sirsak
tertinggi sebesar 90,11 ± 5,50 gram
dengan penambahan maltodekstrin 20%.
Rendemen serbuk yang diperoleh dengan
penambahan maltodekstrin 20% lebih
tinggi dari pada penambahan maltodekstrin
10% dan 15%, hal ini terkait dengan
peningkatan jumlah padatan terlarut akibat
penambahan konsentrasi maltodekstrin
yang lebih tinggi. (Sembiring, 2009 dalam
[6].).
Telaah lebih lanjut dari Tabel 3
terlihat bahwa lama waktu perebusan 60
menit akan meningkatkan jumlah serbuk
pewarna yang dihasilkan, tetapi pada
perebusan yang lebih tinggi (90 menit)
serbuk pewarna yang dihasilkan bobot
sama dengan perebusan 60 menit.
Kemungkinan dalam perebusan 90 menit
telah terjadi penuntasan zat warna
sehingga serbuk pewarna yang dihasilkan
sama. [7].
Lebih lanjut dari Tabel 4 terlihat
rataan rendemen pewarna (gram ± SE)
serbuk daun sirsak hasil Interaksi
penambahan maltodekstrin dan lama waktu
perebusan yaitu sebagai berikut: Dalam
setiap lama waktu perebusan maka
rendemen pewarna serbuk daun sirsak
meningkat sejalan dengan peningkatan %
penambahan maltodekstrin. Sebaliknya
dalam penambahan maltodekstrin 10% dan
sejalan dengan peningkatan lama waktu
perebusan dari 30 menit – 90 menit.
Namun, pada penambahan 20%
maltodekstrin maka bobot rendemen
serbuk pewarna daun sirsak meningkat
pada lama waktu perebusan 60 menit dan
sama dengan pada lama perebusan 90
menit. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
rendemen pewarna serbuk daun sirsak
yang optimum adalah 95,88 ± 2,67 gram
pada lama perebusan 60 menit dan
penambahan maltodekstrin 20%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat disimpulkan:
1. Rendemen pewarna serbuk alami
daun sirsak tanpa penambahan
maltodekstrin sebesar 10,69 ± 1,77
maltodekstrin 20% rendemen
pewarna serbuk diperoleh sebesar
90,11 ± 5,50 gram yang lebih tinggi
dari pada penambahan
maltodekstrin 10% dan 15%.
3. Rendemen serbuk pewarna alami
daun sirsak hasil interaksi
penambahan maltodekstrin dan
lama waktu perebusan sebesar
95,88 ± 2,67 gram dihasilkan pada
DAFTAR RUJUKAN
[1] Primariesta, Rizky 2013.Potensi Punica
granatum Dalam Proses Pewarnaan
Alami Batik Sebagai Solusi
[3] Fitrihana, S.T, 2009. Teknik Eksplorasi
Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di
Sekitar Kita Untuk Pencelupan
Bahan Tekstil, Jurusan PKK FT
Prinsip Dan Prosedur Statistika
Suatu Pendekatan Biometrik.
grandis Linn. F) Prosiding Semirata
FMIPA Universitas Lampung.
[7]. Prayitno, Endro Kismolo dan
Nurimaniwati, 2003. Proses
Ekstraksi Bahan Pewarna Alam
Tabel 1. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Tanpa Maltodekstrin antar Lama Waktu
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 2. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Antar Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin
Maltodekstrin
( ẋ ± SE) M1 (10) M2 (15) M3 (20)
50,196 ± 1,365 72,482 ± 1,455 90,106 ± 5,501
(a) (b) (c)
W = 0,8064
Tabel 3. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Antar Berbagai Lama
Waktu Perebusan
Tabel 4. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Hasil Interaksi
Penambahan Maltodekstrin dan Lama Waktu Perebusan
Waktu (Menit) Maltodekstrin (%)