• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pengendalian inti pada organisasi religius : studi kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem pengendalian inti pada organisasi religius : studi kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta."

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

xvii

ABSTRAK

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen, level, dan penerapan sistem pengendalian inti pada organisasi nirlaba, khususnya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini ingin melihat komponen sistem pengendalian inti di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta berdasarkan komponen sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983). Data diperoleh dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan pengkodean berbuka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen sistem pengendalian inti adalah perencanaan, operasi, pengukuran dan evaluasi lisan. Penerapan sistem pengendalian inti paroki yang terdiri dari perencanaan yaitu pembuatan program kerja dan penyusunan anggaran, operasi yaitu proses pelaksanaan program kerja, pengukuran yaitu pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) dan laporan keuangan, dan evaluasi lisan atas kegiatan yang telah dilakukan. Sistem pengendalian inti menurut sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983) berada pada level ketiga karena belum memberikan reward dan punishment

(2)

xviii

ABSTRACT

CORE CONTROL SYSTEM IN RELIGIOUS ORGANIZATION A Case Study at Santo Albertus Agung Parish Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2012

This research was aimed to describe the component, level, and application of core control system in non profit organization, especially at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta.

This research was a qualitative-desciptive method in nature. Further, this research tried to figure out the component of core control system at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta based on the component of core control system of Eric G. Flamholtz (1983). The data was obtained by conducting interviews and documentation. The technique of data analysis was open coding.

(3)

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Rupina Tatah NIM: 082114110

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Rupina Tatah NIM: 082114110

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

(5)
(6)
(7)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Sedetikpun hidup ini tak boleh lepas dari Dia Sang Pemberi Hidup. Kebahagiaan sejati adalah bila hidup bisa melakukan sesuatu untuk orang lain demi kebaikan dan perkembangannya.

Jika kita tidak bisa memberikan harta benda kepada orang yang membutuhkan, janganlah merasa kecewa sebab setiap orang pasti punya hati untuk orang lain.

(8)
(9)
(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan penyertaan serta inspirasi yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS, Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung

Jetis Yogyakarta”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, doa dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. H. Herry Maridjo, M.Si.

3. Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Drs. YP. Supardiyono, M.Si.,Akt.,QIA.

(11)

viii

5. Dr. FA. Joko Siswanto, M.M.,Akt.,QIA selaku Dosen Penguji yang sangat teliti dalam memberi masukan dalam revisi skripsi ini.

6. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, MM., Akt selaku Dosen Pembimbing Akademik yang penuh perhatian.

7. Rm. Antonius Wahadi Martaatmaja, Pr, Rm. Agustinus Nunung Wuryantoko, Pr, Bapak FX. Sarwono, Vinsensia Umi Taj’Riyatun Khasanah (Mbak Ira), Stela Maris Rani Paramita (Mbak Mita), Bapak Engelbertus Wuryono, Bapak Erasmus Eri Suprobo, Fransiskus Xaverius Dani Talogo (Mas Dani), Bapak Thomas Moor DJumeri dan seluruh keluarga besar Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

8. Keluarga besar Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat penulis bisa mendapat informasi dan refrensi.

9. Pegawai Sekretariat Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang membantu penulis dalam urusan penelitian.

10. Pemimpin dan Dewan Pimpinan Kongregasi SMFA Pontianak yang telah memberi kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk belajar dan menimba pengetahuan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

11. Para Suster anggota Kongregasi SMFA Pontianak, khususnya para Suster SMFA di komunitas Yogyakarta, yang telah memberikan dukungan melalui doa dan perhatian.

(12)
(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... x

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xv

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xvi

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Organisasi Sektor Publik ... 9

(14)

xi

2. Area Organisasi Sektor Publik ... 10

3. Organisasi Nirlaba ... 11

4. Organisasi Gereja ... 13

B. Akuntasi ... 16

1. Akuntansi Keuangan Sektor Publik ... 17

2. Akuntansi Paroki ... 18

C. Penganggaran Sektor Publik ... 23

D. Sistem Pengendalian Intern ... 27

1. Perspektif Sistem Pengendalian ... 27

2. Sistem Pengendalian Inti (Core Control System) ... 28

3. Berbagai Susunan dari Elemen Sistem Pengendalian Inti (Core Control System) ... 30

4. Sistem Pengendalian Internal Paroki ... 32

E. Struktur Organisasi sebagai Komponen Pengendalian ... 33

1. Unsur Sistem Pengendalian Intern ... 35

2. Lingkungan Organisasi (Control Environment)... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Unit Penelitian ... 39

1. Lokasi Penelitian ... 39

2. Waktu Penelitian ... 39

3. Obyek Penelitian ... 39

(15)

xii

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Metode Wawancara (Interview) ... 40

2. Metode Dokumentasi ... 40

D. Data ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 41

F. Keabsahan Data ... 42

1. Menemukan Siklus Kesamaan Data... 42

2. Pengecekan Melalui Diskusi ... 42

3. Kecukupan Referensi ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI ... 43

A. Sejarah Berdirinya Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis ... 43

B. Lokasi Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis ... 47

C. Pengelompokan Umat ... 48

1. Lingkungan ... 48

2. Wilayah ... 49

3. Kelompok Kategorial ... 50

4. Paroki Administratif St. Alfonsus Nandan... 51

5. Paroki St. Albertus Agung Jetis ... 51

D. Tata Penggembalaan ... 51

1. Dewan Paroki ... 53

2. Dewan Paroki terdiri dari ... 53

3. Tim Kerja ... 54

(16)

xiii

1. Skema ... 58

2. Uskup dan Vikep ... 59

F. Wewenang dan Tanggung Jawab ... 59

G. Tugas Dewan Paroki ... 59

1. Tugas Umum Dewan Paroki ... 59

2. Tugas Dewan Harian ... 60

3. Tugas Dewan Inti ... 60

4. Tugas Dewan Pleno... 61

5. Tugas Ketua ... 61

6. Tugas Wakil Ketua I ... 62

7. Tugas Wakil Ketua II ... 63

8. Tugas Sekretaris I ... 64

9. Tugas Sekretaris II ... 64

10. Tugas Bendahara I... 65

11. Tugas Bendahara II ... 66

H. Harta Benda dan Keuangan Paroki ... 66

1. Pengelolaan Harta Benda ... 66

2. Keuangan... 68

3. Pengurus Gereja dan Papa Miskin ... 68

4. Keanggotaan Pengurus Gereja dan Papa Miskin ... 69

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 70

(17)

xiv

1. Komponen Perencanaan ... 70

2. Komponen Pengoperasian ... 80

3. Komponen Pengukuran ... 93

4. Komponen Evaluasi-Penghargaan ... 103

B. Level Sistem Pengendalian Inti Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta ... 112

BAB VI PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Keterbatasan Penelitian ... 126

C. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128

LAMPIRAN ... 130

A. Daftar Nama Informan ... 131

B. Pedoman Wawancara ... 132

C. Pengkodean ... 137

D. Pengkategorian ... 182

(18)

xv

DAFTAR TABEL

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema Sistem Pengendalian Organisasi ... 28 Gambar 2. Model Skema Sistem Pengendalian Inti ... 30 Gambar 3. Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen

Sistem ... 32 Gambar 4. Struktur Organisasi dari Perusahaan Perumahan

Metropolitan ... 35 Gambar 5. Skema Dewan Paroki St. Albertus Agung Jetis ... 57 Gambar 6. Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen

(20)

xvii

ABSTRAK

SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS Studi Kasus pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen, level, dan penerapan sistem pengendalian inti pada organisasi nirlaba, khususnya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini ingin melihat komponen sistem pengendalian inti di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta berdasarkan komponen sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983). Data diperoleh dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan pengkodean berbuka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen sistem pengendalian inti adalah perencanaan, operasi, pengukuran dan evaluasi lisan. Penerapan sistem pengendalian inti paroki yang terdiri dari perencanaan yaitu pembuatan program kerja dan penyusunan anggaran, operasi yaitu proses pelaksanaan program kerja, pengukuran yaitu pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) dan laporan keuangan, dan evaluasi lisan atas kegiatan yang telah dilakukan. Sistem pengendalian inti menurut sistem pengendalian inti Eric G. Flamholtz (1983) berada pada level ketiga karena belum memberikan reward dan punishment

(21)

xviii

ABSTRACT

CORE CONTROL SYSTEM IN RELIGIOUS ORGANIZATION A Case Study at Santo Albertus Agung Parish Jetis Yogyakarta

Rupina Tatah NIM: 082114110 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2012

This research was aimed to describe the component, level, and application of core control system in non profit organization, especially at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta.

