• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Sistem Pengendalian Intern

Definisi sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001: 163) adalah sebagai berikut:

“Sistem pengendalian intern merupakan struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.

1. Perspektif Sistem Pengendalian

Menurut Eric G. Flamholtz (1983: 154), sistem pengendalian dalam sebuah organisasi dapat digambarkan dengan serangkaian lingkaran. Lingkaran terdalam adalah sistem pengendalian inti (core control system). Pada sistem pengendalian ini terdiri dari empat sub sistem, yakni: perencanaan, pengoperasian, pengukuran dan evaluasi-penghargaan. Lingkaran tengah adalah struktur organisasi, yang memuat aturan-aturan dan relasi atau hubungan antar individu dalam organisasi-organisasi. Lingkaran luar menggambarkan budaya organisasi yakni sistem nilai, kepercayaan, asumsi, cara berpola pikir yang merupakan karakteristik dari oragnisasi. Ketiga elemen dari sistem pengendalian tersebut dibatasi oleh lingkungan organisasi tampak di gambar 1.

Core control system Core control system Organizational structure Organizational culture Organizational environment

Gambar 1: Skema Sistem Pengendalian Organisasi Sumber: Flamholtz, 1983: 155

2. Sistem Pengendalian Inti (Core Control System)

Eric G. Flamholtz (1983: 154-156) menguraikan lebih rinci lagi mengenai sistem pengendalian inti (core control system) yang disinggung diatas. Konsep core control system disini menyajikan sebuah struktur yang terintegrasi dari empat proses dasar organisasi, yakni: perencanaan, pengoperasian, pengukuran dan evaluasi-penghargaan. Perencanaan pada dasarnya adalah proses dalam menentukan tujuan-tujuan dari sebuah organisasi dan juga cara untuk mencapai tujuan tersebut. Operasi atau sub sistem operasional adalah sistem yang sedang berlangsung untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi untuk aktivitas organisasi setiap hari. Ini adalah tanggung jawab dan kegiatan yang ditetapkan dalam peran organisasi. Pengukuran adalah proses menetapkan angka-angka untuk

mewakili aspek-aspek dari perilaku dan kinerja organisasi. Sistem pengukuran secara keseluruhan mencakup sistem akuntansi dengan mengukur kinerja keuangan dan manajerial. Ada dua fungsi pengukuran yakni: fungsi output dan fungsi proses. Fungsi output adalah angka-angka yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk memantau sejauhmana tujuan dan standar telah dicapai. Fungsi proses, tidak berkaitan dengan angka-angka dari pengukuran operasi tetapi lebih kepada fenomena yang disebabkan oleh tindakan atau proses pengukuran itu sendiri. Sistem akuntansi adalah komponen dari sistem pengukuran dari sebuah sistem pengendalian secara keseluruhan. Sistem penganggaran dalam sebuah organisasi adalah bagian dari sistem perencanaan serta sistem pengukuran. Namun, baik sistem akuntansi maupun sistem penganggaran setara dengan seluruh sistem pengendalian karena mereka tidak memiliki komponen kritis. Dalam kasus sistem akuntansi bagian yang hilang adalah perencanaan dan evaluasi-reward (penghargaan). Sementara dalam kasus penganggaran elemen yang kurang adalah sistem evaluasi-reward. Sistem evaluasi-reward

mengacu pada mekanisme untuk penilaian kinerja dan pemberian penghargaan. Penghargaan atau hadiah adalah hasil dari perilaku yang diinginkan seseorang. Meskipun penghargaan dapat berupa ekstrinsik atau intrinsik, yang digunakan dalam sistem evaluasi imbalan adalah ekstrinsik. Hubungan antara masing-masing sistem pengendalian diatas dapat dilihat pada gambar 2.

Evaluation-Reward system 4-1 Performance evaluation 4-2 Reward system Operations Measurement system 3-1 Accounting system 3-2 Information system Planning system Results 1-1 Goals 1-2 Standards 4 1 2 3 Corrective feedback Evaluative feedback Decisitions and actions Performance measurement Corrective feedback

Gambar 2: Model Skema Sistem Pengendalian Inti Sumber: Flamholtz, 1983: 155

3. Berbagai Susunan dari Elemen Sistem Pengendalian Inti (Core Control System)

Menurut Eric G. Flamholtz (1983: 156-158), meskipun empat elemen dasar dari sistem pengendalian inti harus ada agar sistem berfungsi sepenuhnya, mungkin dalam keadaan organisasi yang sesungguhnya berbeda susunan elemen sistem yang satu dengan lainnya. Pengendalian tingkat pertama hanya terdapat operasi (keputusan dan tindakan) yang memproduksi hasil. Jenis kondisi ini biasanya terdapat dalam usaha yang relatif kecil. Pengendalian tingkat kedua terdiri dari operasi ditambah satu elemen tambahan yaitu perencanaan, pengukuran, atau evaluasi-penghargaan yang memproduksi hasil. Sebagai contoh, sebuah organisasi mungkin memiliki sistem pengukuran tanpa perencanaan formal atau

bahkan tanpa sistem untuk penilaian kinerja dan pemberian hadiah/penghargaan seperti terdapat dalam gambar 3. Pengendalian tingkat ketiga terdiri dari operasi ditambah dengan dua elemen tambahan. Misalnya seperti diilustrasikan dalam gambar 3, organisasi mungkin memiliki sistem pengendalian yang terdiri dari perencanaan, operasi dan pengukuran. Pengendalian tingkat keempat terdiri dari semua empat elemen dasar dari sistem pengendalian inti: perencanaan, operasi, pengkuran dan evaluasi-penghargaan. Konsep ini dapat digunakan baik dalam memahami efek dan cacat sistem pengendalian serta panduan untuk evaluasi dan desain.

Operations Results Illustrastive

configurations of control system elements

Planning Operations Results

Operations Measurement Results Planning Operations Measurement Results Evaluation-Reward Planning Operations Measurement Results Control levels 1st Degree 2nd Degree: 2-1 2-2 3rd Degree: 4th Degree:

Gambar 3: Level Kontrol dengan Perbedaan Konfigurasi dari Elemen Sistem Sumber: Flamholtz, 1983: 157

4. Sistem Pengendalian Internal Paroki

Pedoman Pelaksanaan Keuangan dan Akuntansi Paroki wajib memasukkan unsur pengendalian internal yang baik, yaitu:

a. Adanya pembagian tugas dalam pengelolaan keuangan khususnya yang berkaitan dengan kewenangan otorisasi atau pemberian persetujuan,

pencatatan transaksi, penyimpanan uang dan pengelolaan Aktiva Tetap (Harta Benda Gerejawi selain uang).

b. Prosedur pencatatan transaksi keuangan, contoh: prosedur penerimaan kolekte harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penyelewengan.

c. Pemberian nomor urut tercetak pada setiap dokumen akuntansi yang digunakan.

d. Adanya dokumentasi yang baik untuk setiap transaksi keuangan yang mencakup pemberian nomor bukti transaksi dan penyimpanan secara rapi sehingga pencarian kembali mudah dilakukan.

e. Adanya monitoring secara berkala dan berjenjang atas pengelolaan keuangan dan proses akuntansi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang.

f. Adanya RAPB dan RAI yang disusun berdasarkan visi, misi dan fokus pastoral paroki.

g. Laporan keuangan yang tepat waktu (Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang, 2008: 198).

Dokumen terkait