• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Komponen Sistem Pengendalian dan Penerapannya pada

4. Komponen Evaluasi-Penghargaan

Tahapan terakhir dari keempat komponen sistem pengendalian inti adalah evaluasi-penghargaan. Pada tahap ini melakukan penilaian atas kinerja yang telah dilakukan dan memberikan penghargaan atas keberhasilan maupun hukuman atas kegagalan. Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta tidak memiliki kriteria penilai/indikator keberhasilan secara tertulis yang digunakan untuk evaluasi. Evaluasi yang dilakukan hanya lisan saja.

a. Analisis Rencana Program Kerja dan Realisasinya di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Dalam melakukan evaluasi Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta melakukan analisis terhadap rencana program kerja dan realisasinya. Ukuran keberhasilan dilihat dari target yang ingin mereka capai dalam suatu kegiatan. Bendahara memberi contoh jika dalam suatu kegiatan kaderisasi para pemandu Kitab Suci di lingkungan pada Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) ditargetkan peserta 20 orang tetapi ternyata yang hadir memebihi target tersebut maka program atau kegiatan ini dianggap berhasil. Sebaliknya jika peserta yang hadir kurang dari 20 orang seperti yang ditargetkan maka program atau kegiatan ini kurang berhasil. Hal ini dibicarakan saat pertemuan evaluasi (kode 36). Begitulah paroki ini melakukan penilaian atas berhasil tidaknya suatu program yang ada di paroki. Ketua Bidang Pewartaan juga

mengungkapkan adanya evaluasi atas kegiatan yang telah dilakukan, berikut pernyataannya:

… Paling kami itu kalau evaluasi ya bukan masalah anggaran tapi bagaimana kegiatan ini kenapa kok yang ini tidak berjalan misalnya kenapa ini kok (kode 33).

Ketua Bidang Litbang melihat hal ini sebagai suatu tindakan tinjauan ulang atas program. Berikut pernyataannya:

Tapi lebih pada bahwa ketika mengerjakan program itu akan ditinjau ulang, sebuah program akan ditinjau ulang …(48).

Berbeda lagi dengan ungkapan Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi, menurutnya suatu kegiatan akan dianalisis tergantung besar kecilnya dan atau menarik tidaknya kegiatan tersebut. Hanya kegiatan yang cukup besar dan menarik akan menjadi perhatian (kode 58). Wakil Ketua II mengatakan analisis tidak dilakukan dalam forum hanya sebatas pembicaraan antara Bendahara dan Wakil Ketua II atau Bendahara dengan Romo Paroki. Berikut pernyataannya:

Selama ini kalau dalam forum kami tidak melakukan, mungkin ya kalau model Bendahara, yang jelas saya selaku Wakil Ketua II kadang Bendahara ya laporan saya seperti itu kalau ketemu ini lho kemarin gini … . Kalau saya lihat wajar ya sudah, kalau ndak ada baru saya tanya ini kokgini, paling gitu, tapi dalam forum rapat ini ndak, ya itu sudah Romo dan Bendahara (43).

b. Analisis Rencana Anggaran dan Realisasinya di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta juga melakukan analisis rencana anggaran dan realisasinya dalam evaluasi mereka. Berikut pernyataan Bendahara tentang hal ini:

Ya, itu nanti dalam laporan kita evaluasi antara plus minusnya rencana anggaran mengapa tidak sama. Mungkin ada kenaikkan dalam arti kenaikkan yang dulunya, misalnya untuk kegiatan anak-anak yang dulunya kita rencanakan 10 tapi ternyata anaknya lebih dari 10. salah satunya kegiatan (…) kita rencanakan yang hadirnya hanya 10 ternyata lebih dari 10. Sehingga menambah biaya. Nanti juga dalam rencananya 10, yang hadir cuma 5 sehingga ada kelebihan (32).

Namun analisis tidak dilakukan secara merata ditiap bidang atau tim kerja. Bidang pewartaan tidak melakukan analisis rencana dan realisasi anggaran. Berikut pernyataan Ketua Bidang Pewartaan tentang hal ini:

Kita ndak pernah untuk menganalisa keuangan, ndak

pernah (32). Di bidang saya ndak ada, tapi kalau di Bendahara saya yakin mereka menganalisis.

c. Pelaksanaan Evaluasi Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta melakukan evaluasi atas kinerjanya ditingkat bidang atau tim kerja yang menyelenggarakan kegiatan, di Dewan Harian dan di akhir tahun. Evaluasi ditingkat bidang atau tim kerja dilakukan setelah kegiatan

tersebut selesai diselenggarakan. Berikut pernyataan para informan tentang hal ini:

Sebenarnya untuk evaluasinya itu kita mengharapkan bidang-bidang itu lebih aktif, … itu yang kami anjurkan, kami minta, tapi … tidak semua bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan (1) (Romo Kepala).