This research was a qualitative-desciptive method in nature. Further, this research tried to figure out the component of core control system at Santo Albertus Agung Parish, Jetis Yogyakarta based on the component of core control system of Eric G. Flamholtz (1983). The data was obtained by conducting interviews and documentation. The technique of data analysis was open coding.

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan

dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik

yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur

dengan hukum (Mohamad Mahsun dkk., 2007:11). Setiap organisasi pasti

mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat

bervariasi tergantung pada tipe organisasi. Ada empat jenis tipe organisasi,

yaitu : (1) pure-profit organization, (2) quasi-profit organization, (3) quasi

nonprofit organization dan (4) pure-nonprofit organization. Dari keempat tipe ini yang merupakan area organisasi sektor publik adalah yang kedua,

ketiga dan keempat. Tidak selalu mudah untuk membedakan mana

sebenarnya yang merupakan area atau wilayah dari sektor publik ini. Kita

bisa membedakannya dengan melihat tujuan operasi dan sumber

pendanaannya. Mahsun dkk., membedakan antara organisasi sektor publik

dan organisasi nirlaba dalam pembahasannya. Dilihat dari tipe organisasi,

organisasi sektor publik mempunyai cakupan yang lebih luas. Di sana

masih terlihat grey area yang sulit dibedakan wilayah profit dan nonprofit.

Maka kita akan melihat pengertian dari organisasi nirlaba (nonprofit)

secara terpisah.

Organisasi nirlaba atau organisasi nonprofit merupakan salah satu

(23)

Organisasi nirlaba memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut : (1) memperoleh sumber daya dari sumbangan anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut, (2) menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba dan (3) tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis. Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu entitas pemerintahan dan entitas nirlaba nonpemerintah (Mahsun dkk., 2007: 215). Contoh organisasi nirlaba nonpemerintah antara lain Organisasi Partai Politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Yayasan, Organisasi Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah), Organisasi Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil) (Indra Bastian, 2006: 3).

(24)

menolong sehingga muncul istilah Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM). Dalam relasinya dengan sesama, umat Allah ini ada aksi saling berbagi yang terwujud dalam pemberian kolekte. Karena ada dana masuk dan keluar maka perlu pengelolaan yang transparan.

Akuntansi merupakan alat potret bagi pengelolaan ini. Transaksi masuk dan keluar direkam melalui pencatatan dan pengolahan lebih lanjut sampai menghasilkan laporan keuangan yang merupakan alat pertanggungjawaban kepada organisasi Gereja dan kepada umat. Akuntansi saja tidak cukup, karena dalam pengelolaan keuangan perlu suatu perencanaan yang dikonretkan dalam pembuatan anggaran. Pengolahan akuntansi dan penganggaran dilakukan orang-orang dalam oraganisasi tersebut yang tidak luput dari ketidaksempurnaan maka perlu

control system atau sistem pengendalian.

(25)

yang hidup dalam batas-batas wilayah tertentu yang dipercayakan kepada seorang Uskup dan pembantu-pembantunya dalam imamat”(Heuken dkk., 1975: 130). Keuskupan dibagi lagi menjadi wilayah yang lebih kecil yang disebut paroki. Menurut Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang (PDDP KAS 2004, pasal 4: 1), Paroki adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu yang sudah memiliki Pastor Kepala, yang berdomisili di parokinya sendiri, dalam KAS, (2008 : 7).

Paroki-paroki di KAS sudah mulai mencoba mengelola keuangan mereka dengan alat olahan yakni akuntansi. Akuntansi tidak terlepas dari penganggaran dan sistem pengendalian (control system). Ketiga hal tersebut, yaitu: akuntansi, penganggaran dan sistem pengendalian merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ketiga hal ini merupakan unsur penting yang membentuk sistem pengendalian inti dalam suatu organisasi. Maka penulis mengangkat judul ”SISTEM PENGENDALIAN INTI PADA ORGANISASI RELIGIUS, Studi

(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran singkat latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui:

1. Apa saja komponen sistem pengendalian inti Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta?

2. Bagaimana penerapan sistem pengendalian inti pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta?

3. Pada level berapakah sistem pengendalian inti Paroki Santo Albetus Agung Jetis Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komponen sistem pengendalian inti dan penerapannya pada Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui level atau tingkatan sistem pengendalian inti pada

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keuskupan Agung Semarang (KAS)

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan informasi mengenai sistem pengendalian inti yang ada di paroki-paroki di KAS sehubungan dengan penerapan akuntansi dan tata kelola keuangan paroki.

(27)

Diharapkan bisa menjadi tambahan informasi yang berguna untuk mengevaluasi pada level berapa dan bagaimana sistem pengendalian inti yang diterapkan di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. 3. Bagi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan perbendaharaan pustaka di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan penerapan sistem pengendalian inti pada organisasi nirlaba terutama paroki (gereja).

4. Bagi Penulis

(28)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan penelitian ini terdiri dari : Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Pada bab ini memuat teori-teori yang dijadikan dasar untuk penelitian, pembahasan serta sebagai dasar dan acuan untuk mengolah data, yaitu organisasi sektor publik, akuntansi, penganggaran sektor publik, sistem pengendalian dan struktur organisasi sebagai komponen pengendalian.

Bab III Metode Penelitian

Dalam bab ini memuat Jenis penelitian, unit analisis, teknik pengumpulan data, data, teknik analisis data, dan teknik pengujian keabsahan data.

Bab IV Gambaran Umum Organisasi

(29)

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini membahas data yang diperoleh dari informan, analisis data, dan hasil penelitian.

Bab VI Penutup

(30)

9 BAB II LANDASAN TEORI

A. Organisasi Sektor Publik

Di setiap negara, cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama.

Area organisasi sektor publik bahkan sering berubah-ubah tergantung pada

kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di suatu negara. Di

Indonesia, berbagai organisasi yang termasuk dalam cakupan sektor publik

antara lain pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, sejumlah perusahaan di

mana pemerintah mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi bidang

kesehatan, organisasi bidang pendidikan, dan organisasi-organisasi massa.

Jadi perlu ditegaskan bahwa organisasi sektor publik bukan hanya organisasi

sosial, organisasi nonprofit, dan juga bukan hanya organisasi pemerintahan.

1. Pengertian Organisasi Sektor Publik

Sebelum membahas mengenai organisasi sektor publik, kita perlu

mengetahui pengertian tentang organisasi itu sendiri. Menurut Mohamad

Mahsun dkk., (2007: 1), organisasi adalah sekelompok orang yang

berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai

tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Setiap

organisasi memerlukan manajemen yang baik agar bisa mencapai tujuan.

Jadi ada tiga unsur penting terdapat dalam pengertian tersebut yakni:

sekelompok orang, bekerja sama dan mencapai tujuan. Secara garis besar

kita mengenal dua jenis organisasi yakni organisasi profit yakni yang

(31)

organisasi nonprofit yang biasa dikenal dengan organisasi sektor publik. Dalam hal ini kita akan fokus pada organisasi sektor publik.

Menurut Mohamad Mahsun dkk. (2007: 11), ”Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum”.

Indra Bastian (2006: 3) menyatakan definisi organisasi sektor publik adalah sebagai berikut:

Organisasi sektor publik adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti: Organisasi Pemerintah Pusat, Organisasi Pemerintah Daerah, Organisasi Partai Politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Yayasan, Organisasi Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah), Organisasi Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil).

2. Area Organisasi Sektor Publik

(32)

investor pemerintah, investor swasta, dan kreditur. Pure nonprofit organization bertujuan menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud utama untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, hibah, sumbangan, penjualan aset negara. Organisasi nirlaba termasuk dalam area organisasi sektor publik

pure nonprofit organization (Mohammad Mahsun dkk., 2007: 12).

3. Organisasi Nirlaba

(33)

gilirannya pendapatan tersebut digunakan untuk merealisasikan tujuan organisasi. Hal ini perlu ditegaskan bahwa pemupukan laba bukanlah tujuan akhir yang hendak dicapai. Pencarian laba merupakan salah satu bagian dari usaha untuk menggalang dana bagi kelangsungan hidup organisasi. ”Organisasi nirlaba adalah organisasi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan” (Mohammad Mahsun dkk.2007: 215).

Menurut Pedoman Standar Akuntansi Keuangan No. 45 (PSAK 45, paragraf 01) Organisasi nirlaba memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

a. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut.

b. Menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan jika suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.

(34)

”Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu entitas pemerintahan dan entitas nirlaba nonpemerintah” (Mohamad Mahsun dkk., 2007: 215).

4. Organisasi Gereja

Definisi Gereja dalam Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang (PDDP-KAS) adalah umat Allah yang mencakup seluruh umat beriman kristiani dengan segala bentuk panggilannya, baik sebagai awam, religius (biarawan-biarawati), ataupun klerus. Mereka semua membentuk satu persekutuan umat beriman yang mengemban tugas perutusan Gereja sebagai tanda dan sarana kehadiran persekutuan ilahi bagi umat manusia. Gereja yang diutus tersebut adalah gereja yang terdiri atas macam-macam fungsi, kharisma, dan karunia yang semuanya dimaksudkan oleh Allah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembagunan tubuh Kristus (PDDP-KAS, 2004: 4-6). Gereja sebagai umat Allah memiliki pengelompokan umat. Pengelompokan umat tersebut terdiri dari Lingkungan, Wilayah, Stasi, Kelompok Kategorial, Koordinasi Kategorial, Paroki, Paroki Katedral, Kevikepan, Keuskupan (PDDP-KAS, 2004: 11-13).

(35)

Paroki-paroki dapat dikategorikan sebagai organisasi nirlaba karena memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya dari sumbangan para anggota (umat) dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari paroki tersebut. Jika dilihat dari sudut badan hukumnya, paroki-paroki merupakan yayasan gerejawi karena didirikan berdasarkan Stichtingbrief kerk en armbestuur (Surat Yayasan Gerejawi) atau Oprichtingsbrief kerk en armbestuur (Surat Pendirian Gereja), yaitu atas nama Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM). Karena paroki merupakan organisasi nirlaba dan juga merupakan yayasan gerejawi, maka paroki juga termasuk organisasi sektor publik (Mohamad Mahsun, dkk., 2007: 239).

Paroki (yang dalam hal ini termasuk Paroki Administratif, Stasi, Wilayah, Lingkungan, Kelompok Kategorial dan Unit Karya di Paroki) sebagai salah satu organisasi gereja mempunyai karakteristik berbeda dengan organisasi yang lain (bdk. PDDP KAS 2004, pasal 1-6). Perbedaan tersebut terutama terletak pada :

a. Kepemilikan

(36)

dalam segala aspek pengelolaannya harus tunduk Hukum gereja dan keputusan Uskup sebagai representatif gereja (Constitutio Apostolica

“Quod Cristus” 3 Januari 1961) dan bila dianggap perlu, Uskup mengadakan supervisi dan pemeriksaan pengelolaan harta benda dan keuangan badan hukum yang dibawahinya (KHK kan. 1276).

b. Tujuan

Paroki diwujudkan terutama untuk menghadirkan Gereja sebagai Sakramen yaitu tanda dan sarana kesatuan mesra dengan Allah dan persatuan umat manusia (LG 1). Sebagai tanda dan alat persekutuan, gambaran yang konkret dari Gereja adalah himpunan Umat Allah dalam berbagai tingkat hirarki. Pada hakikatnya hirarki himpunan Umat Allah adalah persekutuan dari paguyuban Umat Allah (communion of communities) yang didalamnya terjalin solidaritas persaudaraan antar umat se-iman yang juga menjadi kesukaan bagi orang-orang lain (Kis. 2:42-47). Gereja menjadi ungkapan solidaritas persaudaraan yang menjawab keprihatinan kehidupan sehari-hari dengan mengutamakan mereka yang terlupakan dan menderita (bdk. LG 1 dan SRJ. 42)

c. Cara memperoleh dan menggunakan sumber daya (bdk. KHK kan 1260, 1284 § 2: 04 dan 06)

(37)

pewartaan, pelayanan amal kasih terutama kepada yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 2).

Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik termasuk organisasi nirlaba. Organisasi sektor publik saat ini tengah menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan. Berbagai tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi dapat dengan cepat diterima dan diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada organisasi sektor publik.

B. Akuntansi

Mardiasmo (2002: 147) menyatakan definisi akuntansi adalah sebagai berikut: ”Akuntansi adalah aktivitas jasa untuk menyediakan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan”.

Pengertian akuntansi dalam Accounting Principle Board (APB No.4) adalah sebagai berikut:

(38)

Dari dua pengertian akuntansi di atas menunjukkan peran penting akuntansi sebagai suatu aktivitas jasa yang sangat dibutuhkan oleh suatu entitas usaha dalam menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk salah satu alternatif pengambilan keputusan yang tujuannya supaya entitas tersebut bisa berlangsung lebih lama.

1. Akuntansi Keuangan Sektor Publik

Mardiasmo (2002: 147) menyatakan definisi akuntansi keuangan sektor publik adalah sebagai berikut:

Akuntansi keuangan sektor publik adalah suatu prinsip, metode, dan teknik pencatatan serta pengorganisasian data keuangan atas operasi atau kegiatan suatu entitas (entitas yang dimaksud mengacu organisasi sosial-ekonomi, seperti: pemerintahan, perusahaan milik negara, organisasi nirlaba) untuk menghasilkan dan memberikan informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi yang rasional.

(39)

keduanya bertujuan menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan.

2. Akuntansi Paroki

Paroki termasuk dalam organisasi sektor publik bila dilihat dari sumber dana dan tidak berorientasi mencari laba melainkan untuk pengembangan iman umat dan membantu mereka yang membutuhkan yakni yang disebut dana papa miskin. Paroki-paroki di KAS sudah menerapkan akuntansi sebagai alat dalam pengelolaan harta benda mereka. Secara garis besar akuntansi paroki memuat beberapa hal mengenai paroki, yaitu kebijakan akuntansi paroki, proses akuntansi paroki, kode rekening atau pos, dan pelaporan keuangan paroki. Akuntansi paroki KAS diatur dalam Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki (PKAP), sedangkan hal-hal yang bersifat teknis terkait dengan pelaksanaannya diatur dalam Petunjuk Teknis Keuangan dan Akuntansi Paroki (PTKAP).

a. Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki (PKAP)

(40)

menampakkan sisi Gereja yang kredibel. Selain mempunyai maksud, pelaksanaan PKAP juga mempunyai tujuan sebagai berikut:

a) Tercipta Gereja yang hidup: paguyuban yang bersahabat, bersaudara dan mengembangkan semangat pelayanan. b) Terciptanya habitus baru, yaitu ”menjadi bagian dari”

(sense of belonging) di kalangan umat beriman dengan ikut berpartisipasi secara aktif antara lain pada bidang pendanaan untuk reksa pastoral paroki.

c) Terlaksana pengelolaan keuangan paroki yang efektif dan efisien dengan didasarkan pada pengendalian intern.

d) Tersedianya informasi keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban pengelolaan keuangan paroki bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan sekaligus dipakai sebagai dasar pengembilan kebijakan keuangan dalam rangka pastoral berdasarkan data.

b. Petunjuk Teknis Keuangan dan Akuntansi Paroki (PTKAP)

(41)

keuangan dan proses akuntansi sesuai dengan PKAP yang telah ditetapkan.