Tapi dalam evaluasi ya ini ndak terlaksana kenapa? kendala apa? hanya itu yang dicari kendalanya sehingga kedepan kendala ini bisa diatasi (35). Hanya kendalanya, kendala teknis biasanya, kenapa-kenapa? (36) (Wakil Ketua II). Biasanya tingkat tim kerja di dalam bidang itu…(44). Ada evaluasi (45) (Ketuar Bidang Pewartaan).

… Kalau bidang ya, kalau bagian kepanitiaan ya di kepanitiaan (38). … Terlalu luas kalau seluruhnya (39) (Ketua Bidang Litbang).

Selain evaluasi di bidang atau tim kerja bersangkutan, juga dilaksanakan evaluasi di Dewan Harian dalam rapat. Berikut pernyataan para informan tentang hal ini:

Dalam rapat dewan terakhir biasanya ada evaluasi … (35) (Romo Kepala).

Kalau misalnya pas rapat Dewan itu „kan, kenapa yang kegiatan ini dari tim kerja ini, kenapa tidak bisa jalan, biasanya nanti dibahas di rapat (34). Evaluasi keuangan ya mungkin di rapat Dewan Harian itu lho (54) (Sekretaris Paroki).

Kemudian itu nanti dibicarakan juga (…) dipelaporan dibicarakan juga di Dewan Harian (44) (Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi).

Evaluasi juga dilakukan diakhir tahun. Akhir tahun akhir dari program dan anggaran. Berikut pernyataan para informan tetang hal ini:

… itu nanti pada akhir tahun Suster (38). Satu tahun kita evaluasi (39). Ada setiap tahun evaluasinya (41). Setahun, karena kita pertemuannya itu setahun (42) (Bendahara). … pleno itu sejauh saya ingat sekurang-kurangnya tiga kali lah mungkin idealnya, awal tahun waktu bikin program, lalu pertengahan berarti monitoring, diakhir tahun evaluasi (28) (Ketua Bidang Liturgi).

…lalu nanti dewan juga akan ada evaluasi diakhir tahun juga ada diacara rutin rapat dewan itu juga ada evaluasi (44). Lalu untuk mengenai anggaran apakah ada kesulitan atau tidak? Bisanya seperti itu (45) (Ketua Bidang Pewartaan).

d. Monitoring dan Evaluasi (monev) dari Keuskupan Agung Semarang (KAS)

KAS melakukan monitoring dan evaluasi ke paroki-paroki untuk melihat kinerja di sana. Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta juga mendapat kunjungan dari tim supervisi dari keuskupan setiap tahunnya untuk melihat proses kinerja di paroki ini. Hal ini yang disebut verifikasi oleh Wakil Ketua II berikut:

Verifikasi … selalu setiap tahun toh, setiap tahun dikunjungi biasanya sore, pernah juga pagi. Tapi biasanya sore sampai malam, setelah makan malam selesai biasanya

gitu. Ya kita satu ruangan itu masing-masing bidang ditanya, kemudian juga dikunjungi, administrasi diperiksa semacam diperiksa, kekurangannya dimana nanti dari Keuskupan juga menilai (…) ini kurangnya ini solusinya begini yang bisa kita bantu ini, selalu ada (61).

Demikian juga dinyatakan oleh Ketua Bidang Pewartaan dan Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi. Berikut pernyataannya:

Tapi kelihatannya memang jadi mereka lebih pada membimbing sifatnya, kalau ini harus begini harus seperti

ini, tidak seperti supervisor-lah ya lebih pada (47) (Ketua Bidang Pewartaan).

Bahkan itu „kan ada yang dari keuskupan itu, (…) mereka kan langsung (…) ke sini ya toh, kemudian bagaimana semua dilihat, semua itu di buka (94). Kayaknya minimal, minimal 1 tahun sekali ya (95) (Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi).

e. Tujuan Monitoring dan Evaluasi (monev) dari Keuskupan Agung Semarang (KAS)

Adapun tujuan dilakukannya monitoring dan evaluasi dari KAS ini adalah untuk perbaikan kinerja di paroki. Berikut pernyataan Wakil Ketua II tentang hal ini:

Ya maksudnya untuk perbaikan (62) (Wakil Ketua II). f. Punishment di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Paroki Santo Albertus Agung Jetis tidak memberikan

punishment kepada tim kerja atau bidang yang tidak berhasil dalam melaksanakan program atau tidak melaksanakan program sebagaimana seharusnya. Paroki ini bersikap diplomatis terhadap hal ini. Langkah yang diambil adalah dengan cara diskusi, saling memahami dan mencari solusi bersama. Hal ini disebab karena orang-orang yang bekerja di paroki merupakan tenaga sukarela dan jika diberi sanksi atau punishment akan menimbulkan tidak ada lagi orang yang berani atau mau bekerja di paroki. Berikut pernyataan para informan tentang hal ini:

Lalu yang kurang berhasil mungkin kita memotivasi (44). Kalau yang tidak berhasil mengapa tidak berhasil apa kita cari akarnya (46) (Bendahara).