1) Tujuan PTKAP

Selain mengandung maksud, PTKAP juga mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:

a) Membantu paroki dalam menyusun laporan keuangan agar sesuai dengan tujuannya, yaitu:

(1) Pengambilan keputusan yang rasional dalam hal pengelolaan sumber daya ekonomi yang dimiliki. Oleh karena itu, informasi yang disajikan pada laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan antara lain meliputi: donatur, umat, Dewan Paroki, Keuskupan Agung Semarang, kreditur, pemerintah.

(2) Menilai prospek arus kas

(42)

telah jatuh tempo, kebutuhan operasional, reinvestasi dalam operasi. Persepsi dari pihak-pihak yang berkepentingan atas kemampuan paroki tersebut terutama dipengaruhi oleh harapan atas pertanggungjawaban paroki dalam mengelola sumber daya ekonomi yang dimilikinya.

(3) Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi. Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi paroki, kewajiban paroki dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.

b) Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan, sehingga meningkatkan daya banding di antara laporan keuangan paroki.

(43)

2) Acuan PTKAP

Acuan yang digunakan dalam penyusunan PTKAP didasarkan pada acuan yang relevan. Adapun acuan tersebut adalah:

a) Ketentuan yang dikeluarkan oleh Keuskupan Agung Semarang.

b) Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).

c) Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan keuangan.

d) Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum.

e) Jika Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) memberikan pilihan atas perlakuan akuntansi, maka diwajibkan untuk mengikuti ketentuan dari Keuskupan Agung Semarang (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 3).

3) Ketentuan lain

a) Transaksi keuangan yang dicantumkan pada petunjuk ini diprioritaskan pada transaksi yang umum terjadi di setiap paroki.

(44)

disampaikan pada Tim Akuntansi Paroki KAS untuk ditindaklanjuti.

c) Petunjuk ini secara periodik dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan transaksi yang terjadi, Ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan ketentuan dari KAS yang terkait.

C. Penganggaran Sektor Publik

Penganggaran (budgeting) berasal dari kata dasar anggaran (budget). Hal ini menunjukkan bahwa definisi keduanya ada perbedaan. Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007: 21), ”Anggaran (budget) merupakan hasil penyusunan anggaran, sedangkan penganggaran (budgeting) adalah proses menyusun anggaran”.

Definisi penganggaran menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007 : 3) adalah sebagai berikut :

Penganggaran merupakan sistem perencanaan dan pengendalian yang digunakan secara luas untuk menjalankan tanggung jawab manajerial. Penganggaran merupakan salah satu alat manajemen yang berkaitan dengan fungsi perencanaan dan pengendalian untuk memenuhi tujuan perusahaan, yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan (customer satisfaction) dan hasil dalam persaingan.

(45)

perlu melaksanakan perencanaan kembali dan membuat rencana-rencana baru. Proses pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses mengukur dan mengevaluasi kinerja aktual dan setiap bagian organisasi suatu perusahaan, kemudian melaksanakan tindakan perbaikan apabila diperlukan. Hal ini untuk menjamin bahwa perusahaan dapat mencapai sasaran, tujuan, kebijakan, dan standar yang telah ditetapkan secara efisien. Dengan demikian pengendalian bertujuan untuk melihat apakah organisasi berjalan sesuai dengan rencana. Manajer harus selalu memonitor kemajuan organisasi.

Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007: 6) menyebutkan fungsi pengendalian untuk: (1) menentukan standar prestasi, (2) mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini, (3) membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan standar prestasi, dan (4) melakukan perbaikan jika ada penyimpangan dari standar prestasi yang telah ditentukan dan kemudian kembali ke fungsi perencanaan untuk periode berikutnya.

Mohamad Mahsun,dkk. (2007: 85) mendefinisikan anggaran sebagai berikut :

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter. Penganggaran dalam sektor publik merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan dengan proses penentuan alokasi dana untuk setiap program maupun aktivitas.

(46)

aktivitas yang direncanakan serta cara untuk mendapatkan dana membiayai program dan aktivitas tersebut.

a. Fungsi Anggaran Sektor Publik

Menurut Mohamad Mahsun,dkk. (2007: 85), anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut : 1) Alat Perencanaan

Sebagai alat perencanaan, anggaran sektor publik merupakan alat yang digunakan untuk melakukan berbagai perencanaan, seperti perumusan tujuan dan kebijakan, program, aktivitas, alokasi dana dan sumber pembiayaan, serta indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategis.

2) Alat Pengendalian

Sebagai alat pengendalian, anggaran sektor publik berfungsi sebagai instrumen yang dapat mengendalikan terjadinya pemborosan-pemborosan pengeluaran.

3) Alat Koordinasi dan Komunikasi

Sebagai alat koordinasi, anggaran sektor publik merupakan instrumen untuk melakukan koordinasi antar bagian dalam pemerintahan.

4) Alat Penilaian Kinerja

(47)

5) Alat Pemotivasi

Sebagai alat pemotivasi, anggaran sektor publik dapat memotivasi pihak eksekutif beserta stafnya untuk bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Lima fungsi anggaran yang diuraikan tersebut adalah fungsi yang relevan dengan organisasi seperti paroki namun yang merupakan fungsi pokok adalah fungsi perencanaan dan pengendalian.

b. Jenis Anggaran Sektor Publik

Jenis anggaran sektor publik dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Anggaran Operasional

Anggaran operasional adalah anggaran yang berisi rencana kebutuhan sehari-hari oleh pemerintah pusat/daerah untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Belanja operasi merupakan bagian dari anggaran operasional. Belanja operasi adalah belanja yang manfaatnya hanya untuk satu periode anggaran dan tidak dimaksudkan untuk menambah aset pemerintah.

2) Anggaran Modal/Investasi

(48)

dan aset berwujud lainnya dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan melakukan pelayanan kepada masyarakat.

D. Sistem Pengendalian Intern

Definisi sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001: 163) adalah sebagai berikut:

“Sistem pengendalian intern merupakan struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.

1. Perspektif Sistem Pengendalian

(49)

Core control system

Core control system Organizational

structure Organizational

culture

[image:49.595.71.522.114.649.2]

Organizational environment

Gambar 1: Skema Sistem Pengendalian Organisasi Sumber: Flamholtz, 1983: 155

2. Sistem Pengendalian Inti (Core Control System)

(50)

mewakili aspek-aspek dari perilaku dan kinerja organisasi. Sistem pengukuran secara keseluruhan mencakup sistem akuntansi dengan mengukur kinerja keuangan dan manajerial. Ada dua fungsi pengukuran yakni: fungsi output dan fungsi proses. Fungsi output adalah angka-angka yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk memantau sejauhmana tujuan dan standar telah dicapai. Fungsi proses, tidak berkaitan dengan angka-angka dari pengukuran operasi tetapi lebih kepada fenomena yang disebabkan oleh tindakan atau proses pengukuran itu sendiri. Sistem akuntansi adalah komponen dari sistem pengukuran dari sebuah sistem pengendalian secara keseluruhan. Sistem penganggaran dalam sebuah organisasi adalah bagian dari sistem perencanaan serta sistem pengukuran. Namun, baik sistem akuntansi maupun sistem penganggaran setara dengan seluruh sistem pengendalian karena mereka tidak memiliki komponen kritis. Dalam kasus sistem akuntansi bagian yang hilang adalah perencanaan dan evaluasi-reward (penghargaan). Sementara dalam kasus penganggaran elemen yang kurang adalah sistem evaluasi-reward. Sistem evaluasi-reward

(51)

Evaluation-Reward system 4-1 Performance evaluation 4-2 Reward system

[image:51.595.69.520.113.717.2]

Operations Measurement system 3-1 Accounting system 3-2 Information system Planning system Results 1-1 Goals 1-2 Standards 4 1 2 3 Corrective feedback Evaluative feedback Decisitions and actions Performance measurement Corrective feedback

Gambar 2: Model Skema Sistem Pengendalian Inti Sumber: Flamholtz, 1983: 155

3. Berbagai Susunan dari Elemen Sistem Pengendalian Inti (Core Control System)

(52)
(53)

Operations Results Illustrastive

configurations of control system elements

Planning Operations Results

Operations

Measurement

Results

Planning Operations

Measurement

Results

Evaluation-Reward Planning Operations

Measurement

Results Control

levels

1st Degree

2nd Degree: 2-1

2-2

3rd Degree:

[image:53.595.69.522.104.670.2]

4th Degree:

Gambar 3: Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen Sistem Sumber: Flamholtz, 1983: 157

4. Sistem Pengendalian Internal Paroki

Pedoman Pelaksanaan Keuangan dan Akuntansi Paroki wajib memasukkan unsur pengendalian internal yang baik, yaitu:

(54)

pencatatan transaksi, penyimpanan uang dan pengelolaan Aktiva Tetap (Harta Benda Gerejawi selain uang).

b. Prosedur pencatatan transaksi keuangan, contoh: prosedur penerimaan kolekte harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penyelewengan.

c. Pemberian nomor urut tercetak pada setiap dokumen akuntansi yang digunakan.

d. Adanya dokumentasi yang baik untuk setiap transaksi keuangan yang mencakup pemberian nomor bukti transaksi dan penyimpanan secara rapi sehingga pencarian kembali mudah dilakukan.

e. Adanya monitoring secara berkala dan berjenjang atas pengelolaan keuangan dan proses akuntansi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang.

f. Adanya RAPB dan RAI yang disusun berdasarkan visi, misi dan fokus pastoral paroki.

g. Laporan keuangan yang tepat waktu (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 198).

E. Struktur Organisasi sebagai Komponen Pengendalian

(55)

aksi mereka. Hal ini sama yang dinyatakan oleh Etzioni (1996) dalam Eric G. Flamholtz (1983: 158) bahwa organisasi adalah unit-unit sosial yang dengan hati-hati mencari konsep tujuan yang spesifik. Teori organisasi lain berpendapat bahwa struktur organisasi adalah pengembangan yang digunakan sebagai respon untuk menghadapi masalah pengendalian.

Beberapa dimensi struktural memberi kontribusi untuk proses pengendalian pada tingkat sentralisasi atau desentralisasi, spesialisasi fungsi, tingkat integrasi vertikal atau horizontal dan ukuran pengendalian. Berbagai dimensi pada struktur organisasi (spesialisasi fungsi atau aturan) fasilitas pengendalian untuk mengurangi perilaku berubah-ubah dalam menghadapi kemungkinan peningkatan pengendalian. Dimensi lain (sentralisasi) fasilitas pengendalian menjadi pengaruh langsung yang besar untuk proses pembuatan keputusan untuk kejadian-kejadian yang tidak diprogramkan.

(56)

President and CEO

Property management and leasing departement

Sales departement

Mortgage

departement Administrationdepartement

Sales branch

Sales branch

Sales branch

[image:56.595.70.519.95.659.2]

Sales branch

Gambar 4: Struktur Organisasi dari Perusahaan Perumahan Metropolitan Sumber: Flamholz, 1983:161

1. Unsur Sistem Pengendalian Intern

Ada empat unsur pokok sistem pengendalian menurut Mulyadi (2001:164), yaitu:

a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

b. Sistem wewenang dan prosedur pencacatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

c. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

(57)

sini jelas bahwa struktur oganisasi mempunyai pengaruh penting dalam sistem pengendalian intern dalam suatu organisasi.

2. Lingkungan Organisasi (Control Environment)

Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik dan manajer perusahaan mengenai pentingnya pengendalian intern perusahaan. Efektivitas unsur pengendalian intern sangat ditentukan oleh atmosfer yang diciptakan lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian memiliki empat unsur:

a. Filosofi (philosophy) dan Gaya Operasi

Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar (basic beliefs) yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Philosophy

merupakan apa seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan oleh perusahaan.

b. Berfungsinya Dewan Komisaris dan Komite Pemeriksaan.

(58)

pertanggungjawaban keuangan oleh manajemen puncak. Oleh karena itu, untuk menciptakan independensi akuntan publik, perusahaan-perusahaan yang go public sebaiknya mengalihkan wewenang penunjukan akuntan publik dari tangan manajemen puncak ke tangan dewan komisaris atau komite pemeriksaan (audit committee). Dewan Komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas. Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi). Dengan demikian dewan komisaris yang aktif menjalankan fungsinya dapat mencegah konsentrasi pengendalian yang terlalu banyak di tangan manajemen (direksi).

c. Metode Pengendalian Manajemen

Metode pengendalian manajemen merupakan metode perencanaan dan pengendalian alokasi sumber daya perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan dan pengendalian manajemen dilakukan melalui empat tahap, yakni:

1) Penyusunan program (rencana jangka panjang) 2) Penyusunan anggaran (rencana jangka pendek) 3) Pelaksanaan dan pengukuran

(59)

d. Kesadaran Pengendalian

(60)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

Penggunaan metode penelitian yang tepat akan mempengaruhi ketepatan hasil suatu penelitian yang diperoleh. Karena itu, dalam suatu penelitian perlu dipilih suatu metode yang baik agar dapat menjawab suatu permasalahan yang diteliti. Dalam bab ini, secara berturut-turut dibahas: (a) Jenis penelitian, (b) Unit analisis, (c) Teknik pengumpulan data, (d) Data, (e) Teknik analisis data, (f) Keabsahan data. Sumber urutan metode penelitian ini berpedoman pada (Konde Dediktus Nopila, Skripsi, 2007) dengan sedikit tambahan yang dianggap perlu oleh penulis.

A. Jenis Penelititan

Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada organisasi religius yakni Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menggunakan metode kualitatif deskriptif.

B. Unit Analisis

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Paroki Santo Albertus Agung Jetis. Jalan AM. Sangaji 20, Yogyakarta yaitu merupakan salah satu paroki yang termasuk dalam wilayah Keuskupan Agung Semarang.

2. Waktu Penelitian

(61)

Yang menjadi obyek penelitian ini adalah sistem pengendalian inti di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

4. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah 10 orang yang merupakan

personel-personel kunci di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. Sepuluh

orang yang dipilih sebagai subyek yaitu: Romo Kepala Paroki (Ketua),

Romo Pembantu (Wakil Ketua I), Wakil Ketua II, Bendahara I, Bendahara

II dan 5 orang Ketua Bidang.

C. Teknik Pengumpulan Data

Banyak cara atau teknik yang bisa ditempuh untuk mendapatkan data,

namun agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian maka harus

menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai pula dengan tujuan

penelitian tersebut sebagai dasar pengumpulan data, maka penulis

menggunakan wawancara dan dokumentasi.