…Kalau misalnya gagal ditegur … kenapa tidak bisa berjalan keluhannya apa, kendalanya apa, masalahnya apa, ya nanti terus sharing bareng-bareng dicari solusinya gitu aja (36) (Sekretaris Paroki).

Demikian juga punishment juga ndak ada paling rapat disinggung, gimana ini ndak jalan, kemudian mereka berargumen ya sudah (45). Karena kalau punishment nanti,

punishment dulu ya, punishment nanti pada takut, berikutnya pada takut, saya mampu ndak ya? (51) (Wakil Ketua II).

Biasanya, kalau kami melihat dalam program kerja itu kenapa ini tidak bisa terlaksana, kita panggil tim kerja kita ajak bicara, gimana kira-kira bisa terlaksana atau ndak? (37). Mereka tahu bahwa memaksakan kegiatan dalam waktu segini nanti hasilnya juga tidak baik ya sudah kita sama-sama memahami (38) (Ketua Bidang Pewartaan). Ketika teman-teman itu waktunya tersita oleh untuk hal-hal yang lain mereka tidak bisa memenuhi panggilan-panggilan itu tidak bisa di punishment gitu (44) (Ketua Bidang Litbang).

Tidak sampai di reward dan punishment karena kalau ditarik ke konsep itu kita di paroki Suster (42) Ketua Bidang Liturgi).

g. Penghargaan/reward di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta tidak memberikan penghargaan kepada bidang atau tim kerja yang sukses atau berhasil dalam melaksanakan programnya. Apresiasi yang diberikan kepada bidang atau tim kerja berupa ucapan terima kasih, pujian, sapaan-sapaan, ucapan selamat dan kepercayaan

yang diberikan seperti yang diungkapkan oleh Sektretaris Paroki (kode 35), Romo Kepala (37), Bendahara (kode 43,45,76), Ketua Bidang Litbang (kode 45,46) belum bisa ditarik pada kesimpulan pemberian penghargaan. Bagi mereka pengorbanan atau pelayanan yang dilakukan di paroki merupakan hal yang biasa dan sudah selayaknya. Sehingga jika ada penghargaan berupa pujian atau terima kasih sudah sepantasnya dan dianggap hal yang biasa. Berikut ungkapan mengenai hal ini:

Biasa saja kalau suatu ucapan terima kasih itu, sesuatu yang layak dan sepantasnyalah (44). Jadi itu tadi kecenderungannya bagus terima kasih sudah selayaknya (46). Dalam konteks liturgi kecenderungan yang saya dengan teman-teman mengalami ya, ini pandangan kami dari dalam liturgi bagus sudah selayaknya, jelek pasti ada komentar negatif (43). Tapi kalau sampai reward yang Suster maksudkan pada tingkat pujian gitu entahlah saya merasa belum mengalami yang cukup berarti, biasa saja (45) (Ketua Bidang Liturgi).

Walaupun mereka banyak berkorban lalu kami anggap biasa (38) (Romo Kepala).

Bidang Pewartaan punya kebijakan sendiri memberikan kenang-kenangan sebagai ucapan terima kasih kepada orang-orang yang membantu dalam pelaksanaan program seperti katekis seperti yang diungkapkan oleh Ketua Bidang Pewartaan (kode 35). Namun hal ini juga belum bisa disimpulkan sebagai penghargaan karena masih bersifat insidental dan hanya sebagian kecil saja, belum mewakili paroki keseluruhan.

Paroki ini tidak memberikan penghargaan berupa barang atau bentuk lainnya kepada bidang atau tim kerja yang berhasil dalam melaksanakan program dengan alasan paroki adalah organisasi sosial dan lembaga keagamaan. Wakil Ketua II mengatakan tidak

ada reward (yang dimaksud adalah reward berupa barang atau uang). Menurut beliau selama dirinya masih menjadi Wakil Ketua II atau belum pergantian pengurus tidak akan ada reward, karena ini organisasi Gereja, jika sudah rela untuk bekerja di Gereja maka jangan mengharapkan reward berupa fasilitas dan sebagainya. Silahkan mengharapkan fasilitas kalau bekerja di luar Gereja (kode 44). Bahkan Beliau menentang karena ada rekan yang minta uang pulsa kepada Romo untuk koordinasi (kode 46). Menurutnya sudah resiko bagi seseorang yang rela bekerja di Gereja untuk berkorban (kode 47) karena di Gereja adalah uang umat (kode 48). Karena ini organisasi Gereja (kode 50) bekerja untuk Tuhan maka Beliau tidak sepakat adanya reward (kode 52). Hal yang serupa diungkapkan oleh informan lain. Berikut pernyataan mereka:

Tidak sampai di reward dan punishment karena kalau ditarik ke konsep itu kita di paroki Suster (42) Ketua Bidang Liturgi).

Dokumen terkait