1. Metode Wawancara (interview)

Penulis melakukan Interview atau wawancara dengan 10 orang personil kunci (informan) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan

pedoman interview (interview guide) dan alat rekam.

2. Metode Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik

pengumpulan data sekunder dengan cara melihat dan mengutip data dari

(62)

yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan dokumen-dokumen

tersebut dilakukan untuk mengecek kesesuaian dengan wawancara.

D. Data

Data berupa hasil wawancara kepada informan dan data terkait dengan

akuntansi dan keuangan paroki diperoleh dengan metode dokumentasi.

E. Teknik Analisis Data

1. Mempersiapkan data untuk dianalisis, yakni dengan membuat transkripsi hasil rekaman wawancara dengan para informan.

2. Analisis dengan cara pengkodean berbuka, yaitu (1) pelabelan fenomena (pengkodean), (2) penemuan kategori, (3) penamaan kategori, dan (4) penulisan catatan kode. Ini adalah proses menguraikan, memeriksa, membandingkan, mengkonsepkan, dan mengkategorikan data (Straus dan Corbin, 2009: 55-71).

3. Mendeskripsikan hasil pengkodean berbuka, yaitu menjawab rumusan masalah pada bab analisis data dan pembahasan (bab V).

(63)

F. Keabsahan Data

Dalam Burhan Bungin, 2007: 255 ada 14 poin teknik pemeriksaan

untuk menguji keabsahan data. Dalam penelitian ini penulis akan

menggunakan beberapa diantaranya yang dianggap sesuai situasi dan kondisi

penelitian serta dianggap cukup untuk pengujian keabsahan hasil penelitian

ini. Teknik pengujian keabsahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menemukan Siklus Kesamaan Data.

Penelitian ini akan terus dilakukan apabila informasi yang didapatkan

masih berbeda antara keterangan yang diberikan oleh masing-masing

informan. Penelitian akan diakhiri ketika penulis sungguh yakin informasi

yang diperoleh mempunyai kesamaan dari masing-masing keterangan

yang diberikan oleh informan dalam proses penelitian di Paroki Santo

Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

2. Pengecekan Melalui Diskusi

Mendiskusikan hasil penelitian sementara kepada dosen pembimbing yang

pasti lebih menguasai tentang metode penelitian.

3. Kecukupan Referensi

Memperbanyak referensi yang diperoleh dari para informan selama

(64)

43 BAB IV

GAMBARAN UMUM ORGANISASI

A. Sejarah Berdirinya Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis

Sejarah berdirinya Paroki Santo Albertus Agung Jetis berawal dari ide

Romo Hardjawardaya, Pr dan Romo Sumaatmadja, Pr yang saat itu bertugas

sebagai pastor pembantu di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Mereka

menawarkan gagasan agar kring-kring di sebelah Barat Kali Code yakni Kring

Bangirejo, Jetis dan Gondolayu disatukan dalam satu koordinasi wilayah kerja

demi efektivitas reksa pastoral. Pada tahun 1954 ketiga kring itu menyatu dan

menjadi Stasi Jetis.

Pada awalnya Stasi Jetis belum memiliki gedung gereja sendiri,

sehingga Perayaan Ekaristi pada hari Minggu ataupun Hari Raya

diselenggarakan di rumah umat, di tempat umum ataupun di kantor instansi

pemerintah seperti: SMPN VI, SPG/SMA XI, STM Jetis dan Kantor Balai

Penyamakan Kulit di Jalan Diponegoro sekarang Rumah Makan Sari Raja.

Pada petengahan tahun 1959, Stasi Jetis berada dalam reksa pastoral

Romo Carlo Carri, SJ. Romo Carri, SJ mengadakan pendekatan dengan

tokoh-tokoh awam di Stasi Jetis untuk menjajaki kemungkinan mendirikan gereja di

wilayah Jetis.

Pada 15 Oktober 1960 berdiri Susteran Amal Kasih Darah Mulia

(ADM) di Jetis yang diresmikan oleh Sr. Patricia, ADM sebagai Provinsial.

Sejak itu umat Stasi Jetis mengadakan Perayaan Ekaristi di Kapel Susteran

(65)

pendampingan dan reksa pastoral umat, Kring Bangirejo dimekarkan menjadi dua kring yakni Kring Blunyah dan Kring Bangirejo. Kring Jetis dimekarkan menjadi dua yakni Kring Cokrokusuman dan Kring Cokrodiningratan. Alasan kedekatan teritorial, Kring Kricak yang sebelumnya menjadi wilayah Paroki Kumetiran digabung menjadi bagian Stasi Jetis.

(66)

Untuk memperlancar reksa pastoral dan usaha pencarian tanah maka dibentuklah Dewan Paroki yang pertama. Berkat usaha dan doa yang tidak mengenal lelah, pada Agustus 1964 Stasi Jetis berhasil membeli tanah milik Ibu Mohamad Adeline seluas 3.945 m2 dengan harga Rp 850.000. Tanah tersebut sudah disertifikatkan dengan status hak pakai atas nama PGPM Albertus Soegiyopranoto Yogyakarta pada tanggal 22 Agustus 1968 dengan nomor SK 116/HP/68. Sebagai ungkapan syukur karena telah mendapatkan tanah bagi gereja, maka pada November 1965 diadakan misa syukur. Misa syukur inilah yang kemudian dianggap sebagai saat lahirnya Paroki Jetis. Dan sebagai ungkapan hormat dan cinta kepada Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ sebagai Pahlawan Nasional dan khususnya tekat untuk meneladan semangat dan pengabdian Beliau kepada bangsa, negara dan Gereja maka nama pelindung yang dipilih untuk Paroki Jetis adalah nama baptis Mgr. Soegijapranoto, SJ yakni St. Albertus Agung.

(67)

Pada tahun 1980 Stasi Nandan yang sebelumnya termasuk wilayah Paroki St. Aloysius Gonzaga Mlati digabungkan dengan Paroki Jetis. Hal ini mengingat letak geografisnya dan demi optimalnya pelayanan pastoral. Sejak tanggal 1 Agustus 1966 Stasi Nandan sudah mempunyai gedung gereja yang diberkati oleh Romo Yoh. Harjaya, Pr Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang. Perkembangan umat Nandan sangat dipengaruhi oleh ketekunan Bruder-bruder Karitas yang dirintis oleh Br. Alfons Wiryataruna dan para Romo dan Frater Redemtoris karenanya pelindung yang dipakai adalah St. Alfonsus Maria de Ligouri. Pada tahun 2000 status Stasi Nandan berubah menjadi Paroki Administratif. Pada tanggal 21 Agustus 2004 Paroki Asministratif Nandan mempunyai gedung pastoran yang diberkati oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Ignatius Suharyo. Sejak 15 Juli 2005 pastoran sudah ditempati Romo Ig. Jayasewaya, Pr. Sehingga seluruh reksa pastoral sudah tidak tergantung dengan Paroki Jetis, sekaligus persiapan untuk menjadi paroki mandiri.

Berikut ini adalah para Romo yang pernah berkarya di Paroki Jetis : 1. Rm. H. Natasusila, Pr (1964-1970)

(68)

8. Rm. AK. Wedyawiratno, Pr (1986-1989) 9. Rm. FL. Hartosubono, Pr (1989-1992) 10. Rm. FX. Murdisusanto, Pr (1992-1996) 11. Rm. G. Suprayitno, Pr (1995-1996)

12. Rm. FX. Krisno Handoyo, Pr (1996-1997) 13. Rm. Y. Suyitno Hadiatmadja, Pr (1996-2001) 14. Rm. Ch. Sutrasno Purwanto, Pr (2001-2006) 15. Rm. MJ. Riawinarta, Pr (2002- )

16. Rm. L. Issi Purnomo M, Pr (2002-2003) 17. Rm. Ag. Joko Sistiyanto, Pr (2003- ) 18. Rm. Ign. Jayasewaya, Pr (2005- ) 19. Rm. FX, Krisno Handoyo, Pr (2006- ) 20. Rm. Antonius Wahadi Martaatmaja, Pr 21. Rm. Agustinus Nunung Wuryantoko, Pr

B. Lokasi Gereja Paroki Santo Albertus Agung Jetis

Gereja Santo Albertus Jetis Jalan AM. Sangaji 20 Yogyakarta 55233

(69)

C. Pengelompokan Umat

1. Lingkungan

Lingkungan adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan jumlah antara 10-50 kepala keluarga. Bila jumlah kepala keluarga lebih dari 50 kepala keluarga maka lingkungan harus dimekarkan menjadi lebih dari satu lingkungan dengan memperhatikan aspirasi serta faktor-faktor penentu lainnya dari lingkungan. Demi pelayanan umat yang lebih intensif, lingkungan dapat dibagi ke dalam persekutuan-persekutuan yang disebut blok. Paroki St. Albertus Agung Jetis memiliki 18 lingkungan:

a. Lingkungan St. Yusup Bumijo.

b. Lingkungan St. Antonius Padua Gowongan. c. Lingkungan St. Ignatius Loyola Penumping. d. Lingkungan St. Maria Fatima Poncowinatan. e. Lingkungan St. Maria Immaculatta Kricak. f. Lingkungan St. Yohanes Bangunrejo. g. Lingkungan St. Alfonsus Jatimulyo. h. Lingkungan St. Paulus Jatimulyo. i. Lingkungan St. Thomas Jatimulyo. j. Lingkungan St. Yusup Bangirejo.

k. Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrodiningratan. l. Lingkungan St. Yusup Karangwaru.

(70)

n. Lingkungan St. Yusup Blunyah Gede. o. Lingkungan St. Petrus Jetisharjo.

p. Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrokusuman. q. Lingkungan St. Maria Assumpta Jogoyudan Lor. r. Lingkungan St. Gabriel Maria Jogoyudan Kidul. 2. Wilayah

Wilayah adalah persekutuan lingkungan-lingkungan yang berdekatan dengan jumlah antara 3-8 lingkungan. Apabila jumlah lingkungan lebih dari 8, harus dimekarkan menjadi lebih dari satu wilayah.

Paroki St. Albertus Agung Jetis memiliki 4 wilayah: a. Wilayah Satu terdiri dari:

1) Lingkungan St. Yusup Bumijo.

2) Lingkungan St. Antonius Padua Gowongan. 3) Lingkungan St. Ignatius Loyola Penumping. 4) Lingkungan St. Maria Fatima Poncowinatan. b. Wilayah Dua terdiri dari:

1) Lingkungan St. Maria Immaculatta Kricak. 2) Lingkungan St. Yohanes Bangunrejo. 3) Lingkungan St. Alfonsus Jatimulyo. 4) Lingkungan St. Paulus Jatimulyo. 5) Lingkungan St. Thomas Jatimulyo. c. Wilayah Tiga terdiri dari:

(71)

2) Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokodiningratan. 3) Lingkungan St. Yusup Karangwaru.

4) Lingkungan St. Andreas Blunyah Rejo. 5) Linkungan St. Yusup Blunyah Gede. d. Wilayah Empat terdiri dari:

1) Lingkungan St. Petrus Jetisharjo.

2) Lingkungan St. Ignatius Loyola Cokrokusuman. 3) Lingkungan St. Maria Assupta Jogoyudan Lor. 4) Lingkungan St. Gabriel Maria Jogoyudan Kidul. 3. Kelompok Kategorial

Kelompok Kategorial adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kategori tertentu dengan jumlah anggota relatif kecil. Kelompok-kelompok kategorial menandai beragamnya peran dan karisma, yang sangat berguna bagi hidup Gereja. Bagi kelompok-kelompok kategorial, ARDAS KAS ditawarkan sebagai inspirasi dan penggerak dalam pembangunan paguyuban, sehingga karisma yang mereka tawarkan sungguh berguna bagi kehidupan Gereja. Sangat diharapkan bahwa kelompok-kelompok kategorial berjejaring satu sama lain, sehingga meskipun berbeda-beda kelompok-kelompok itu tetap ada dalam persekutuan Gereja (Nota Pastoral tentang ARDAS KAS 2011-2015, 46). Paroki Santo Albertus Agung Jetis memiliki 5 kelompok kategorial, yakni:

(72)

c. Antiokhia.

d. Persekutuan Doa Pelajar. e. Paguyuban Choice.

4. Paroki Administratif St. Alfonsus Nandan

Paroki Administratif adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu yang Pastor Kepalanya masih dijabat oleh Pastor Kepala Paroki (PDDP-KAS 2004, pasal 4:2). Paroki Administratif St. Alfonsus Nandan adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari Paroki St. Albertus Agung Jetis, termasuk reksa pastoralnya dan Keuskupan Agung Semarang.

5. Paroki St. Albertus Agung Jetis

Paroki St. Albertus Agung Jetis merupakan persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang yang terdiri dari 18 lingkungan, yang memiliki batas-batas: sebelah Selatan Paroki St. Antonius Kotabaru dan Paroki St. Maria Tak Bercela Kumetiran, sebelah Barat Paroki St. Maria Tak Bercela Kumetiran dan Administratif St. Alfonsus Nandan, sebelah Utara Administratif St. Alfonsus Nandan, sebelah Timur Paroki St. Antonius Kotabaru.

D. Tata Pengembalaan

(73)

dasawarsa terakhir ini hendak dihidupi terus-menerus. Point-point pokoknya ialah tata penggembalaan yang partisipatif, transformatif dan empowering, dengan memperhatikan usaha mencerdaskan umat beriman, melibatkan perempuan dan laki-laki, memberdayakan paguyuban-paguyuban pengharapan, memajukan kerja sama dengan semua yang berkehendak baik, serta melestarikan keutuhan ciptaan. Tata penggembalaan tersebut didukung oleh cara baru berpastoral yang berpijak pada data dan yang bergulir dengan metode dinamika spiral pastoral. Terhadap tata penggembalaan ini, ditegaskan kembali dan diberi unsur baru dalam ARDAS-KAS 2011-2015, yakni mengembangkan tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman, serta memberikan peran pada beragam karisma yang hidup dalam diri pribadi maupun kelompok. Sinergis berarti kerja sama antara orang atau organisasi yang hasil keseluruhannya lebih besar daripada jumlah yang dicapai jika masing-masing bekerja sendiri. Mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman berarti mengupayakan umat beriman berwawasan benar, luas dan mendalam, serta berani dan mampu mengambil prakarsa dalam pastoral dan tindakan kenabian. Karisma adalah karunia atau kemampuan khusus yang diberikan Allah kepada seseorang atau kelompok untuk memampukan mereka menjadi saluran kasih Allah demi pembangunan tubuh Kristus, yakni Gereja (Nota Pastoral tentang ARDAS-KAS 2011-2015:30-34).

(74)

penggembalaan umat beriman. Intisari atau roh communio adalah persekutuan Allah Tritunggal sendiri. Dan jiwa communio tampak pada keterlibatan setiap orang beriman pada tingkat apapun dan bentuk apapun dalam mewartakan dan menghadirkan communio Allah Tritunggal itu. Kongkretnya, dalam tata penggembalaannya, Gereja Keuskupan Agung Semarang melibatkan, mengembangkan, dan memberdayakan seluruh umat. Dan dalam hubungannya dengan masyarakat, Gereja Keuskupan Agung Semarang bersikap terbuka untuk bekerjasama dengan siapapun yang berkehendak baik. Segala bentuk kepengurusan dalam Gereja menjadi tanda dan sarana keterlibatan seluruh umat dalam melaksanakan panggilan dan tugas perutusan umat Allah.

1. Dewan Paroki

Dewan Paroki adalah persekutuan para pelayan umat Allah yang terdiri dari imam sebagai wakil Uskup dan kaum awam serta biarawati sebagai wakil umat bersama-sama melaksanakan tugas dan panggilan untuk terlibat dalam Tri Tugas Kristus, yakni menguduskan, mewartakan dan menggembalakan.

2. Dewan Paroki terdiri dari: a. Dewan Harian

1) Ketua (Pastor kepala ex officio)

2) Wakil Ketua I (Pastor pembantu ex officio) 3) Wakil Ketua II (Awam)

4) Ketua-ketua Bidang

(75)

6) Sekretaris 1-2 7) Bendahara 1-3 b. Dewan Inti

1) Dewan Harian 2) Ketua-ketua Wilayah

3) Koordinator-koordinator Tim Kerja (KTK) c. Dewan Pleno

1) Dewan Inti

2) Ketua-ketua Lingkungan

3) Ketua-ketua Kelompok Kategorial 4) Wakil-wakil Organisasi (Wanita Katolik)

5) Biara (Komunitas Suster: PI, CB, ADM dan JMJ)

6) Karya Pastoral Khusus (Paguyuban Peduli Gereja, TK Indriyasana, SD Kanisius Gowongan)

7) Tokoh-tokoh 3. Tim Kerja

(76)

a. Bidang Liturgi

1) Tim Kerja Panduan Liturgi 2) Tim Kerja Prodiakon Paroki 3) Tim Kerja Misdinar

4) Tim Kerja Koor dan Dirigen 5) Tim Kerja Lektor

6) Tim Kerja Pemazmur 7) Tim Kerja Organis 8) Tim Kerja Paramenta 9) Tim Kerja Tata Altar b. Bidang Pewartaan

1) Tim Kerja Sakramen Inisiasi 2) Tim Kerja Guru Agama/Katekis 3) Tim Kerja Kerasulan Kitab Suci 4) Tim Kerja Pemb. Taman Tunas Iman 5) Tim Kerja Pendampingan Iman Umat 6) Tim Kerja Pendamping Iman Remaja (PIR) 7) Tim Kerja Pemandu

c. Bidang Pelayanan Kemasyarakatan

1) Tim Kerja Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) 2) Tim Kerja Kesehatan

3) Tim Kerja Pendidikan

(77)

5) Tim Kerja Pangruktilaya

6) Tim Kerja Aksi Puasa Pembangunan (APP) 7) Tim Kerja Karya Kerasulan Kemasyarakatan d. Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi

1) Tim Kerja Ibu-ibu Paroki

2) Tim Kerja Pendampingan Keluarga 3) Tim Kerja Mudika Paroki

4) Tim Kerja Komunikasi Sosial (KOMSOS) e. Bidang Sarana dan Prasarana

1) Tim Kerja Pemeliharaan dan Pembangunan Gedung 2) Tim Kerja Rumah Tangga Pastoran

3) Tim Kerja Rumah Tangga Paroki 4) Tim Kerja Sound System

5) Tim Kerja Listrik 6) Tim Kerja Keamanan

7) Tim Kerja Pendampingan Karyawan Paroki f. Bidang Penelitian dan Pengembangan

1) Tim Kerja Data

(78)

57 E. Skema Dewan Paroki Santo Albertus Agung Jetis

Ketua-Ketua Wilayah

Koordinator-Koordinator Tim

Kerja

•Ketua (Pastor Kepala) •Wakil Ketua I (Pastor Pembantu) •Wakil Ketua II •Ketua-Ketua bidang •Koordinator

ketua-ketua wilayah •Sekretaris 1 – 2 •Bendahara 1 – 2 DEWAN PAROKI

Dewan Harian Dewan Inti

[image:78.792.88.713.123.478.2]

DEWAN PLENO

Gambar 5: Skema Dewan Paroki St. Albertus Agung Jetis Sumber: Buku Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki Ketua Lingkungan Ketua Kelompok Kategorial Ketua Kelompok Kategorial Wakil Biara Wakil Organisasi Wakil Karya Pastoral Khusus Tokoh-Tokoh Ketua Lingkungan Ketua Lingkungan Paroki Lembaga Gerejawi Uskup Pemersatu Vikep Vikep

(79)

1. Skema

Skema tidak dibuat untuk menunjukkan struktur kekuasaan (yang biasanya erat berkaitan dengan: kedudukan dan jabatan) dalam Dewan Paroki, tetapi untuk mempermudah koordinasi dan alur komunikasi antar pengurus.

Jiwa satu roh yang ingin diwujudkan dalam kerja Dewan Paroki adalah kerjasama dalam satu jaringan koordinasi. Struktur tidak untuk menggambarkan kekuasaan dengan jalur komando, melainkan untuk memperlihatkan suatu skema kerja bersifat koordinatif-kemitraan.

Communio adalah semangat yang mau dihayati bersama.

Demikian pula bentuk skema yang dipilih bukan piramida atau bulatan melainkan garis koordinasi menyamping dengan maksud agar semakin dihayati semangat kemitra-sejajaran (partnership): kemitra-sejajaran antara pengurus yang terdekat dengan baris umat (ketua lingkungan, ketua kelompok kategorial dan wakil organisasi) dengan yang bertugas melakukan koordinasi pada wilayah yang lebih luas medan tanggungjawabnya (ketua wilayah, ketua koordinasi kategorial dan koordinator tim kerja) dan akhirnya dengan yang dipercaya melakukan koordinasi wilayah seluas paroki (Dewan Harian).

(80)

2. Uskup dan Vikep

a. Uskup dicantumkan dalam skema tersebut karena perannya sebagai pemersatu antar paguyuban-paguyuban dari paroki-paroki se-Keuskupan Agung Semarang.

b. Dalam melaksanakan tugasnya Uskup mengangkat Vikep-vikep untuk ikut ambil bagian dalam pengembalaan karya pastoral.

c. Vikep mewakili Uskup baik secara personal maupun fungsional (PDDP-KAS 2004, pasal 3: 1-2).

F. Wewenang dan Tanggung Jawab

1. Dewan Paroki berwenang mengambil keputusan reksa pastoral paroki dalam kesatuan dengan arah pastoral keuskupan.

2. Dewan Paroki bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan kepada umat paroki dan Uskup.

G. Tugas Dewan Paroki

1. Tugas Umum Dewan Paroki

Dewan Paroki bertugas menggerakkan dan mengkoordinasi keterlibatan umat dan dalam terang iman merencanakan, memutuskan, melaksanakan, serta mengevaluasi reksa pastoral paroki yang meliputi bidang-bidang:

a. Liturgi dan peribadatan (leitourgia) b. Pewartaan (kerygma)

(81)

d. Paguyuban dan tata organisasi (koinonia) e. Sarana dan prasarana

f. Penelitian dan pengembangan, dengan memperhatikan: 1) Kebutuhan umat Paroki Jetis

2) Kebijakan Kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta 3) Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang

2. Tugas Dewan Harian Dewan Harian bertugas:

a. Menangani masalah-masalah sehari-hari yang timbul dalam kehidupan umat beriman.

b. Mempersiapkan rapat atau pertemuan dengan kemungkinan membentuk panitia tersendiri (ad hoc).

c. Menyelenggarakan rapat Dewan Inti dan Dewa

Gambar

Tabel 1. Ringkasan Komponen Sistem Pengendalian Inti ...........................  112
Gambar 1. Skema Sistem Pengendalian Organisasi ..................................
Gambar 1: Skema Sistem Pengendalian Organisasi
Gambar 2: Model Skema Sistem Pengendalian Inti
+7

Referensi

Dokumen terkait